You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, sebagian besar penyakit kanker ditemukan pada stadium

lanjut, ditambah dengan ditemukannya kasus-kasus yang tidak mendapatkan

pengobatan kanker menyebabkan angka harapan hidup yang lebih pendek.

Pasien-pasien dengan kondisi tersebut mengalami penderitaan yang memerlukan

pendekatan terintegrasi berbagai disiplin agar pasien memiliki kualitas hidup

yang baik dan pada akhirnya meninggal secara bermartabat. Integrasi perawatan

paliatif ke dalam tata laksana kanker terpadu telah lama dianjurkan oleh Badan

Kesehatan Dunia, WHO, seiring dengan terus meningkatnya jumlah pasien

kanker dan angka kematian akibat kanker. Penatalaksanaan kanker telah

berkembang dengan pesat. Walaupun demikian, angka kesembuhan dan angka

harapan hidup pasien kanker belum seperti yang diharapkan. Sebagian besar

pasien kanker akhirnya akan meninggal karena penyakitnya. Pada saat

pengobatan kuratif belum mampu memberikan kesembuhan yang diharapakan

dan usaha preventif baik primer maupun sekunder belum terlaksana dengan baik

sehingga sebagian besar pasien ditemukan dalam stadium lanjut, pelayanan

paliatif sudah semestinya menjadi satu satunya layanan fragmatis dan jawaban

yang manusiawi bagi mereka yang menderita akibat penyakit- penyakit tersebut

di atas.

Sebagai disiplin ilmu kedokteran yang relatif baru, pelayanan paliatif

merupakan filosofi dan bentuk layanan kesehatan yang perlu terus

dikembangkan, sehingga penatalaksanaan pasien kanker menjadi efektif.


2.1 Tujuan

Terselenggaranya pelayanan paliatif yang terpadu dalam tata laksana

kanker di setiap jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien kanker dan keluarganya


BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Kanker
2.1.1 Pengertian Kanker
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah
oleh mutasi genetik DNA seluler (Smeltzer, 2002).

2.1.2 Etiologi kanker


Sampai saat ini, masih menjadi perdebatan mengenai penyebab seseorang
mengidap kanker.Yang sudah diketahui ialah bahwa kanker disebabkan oleh
banyak faktor dan berkembang dalam waktu bertahun-tahun. Berikut adalah
faktor-faktor yang paling banyak menyebabkan timbulnya kanker :
1) umur
2) tembakau
3) sinar matahari
4) zat-zat kimia
5) infeksi virus dan bakteri
6) diet, kegemukan dan kurang gerak
7) alkohol
8) hormon
9) riwayat keluarga

2.1.3 Komplikasi Kanker


Kanker berbahaya saat menyebar dan akan merusak jaringan normal serta
mengambil alih zat nutrisi jaringan normal. Gangguan patologis dapat terjadi
akibat pengobatan dan efek sekunder dari pengobatan. Disfungsi fisiologis yang
terjadi akibat kanker diantaranya :
1) Kegagalan system imun dan hematopoisis
a) Leukemia dan limfoma
b) Kekambuhan infeksi, anemia, perdarahan
2) Gangguan Gastrointestinal dan fungsinya
a) Gangguan status nutrisi
b) Kontribusi dari anoreksia
c) Berkembang kaheksia, deficit nutrisi
d) Support nutrisi berkurang akibat pengobatan

3) Deficit motorik dan sensorik


a) Akibat kanker menyebar ke tulang dan menekan jaringan saraf
b) Bila ke tulang metastasis mengakibatkan fraktur, compresi mandibula
spinalis, hiperkalsemia
c) Nyeri efek kanker akibat gangguan tulang, kompresi saraf, inflitrasi
jaringan lunak, spasme otot, lymphodema, peningkatan tekanan intra
cranial dan myopathi, nyeri akibat terapi kanker, immobilisasi serta
penyakit muskuluskeletal

4) Penurunan fungsi respirasi


a) Akibat dari obstruksi saluran nafas dari tumor, penyebaran jaringan
lunak paru, atau blok aliran darah ke dada dan paru
b) Sesak dan edema paru

2.1.4 Pengobatan kanker


1) Pembedahan
Pembedahan adalah cara lama yang hingga saat ini masih digunakan
dalam menangani penderita kanker. Namun demikian cara pembedahan tidak
senantiasa memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam arti
penyembuhan misalnya pada penderita yang mengalami metastase, resiko operasi
lebih besar daripada kankernya dan penderita yang cacat pasca bedah. Pada
umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita dengan tumor primer
yang masih dini atau pengobatan paliatif dekompresif. Akan tetapi diluar
keganasan hematologi untuk semua penderita kanker seyogyanya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan ahli bedah sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.
2) Radioterapi
Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-regional
pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan radikal
akan mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang bersangkutan. Berhasil
tidaknya radiasi yang akan diberikan tergantung dari banyak faktor antara lain
sensitivitas tumor terhadap radiasi, efek samping yang timbul, pengalaman dari
radioterapist serta penderita yang kooperatif. Seperti halnya pembedahan,
radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif misalnya pada penderita-penderita
metastase tulang atau sindroma vena cava superior.

3) Kemoterapi
Pola berpikir dahulu penggunaan kemoterapi adalah untuk penderita
kanker yang sifatnya sistemik seperti leukemia atau penderita yang mengalami
metastase setelah pengobatan primer baik pembedahan maupun radiasi. Namun
demikian saat ini telah banyak diketahui. Bahwa pada penderita kanker sering
terjadi mikrometastase yang timbul secara dini yaitu pada penderita-penderita
kanker payudara yang disertai pembesaran kelenjar aksiler, pada kanker yang
sangat besar serta sistologis mempunyai derajat keganasan yang sangat
tinggi.Disinilah peran tambahan dari penggunaan kemoterapi. Pemberian
kemoterapi dapat pula bersifat kuratif maupun paliatif dan dapat pula berperan
sistemik maupun regional.Kemoterapi paliatif terutama diberikan pada penderita
kanker stadium lanjut yang tujuannya bukan penyembuhan tapi peningkatan
kualitas hidup. Oleh karenanya dalam memberikan kemoterapi paliatif harus
dipikirkan benar-benar dengan mempertimbangkan respect for outonomy (segala
keputusan terletak pada penderita), beneficial (yang kita berikan yakin
bermanfaat), non malificent (yang kita berikan tidak membahayakan) dan justice
(bijaksana). Lama pemberian kemoterapi paliatif berbeda dengan kemoterapi
kuratif. Untuk kemoterapi paliatif evaluasi dilakukan setelah siklus
kedua.Bilamana setelah siklus kedua memberi respon yang baik kemoterapi dapat
dilanjutkan hingga 1 tahun.Apabila tidak memberi respon bahkan merugikan (efek
samping yang terlalu berat) perlu dipertimbangkan untuk dihentikan.
4) Pengobatan kombinasi
Hal yang paling sering dijumpai adalah cara pengobatan kombinasi baik
pembedahan, radiasi ataupun kemoterapi. Oleh karena itu, penanganan kanker
yang paling baik adalah bilamana dilaksanakan secara terpadu antara “surgical
oncologist – radiation oncologist – medical oncologist.

2.1.5 Aspek Bio-Psiko-Sosial Dalam Penyakit Kanker Stadium Lanjut (IV)


Pengobatan pada penderita kanker stadium lanjut (IV) mengacu pada
prosedur medis yg diberikan pada penderita kanker, sedangkan penanganan
mengacu kepada pendampingan secara menyeluruh, meliputi aspek medis dan
non-medis, yaitu aspek psiko dan sosial, atau yg biasa disebut dengan aspek bio-
psiko-sosial, sesuai dengan model yang diajukan Angel dalam model
biopsikososial yaitu model yang mencakup faktor psikologi, sosial dan perilaku,
pendekatan yang merupakan landasan ilmiah dalam upaya mengasuh pasien,
karena raga yang mengidap penyakit dipersatukan lagi dengan dimensi
psikososialnya yang dapat memperngaruhi perjalanan penyakitnya, model ini juga
membedakan pengertian penyakit (perubahan struktur jaringan dan organ yang
menimbulkan kelainan) dan sakit (yang dirasakan pasien). Kedua aspek ini harus
ditangani karena pasien ingin bebas dari penyakit dan merasa sehat.

2.2 Perawatan Paliatif Pada Kanker Kronis


2.2.1 Falsafah Perawatan Paliatif pada kanker kronis
Didasari pada falsafah bahwa setiap penderita mempunyai hak untuk
mendapat perawatan yang terbaik sampai akhir hayatnya, maka bagi penderita
kanker yang penyakitnya tidak berangsur sembuh, perawatan diberikan untuk
mengurangi penderitaanya, sehingga kualitas hidup tetap dapat dipertahankan dan
meninggal dengan tenang dalam imam.
Kanker yang memasuki saat-saat terminal adalah kanker yang sudah
dalam tahap stadium lanjut yang artinya kondisi fisiknya sudah sangat
buruk.Terdapat 4 stadium atau tahapan keganasan penyakit kanker, yaitu stadium
I, II, III, dan IV. Lebih jelasnya, tahapan kanker terbagi atas stadium Ia, Ib, dan
IIa, yang disebut dengan stadium kanker invasif dini, dan stadium IIb, stadium
IIIa-IIIb, dan stadium Iva- IVb atau stadium kanker invasif lanjut. Dan pasien-
pasien yang menjalani perawatan paliatif ialah pasien ber stadium IVa- IVb atau
stadium kanker invasif lanjut.

2.2.2 Definisi Perawatan Paliatif


Definisi awal dari Definisi awal dari pengobatan paliatif mulai dikenal di
Inggris pada tahun 1987.
“Palliative medicine is the study and management of patients with active,
progressive, far-advanced disease for whom the prognosis is limited and the focus
of care is the quality of life.”
(Pengobatan paliatif merupakan suatu studi dan penanganan terhadap pasien
pasien dengan penyakit yang aktif, progresif dan lama yang mana prognosisnya
terbatas dan fokus perawatannya adalah pada kualitas hidup).
Organisasi kesehatan dunia atau WHO mendefinisikan perawatan paliatif
sebagai berikut:
“Semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita, terutama yang tak
mungkin disembuhkan. Tindakan aktif yang dimaksud antara lain menghilangkan
nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalam aspek psikologis,
sosial dan spiritual”

2.2.3 Tujuan Perawatan Paliatif


Masih menurut WHO, tujuan perawatan paliatif adalah untuk mencapai
kualitas hidup maksimal bagi penderita dan keluarga.Perawatan paliatf tidak
hanya diberikan bagi penderita menjelang akhir hayatnya, namun sudah dapat
dimulai segera setelah diagnosis penyakit (kanker) di tegakkan, dan dilaksanakan
bersama dengan pengobatan kuratif. Lebih lanjut lagi, Organisasi Kesehatan
Dunia menekankan bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar, berikut ini:
1) Meningkatkan kulaitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses normal
2) Tidak mempercepat atau menunda kematian
3) Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
4) Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
5) Mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6) Mengusahakan membantu mengatasi suasana duka cita pada
keluarga
Sehingga dari uraian diatas, jelas bahwa pemanfaatan sistem perawatan
medis memegang peranan penting untuk diterapkan dalam prinsip perawatan
paliatif.

2.2.4 Peranan Perawatan Paliatif Penyakit Kanker


Disuatu pusat penanggulangan penyakit kanker, biasanya penderita
terbanyak adalah pasien stadium paliatif. Dianut pengertian bahwa :
1) Kelanjutan dan kesinambungan perawatan adalah hal yang sangat penting
dan diutamakan. Tim paliatif harus dikenal oleh penderita dan keluarga,
dan berperan sebagai sumber unformasi dan sumber dukungan mental
2) Nyeri dan gejala lain dievaluasi secara cermat dan didokumentasi sehingga
perkembangannya dapat dikontrol. Protokol untuk pengawasan perawatan
di rumah diberikan kepada pelaku rawat (care giver)
3) Tim paliatf harus dapat menganalisis dan menentukan prioritas
penyelesaian, bila ada masalah yang tekait dengan pasien, keluarga, dan
upaya medis
4) Perawatan di rumah penderita harus dipersiapkan dengan matang.
Penyuluhan kepada penderita dan keluarga telah dimulai sejak penderita
berkonsultasi dengan pihak rumah sakit. Tim perawat dan terapis untuk
perawatan di rumah segera dipersiapkan, termasuk jadwal kunjungan
rumah. Ikatan antara rumah dakit dengan penderita di rumah selalu
terjalin, lebih baik lagi, bila dokter keluarga menjadi jembatan dalam
ikatan ini

2.2.5 Masalah-Masalah Sosial Pasien Dan Anggota Keluarga Pasien Dalam


Perawatan Paliatif
Hubungan dengan orang lain, baik itu keluarga maupun teman, memiliki
pengaruh yang besar untuk mengatasi permasalahan tentang penyakit kanker yang
menimpa pasien. Tanpa perlindungan yang cukup, hubungan yang erat
membentuk sebuah alat untuk melawan stress karena penyakit yang dideritanya.
Berikut ini adalah masalah sosial pasien :
1) Masalah dalam hubungan antar pribadi
a) Karena reaksi pasien terhasap penyakitnya : seperti kecemasan,
ketakutan, amarah, merasa bersalah, depresi, antisipatoris,
mengeluh
b) Karena reaksi orang lain terhadap penyakit pasien : seperti
kecemasan, ketakutan, amarah, merasa bersalah, depresi,
antisipatoris, mengeluh
c) Membuat masalah antar pribadi menjadi lebih buruk dari sebelum
sakit
d) Masalah pernikahan
e) Ketidak-sepakatan mengenai terapi anti kanker

2) Masalah Keluarga
Keluarga dari pasien yang terkena penyakit kanker akan rentan
merasakan ketegangan dan tekanan, baik secara psikis dan fisik. Akan
terlihat lebih nyata bila pasien dirawat di rumah tetapi bisa
diseimbangkan dengan penyesuaian diri lebih mudah setelah kematian
pasien dan perasaaan dalam tenang sesuatu yang bermanfaat dalam
merawat pasien di rumah.
a) Pergantian peran
Kondisi yang menurun, membuat tugas-tugas yang biasanya pasien
dapatkan didalam keluarga akan digantikan oleh orang lain
terutama dalam hal finansial, sehingga seorang pasien dapat merasa
tidak berguna, terisolasi dan depresi
b) Peran baru
Keluarga pasien mendapat peran baru dalam merawat pasien di
rumah, terutama dalam hal mengganti baju, keperluan toilet pasien
yang sebelumnya diajari oleh orang-orang yang lebih orofesional
sehingga keluarga tentang merasa cemas apabila ternyata terdapat
kesalahan dalam merawat pasien serta tidak dapat mengantiipasi
masalah yang mungkin muncul.
c) Koping mekanisme bagi yang tidak dapat menyesuaikan diri
Seperti halnya pasien individual, koping mekanismenya oleh
keluarga yang memungkinkan menderita secar tertutup daripada
menguranginya. Sebuah keluarga yang terlalu melindungi
memungkinkan untuk mencoba untuk mem-blok komunikasi dari
tim pelayanan kesehatan, membiarkan pasien dengan kecemasan
atau ketidakpastian dan perasaan terisolasi.
d) Kelelahan
Kelelahan secara psikologis dan fisik terjadi berulangkali didalam
anggota keluarga pasien yang tidak mungkin terselamatkan.

2.2.6 Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Perawatan Paliatif


Usaha perbaikan kualitas hidup bagi pasien dan keluarga pasien akan lebih
efektif dengan adanya :
1) Pengembangan pusat kegiatan paliatif
2) Pengertian yang mendalam tentang penggunaan analgetika
3) Pengertian tentang kebutuhan dari pasien dan keluarga pasien dalam
usaha mengatasi keluhan
4) Kesepakatan bahwa menghilangkan gejala untuk mencapai kualitas
hidup yang baik adalah hal penting pada penderita kanker stadium
lanjut
Adapun hambatan yang sering dijumpai dalam melaksanakan kegiatan
paliatif ialah :
1) Tidak adanya kebijakan dari pemerintah tentang kegiatan paliatif dan
bebas nyeri dalam suatu negara
2) Tidak adanya pendidikan untuk petugas kesehatan, penentu kebijakan,
administrator serta masyarakat sehubungan dengan kegiatan paliatif
3) Penyalahgunaan obat bius menyebabkan pengawasan yang ketat akan
penggunaan obat tersebut
4) Jumlah obat yang sangat terbatas terutama di negara yang sedang
berkembang (analgetika)
5) Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang obat analgesik
6) Kurangnya dana untuk penelitian dan pengembangan kegiatan paliatif

2.2.7 Ketakutan Akan Kematian Dan Tahapan Dalam Menghadapi


Penyakit Kanker Stadium Lanjut (IV)
Ketika menengok masa lampau dan mempelajari budaya serta masyarakat
kuno, kita akan terkesan mengetahui bahwa kematian tidak disukai, dan mungkin
akan terus demikian. Pasien yang menjelang ajal harus melalui banyak tahap
dalam perjuangannya untuk menerima penyakit dan kematiannya, kemungkinan
selama beberapa waktu ia menolak berita buruk tersebut dan terus bersikap
seolah-olah ia sehat dan sekuat sebelum ia sakit.
Lebih jauh lagi berkaitan dengan masalah-masalah psikologis dan sosial
yang dihadapi oleh pasien dengan penyakit terminal, telah mengidentifikasi lima
tahap yang mungkin dilewati oleh pasien penyakit terminal, yang divonis tidak
akan hidup lama lagi, yaitu :
1) Tahap Kaget
Biasanya hal ini sudah dilalui oleh penderita penyakit terminal (terminal-ill).
Tetapi adakalanya mereka masih juga “kaget” dan tidak percaya bila diberitahu
atau menyadari kondisi sebenarnya. Dalam situasi ini penderita tampak
kebingungan bahkan yang bersangkutan dapat melakukan segala sesuatu tanpa
disadari atau tampak seperti orang linglung. Kecelakaan mudah terjadi pada saat
ini. Adakalanya orang-orang tertentu ingin menyendiri untuk mengumpulkan
energi mental dan ingin membuat rencana masa depannya.
2) Tahap Penolakan
Pada tahap ini penolakan sering terjadi tidak saja pada penderita tetapi juga
pada keluarga.Untuk perawatan yang berkualitas sebaiknya keluarga diberi
penerangan-penerangan yang intensif agar timbul kesadaran dan tidak lari
darikenyataan.
3) Tahap Amarah
Pada tahap ini penderita marah-marah dan tidak jarang menyalahkan keluarga,
tim medis bahkan Tuhan atau takdir yang diterimanya. Kondisi yang hipersensitif
dan ledakan emosi tidak jarang menjemukan keluarga bahkan tim medis, yang
tidak jarang diakhiri dengan saling balas-membalas oleh anggota tim.
4) Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini tampak sekali penderita berada dalam konflik antar
“mengetahui” ajal mendekat dengan keinginan menyelesaikan tujuan hidup.
Dalam fase ini ada juga perasaan takut sekarat, takut mati dan takut pergi
sendirian.Untuk itu masukan-masukan keagamaan sudah harus diperhatikan.
5) Tahap Depresi
Disini penderita pasif sekali bahkan ada yang melakukan penelantaran diri
bahkan percobaan bunuh diri. Pada umumnya untuk para Dokter, ini adalah
“tanda-tanda” ajal makin mendekat. Adakalanya dalam keadaan depresi,
orangorang ingin menyendiri untuk mengumpulkan sisa tenaga dan pemikiran
membuat keputusan yang tepat.
6) Tahap Menerima
Sebetulnya bila seseorang mendekati ajalnya maka ia akan sampai ke tahap
pasrah. Pada tahap ini bila ia masih memiliki kekuatan fisik dan kejernihan
berpikir maka masih ada harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Lebih
lanjut lagi, Ross (dalam Zastrow, 1996) mencatat bahwa tidak setiap orang akan
mengalami kemajuan ketika melewati tahap-tahap tersebut, seringkali terjadi
perubahan yang amat tidak diduga dan malah mengalami kemunduran ke tahap
sebelumnya. Misalnya, seorang pasien akan dapat mengatasi tahap penolakan
menjadi depresi, menjadi kegusaran dan kemarahan, dan kembali lagi ke
penolakan, kemudian menjadi tawar-menawar, depresi, dan selanjutnya.
Ketakutan seorang pasien paliatif stadium lanjut biasanya telah masuk
dalam tahapan early adulthood dan middle age. Terkait dengan tugas
perkembangan yang dimiliki oleh individu itu, maka kematian mendadak
seseorang yang berusia produktif lebih sulit diterima karena tiga alasan:
 Masyarakat tidak memiliki waktu untuk menyiapkan diri akan
kematiannya.
 Masyarakat merasa bahwa kematian mendadak di masa produktif
merupakan suatu kesedihan yang amat sangat sebab orang tersebut
belum dapat menikmati hal-hal yang baik dalam kehidupan.
 Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk melakukan hubungan
“penutupan”: masyarakat mungkin merasa bahwa mereka tidak
memiliki kesempatan untuk menyelesaikan konflik antarpribadi yang
terjadi antara mereka

2.3 Pengelolaan Nyeri Kanker


2.3.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang dihubungkan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak,
atau segala keadaan yang menunjukkan adanya kerusakan jaringan.
Data dari WHO menyebutkan bahwa 2/3 dari penderita kanker akan
meninggal karena penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya 45-100%
akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat. Dengan bertambah majunya
pengobatan kanker, maka bertambah banyak pula penderita kanker yang
berketahanan hidup panjang, sehingga bertambah pula penderita nyeri yang
memerlukan pengobatan.Laporan dari negara maju 50-80% nyeri kanker tidak
mendapat pengelolaan yang adekuat.Di RSUD Dr.Sutomo 56% penderita kanker
disertai rasa nyeri dan 83% belum mnedapatkan yang adekuat.Sesungguhnya 80-
90% nyeri kanker dapat ditanggulangi jika hal tersebut dilakukan sesuai dengan
prosedur yang dianjurkan oleh WHO.

2.3.2 Penyebab Nyeri Kanker


Nyeri kanker yang lebih dikenal dengan sindroma nyeri kanker dapat
disebabkan oleh beberapa faktor :
1) Faktor jasmani yang bisa terjadi akibat :
 Tumornya
 Berhubungna dengan tumornya
 Pengobatan tumornya
 Tidak langsung dari tumornya maupun pengobatannya
Faktor jiwa yang bisa terjadi akibat :
 Marah
 Cemas
 Depresi

2.3.3 Penilaian Nyeri Kanker


1) Hubungan antara dokter dan penderita haruslah dijalin sebaik mungkin
sehingga penderita mempunyai kepercayaan penuh terhadap sang
dokter. Anamnesis dan pemeriksaan yang diteliti haruslah dilaksanakan.
2) Percayalah laporan nyeri dari penderita, walaupun nyeri adalah
fenomena subyektif namun ada cara yang obyektif untuk menilai nyeri
misalnya meyeringai, takikardia, berkeringat dan pucat.
3) Tenanglah dan dengarkan keluhan penderita dan yakinkan bahwa
keluhan tersebut dapat diobati.
4) Riwayat nyeri, lokasi, lama, frekuensi, tidurnya, nafsu makan, dan
dapatkah menggerakkan anggota tubuh dengan baik.
5) Obat-obatan analgetika yang pernah didapat dan berapa lama minum
serta berapa dosisnya.
6) Skala nyeri
Mintalah penderita mengatakan derajat nyerinya.
0 : tidak nyeri 7-9 : nyeri berat terkontrol
1-3 : nyeri ringan 10 : nyeriberat tidak terkontrol
4-6 : nyeri sedang

 Pemeriksaan fisik dan neurologik yang teliti


 Perhatikan adanya faktor psikologik dan sosial.
 Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.
 Pemeriksaan foto yang diperlukan.
 Mengobati rasa nyeri sementara melengkapi diagnosis.
 Mencari penyebab nyeri.

7) Pada anak-anak terdapat cara tersendiri untuk menilai rasa nyeri sebab
kemampuan anak untuk berkomunikasi tergantung pada umur dan
pengertiannya. Skala nyeri yang dapat dipakai untuk menilai derajat
nyeri pada anak ialah Smiley Analoque Scale.

2.3.4 Pedoman Pengelolaan Nyeri Kanker


1) Kebijakan Dasar
a) Nyeri kanker merupakan keluhan subyektif
b) Makin progresif kankernya nyeri makin hebat
c) Makin kronis penyebab nyeri makin kabur
d) Penyebab nyeri multifaktorial
e) Penyebab, jenis, sifat dan derajat nyeri dapat berubah pada seorang
penderita
f) Penderita yang tidak mengeluh bukan berarti tidak nyeri
g) Nyeri harus dikelola dengan benar hingga bebas nyeri.

2) Dokter dan Petugas Kesehatan perlu :


a) Memahami pengertian nyeri kanker
b) Mendengarkan keluhan penderita dengan seksama
c) Mempercayai semua keluhan penderita
d) Meluangkan waktu untuk menjelaskan masalah nyeri pada
penderita dan keluarga.
e) Mampu dan bersedia pengelolaan nyeri kanker
f) Memahami alternatif pengelolaan nyeri kanker.
g) Memahami dasar-dasar umum pengelolaan nyeri kanker dengan
menggunakan obat-obat analgesik dan ajuvan.
h) Menyadari kemungkinan-kemungkinan timbulnya efek samping
obat dan mampu menanggulangi bila keadaan ini benar terjadi.
i) Memahami alternatif tambahan pengelolaan nyeri kanker dengan
cara pembedahan paliatif, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal
serta rehabilitasi medik.
3) Penderita dan Keluarga perlu :
a) Memperoleh informasi masalah nyeri kanker yang diderita dan
berperan serta aktif pada kegiatan pengelolaan yang akan
dilaksanakan.
b) Memperoleh informasi mengenai alternatif pengelolaan nyeri
kanker serta memahami untung rugi yang mungkin dialami dan
bersedia memberikan persetujuan tertulis (Informed Concent).
c) Keluarga penderita berperan sebagai penunjang pelaksanaan terapi.
d) Keluarga memerlukan penjelasan, bimbingan, serta bantuan
sehingga penderita dan keluarga dapat bersama-sama menghadapi
kenyataan dengan tenang.

4) Obat-obat Analgesik
a) Ditentukan secara individual
b) Pada usia lanjut anak-anak perlu disesuaikan
c) Tidak ada dosis maksimal untuk opiat dan pemberiannya dimulai
dengan cara titrasi
d) Diperlukan rawat inap untuk stabilisasi awal hingga diketahui dan
dicapai dosis efektif
e) Khusus untuk golongan opiat bisa terjadi toleransi dan untuk ini
perlu penyesuaian dosis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :

1) Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyakit.
2) Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun
psikologis.
3) Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti
terjadi.
4) Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik
fisik, psikologis, maupun social-spiritual.

Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :


1. Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-
gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi
ireguler.
2. Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau
kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau
kondisi penyakit mis gagal ginjal.
3. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai
selimut.
5. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan
posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
9. Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

Faktor-faktor yang perlu dikaji :

1) Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,
klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.

2) Faktor Psikologis

Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat


harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus
bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali
tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.

3) Faktor Sosial

Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,


karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat
harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat
untuk selalu menemani klien.

4) Faktor Spiritual

Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,


bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya.
Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien
terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi
harus dihindari.

Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan.


Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian
dapat terpenuhi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang
tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada
pada gaya hidup.
2) Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian
yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik
diri dari orang lain.
3) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
4) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
3.3 Intervensi

Diagnosa I :

1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :


 Berikan kepastian dan kenyamanan.
 Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari
pertanyaan.
 Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobtannya.
 Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas
mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah
atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat
dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan
ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4) Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif
Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping
positif yang akan datang.

Diagnosa II :

1) Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan


perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi
dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat
Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan
ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka
yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota
keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi
tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah.
3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan
penerimaan kematian yang terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif
tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit
terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
 Membantu berdandan.
 Mendukung fungsi kemandirian.
 Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
 Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).

Diagnosa III :

1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap
perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pembelajaran.
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan,
ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk
mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya.
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan
dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber
lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial,
koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan
sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi
keluarga.

Diagnosa IV :

1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual


keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan
pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi
pada do’a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti
dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan
dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai dapat
membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan
dan prakteknya.
3) Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan perenungan.
4) Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau
membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama
atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya.
5) Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah
sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel
dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan
spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 ).
3.4 Evaluasi
1) Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
2) Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3) Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu bertawakkal.
4) Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa
akan kembali kepadanya.
BAB IV

PRNUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelayanan paliatif merupakan kebutuhan kemanusiaan yang mendesak

di seluruh dunia termasuk Indonesia, bagi penderita kanker. Sangat diperlukan

di tempat-tempat yang proporsi pasien datang dalam stadium lanjut cukup tinggi

dan masih ada sedikit kesempatan untuk sembuh. Idealnya, layanan perawatan

paliatif harus diberikan kepada pasien kanker beserta keluarganya sejak saat

diagnosis penyakit kanker ditegakkan hingga penyakit berlangsung ke dalam fase

terminal.

Pelayanan paliatif akan efektif jika diintegrasikan ke dalam sistem

kesehatan di semua tingkat pelayanan, terutama masyarakat dan perawatan

berbasis rumah dengan melibatkan publik dan sektor swasta, disesuaikan dengan

budaya spesifik, lingkungan sosial dan ekonomi.

You might also like