You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

GAWAT DARURAT DENGAN GIGITAN ULAR

Disusun oleh :

1. FAUZI
2. PUTRI EVA ROSITA
3. DALIA LEMOS DA REGO
4. CHRISTIN WLENA

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ARTHA BODHI ISWARA

SURABAYA

2017
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di
Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak
tahun 1960, rata- rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat
karena gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk
Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae
atau pit viper atau dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle
bertanggung jawab atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara
kematian karena gigitan ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat
jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian
karena memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata
dan lubang hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil
berbentuik elips, berlainan dengan pupil bulat yang dimiliki ular jenis tak
berbahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan
pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal.
Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan
mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa
dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang
memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna
merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase yang menyebabkan bisa
dapat menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin
lain yang terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin
hemoragik dan trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami tentang definisi ggigitan ular
2. Memahami tentang etiologi gigitan ular
3. Memahami tentang patofisiologi gigitan ular
4. Memahami tentang manifestasi klinis gigitan ular
5. Memahami tentang komplikasi klien gigitan ular
6. Memahami tentang penatalaksanaan gigitan ular
7. Melakukan pengkajian gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
8. Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
gigitan ular

1.3 Manfaat
Membantu meningkatkan pengetahuan tentang keperawatan gawat
darurat, khususnya yang berhubungan dengan proses asuhan keperawatan
dalam bentuk KGD yang mengulas tentang gigitan ular. Sehingga dapat
mengaplikasikanya dalam masyarakat yang berhubungan dengan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa


mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor
bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik
dan merusak lebih sedikit jaringan.

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,bahu .
Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat.

2.2.1 Anatomi kulit


1. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari
lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
a. Stratum Korneum, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
b. Stratum Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
c. Stratum Granulosum, ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng
yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya
akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
d. Stratum Spinosum, terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
e. Stratum Basale (Stratum Germinativum), terdapat aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan
satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D
dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan alergen (sel Langerhans).
2. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis
terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b. Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang
dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam
jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis
mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat
epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi.
3. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
2.2.2 Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi
kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat,
insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol
dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat
terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. Kulit
memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-
fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.

2.3 Etilogi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan
hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi
susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti
saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
2.4 Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
sistem. Seperti, sistem neurologis, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada
gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.

2.5 Pathway

2.6 Manifestasi Klinis


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom
kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu
terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P : pain (nyeri),
pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot),
pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
1. Gigitan Elapidae
Misal : ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular
cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
a. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
b. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
c. 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,
kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan
kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
2. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal : ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
a. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
b. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
c. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
3. Gigitan Hydropiidae
Misal : ular laut, cirinya:
a. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
b. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap, ginjal
rusak, henti jantung.
4. Gigitan Crotalidae
Misal : ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
a. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,
nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen
crotalidae antivenin.
b. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
:
1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat,
dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan
jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara,
bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat
ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.

2.7 Derajat Gigitan Ular


1. Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan
ular, nyeri minimal, terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam
12 jam, pada umumnya gejala sistemik yang lain tidak ada.
2. Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam, tidak ada
gejala sistem.
3. Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri dan edema serta eritema yang terjadi meluas antara 6-12 inci
dalam 12 jam. Kadang- kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual,
gejala neurotoksi, syok, pembesaran kelenjar getah bening regional.
4. Derajat 3
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci
dalam 12 jam. Juga terdapat gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae,
dan ekimosis serta syok.
5. Derajat 4
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang
multiple, terdapat edema dan lokal pada bagian distal ekstremitas dan
gejala sistemik berupa gagal ginjal, koma, sputum berdarah.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi, dibagi menjadi
perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit :
1. Perawatan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering
penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada
memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap
dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik.
Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar
emergency life support. Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman
dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
a. R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun
akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik
karena kaget.
b. I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan
medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation)
pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki).
c. G: Get : Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
d. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang
muncul ada korban.
Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC
(Airway, Breathing, Circulation), pertolongan pertama :
a. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai
bisa mereka habis.
b. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
c. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi.
Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat
ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan,
dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
d. Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.
e. Monitor tanda-tanda vital korban temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan tekanan darah jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu
jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
f. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular
yang mengigit kemungkinan berbisa.
g. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat
dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi
tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan
mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan
terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman,
bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa
ular, ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek).
Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial
dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.
h. Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi
gawat darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika
memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak
sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk
memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti
ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
i. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus
sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut
pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas
dengan bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran
darah. Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam
nyawa dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi
gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.

Penatalaksanaan selanjutnya :
a. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
b. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
c. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2
flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
d. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
e. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
f. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
g. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.

Catatan: Jika terjadi syok anafilatik karena ABU (Anti Bisa Ular), ABU harus
dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.

2.9 Komplikasi
Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit
viper. Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit.
Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat
terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang
lebih kecil, juga gejala sistemik berupa gagal ginjal, shock, koma dan bisa
menyebabkan kematian.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

2.11 Terapi
1. Pemberian antibiotik dan diuretika untuk mempertahankan di uresis
2. Pemberian sedase atau analsesit untuk menghilangkan rasa takut cepat
mati/panic
3. Hidrokortison 100 mg/iv
4. Adrenalin 0,2 mg, untuk anak dosis di kurangi, dan pada penyakit jantung
pemberianya harus hati-hati
5. Pemberian serum anti bisa
BAB 3
LAPORAN KASUS

Kasus:
Tn. A 37 tahun masuk ke RS tanggal 5 April 2016 tepatnya ke IGD RSMH
Palembang, sebelumnya Tn A pada pukul 10.00 di gigit ular cobra dibagian
ekstremitas kiri nya sejak 15 menit yang lalu saat bekerja di lading. Tn A
mengeluh sesak nafas dan terasa panas disertai ras nyeri dan badannya kaku
semua, klien juga cemas dengan keadanya sekarang. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien ditemukan bekas gigitan luka yang
sudah membengkak, dimana pembengkakan tersebut sudah mengalami perubahan
warna, hasil vital sign klien adalah : S: 36,5OC, TD : 130/80 mmHg, N : 52x/m
RR : 34x/m.

BIODATA
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 37 Th
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl soekarno hatta 21 palembang
Pekerjaan : Tani
Suku : Jawa
Diagnosa : Gigitan ular
Tanggal masuk : 5 April 2016
Tanggal pengkajian : 5 April 2016
No medical recod : 123456

3.2 Identitas Penanggungjawab


Nama :S
Umur : 35 tahun
Alamat : jl soekarno hatta 21 palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan klien : istri

3.3 Keluhan Utama


Tn A mengeluh sesak nafas dan terasa panas disertai ras nyeri dan badan
nya kaku semua.

3.4 Riwayat Penyakit Sekarang


Bagian ekstremitas digigit ular terasa panas disertai sesak nafas. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien ditemukan bekas gigitan
luka yang sudah membengkak, dimana pembengkakan tersebut sudah mengalami
perubahan warna.

3.5 Riwayat Penyakit Dahulu


Klien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan tidak ada
riwayat pemakaian obat-obatan.

3.6 Riwayat Psikososial


Klien memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan kooperatif pada
tindakan yang diberikan oleh dokter dan perawat

3.7 Pengkajian Primer


1. Airway
a. Jalan nafas bersih
b. Tidak terdengar bunyi ronchi
c. Tidak ada jejas pada daerah badan
2. Breathing
a. Peningkatan frekuensi pernafasan
b. Napas dangkal
c. Distress pernapasan
d. Kelemahan otot pernafasan
e. Kesulitan bernafas : sianosis
f. Penggunaan otot bantu pernafasan
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Pendarahan di ekstremitas kiri karena gigitan ular
c. Akral dingin
d. Sakit kepala
e. Pingsan
f. Berkeringat banyak
g. Pusing, mata berkunang-kunang
h. CRT > 3 detik
i. Sianosis
4. Disability
a. Dapat terjadi penurunan kesadaran
b. Kesadaran somnolen
c. Pupil isokor (2mm)
5. Exposure
a. Terdapat pendarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka,
memar
6. GCS
E:4
V:4
M:5
Total : 13

3.8 Pengkajian Sekunder


A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : GCS : 13
Tanda tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 52 x/menit
RR : 34 x/menit
Temp : 36,5 0C
2. Keadaan Khusus
a. Kepala
Bentuk kepala : Mesochepal
Rambut : Bersih
Warna rambut : Hitam tidak beruban
Kebersihan : Bersih
Masalah : Tidak ada
b. Mata
Letak : Simestris
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Oedema : Ada
Jarak pandang : Berkunang – kunang
Masalah : Pandangan berkunang-kunang
c. Hidung
Bentuk : Simestris
Secret : Tidak ada
Penciuman : Normal
Kebersihan : Bersih
Masalah : Tidak ada
d. Telinga
Letak : Simestris
Pendengaran : Normal
Kebersihan : Bersih
Masalah : Tidak ada
e. Mulut dan gigi
Mukosa : Lembab
Bibir : Normal
Caries : Tidak ada
Lidah : Bersih
Masalah : Tidak ada
f. Leher
Refleks telan : Normal
Tiroid : Tidak ada pembekakan
Masalah : Tidak ada
g. Dada
a) Paru-paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada
jejas
Palpasi : Vocal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
b) Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bunyi S1 dan S2
h. Abdomen
Bentuk : Simestris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan hepar, gastic dan
pembesaran
Auskultasi : Peristaltik usus 6x/menit
Perkusi : Timpani
Masalah : Tidak ada
i. Genital
Jenis kelamin : Normal, tidak ada kelainan
Kateter : Tidak ada
Masalah : Tidak ada
j. Kulit
Warna : Sianosis
Turgor : Baik
Kebersihan : Bersih
Masalah : Sianosis
k. Ekstermitas
Atas : Terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan
dextra, tidak ada edema
Bawah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan,
kekakuan otot kaki dextra, nyeri pada luka.
Masalah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan,
kekakuan otot kaki dextra, nyeri pada luka.
B. Pemeriksaan Penunjang

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Hemoglobin 10,4 gr/dl 12 – 14 gram/dl
2 Leukosit 11.000/ul 5.000 – 10.000/ul
3 Eritrosit 3,27 x 103/µL 4.5 – 5.9
4 Trombosit 7 × 103/µL 150 -450
5 Laju endap darah (LED) 3 mm/jam 0 – 10 (mm/jam)
6 creatinin 1,7 mg/dl 0.5 – 1.5 (mg/dl)
7 SGOT 30 U/L 5 – 40 (u/l)
8 SGPT 18 U/L 5 – 41 (u/l)

C. Terapi
1. IVFD RL 30 Tpm
2. Novalgin 3 x1 ampul
3. Injeksi SABU 1 ampul
4. Kalnex inj 3x1
5. Terfacef 2x1 gr
3.9 Analisa Data
Data Fokus Etiologi Masalah
DS : Klien mengatakan Gigitan ular berbisa yang Nyeri
rasa sakit diseluruh mengandung toksin
persendian tubuh ↓
Merangsang saraf –saraf
DO : seluruh tubuh
- Nampak ↓
pembengkakaan pada Merangsang pegeluaran
luka gigitan ular bradikin, prostaglandin
- Ekspresi wajah ↓
meringis Impuls disampaikan ke
SSP bagian korteks serebri

Thalamus

Nyeri
DS : Klien mengatakan Bisa ular mengandung Pola nafas tidak efektif
sesak napas toksin yang bersifat
neurotoksik
DO : ↓
- RR : 34x/m Merangsang saraf perifer
- Penggunaan otot atau sentral
bantu pernafasan. ↓
Menyebabakan paralise
otot-otot lurik

Kelumpuhan/kelemahan
otot pernafasan

Kompensasi tubuh dengan
cara napas yang dalam dan
cepat

Sesak

Gangguan pola napas
DS : - Gangguan ular berbisa Resiko tinggi infeksi
yang mengandung toksin
DO : ↓
- Tampak luka gigitan Ketidakadekuatan
ular pada tungkai pertahananan tubuh
kaki ↓
- Leukosit 11.000 Resiko infeksi
DS : Klien mengatakan Gigitan ular berbisa Intoleransi aktivitas
badan nya kaku ↓
Toksin masuk tubuh
DO : ↓
- Klien nampak lemah Merangsang saraf-saraf

Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas

3.10 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
2. Nyeri berhubungan dengan gigitan ular berbisa
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot-otot
3.11 Catatan Perkembangan
Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
/jam keperawatan
05 april Pola nafas tidak Tujuan 1. Buka jalan 1. Untuk S : Klien
2016/ efektif umum : nafas dengan memeriksa mengatakan
10.30 berhubungan Setelah gunakan head jalan nafas sudah tidak
wib dengan reaksi diberikan lift dan chin dan sesak nafas lagi
endotoksin tindakan lift pernafasan
keperawatan 2. Atur posisi 2. Posisi semi O:
DS : Klien 1x24 jam semi fowler fowler - RR :24x/m
mengatakan diharapkan meningkatk - Tidak
sesak napas pola nafas an ekspansi menggunak
efektif paru an alat
DO : kembali. 3. Berikan 3. Untuk bantu nafas
- RR : 34x/m Dengan pelembab memberikan lagi
- Penggunaan kriteria hasil udara kassa rasa nyaman
otot bantu : basah NaCL A: Masalah
pernafasan. - Frekuens lembab teratasi
i 4. Auskultasi 4. Indikasi
pernafas bunyi nafas dasar P : Intervensi
an 16-24 adanya dipertahankan.
x/menit ganggua
- Bernafas saluran
mudah pernafasan
- Tidak 5. Kolaborasi 5. Untuk
didapatk pemberian membantu
an oksigen dalam
penggun memenuhi
aan otot- kebutuhan
otot O2
tambaha
n
05 april Nyeri Tujuan 1. Kaji skala 1. Mengetahui S : Klien
2016/ berhubungan umum : nyeri dengan karakteristik mengatakan
11.00 dengan gigitan Setelah PQRST nyeri nyerinya sudah
wib ular berbisa dilakukan P : Nyeri sehingga berkurang
tindakan Q : Terus- memudahka
DS : Klien keperawatan menerus n dalam O:
mengatakan rasa 1x24 jam R : Seluruh menentukan - Klien
sakit diseluruh diharapkan persendian tindakan nampak
persendian tubuh gangguan S:5 selanjutnya istirahat
nyaman T : Saat dengan
DO : nyeri klien beraktivitas tenang
- Nampak teratasi. 2. Atur posisi 2. Posisi yang - Wajah
pembengkak Dengan senyaman nyaman klien
kan pada kriteria hasil mungkin membantu tampak
luka gigitan : mengurangi tenang
ular - Klien rasa nyeri
- Ekspresi melapor yang A : Masalah
wajah kan muncul teratasi
meringis tidak 3. Ajarkan 3. Dengan sebagian
nyeri teknik teknik
lagi relaksasi dan menarik P : Intervensi
- Ekspresi distraksi nafas dalam dipertahankan
wajah dan
tampak mengeluark
tenang an serta
mengajak
klien untuk
berbincang
membantu
mengalihka
n stimulus
nyeri yang
dirasakan
4. Ciptakan 4. Lingkungan
lingkungan yang tenang
yang tenang dapat
dan anjurkan membuat
klien klien
beristirahat beristirahat
yang cukup yang cukup
sehingga
mengurangi
intensitas
nyeri
5. Kolaborasi 5. Membantu
dengan mengurangi
dokter dalam rasa nyeri
pemberian dengan
obat menekan
analgesik pusat nyeri.
05 april Resiko tinggi Setelah 1. Lakukan 1. Mencegah S : Klien
2016/ infeksi dilakukan pengikatan bisa racun mengatakan
11.30 berhubungan tindakan pada daerah ular tersebar sudah baikan
dengan keperawatan atas luka 15- keseluruh
ketidakadekuata 1x24 jam 30 cm dari tubuh O : Leukosit
n pertahanan diharapkan luka gigitan 10.000
tubuh infeksi tidak 2. Pertahankan 2. Agar pasien
terjadi. teknik isolasi tidak A : Masalah
DS : - Dengan terkena Teratasi
kriteri hasil infeksi dari
DO : : luar P : Intervensi
- Tampak luka - Menghin 3. Cuci tangan 3. Agar dipertahankan
gigitan ular dari sebelum atau tindakan
pada tungkai paparan setelah yang
kaki yang melakukan diberikan
- Leukosit bisa tindakan perawat ke
11.000 menganc pasien
am selalu dalam
kesehata keadaan
n steril
- Leukosit 4. Pertahankan 4. Mencegah
dalam teknik aseptik kontaminasi
batas kuman pada
normal pasien
(5.000- 5. Kolaborasi 5. Mencegah
10.000) pemberian terjadinya
anti bisa ular infeksi
6. Kolaborasi 6. Untuk
pemberian membantu
antibiotik proses
penyembuh
an pasien
dan
pertahanan
pasein dari
kuman yang
lain.
05 april Intoleransi Setelah 1. Pantau 1. Untuk S : Klien
2016/ aktivitas dilakukan kemampuan mengetahui mengatakan
12.00 berhubungan tindakan klien dalam tindakan badanya tidak
dengan keperawatan melakukan apa yang kaku lagi
kelemahan otot- 1x24 jam aktivitas dapat
otot diharapakan sehari-hari dilakukan O : Klien
intoleransi oleh klien nampak terlihat
DS : Klien aktivitas sehingga lega dan tidak
mengatakan teratasi. perawat lemah lagi
badan nya kaku Dengan mudah
 kriteria hasil dalam A: Masalah
DO : Klien : mengambil sudah teratasi
nampak lemah - Klien keputusan
dapat selanjutnya P: Intervensi
memenu 2. Bantu klien 2. Membantu dipertahankan
hi dalam klien dalam
kebutuha memenuhi memenuhi
n secara kebutuhanya aktivitasnya
mandiri sehari-hari
- Klien 3. Anjurkan 3. Dengan
dapat keluarga partisipasi
ikut klien untuk keluarga
serta ikut serta klien dapat
dalam dalam merasakan
proses tindakan bahwa
pengobat pemulihan keluarganya
an. kesehatan memberi
suport
dalam
pemulihan
kesehatan
4. Anjurkan 4. Menstabilka
klien untuk n stamina
istirahat dan klien serta
tidak aktivitas
melakukan yang kurang
aktivitas yang mengurangi
tidak perlu penyebaran
toksin.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak
segera ditangani dapat menyebabkan kematian, korban gigitan ular adalah
pasien yang digigit ular.
Ada tiga famili ular berbisa, yaitu Elapidae, Hydropidae, dan Viperidae
Bila tergigit ular yang berbisa tinggi efeknya berbeda beda sesuai jenis racun
yang terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya yaitu :
pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna, rasa sakit di seluruh
persendian tubuh, mulut terasa kering, pusing, mata berkunang – kunang,
demam, menggigil, efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa
sakit, pinggang terasa pegal akibat dari usaha ginjal membersihkan darah,
reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar/kabur, mengantuk, pingsan, mual
muntah dan diare, rasa sakit atau berat didada dan perut, tanda-tanda tusukan
gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki, sukar bernafas dan berkeringat
banyak, kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham.

4.2 Saran
Diharapkan semoga dengan Askep Pada Klien Dengan Gigitan Ular ini
yang merupakan bagian dari Keperawatan Dawat Darurat dapat bermanfaat
bagi kami dan teman-teman dalam melaksanakan asuhan keperawatan,
sehingga perawat mengetahui atau mengerti tentang gangguan yang
berhubungan dengan gangguan integumen pada klien yang terkena gigtan ular,
Dalam rangka mengatasi masalah resiko pada klien dengan gigitan ular maka
tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien
yang mengalami gigitan ular. Serta kami menyadari bahwa Askep yang kami
buat ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat kami butuhkan, baik itu dari teman-teman
ataupun para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,


2ndEdition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.

Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.

Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management
for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997.

Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1990

Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996

Badan pendidikan dan latihan wanadri.2005. teknik dasar hidup dialam bebas Sartono, 1999,
racun dan keracunan, jakarta: EGC

You might also like