You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara droplet udara.1
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
PadaTahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB
karena pada sebagian besar negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini
disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB diperkirakan akan
meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia.3
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan
bahwa untuk wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan
kasus TB paru tertinggi yaitu sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%,
Pasifik Barat 19%, dan terendah pada regional Eropa 3%. Pada regional Asia
Tenggara, negara tertinggi prevalensi TB Paru adalah Myanmar yaitu 525 per
100.000 penduduk, diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000 penduduk,
dan Indonesia menempati urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289
per 100.000 penduduk.4
Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan
gambaran bahwa terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi
tertinggi adalah (1) Papua 1.441 per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per
100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per 100.000 penduduk, (4)
Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032 per
100.000 penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi
TB paru paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000
penduduk, penduduk yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000
penduduk, kelompok pendidikan yang tidak sekolah 1.041 per 100.000

1
penduduk), petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan pada
penduduk dengan tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000
penduduk.5
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan
angka penjaringan suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk.
Provinsi dengan peningkatan angka penjaringan suspek tertinggi adalah
Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi Sumatera Utara (8
per 100.000 penduduk).1
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan
kasus TB BTA positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang.
Pada tahun 2011 ditemukan 2.807 kasus yang menandakan CDR hanya
57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%. Berbagai upaya-upaya
yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan pelayanan
terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu
dan Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.2

1.2.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Singgani

2
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : BTN Palu Permai
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 7 Desember 2017

B. Deskripsi Kasus
Anamnesis :
Keluhan Utama :
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Awalnya pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang hilang
timbul disertai sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu. Batuk berdahak
tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah. Pasien juga mengaku
sering berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam serta
sulit tidur. Nafsu makan pasien dirasakan menurun sehingga berat
badan pasien diakui turun drastis sejak beberapa bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah sebelumnya menjalani pengobatan
OAT. Riwayat penyakit Hipertensi (+), diabetes (+), gangguan jantung
(-), asma (-), alergi (-).

3
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu kandung, tante dan tetangga dekat rumah ibu kandung pasien
juga menderita Tb paru. Selain itu, kedua orang tua kandung pasien,
dan saudaranya juga menderita DM tipe II.
Riwayat pengobatan:
Pengobatan DM : sejak tahun 2007, namun tidak teratur minum
obat. Pasien juga dianjurkan menggunakan insulin semenjak
didiagnosis dengan Tb paru, namun pasien tidak bersedia dan hanya
menggunakan pengobatan alternatif (herbal). Selain itu, pasien juga
diberikan pengobatan hipertensi, namun pasien mengaku tidak teratur
mengkonsumsi obat dan hanya meminum obat saat timbul gejala
hipertensi.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien memiliki 1 istri dan 4 orang anak. Pasien tinggal di rumah yang
luasnya kurang lebih 92 m2 (8m x 12m) dengan 2 kamar tidur bersama
istri dan anaknya, mertua dan anak tinggal.
- Pasien merupakan keluarga ekonomi menengah ke atas.
- Untuk air minum pasien mendapatkan air dari PDAM, pasien
mengaku ia memasak air untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
- Pasien memiliki fasilitas MCK di rumahnya namun terlihat sangat
kotor dan lembab pada bagian dinding dan bagian lantainya.
- Untuk memasak keluarga pasien menggunakan kompor gas
- Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan .
- Ventilasi udara rumah pasien cukup namun selalu ditutup, lantai
rumah menggunakan tegel, dinding rumah berupa beton
- Di lingkungan sekitar rumah pasien yang sekarang, tidak ada yang
menderita Tb paru. Namun, istri pasien mengatakan bahwa pasien
sering berkunjung ke rumah orang tuanya bahkan sering menginap
disana. Istri dan anak-anaknya sangat jarang ke rumah orang tua
pasien karena ibu pasien serta tetangganya menderita Tb paru.

4
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi : Sakit ringan Berat Badan : 51 kg
Umum
Tingkat : Compos Mentis Tinggi Badan : 170
Kesadaran cm
Status Gizi : Gizi Kurang

Tanda Vital

Nadi : 80 kali/menit (kuat angkat, isi cukup, reguler)


Suhu : 36.70C
Pernapasan : 22 kali/menit

Kulit : Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit


cukup.
Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak
mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Terdapat
sekret pada hidung (warna bening keputihan), tidak
terdapat pernapasan cuping hidung. Tidak ada sekret
pada telinga, bibir tidak sianosis.
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris,
penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi napas brokovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (+/+).
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler,

5
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : permukaan datar, seirama gerak
napas
Auskultasi : peristaltik kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-)
Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spesimen hasil BTA sewaktu (+), pagi (+), sewaktu (+)

Diagnosis Kerja
Tuberculosis Paru

Terapi
 Medikamentosa :
Terapi OAT FDC kategori I tahap intensif RHZE selama 2 bulan.
Ambroxol 3 kali sehari
 Nonmedikamentosa :
Edukasi
 Penyakit yang diderita adalah penyakit Tb yang menular dan bisa
menyerang siapa saja.
 Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit TB
dan cara penularannya.
 Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air sabun
diganti minimal 1x sehari, kemudian menguburnya di tempat yang
jarang dilewati orang serta menggunakan masker.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga pasien yang tinggal serumah
dengan pasien untuk memeriksakan dahaknya di laboratorium untuk

6
memastikan adanya anggota keluarga yang lain yang mengidap
penyakit TB seperti pasien atau tidak
 Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin
memeriksakan dirinya sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi
perkembangan penyakit TB di Puskesmas meskipun pasien sudah
merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh, serta menganjurkan pasien
untuk melanjutkan pengobatan DM dan hipertensinya agar tidak
terjadi komplikasi penyakit yang lebih buruk lagi.
 Menjelaskan kepada pasien bahwa DM yang diderita sangat
berhubungan erat dengan infeksi TB yang pasien dapatkan, karena
orang dengan DM sangat rentan mengalami infeksi, termasuk infeksi
TB.
 Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela
setiap hari pagi dan siang hari.
 Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

2.2 Analisis Kasus


Pasien adalah seorang laki-laki berusia 42 tahun yang mengeluhkan
adanya sesak nafas dan batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak
nafas sejak 6 bulan yang lalu. Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan
pengeluaran darah. Pasien juga mengaku sering berkeringat pada malam
hari dan kadang disertai demam serta sulit tidur. Nafsu makan pasien
dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui turun drastis sejak
beberapabulan terakhir. Terdapat riwayat kontak dengan keluarga,
dikarenakan ibu kandung pasien juga seorang penderita TB paru serta
beberapa tetangga di sekitar lingkungan tempat tinggal ibu pasien juga
adalah penderita TB paru.

2.3 Identifikasi Masalah pada Pasien


1. Bagaimana masalah TB di Wilayah kerja Puskesmas Singgani?

7
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah TB di Wilayah kerja
Puskesmas Singgani?

8
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan TB paru yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori TB bukanlah penyakit keturunan, karena TB
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis.
Pada kasus ini pasien adalah seorang laki-laki 42 tahun dengan status
gizi kurang. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada usia muda atau
usia produktif 15-50 tahun. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori,
protein, vitamin dan zat besi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya
sebuah penyakit, apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis
lingkungan. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi
apabila tidak ada keseimbangan dalam lingkungan. Dalam kasus ini
lingkungan tempat tinggal mendukung terjadinya penyakit TB yang dialami
pasien. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman
tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai
beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar

9
ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan
rumah.
- Pencahayaan rumah
Keadaan rumah pasien pada kasus ini tergolong lembab dan kurang
pencahayaan. Kamar tidur pasien hanya memiliki 1 jendela yang berukuran
kecil. Cahaya yang masuk ke dalam kamar sangat kurang. Hal ini
menyebabkan mikroorganisme dapat berkembangbiak dengan pesat,
termasuk kuman dan bakteri penyebab TB.
- Kepadatan hunian rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang sangat
dekat dengan rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini tentu dapat
menjadi faktor pendukung untuk tersebarnya penyakit TB dengan mudah.

3. Faktor perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya,
dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai
orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber penular bagi orang
disekelilingnya.
- Pengetahuan yang kurang tentang TB
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB, pengertian,
faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah
ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien mengaku
tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang mengarah
ke TB. Selain itu, akibat pengetahuan tentang TB yang kurang, pasien tetap
sering mengunjungi orang tuanya bahkan seringkali menginap di rumah
orang tuanya, padahal ibu dan beberapa tetangga di sekitar rumahnya adalah
penderita TB. Pasien juga tidak mengetahui bahwa DM yang diderita bisa
membuat pasien rentan terkena infeksi, termasuk infeksi TB.

10
4. Faktor pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan di Puskesmas Singgani berperan untuk
mencegah terjadinya penyakit TB. Petugas puskesmas mengadakan program
penyuluhan mengenai penyakit TB di masyarakat. Data yang diperoleh dari
kasus TB dari tahun 2014 terdapat 16 kasus dan mengalami peningkatan ke
tahun 2015 sebanyak 30 kasus dan tahun 2016 38 kasus. Hal ini
mencerminkan bahwa masih kurang pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit TB dan peran petugas kesehatan dalam melakukan penyuluhan di
masyarakat.

11
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah TB merupakan
menyakit infeksi menular yang kasusnya msih cukup banyak meskipun
bukan 10 penyakit terbesar di puskesmas singgani.
TBC merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan skrining apabila
sudah ada tanda dan gejala batuk lebih dari 3 minggu, juga menghindari
paparan asap rokok maupun polusi, dan menjaga kebersihan rumah agar
tetap sehat.
Kejadian penyakit TBC pada kasus ini di pengaruhi faktor perilaku
dan faktor lingkungan.

5.2 Saran
1. Pengetahuan masyarakat tentang penyebaran penyakit TBC harus lebih
di tingkatkan.
2. Kepedulian masyarakat tentang rumah sehat di perlukan untuk
mengurangi penyebaran penyakit menular.
3. Perlunya memaksimalkan program promosi kesehatan di Puskesmas
Singgani yang berhubungan langsung terhadap pengendalian dampak
lingkungan terhadap berbagai macam penyakit .

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2014.
2. UPTD Urusan Puskesmas Singgani. Profil Kesehatan Puskesmas Singgani
2015 Palu: Puskesmas Singgani; 2015.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangantuberkulosis. Jakarta; Menteri Kesehatan Republik
Indonesia; 2017.
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2012 tentang Programpengendaliantuberkulosis.
Jakarta; Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2012.
5. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Tadulako. Buku Panduan Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Palu: Bagian IKM FKIK Untad; 2017.

13
Dokumentasi

Dokementasi saat kunjungan rumah pasien

14

You might also like