Professional Documents
Culture Documents
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah matakuliah anthropologi kesehatan
dengan judul “Impementasi Sosial Budaya Masyarakat dan Kesehatan dalam Asuhan
Keperawatan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya
berterima kasih pada ibu. Ni Wayan Dwi Ri, APP M.Kes selaku Dosen mata kuliah
Anthropologi Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan
tugas ini kepada Kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan tentang implementasi sosial budaya masyarakat dan kesehatan dalam asuhan
keperawatan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah Kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi Kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan Kami juga memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Transkultural Keperawatan atau Transcultural Nursing...... 3
2.2 Paradigma Transkultural Keperawatan ................................................. 4
2.3 Implikasi Transkulturan Keperawatan .................................................. 6
2.4 Aspek Sosial Budaya Terhadap Status Kesehatan .............................. 14
2.5 Aspek Sosial Budaya Dalam Program KB ........................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai andil
besar dalam meningkatkan riset dalam perawatan trans-kultural dan dalam merangsang
program-program studi yang erat kaitannya. Ia adalah pelopor keperawatan transkultural dan
seorang pemimpin dalam mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan
keperawatan yang berfokus pada manusia. Leininger juga adalah seorang perawat professional
pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya.
1
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan
tempat lainnya.
3
4) Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu
pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan,
pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang dimanifestasikan diantara
banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau
memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminlogy
universality) tidak digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik
yang signifikan.
5) Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
6) Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
7) Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia.
8) Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
9) Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
10) Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang
nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
11) Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
12) Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
4
2.2 Paradigma Transkultural Keperawatan
1) Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan.
Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan
budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola
kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan
alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman
padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak
pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur
sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur
dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa
bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
5
Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan
budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien
(Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.
c. Cara III : Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada
puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk
6
mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi
kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada
keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah
berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-
putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa
tubuh manusia tidak terpisahkan/ tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Model Sunrise
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah
agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya.
Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang
akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak
selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat
yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan
dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
7
2.3.2 Proses Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model" yaitu :
4) Nilai-Nilai Budaya Dan Gaya Hidup (Cultural Value And Life Ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
8
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5) Faktor Kebijakan Dan Peraturan Yang Berlaku (Political And Legal Factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
B. Diagnosa Keperawatan
9
C. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1) Cultural Care Preservation/Maintenance
a. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
b. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
c. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural Care Accomodation/Negotiation
a. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
b. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
c. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3) Cultual Care Repartening/Reconstruction
a. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.
b. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok.
c. Gunakan pihak ketiga bila perlu.
d. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua.
e. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
10
Proses akulturasi menurut McCloskey & Grace
D. Evaluasi
11
Selain itu, praktik keperawatan memberikan perawatan yang holistik.
Pendekatan holistik ini meliputi perawatan fisik, psikologi , emosional, dan kebutuhan
rohani pasien. Penting untuk menekankan bahwa perawat harus mengidentifikasi dan
memenuhi kebutuhan tersebut agar dapat memberikan perawatan individual, yang
telah ditetapkan sebagai hak pasien dan merupakan ciri praktek keperawatan
profesional (Locsin, 2001). Dalam rangka untuk memberikan perawatan holistik,
perawat juga harus harus mempertimbangkan perbedaan budaya dalam membuat
rencana keperawatan.
12
Baru-baru ini penelitian kualitatif menunjukkan bahwa masalah komunikasi
adalah alasan utama perawat tidak dapat memberikan perawatan yang kompeten dalam
budaya (Boi, 2000, Cioffi, 2003). Perawat menyampaikan bahwa mereka tidak
nyaman dengan pasien dari budaya lain selain mereka sendiri karena hambatan
bahasa. Lebih penting lagi, para perawat menjelaskan bahwa mereka tidak dapat
memahami isyarat-isyarat lain yang digunakan oleh para pasien untuk berkomunikasi.
Perawat menyampaikan memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk memahami arti
isyarat-isyarat komunikasi nonverbal tertentu yang digunakan oleh kebudayaan yang
berbeda, misalnya kontak mata, sentuhan, diam, ruang dan jarak serta keyakinan
terhadap kesehatan.
Kontak mata adalah alat komunikasi yang penting, juga merupakan variabel
yang paling berbeda diantara banyak budaya (Canadian Nurses Association, 2000).
Perawat Amerika diajarkan untuk mempertahankan kontak mata ketika berbicara
dengan pasien mereka. Berbeda dengan orang-orang Arab, yang menganggap kontak
mata langsung tidak sopan dan agresif. Demikian pula, penduduk asli Amerika Utara
juga menganggap kontak mata langsung hal yang tidak benar dalam budaya mereka,
menatap lantai selama percakapan menunjukkan bahwa mereka mendengarkan dengan
hati-hati dengan pembicara. Hispanik menggunakan kontak mata hanya bila dianggap
tepat. Hal ini didasarkan pada usia, jenis kelamin, kedudukan sosial, status ekonomi,
dan posisi kekuasaan. Misalnya, tetua Hispanik berbicara dengan anak-anak
menggunakan kontak mata, tapi dianggap tidak pantas bagi anak-anak Hispanik untuk
melihat secara langsung pada tetua mereka ketika berbicara.
13
2.4 Aspek Sosial Budaya Terhadap Status Kesehatan
14
yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan
juga perilaku petugas kesehatan.
2 . Image kelompok
Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai
contoh, seorang anak dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan
orangorang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak petani tidak terpapar
dengan lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak becita-cita untuk
menjadi dokter.
G.M foster menambahkan, bahwa identifikasi individu kepada kelompoknya
juga berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Identifikasi kelompok kecilnya
sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam
pekerjaan mereka.
2.4.2 Aspek Budaya Yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan
Menurut G.M foster(1973) Aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang
antaa lain adalah:
1. Tradisi
2. Sikap Fatalism
3. Nilai
4. Ethnocentrisme
5. Unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi
15
C. Pengaruh Sikap Ethnosentris Terhadap Perilaku Dan Status Kesehatan
Sikap ethnosentrime adalah sikap yang memandang bahwa kebudayaan sendiri yang
paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang
barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya, dan
selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju,sehingga merasa superior
terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi dari sisi lain, semua
anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah
yang terbaik.
Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang
menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling pandai, paling mengetahui
tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan
masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut
dalam masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal ini memang petugas lebih menguasai
tentang masalah kesehatan, tetapi masyarakat dimana mereka bekerja lebih
mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri.
D. Pengaruh Perasaan Bangga Pada Statusnya Terhadap Perilaku Kesehatan.
Suatu perasaan bangga terhadap budayannya berlaku bagi setiap orang. Hal tersebut
berkaitan dengan sikap ethnosentrisme.
E. Pengaruh Norma Terhadap Perilaku Kesehatan.
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya, norma dimasyarakat sangat
mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakatnya yang mendukung
norma tersebut. Sebagai contoh, untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
banyak mengalami hambatan karena adanya norma yang melarang hubungan antara
dokter sebagai pemberi layanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan.
F. Pengaruh Nilai Terhadap Perilaku Kesehatan
Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.nilai-
nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehata. Beberapa nilai
yang merugikan kesehatan misalnya adalah penilaian yang tinggi terhadap beras putih
meskipun masyarakat mengetahiu bahwa beras merah lebih banyak mengandung
vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras putih, masyarakat ini memberikan nilai
bahwa beras putih lebih enak dan lebih bersih. Contoh lain adalah masih banyak
petugas kesehatan yang merokok meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya
merokok terhadap kesehatan.
16
G. Pengaruh Unsur Budaya Yang Dipelajari Pada Tingkat Awal Dari Proses Sosialisasi
Terhadap Perilaku Kesehatan
Pada tingkat awal proses sosialisasi, seorang anak diajakan antara lain bagaimana cara
makan, bahan makanan apa yang dimakan, buang air kecil dan besar, dan lain-lain.
kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi
tua. Kebiasaan tersebut sangat mempngaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit
untuk diubah.
H. Pengaruh Konsekuensi Dari Inovasi Terhadap Perilaku Kesehatan
Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi, atau dengan perkataan lain, suatu
perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan perubahan yang
ketiga.apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku
kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan
terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang
terlibat/berpengaruh terhadap perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa
yang akan terjadi dengan perubahan tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat
setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan, maka ia harus
dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi outcome dari perubahan
yang telah direncanakan.
Program keluarga brencana ini memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum kecil dan sejahtera adalah secara bertahap dalam rangka perkembangan
dan pembudayaan norma keluarga kecil keluarga bahagia dan sejahtera (BKKBN). Adapun
tujuan khususnya adalah :
1 . Penurunan tingkat kelahiran.
2 . Meningkatkan jumlah peserta KB.
3 . Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan
anak, memperpanjang tingkat harapan hidup, menurunkan kematian bayi.
4 . Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat terhadap masalah kependudukan dalam
melembagakan NKKBS.
5 . Meningkatkan dan memantapkan peran dan tanggungjawab pasangan usia subur dan
generasi muda dalam penanggulangan masalah kependudukan.
17
Sebagai seorang tenaga kesehatan, apakah perawat atau bidan, kita tentu nya memiliki
kepentingan untuk membantu masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang baik, salah
satunya adalah membantu masyarakat menggunakan alat kontrsepsi untuk mengontrol
memiliki anak. Hal yang penting perlu disadarioleh para tenaga kesehatan adalah bahwa
penggunaan alat kontrasepsi pada masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor
kesehatan itu sendiri, akan tetapi terdapat faktor lain seperti sosial budaya, serta program
KB itu sendiri. Seringkali program kesehatan mengalami banyak kegagalan karena tidak
memperhatikan faktor luar tersebut yang memilki pengaruh yang besar.
A. Faktor Sosial Budaya
Faktor pertama yang mempengaruhi masyarakat menggunakan alat kontrasepsi
adalah faktor sosial budaya, aspek sosial budaya yang mempengaruhi adalah:
1) Alasan pribadi , misal nya kurang dari 20 tahun, atau lebih dari 35 tahun.
2) Ingin menjarangkan kehamilan
3) Ingin membatasi anak
4) Pendidikan meningkat
B. Faktor Kesehatan
Faktor kedua yang mempengaruhi masyarakat menggunakan alat kontrasepsi adalah
faktor kesehatan. Alasan kesehatan yang mempengaruhi adalah :
1) Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu.
C. Faktor Program KB
Faktor ketiga yang mempengaruhi masyarakat menggunakan alat kontrasepsi
adalah faktor program KB itu sendiri, aspek program yang mempengaruhi adalah :
Pemahaman masyarakat yang baik akan program KB
D. Kemudahan Untuk Memperoleh
E. Jarak Rumah Mereka Dengan Lembaga Yang Bertanggungjawab Terhadap
Program
18
1. Faktor Sosial Budaya
Tidak dapat kita hindari bahwasanya faktor sosial budaya memegang peranan penting
dalam perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat untuk tidak menggunakan alat
kontrasepsi ternyata dipengarui oleh adat istiadat dan atau kepercayaan dalam budaya
tertentu. Misalkan saja:
a) Senang banyak anak sebagai aset.
b) Mengawinkan anak pada usia muda untuk memperoleh keturunan
c) Kurangnya pendidikan
d) Ekonomi yang sulit(tidak punya uang)
e) Pilihan jenis kelamin(laki/perempuan)
Contoh pada masyarakat bugis, harus ada anak perempuan, sehingga jika belum
memiliki anak perempuan,mereka mencoba terus memiliki anak sampai mendapatkan
anak perempuan.
2. Agama
Berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi, terdapat kelompok masyarakat agama
yang menerima dan menolak program tersebut. Dalam konteks ini tentunya sebagai
tenaga kesehatan, kita perlu memahami pandangan kepercayaanatau agama pada
masyarakat yang menjadi sasaran program KB. Tentunya kepercayaan agama
bukanlah suatu yang dapat kita paksakan, tetapi yang terpenting adalah kita
memahaminya. Sebagai seorang tenaga kesehatan yang memiliki tugas mensukseskan
program ini, tentunya kita menjadi paham bahwa kesuksesan suatu program kesehatan
masyarakat tidak hanya di pengarui oleh program itu sendiri, akan tetapi oleh faktor
lain. Seperti sosial budaya tersebut ditemukan oleh LIPSET dalam penelitiannya yang
menunjukkan bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial merupakan factor yang
penting dalam partisipasi dalam program keluarga berencana (KB)
19
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Prospek social budaya terhadap Keperawatan adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya dan menerapakan
pelayanan keperawatan sesuai dengan latar belakang budaya tanpa merugikan kesehatan atau
melanggar prosedur asuhan keperawatan.
Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks social budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien. Diagnosa
keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan
untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, membentuk budaya baru yang
sesuai dengan kesehatan atau bahkan mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan
dengan budaya baru. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak
dapat begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya
klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien. Evaluasi asuhan
keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan pelaksanaan proses asuhan
keperawatan transkultural.
20
DAFTAR PUSTAKA
21