Professional Documents
Culture Documents
Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-
tiba sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat
sumbatan baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir
80% dari kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).
2. Epidemiologi
a. Thrombosis Cerebral
Suplay O2 ke otak
Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral medial
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak.11 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan
menjadi :
c. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d. Completed Stroke
a. Defisit motoric
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi
atau hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang
atau menurunnya refleks tendon dalam atau penurunan kekuatan otot
untuk melakukan pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul
kembali biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas atau peningkatan tonus otot abnormal pada ekstremitas yang
terkena dapat dilihat.
b. Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
1) Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
2) Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau
afasia), yang terutama ekspresif atau reseptif
3) Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya (apraksia) seperti terlihat ketika
penderita mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
c. Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke
meliputi:
1) Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang
pandang terjadi sementara atau permanen (homonimus
hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang sakit
dan cendrung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi
tersebut yang disebut dengan amorfosintesis. Pada keadaan ini
penderita hanya mampu melihat makanan pada setengah nampan,
dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
2) Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada
penderita dengan hemiplegia kiri. Penderita tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil,
dan auditorius.
d. Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan
penderita ini menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.
e. Defisit kandung kemih
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita
pasca stroke mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal,
mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot
meningkat dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat,
dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi.
9. Pemeriksaan Fisik pada Stroke Non Hemoragik
a. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap
faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising),
dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien
dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan
napasnya sendiri.
b. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala
seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan
nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan
refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
10. Pemeriksaan Diagnostik Stroke Non Hemoragik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti
polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit
yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
2) Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia)
atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini
(diabetes, gangguan ginjal).
3) Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
4) Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim
jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) CT scan kepala non kontras
2) CT perfusion
3) CT angiografi (CTA)
4) MR angiografi (MRA)
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
2) Heparin
f. Hemoreologi
h. Pembedahan
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis
interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami
stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis
arteri karotis interna yang sedang hingga berat. Karotis
Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi
tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau
oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat Stroke (Surgery)
Pengkajian Fokus :
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis,hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensiarterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandungkemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/caitan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysphagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intracranial,
kelemahan,dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, d
yspalopia, lapang pandang menyempit.Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada
sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi. Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampumengambil keputusan.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan besihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas
b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (penyumbatan pembuluh darah
otak)
c. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan sikulasi ke otak
d. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
f. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
g. Resiko kerusakan integritas kulit
3. Intervensi
N Diagnosa NOC NIC
o Kepeawatan
1 Ketidakefektifa 1. Respiratory status 1. Auskultasi suara nafas
n besihan jalan : Ventilation dan catat adanya suara
nafas b.d 2. Respiatory status : nafas tambahan
Obstruksi jalan Airway patency 2. Lakukan fisioterapi
nafas Kriteria Hasil : dada
1. Mendemostrasika 3. Keluarkan sekret
n batuk efektif dan dengan batuk atau
suara nafas yang suction
bersih, tidak ada 4. Atur posisi pasien
sianosis dan untuk
dyspnea (mampu memaksimalkan
mengeluarkan ventilasi
sputum, mampu 5. Ajarkan teknik batuk
bernafas dengan efektif
mudah, dan tidak
ada pursed lips)
2. Menunjukan jalan
nafas yang paten
(klien tidak
merasa tecekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal
dan tidak ada suaa
nafas abnormal)
3. Mampu dan
mengidentifikasi
dan mencegah
faktor yang yang
dapat
menghambat jalan
nafas
2 Nyeri akut b.d 1. Pain level 1. Kaji nyei secaa
agen cidera 2. Pain control komprehensif
biologis 3. Comfort level termasuk lokasi,
(penyumbatan Kriteria Hasil : kaakteristik, duasi,
pembuluh darah 1. Mampu fekuensi, kualitas, dan
otak) mengontrol nyeri fakto presipitasi
(tahu penyebab 2. Kurangi faktor
nyeri, mampu presipitasi nyeri
menggunakan 3. Ajakan tekhnik non
tehnik farmakologi
farmakologi 4. Kolaboasi dengan
untuk dokter jika ada
mengurangi keluhan dan tindakan
nyeri, mencari nyeri tidak berhasil
bantuan)
2. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyei bekurang
3 Hambatan 1. Anxiety self 1. Gunakan
komunikasi control penerjemah , jika
verbal b.d 2. Coping diperlukan
penurunan 3. Sensory 2. Beri satu kalimat
sikulasi ke otak function: hearing simple setiap
& vision bertemu, jika
4. Fear sef control diperlukan
Kriteria Hasil : 3. Dorong pasien
1. Komunikasi: untuk
penerimaan, berkomunikasi
intrepretasi dan secara perlahan
ekspresi pesan dan untuk
lisan, tulisan, mengulangi
permintaan
dan non verbal 4. Dengarkan
meningkat dengan penuh
2. Komunikasi perhatian
ekspresif 5. diperlukan
(kesulitan 6. Berikan pujian
berbicara) : positive jika
ekspresi pesan diperlukan
verbal dan atau 7. Ajarkan bicara
non verbal yang dari esophagus,
bermakna jika
3. Komunikasi 8. Konsultasikan
reseptif dengan dokter
(kesutitan kebutuhan terapi
mendengar) : bicara
penerimaan
komunikasi dan
intrepretasi
pesan verbal
dan/atau non
verbal
4. Gerakan
Terkoordinasi :
mampu
mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan
isyarat
5. Pengolahan
informasi : klien
mampu untuk
memperoleh,
mengatur, dan
menggunakan
informasi
6. Mampu
mengontrol
respon
ketakutan dan
kecemasan
terhadap
ketidakmampua
n berbicara
7. Mampu
memanajemen
kemampuan
fisik yang di
miliki
8. Mampu
mengkomunikas
ikan kebutuhan
dengan
lingkungan
sosial
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
a. Dx 1
S :-
O :
- Px mampu mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
dan tidak ada pursed lips)
- Px menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tecekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal dan tidak ada suaa nafas abnormal)
- Mampu dan mengidentifikasi dan mencegah faktor yang
yang dapat menghambat jalan nafas
A : Masalah teratasi
P : Petahankan kondisi
b. Dx 2
S :
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
O :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
A : Masalah teratasi
P : Petahankan kondisi
c. Dx 3
S :-
O :
- Komunikasi: penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan
lisan, tulisan, dan non verbal meningkat
- Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan
verbal dan atau non verbal yang bermakna
- Komunikasi reseptif (kesutitan mendengar) : penerimaan
komunikasi dan intrepretasi pesan verbal dan/atau non
verbal
- Gerakan Terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan
dalam menggunakan isyarat
- Pengolahan informasi : klien mampu untuk memperoleh,
mengatur, dan menggunakan informasi
- Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan
terhadap ketidakmampuan berbicara
- Mampu memanajemen kemampuan fisik yang di miliki
- Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan
lingkungan sosial
A : Masalah teratasi
P : Petahankan kondisi
d. Dx 4
S :-
O :
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
- Memperagakan penggunaan alat
- Bantu untuk mobilisasi (walker)
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
e. Dx 5
S :-
O :
- Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
o Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan
o Tidak ada ortostatik hipertensi
o Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15 mmHg)
- Mendemonstrasikan, kemampuan kognitif yang ditandai
dengan :
o Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
kemampuan
o Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
o Memproses informasi
o Membuat keputusan dengan benar
- Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik tidak ada gerakan gerakan
involunter
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
f. Dx 6
S :-
O :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
g. Dx 7
S :-
O :
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cedera berulang
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
A : Masalah teratasi
P : pertahankan kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice
M. & Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For
Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company
Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry,
Jarett D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—
2013 Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-
e139.
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al,