You are on page 1of 5

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK

YANG DIRAWAT INAP NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU


MANADO PERIODE JULI 2012 - JUNI 2013
Setiap tahunnya ada sekitar 5,8 juta orang yang meninggal karena stroke dan dua-sepertiga dari
semua kematian akibat stroke terjadi di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat didapatkan
700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang tiap tahunnya.1,2 Di Indonesia, prevalensi stroke
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per
1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2008, stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian utama semua usia di Indonesia.3
Stroke merupakan penyakit multi-faktorial dengan berbagai jenis penyebab yang disertai manifestasi
klinis mayor dan penyebab utama terjadinya kecacatan dan kematian di negara - negara
berkembang.4 WHO mendefenisikan stroke merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala - gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.5
Menurut Davenport dan Dennis, secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80%
merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Stroke
iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak.6
Faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient
Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia. Hipertensi adalah masalah yang sering dijumpai pada
pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke.7
Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di suatu negara.
Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke
iskemik.

Dari penelitian ini terlihat bahwa kejadian stroke iskemik lebih banyak dialami oleh laki-laki
daripada perempuan, Hal ini disebabkan oleh karena perempuan lebih terlindungi dari penyakit
jantung dan stroke sampai pertengahan hidupnya akibat hormon esterogen yang dimilikinya.

Dari penelitian ini didapatkan proporsi pasien stroke iskemik lebih banyak pada mereka yang
bekerja. Hal ini disebabkan karena stres psikologis akibat pekerjaan yang dapat meningkatkan resiko
terkena stroke iskemik.

Hipertensi merupakan faktor resiko utama dari penyakit stroke iskemik, baik tekanan sistolik maupun
tekanan diastoliknya yang tinggi. Semakin tinggi tekanan darah seseorang, maka semakin besar
resiko untuk terkena stroke.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kejadian stroke iskemik lebih banyak pada orang-orang
yang memiliki tekanan darah tinggi, terutama pada golongan hipertensi yang tekanan sistolik > 140 -
160 atau diastolik > 90 - 100 mmHg. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pasien mendapatkan
serangan stroke pertama kali memiliki status hipertensi atau tekanan darah yang tinggi. Hipertensi
memang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya stroke. Hal ini disebabkan oleh
hipertensi dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri yang akan memudahkan terjadinya penebalan
atau penyempitan dinding arteri (atherosklerosis) atau pecahnya pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan atau pendarahan otak.9

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STROKE PADA


PASIEN DI RSU H. SAHUDIN KUTACANE KABUPATEN ACEH TENGGARA

Stroke merupakan masalah kesehatan global dan penyebab utama kecacatan. Stroke juga merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Laporan World Health Organisation
(WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa 7,3 juta jiwa meninggal akibat ischemic heart disease dan 6,2
juta jiwa diantaranya adalah disebabkan oleh stroke dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Stroke
merupakan penyebab kematian keenam pada negara-negara berpendapatan rendah dan merupakan
penyebab kematian kedua pada negara-negara berpendapatan menengah dan tinggi (WHO, 2008).

Belum ada satu pun obat yang paling efektif untuk menyembuhkan stroke, sehingga jalan satu-
satunya adalah menghindarkan diri dari serangan stroke dengan cara mengetahui faktor risiko yang
berhubungan dengan penyakit stroke.

Sementara itu, Davis (1998) yang mengatakan bahwa tekanan darah sistolik yang tinggi secara
signifikan berhubungan dengan peningkatan insidens stroke atau TIA/ stroke iskemik.Hasil
penelitian Framingham menunjukkan bahwa kejadian stroke lebih tinggi pada orang yang hipertensi
berat (tekanan darah lebih tinggi dari 160/95 mmHg) dibandingkan dengan orang yang normal
(tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg). Semakin tinggi tekanan darah seseorang, maka semakin
besar risiko untuk terkena stroke (Pearson, 1994).

Hubungan stoke dengan merokok


Kebiasaan merokok juga terkait langsung dengan kadar kolesterol dalam darah. Merokok bisa
mengurangi kadar HDL dan meningkatkan kadar LDL (ASH, 2011), sehingga pengaruh merokok
terhadap stroke tidak terjadi secara langsung, melainkan melalui peningkatan kadar kolesterol darah.

Hubungan stroke degan obesitas


Orang dengan obesitas memang berisiko untuk terkena stroke, namun risiko ini tidak terjadi secara
langsung. Obesitas merupakan faktor risiko stroke karena dapat meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus (Brass, 1992).

Hubungan stroke dengan alcohol


Konsumsi alkohol bisa meningkatkan risiko stroke, tetapi tidak secara langsung, melainkan melalui
faktor lain. Konsumsi alkohol yang berat terbukti bisa meningkatkan risiko hipertensi (Hillbom,
2011).

Hubungan riwayat keluarga dengan stroke


Risiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para ahli menyatakan adanya gen resesif yang
memengaruhinya. Gen tersebut terkait dengan penyakit- penyakit yang merupakan faktor risiko
pemicu stroke. Penyakit terkait dengan gen tersebut antara lain diabetes, hipertensi, hiperurisemia,
hiperlipidemia, penyakit jantung koroner dan kelainan pada pembuluh darah yang bersifat menurun.

Gambaran medication error pada fase prescribing dan administrasi pada


pengobatan stroke di IGD Rumah Sakit X di Yogyakarta
Adanya penyakit penyerta sebagai faktor risiko pasien stroke mengakibatkan pasien akan sering
mengkonsumsi lebih dari dua macam obat. Pengobatan yang seringkali diberikan dalam jenis yang
banyak dan saling tumpang tindih dapat berisiko pada ketidakefektifan pengobatan dan kekeliruan yang
disebut medication error. Kejadian medication error dibagi dalam empat fase, yaitu fase prescribing
(error terjadi pada penulisan resep), fase transcribing (error terjadi pada saat pembacaan resep), fase
dispensing (error terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat) dan fase administration (error
yang terjadi pada proses penggunaan obat) (Cochen, 1991).

Tipe dari prescribing error adalah ketidaklengkapan permintaan peresepan (incomplete prescription
orders). Peresepan dokter merupakan penyebab umum terjadinya kesalahan (99,12%). Pharmaceutical
errors meliputi overdose dan underdose pemberian obat. Dispensing errors meliputi improper drug
preparation dan incomplete atau no drug information

Pada fase prescribing ketepatan pengobatan meliputi obat yang diresepkan tidak tepat indikasi (ada
indikasi tidak ada obat), tidak tepat pasien atau kontraindikasi (tidak sesuai dengan criteria Beer’s), tidak
tepat obat atau ada obat tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai, sedangkan pada fase
administrasi ketepatan terapi obat secara administrasi yaitu yang berkaitan dengan cara pemberian atau
penggunaan obat dan frekuensi.

Gambaran Epidemiologi Pasien Stroke Dewasa Muda yang Dirawat di Bangsal


Neurologi RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung Periode 2011–2016

Tipe stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke iskemik terdiri dari
stroke yang didiagnosis “stroke kardioemboli” dan “tromboemboli". Stroke perdarahan
mencakup stroke dengan diagnosis “perdarahan intraserebral” dan “subarachnoid bleeding”.

Dislipidemia berkontribusi terhadap pembentukkan aterosklerosis yang merupakan salah satu


mekanisme terjadinya stroke iskemik.10

Tingginya faktor risiko hipertensi dapat dihubungkan dengan hubungan hipertensi dengan kedua
jenis stroke, stroke iskemik maupun perdarahan. Hipertensi berkontribusi terhadap terjadinya
stroke iskemik dengan menyebabkan proses degeneratif terhadap pembuluh darah yang dapat
menyebabkan stroke emboli yang merupakan bagian dari stroke iskemik.19 Selain itu hipertensi
juga dapat menyebabkan rupture aneurisme sehingga menyebabkan stroke perdarahan.19 Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dislipidemia berkontribusi pada stroke dengan
pembentukan aterosklerosis yang merupakan salah satu mekanisme terjadinya stroke iskemik.
Kelainan jantung dapat menyebabkan stroke dengan kaitannya terhadap kardioemboli.13
Kelainan seperti kelainan katup jantung, fibrilasi atrial, penyakit jantung koroner, penyakit
jantung rematik dapat berkontribusi terhadap pembentukan trombus. Apabila trombus lepas
maka dia dapat mengalir menuju pembuluh darah otak dan menyebabkan penyumbatan sehingga
terjadi keadaan iskemik.10,13

Kelainan jantung berkontribusi terhadap pembentukan stroke iskemik dengan menyebabkan


pembentukan clots , platelet clumps, dan plaque, yang dapat berkembang menjadi trombus dan
terlepas terbawa ke pembuluh darah dan menyumbat pembuluh darah.19

PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN ANTIPLATELET PADA PASIEN


STROKE RAWAT INAP DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan risiko.Pasien
yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalamimasalah terkait obat. Kompleksitas
penyakit dan penggunaan obat, serta respon pasien yang sangat individual meningkatkan
munculnya masalahterkait obat [1].

Tujuan terapi dengan obat adalah tercapainya therapeutic outcome yaitu peningkatan kualitas
hidup pasien dengan risiko seminimal mungkin. Dalam setiap penggunaan obat terdapat risiko,
baik yang diketahui ataupun tidak, yang disebut drug misadventure, dimana di dalamnya
termasuk adverse drug reaction dan medication error. Adverse drug reaction lebih dipengaruhi
oleh kondisi pasien, sedangkan medication error terjadi akibat dari kesalahan manusia atau
lemahnya sistem yang ada [2].

Hipertensi pada penderita stroke iskemik, terdapat bukti bahwa umumnya tekanan darah akan
naik sewaktu terjadi serangan stroke iskemik dan dapat bertahan beberapa hari. Kenaikan
tekanan darah (high-normal blood pressure) tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan aliran
darah otak setelah serangan stroke terjadi dan akan turun perlahan-lahan dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Namun demikian tekanan darah yang terlalu tinggi juga tidak bisa dibiarkan,
sehingga perlu adanya pemberian antihipertensi pada pasien stroke dengan kondisi tertentu. Pada
stroke iskemik tekanan darah sistolik >220 mmHg, atau tekanan darah diastolik>110 mmHg
perlu diberikan obat antihipertensi.

Pemberian terapi antiplatelet bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke sekunder pada stroke
iskemik dengan cara mencegah terbentuknya clot. Pemberian antiplatelet bisa sebagai obat
tunggal maupun kombinasi dengan pertimbangan keuntungan dan kerugian sesuai dengan
kondisi pasien [8]. Pada penelitian ini obat.

Pada penanganan akut stroke iskemik restorasi aliran darah otak dengan menghilangkan
sumbatan/clots dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik/hipoksia,
merupakan penanganan medis pertama yang harus diberikan pada pasien stroke. Pemberian
antiplatelet (aspirin) dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut (AHA,Class I, Level of evidence
A).
EVALUASI TERAPI OBAT ANTIPLATELET PADA PENGOBATAN PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT
INAP RSUD AM PARIKESIT TENGGARONG PERIODE TAHUN 2014

Sasaran terapi stroke iskemik adalah penyebab yaitu penyakit pembuluh darah besar (emboli
pada arteri), emboli pada arteri ke jantung, penyakit pembuluh darah kecil (infark lakuner),
penyebab yang jarang terjadi misalnya infark vena, vaskulopati, penggunaan obat, migrain, dan
lain-lain (Fagan dan Hess, 2008).

Adapun strategi terapi stroke iskemik meliputi terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan modifikasi pola hidup dengan cara menghindari
konsumsi alkohol dan rokok, konsumsi makanan sehat dan seimbang, mengurangi berat badan
bila kegemukan, sikap hidup rileks dan menghindari stres (Junaidi, 2004). Sedangkan terapi
farmakologi stroke iskemik dapat dilakukan dengan reperfusi dan neuroproteksi. Reperfusi yaitu
mengembalikan aliran darah ke otak secara adekuat sehingga perfusi meningkat, obat-obat yang
dapat diberikan antara lain : thrombolytic agent, inhibitor platelet dan antikoagulan (Junaidi,
2004).

PERANAN OBAT GOLONGAN STATIN TERHADAP LUARAN STATUS


FUNGSIONAL PASIEN STROKE ISKEMIK BERULANG DI RUMAH SAKIT
BETHESDA YOGYAKARTA

Penelitian ini juga melihat apakah ada perbedaan secara bermakna pada pasien stroke iskemik dengan
nilai LDL≤100 mg/dL dibandingkan dengan pasien stroke iskemik dengan nilai LDL≤100 mg/dL tanpa
menggunakan statin, yang sama sama memberikan luaran status fungsional klinis yang diharapkan
(mRS≤3).

Hasil penelitian terbaru menunjukkan pemberian anti-koagulan akan sangat memberikan keuntungan
dalam hal memper-lambat terjadinya per-burukan saraf dan terjadinya emboli berulang.12

You might also like