You are on page 1of 28

askep typoid

TYPHOID ABDOMINALIS

A. Pengertian
a Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
b Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan
kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada
usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ).
(Mansjoer, Arif 1999).
c Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

B. Etiologi
a Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
• antigen H(flagella)
• antigen V1 dan protein membrane hialin.
b Salmonella parathypi A
c salmonella parathypi B
d Salmonella parathypi C
e Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala
awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
a Perasaan tidak enak badan
b Lesu
c Nyeri kepala
d Pusing
e Diare
f Anoreksia
g Batuk
h Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).

Menyusul gejala klinis yang lain


1) DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
a Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari
b Minggu II : Demam terus
c Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur – angsur
2) GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
a Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
b Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c Terdapat konstipasi, diare
3) GANGGUAN KESADARAN
a Kesadaran yaitu apatis – somnolen
b Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit)
(Rahmad Juwono, 1996).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
a Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia
b Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit
c Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
Diperlukan titer anti bodi 4 kali antara masa terhadap antigen yang bernilai1/200 atau
peningkatan akut dan konvalesene mengarah kepada demam typhoid (Rahmad Juwono,
1996).
F. Penatalaksanaan

Terdiri dari 3 bagian, yaitu :


1. Perawatan
a Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
b Posisi tubuh harus diubah setiap mencegah dekubitus.
c Mobilisasi sesuai kondisi.
2. Diet
a Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-
lunak-makanan biasa)
b Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
c Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3. Obat
a Antimikroba
1) Kloramfenikol
2) Tiamfenikol
3) Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
b Obat Symptomatik
1) Antipiretik
2) Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.
3) Supportif : vitamin-vitamin.
4) Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).

G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a Perdarahan usus
b Perforasi usus
c Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal.
a Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan
tromboflebitie.
b Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
c Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
d Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
e Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
g Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom
h Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
i Pada anak-anak lebih jarang terjadi. Komplikasidengan demam paratifoid, komplikasi
sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan
pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996).

H. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a Penyediaan air minum yang memenuhi
b Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c Pemberantasan lalat.
d Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a Imunisasi
b Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif
1999).

MANAJEMEN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi,
status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
b Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan
menurun, panas dan demam.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah
menderita penyakit lainnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid
(kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang
lainnya.
4. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-
gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit
waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga
pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan
kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonil
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut
akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak,
anorexia.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata
cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan
tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit
thypoid.

B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare/muntah).

C. Intervensi dan Implementasi

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA INTEVENSI


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhi Tujuan : suhu tubuh
normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
a Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
b Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
c Turgor kulit membaik 1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan
suhu tubuh
2. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
3. Batasi pengunjung
4. Observasi TTV tiap 4 jam sekali
5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum dengan asupan cairan yang2,5 liter / 24
jam banyak
antibiotik dan6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antipiretik
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a Nafsu makan meningkat
b Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
1. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang makanan/nutrisi.manfaat
2. Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak3. Beri serat, tidak merangsang,
maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
kecil dan frekuensi4. Beri makanan dalam porsi sering.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
3. . Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil :
a Kebutuhan personal terpenuhi
b Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
c Memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi 1. Beri motivasi pada pasien dan
kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
2. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
3. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
4. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang
berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
a Turgor kulit meningkat
b Wajah tidak nampak pucat
cairan pada pasien1. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan dan keluarga.
2. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3. 2,5 liter / 24 jamAnjurkan pasien untuk banyak minum
4. Observasi kelancaran tetesan infuse.
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi parenteral).cairan (oral /

D. Evaluasi
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :

a infeksi salmonellaDx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan typhii


Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
b Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
c Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest
Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
d Dx : gangguan keseimbangan kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairancairan
(kurang dari yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA

Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.


Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.
Diposkan oleh panas-panas hot di 08:32:00
TINJAUAN TEORITIS

THYFOID

1. Definisi

Obs thyfoid salah satu penyakit akut ynag menyerang usus halus. Demam
thyfoid harus dibedakan dari demam parathyfoid. Demam thyfoid disebabkan oleh
salmonella typosa, sedangkan demam parathyfoid disebabkan oleh parathypi A,
B, C dan menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan.

2. Epidemiologi

` Thyfoid dan parathyfoid meruipakan endemik di Indonesia dan termasuk dalam


UU No 6 tahun 1992 sehingga harus benar-benar ditangani oleh pemerintah dan
dapat dilakukan sepanjang tahun dan sepanjang musim. Organisme yang sering
menjadi vector adalah lalat.

3. Patogenesis

Penularan terjadi biasanya melalui oral lewat makanan yang tercemar dengan
feses orang menderita thyfoid. Kuman yang masuk dalam mulut akan sampai di
lambung dan sebagian akan mati akibat asam lambung. Namun sebagian lagi akan
hidup dan masuk kedalam usus, kemudian mencapai lymphoid dan berkembang
biak dan kemudian masuk kedalam aliran darah dan mencapai sel-sel
retikoloendotial hati, limfe, dan organ-organ lain, keadaan ini disebut dengan
bakterimia perimia yang belum menimbulkan gejala klinis, kemudian kuman yang
terdapat dijaringan retikoloendotelial berkembang biak dan memasuki aliran
darah. Kembali dan menyebar keseluruh tubuh terutama limfe, usus, dan kandung
empedu. Keadaan ini disebut dengan bakterimia kedua yang menimbulkan gejala
klinis.

4. Gejala klinis

Masa panasnya 10-14 hari

Demam pada awalnya naik turun dengan perbedaan suhu yang besar pada
saatnya minggu-minggu kedua demam kemudian menetap tinggi khas pada
thyfoid ialah demam paling tinggi dirasakan pada siang hari dan pada saat malam
hari suhu pada minggu kedua terdapat sangat tinggi sehingga penderita mengigau.

Terdapat nyeri kepala, pusing, nyeri, otot, susah tidur dan cemas serta tidak
nafsu makan, mual, muntah, BAB keras tetapi tidak ada diare.

Pada anamnesis fisik ditemukan febris bradikardi relative lebih besar dan
pembesaran limfe dan hati, kesadaran penderita biasanya menurun.

Pemeriksaan laboratorium dapat peukositosis dan pemeriksaan widal yang


meningkat 4x lipat tingkatnya. Diagnosa pasti adalah dengan diadakannya
darah/tinja/urin medium empedu (gail)

5. Carrier Thyfoid

Carrier thyfoid merupakan orang yang mengandung bakteri kuman thyfoid


didalam tubuhnya namun tidak menunjukan gejala klinis.

Komplikasi dibagi menjadi komplikasi pada usus dan luar usus

- Komplikasi pada usus : a. Pendarahan usus

b Perforasi usus

c. Usus paralysis
- Komplikasi diluar usus : anemia, pneumonia, hepatitis serta gangguan ginjal
lainnya.

6. Implementasi
1. Bedrest total sampai panas turun/pasien harus tirah baring total sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih ± 14 hari

Tujuannya adalah untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi pendarahan


usus/perforasi usus.

2. Melalui pemberian diet yang dikolaborasi dengan ahli gizi seperti bubur lunak
dan bubur saring
3. Pengobatan seperti antipiretik bila suhu terlalu tinggi

Kloramfenikol merupakan obat yang paling efektif untuk thyfoid dosisi 4 x


500 mg/hari (dewasa), 40-50 mg/hari (anak-anak) diberikan hingga 10 hari
bebas panas

Obat-obatan lain seperti kortimoksazol, amoksilin dan ampicilin

bias juga diberikan vitamin B komplek dan vitamin C

Pasien yang bisa sembuh boleh duduk setelah 3-5 hari

7. Pencegahan
 Air minum harus bersih dan harus memenuhi syarat
 Hindari kontak langsung dengan feses dan makanan agar tidak
terkontaminasi dengan vector seperti lalat
 Hindari kontak langsung dengan pengidap thyifoid seperti menerima
makanan dari penderita yag dikhawatirkan akan menular kepada orang
lain
DAFTAR PUSTAKA

- Gida Rusmika Mansjoer : Arief Ekail 200 Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1
Jakarta: EGC

Askep thypoid

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi


salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer,
1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,


Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C.


ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang


dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman


salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid
ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan
kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada
typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan
karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.

5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),


miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma


uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan


arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,


polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

6. Penatalaksanaan

a. Perawatan.

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk


mencegah komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.

1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam


selama 7 hari.
c. Obat-obatan.

1) Klorampenikol

2) Tiampenikol

3) Kotrimoxazol

4) Amoxilin dan ampicillin

7. Pencegahan

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang


lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu


pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan


antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh


kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel


kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari


simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai


dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat


menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti


mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut


dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan


kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan


ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer
yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin


terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang
bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung


antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies
dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil


uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian


yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain
salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

8. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik


berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau
dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada
anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi


termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap


meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan


bermain alat musik.
c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan


masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang


d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata


keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

9. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit
dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan
peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri


c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa


nyeri

c. Selalu ingin tahu alasan tindakan

d. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur,


pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan


serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan


yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan
C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta
muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya
adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas,
tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan
makanan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan


muntah.

b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d


intake yang tidak adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan


kelemahan fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan


kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan


perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai
berikut :
Diagnosa. 1

Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang


dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam
batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam
24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau
hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien
minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising


usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,
anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat
badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau
hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan

Hipertermi teratasi

Kriteria hasil

Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas


klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat
paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan
pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan


kelemahan fisik
Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan


kekuatan otot.

Intervensi

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu


kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien
mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan
ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin
sesuai indikasi.
Diagnosa 5

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan


infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi
balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang


informasi atau informasi yang tidak adekuat

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya
hidup dan ikut serta dalam pengobatan.

Intervensinya

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit


anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien,
beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti,
beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai
strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan
tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap
tindakan yang dilakukan pada klien

4. Evaluasi

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan


untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-
tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi,
tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Penyakit Typhoid
ASKEP Typhoid

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

B. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. Patofisiologi (Pathway Typhoid)

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.

Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan
kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu.

D. Tanda dan Gejala

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Pemeriksaan SGOT DAN SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.

F. Penatalaksanaan

Perawatan

Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
Diet

 Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.


 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
 Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

Pengobatan

 Klorampenikol
 Tiampenikol
 Kotrimoxazol
 Amoxilin dan ampicillin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID

A. Pengkajian

Riwayat Kesehatan Sekarang


Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
Riwayat Psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
Pola Fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme :
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada
perutnya, mual, muntah, kadang diare.
Pemeriksaan Fisik

Kesadaran dan keadaan umum pasien


Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul

Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.


Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :

Observasi suhu tubuh klien


Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas
Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun
Rasional : menjaga kebersihan badan
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik
Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :

Kaji pola nutrisi klien


Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan
yang tidak disukai.
Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh
dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya


Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit
typhoid.
Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri
penjelasan tantang penyakitnya.
Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

You might also like