You are on page 1of 12

Deteksi Mutasi Pada Tumbuhan

Banyak variasi morfologi tumbuhan tinggi dapat terdeteksi secara sederhana


melalui pengamatan visual. Ada juga teknik yang digunakan untuk mendeteksi
mutasi-mutasi biokimiawi. Teknik pertama adalah melalui teknik analisis komposisi
biokimia. Teknik yang kedua adalah menggunakan teknik analisis silsilah. Sifat
fenotip yang berlatar belakang genetic semacam ini biasanya muncul
sebentar-sebentar sepanjang sejumlah generasi. Seperti diketahui ekspresi fenotip bila
yang terpaut otosom “tidak terpaut” pada kondisi heterozigot.
Selain melalui analisis silsilah, dewasa ini deteksi pada manusia juga
dilakukan melalui analisis in vitro. Seperti yang diketahui sel-sel manusia secara rasio
sudah dapat dikultur. Deteksi mutasi melalui analisi in vitro yang memanfaatkan
kultur sel, dapat didasarkan pada analisis aktivasi enzim, migrasi protein pada medan
elektroforetik, serta pengurutan langsun protein maupun DNA. Deteksi mutasi pada
tumbuhan tingkat tinggi. Teknik yang pertama yaitu melalui analisis komposisi
biokimia misalnya isolasi protein dari endosperm jagung, hidrolisis protein-protein
tersebut serta penetapan komposisi asam amino, misalnya jika dibanding galur-galur
yang bukan mutan, mutan apaque 2 mengandung lebih banyak lisin. Teknik yang
kedua menggunakan kultur jaringan galur-galur sel tumbuhan pada medium yang
sudah tertentu. Dalam hal ini sel-sel tumbuhan diperlukan sebagai mikroorganisme,
kebutuhan biokimiawi dapat ditetapkan dengan cara menambah dan mengurangi
nutrient-nutrien dalam media kultur. Teknik kedua memiliki keuntungan karena
teknik yang berhubungan dengan mutan letal kondosional dapat digunakan terhadap
sel-sel tumbuhan pada kultur jaringan, selanjutnya diterapkan untuk genetika tingkat
tinggi.
Deteksi Mutasi Pada Manusia
Deteksi mutasi pada manusia misalnya berkaitan dengan sifat ataupun
kelainan tertentu dilakukan dengan bantuan analisis silsilah. Setelah suatu sifat
dipastikan menurun selanjutnya diramalkan apakah alela mutam tersebut terpaut
kromosom kelamin atau terpaut autosom. Mutasi yang paling mudah dideteksi adalah
mutasi dominan. Jika gen mutan dominan terdapat pada kromosom kelamin X maka
seorang ayah yang tergolong penderita akan mewariskan ciri fenotip terkait kepada
semua anak perempuannya. Sebaliknya jika gen mutan dominan terpaut autosom naka
hampir 50% anak (yang berasal dari orang tyua heterozigot) diharapkan mewarisi ciri
mutan tersebut.
Mutasi resesif yang terpaut kromosom kelamin dan alela-alela mutan resesif
yang terpaut otosom dapat juga dideteksi dengan bantuan analisis silsilah. Salah satu
contoh mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin pada manusia adalah yang
mengekspresi kelamin hemofili. Ekspresi fenotip bila terpaut autosom tida terpaut
pada kondisi heterozigot. Selain deteksi dengan cara silsilah, deteksi mutasi juga
dapat dilakukan melalui analisis in vitro yang memanfaatkan kultur sel, dapat
didasarkan pada analisis ativitas enzim dan pengurutan langsung DNA maupun
protein.
Uji Ames
Dikembangkan oleh Bruce Ames pada awal 1970-an yang menggunakan
bakteri Salmonella tryphimurium sebagai organisme uji. Yang digunakan adalah 2
strain Salmonella tryphimirium kedua strain itu sama-sama tergolong auksotrofik
untuk histidin. Seperti dietahui strain yang bersifat auksotrofik untuk histidin adalah
yang membutuhkan tambahan histidin dalam medium pertumbuhan agar dapat hidup.
Dari kedua strain itu, pada salah satu strain mutan his dapat ddiembangkan menjadi
his+ oleh suatu mutasi pergantian basa, sedangkan pada strain lain mutasi his dapat
dikembalikan menjadi his + oleh suatu mutasi pengubah rangka. Kedua strain itu juga
memiliki mutan-mutan lain yang memungkinkan semakin tepat digunakan untuk
memanipulasi eksperimental. Mutan-mutai lain misalnya yang menyebabkan semakin
sensitive terhadap mutagenesis akibat aktivasi system perbaikan, serta yang
menyebabkan sel semakin permeabel terhadap molekul organik asing.
Pada percobaan ames ini, dilakukan dengan proses berikut :
 Hati tikus dihancurkan dan disentrifugasi agar pecahan sel mengendap
 Enzim hati tikus diambil dari supernatan dan ditambahkan pada suatu kultur cair
dari S. tryphimuruim yang tergolong auksotrofik bersama dengan senyawa kimia
yang sedang diuji.
 Diuji pula pada kultur yang merupakan kontrol yang tidak melibatkan senyawa
kimia yang sedang diuji.
Berkenaan dengan enzim dari hati tikus, penggunaan enzim dalam uji Ames
ini didasarkan pada kenyataan bahwa makhluk hidup, misalnya pada manusia, enzim
hati berkemampuan mengurangi daya toksisitas, serta pada kasus-kasus tertentu
sebenarnya berkemampuan menambah daya toksisitas berbagai senyawa kimia
termasuk banyak mutagen potensial (Russel , 1992). Dalam hal ini penggunaan enzim
itu memungkinkan orang untuk menetapkan apakah sesuatu senyawa kimia itu
sebenarrya tidak bersifat mutagen jika diproses di dalam hati
Campuran-campuran tersebut ditetapkan ke dalam mcdium yang tidak
mengandung histidin . Lebih lanjut akan diperiksa revertan strain S. typhimurium hasil
mutas balik melalui mutasi pergantian basa, atau melalui mutasi pengubah rangka
Revertan-revertan strain S. typhimurium yang diberikan itu diharapkan dapat
berupa his+. Revertan his+ ini memang dapat diketahui karena mampu membentuk
koloni pada medium yang tidak mengandung histidin. Dalam hubungan ini jika
revertan his+ ditemukan lebih banyak pada cawan yang berisi campuran senyawa
kimia yang diuji dibanding pada cawan kontrol. Maka senyawa-senyawa itu adalah
suatu agen mutasi (mutagenik). Dalam hal ini jumlah kalori yang tumbuh pada cawan
kontrol menunjukkan laju reversi spontan pada bakteri yang diuji. Lebih lanjut jika
lebih banyak kalori ditemukan pada cawan-cawan eksperimental, hal itu menunjukkan
bahwa senyawa kimia itu menginduksi mutasi.

Mekanisme Perbaikan Dna, Mutasi Dan Adaptasi, Mutasi Dan Kanker,


Aplikasi Praktis Mutasi, Serta Sakit Genetik Manusia Yang Ditimbulkan
Oleh Kesalahan Replikasi Dna Dan Kesalahan Perbaikan Dna

Mekanisme perbaikan DNA

Sel-sel prokariotik maupun eukariotik memiliki sejumlah sistem perbaikan yang


berhubungan dengan kerusakan DNA. Semua sistem itu melakukan perbaikan DNA
secara enzimatis. Beberapa sistem memperbaiki kerusakan DNA akibat mutasi secara
langsung. Sebagian lainnya memotong bagian yang rusak sehingga sementara
terbentuk celah satu unting DNA yang selanjutnya pulih karena polimerisasi DNA
yang dikatalisasi oleh polimerisasi DNA yang dikatalisis oleh polimerisasi DNA
maupun karena aktivitas penyambungan oleh ligase DNA.

Perbaikan Kerusakan DNA Akibat Mutasi secara Langsung

1. Perbaikan oleh aktivitas enzim polimerisasi DNA

Selain mempunyai aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’, enzim


polimerisasi DNA pada bakteri (tidak ada pada eukariotik) juga memiliki aktivitas
eksonuklease dalam arah 3’ → 5’. Pengenalan kesalahan insersi nukleotida selama
polimerisasi oleh enzim polimerisasi DNA sebagai akibat adanya semacam bonggol
pada unting ganda molekul DNA yang ditimbulkan oleh adanya pasangan basa yang
salah. Dalam hal ini, mungkin enzim polimerisasi DNA memang tidak akan
menambah nukleotida baru pada ujung 3’ jika belum terbentuk ikatan hidrogen pada
pasangan nukleotida sebelumnya. Polimerisasi DNA akan terhenti dan tidak berlaku
hingga nukleotida yang salah dipotong dan diikuti dengan penggantian nukleotida yan
benar dan terbentuk ikatan hidrogen yan diperlukan. Pemotongan nukleotida yan
dilakukan oleh aktivitas eksonuklease berlangsung dalam arah 3’ → 5’, kemudian
setelah pemotongan selesai aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’ oleh enzim
polimerase DNA, kemudian DNA akan pulih.

Peran penting aktivitas eksonuklease dari enzim polimerase DNA yang


menekan laju mutasi pada bakteri dapat terlihat pada mutasi gen mutator pada E. Coli.
Jika gen-gen mutator pada E. Coli mengalami mutasi, maka frekuensi mutasi pada E.
Coli menjadi lebih tinggi. Misalnya, mutasi pada gen mut D mengakibatkan
perubahan suatu sub unit ε (epsilon) polimerase III DNA yang menimbulkan cacat
pada aktivitas perbaikan arah 3’ → 5’, sehingga banyak nukleotida yan salah tidak
sempat diperbaiki.

2. Fotoreaktivasi Dimer Pirimidin yang Diinduksi oleh UV

Proses perbaikan yan dibantu oleh cahaya yang kelihatan dalam rentang
320-370 nm, dimer timin (atau dimer pirimidin lain) langsung berbalik pulih menjadi
bentukan semula. Fotoreaktivasi dikatalisasi oleh enzim fotoliase yang berfungsi
sebagai ‘pembersih’ sepanjang unting ganda mencari bonggol yang terbentuk akibat
dimer timin (atau pirimidin lain) dimana dimer yang tersisa setelah fotoreaktivasi
hanya sedikit. Enzim ini juga bersifat universal

Gambar 1. Perbaikan suatu timin dimer melalui fotoreaktivasi


3. Perbaikan Kerusakan Akibat Alkilasi

Kerusakan DNA akibat alkilasi dapat dipulihkan oleh enzim perbaikan DNA
khusus yang disebut metiltransferase O6-metilguanin atau O5methylguanine
methyltransferase yang dikode oleh gen ada, yan dimana enzim tersebut akan
menemukan O6-metilguanin pada molekul DNA dan selanjutnya menyingkirkan
gugus metil tersebut kemudian DNA tersebut pulih kembali.

Perbaikan Kerusakan DNA dengan Cara Membuang Pasangan Basa

1. Perbaikan melalui pemotongan (excision repair)

Proses perbaikan in memperbaiki dimer pirimidin yang terbentuk akibat induksi


cahaya UV. Para peniliti mengisolasi beberapa mutan E.coli yang sensitif terhadap
UV. Setelah diradiasi UV, mutan-mutan memperlihatkan laju mutasi dalam gelap
yang lebih tinggi daripada normal. Mutan-mutan tersebut antara lain uvr A yang dapat
memperbaiki dimer hanya dengan bantuan cahaya. Sedangkan mutan yang mampu
memperbaiki dimer dalam kondisi gelap adalah uvr A+.

Gambar 2. Bagan kerja perbaikan melalui pemotongan atas dimer pirimidin serta
distorsi lain DNA yang dikatalisasi oleh enzim endonuklease uvr ABC.
Sistem perbaikan melalui pemotongan pada E. Coli tidak hanya memperbaiki
dimer pirimidin, tapi juga distorsi lain dari helix DNA yan ditemukan oleh enzim
endonuklease uvr ABC yang merupakan gabungan dari enzim uvr A, uvr B, dan uvr C.
Enzim ini memotong unting DNA yang rusak pada posisi 8 nukleotida ke arah ujung
5’ dari titik kerusakan dan nukleotida ke arah ujung 3’ dari titik posisi dimer tadi.
DNA yan dipotong adalah seukuran 12 nukleotida. Pada celah sepanjang 12
nukleotida tersebut terjadi polimerisasi DNA yang dikatalisis oleh enzim polimerase I
DNA sehingga terbentuk penggalan yang baru yang kemudian akan disambung ke
penggalan lama dengan enzim ligase DNA.

2. Perbaikan dengan Bantuan Glikosilase

Basa yang rusak dapat disingkirkan dari DNA oleh enzim glikosilase yan
dapat mendeteksi basa yang tak lazim danselanjutnya mengkatalisasi penyingkirannya
dari gula deoksiribosa.
Gambar 3. Bagan penyingkiran basa yang cacat dalam perbaikan DNA yang
dibantu oleh glikosilase

Aktivitas katalizik enzim glikosilase menimbulkan suatu lubang pada DNA,


dimana posisi tersebut disebut tapak AP yang merupakan tapak apurinik (tidak ada
purin berupa guanin dan adenin) atau tapak pirimidik (tidak ada pirimidin berupa
sitosin atau timin). Lubang tersebut kemudian ditemukan oleh enzim endonuklease
AP yang selanjutnya memotong ikatan fosfodiester di samping basa yang lepas tadi.
Pemotongan tersebut memungkinkan bekerjanya enzim polimerase I DNA (E. Coli).
Kemudian enzim polimerase I menyingkirkan beberapa nukleotida didepan basa yang
lepas itu dengan aktivitas eksonuklease dalam arah 5’→ 3’ dan melakukan
polimerisasi mengisi celah yan terbentuk dengan menggunakan aktivitas
polimerasenya. Pada akhirnya, enzim ligase menyambung penggalan nukleotida baru
ke ujung arah 3’ dengan pengglan nukleotida yang lama.

3. Perbaikan Melalui Koreksi Pasangan Basa yang Salah

Sistem perbaikan koreksi pasangan basa yang salah dikode oleh tiga gen, yaitu
mut H, mut L, dan mut S (pada E.coli). Enzim tersebut mencari pasangan basa yang
salah kemudian mengkatalisasi penyingkiran suatu segmen DNA (untin tunggal) yang
mengandung pasangan basa yang salah. Enzim polimerase DNA akan mengkatalisasi
polimerisasi pada celah yang terbentuk dan penyambungan hasil polimerisasi ke arah
ujung 3’ dengan penggalan yang lama dengan enzim ligase DNA.

Gambar 4. Bagan mekanisme perbaikan melalui koreksi pasangan basa yang salah

Enzim koreksi pasangan basa yang salah bekerja dengan pertama kali
mengenali unting DNA baru karena pada unting DNA baru belum mengalami metilasi.
Setelah dikenali, enzim tersebut menyingkirkan basa yang salah dari unting baru
tersebut yang selanjutnya terjadi polimerisasi yang dikatalisis oleh polimerase I DNA
kemudian hasilnya disambung oleh ligase DNA.
Mutasi dan Adaptasi

Pada dasarnya setiap mutasi yang terjadi tidak ada kaitannya dengan
kepentingan apakah mutasi itu bermanfaat atau bahkan merigikan. Efek mutasi itu
baru dikulifikasi menguntungkan atau merugikan setelah dihubungkan dengan habitat
lingkungan tempat hidup individu yang mengalami mutasi. Peluang tiap mutan
memperbesar daya penyesuaian suatu individu lebih besar manakala populasi tersebut
menempati habitat baru atau terjadi perubahan lingkungan.

Mutasi dan Kanker

Seagian besar agen mutasi yang kuat seperti radiasi pengion dan radiasi sinar
UV bersifat sebagai penginduksi kanker. Berikut ini merupakan teknik-tekinik yang
menguji agen-agen yang bersifat mutagenik atau karsiogenik.

Uji karsinogenitas dilaksanakan dengan memanfaatkan rodentia dan tikus yang


baru lahir yang kemudian hewan ini disuntik dengan zat yang akan diuji yang
selanjutnya akan diperiksa dalam hubungannya dalam pembentukan tumor. Uji
mutagenitas juga sering dilaksanakan dengan cara yang sama. Namun, karena mutasi
adalah peristiwa yang sangat jarang maka pengujian semacam ini tidak layak dan
daya mutagen yang rendah jarang dideteksi.

Adanya korelasi antara daya mutagen dan daya karsinogen sebenarnya sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa kanker disebabkan mutasi somatik. Sifat umum
dari semua tipe kanker adalah bahwa sel-sel kanker yang ganas terus-menerus
membelah, padahal sel normal tidak membelah. Dalam hubungan ini terlihat bahawa
semua sel kanker kehilangan kontrol terhadap pembelahan sel secara normal dan
berakibat terbentuk tumor.

Aplikasi Praktis Mutasi

1. Mutasi yang Bermanfaat dalam Perakitan Bibit

Sekalipun sebagian besar mutasi tidak menguntungkan, upaya untuk


mengembangkan sifat-sifat yang diinginkan melalui mutasi induksi sudah dilakukan
oleh para perakit bibit tanaman. Tanaman yang tumbuh dari bibit rakitan itu terbukti
dapat menghasilkan panen yang meningkat, kandungan zat yang sesuai dengan yang
diharapkan, bahkan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

2. Telaah Proses Biologis melalui Analisis Mutasi

Mutasi sudah digunakan secara ekstensif untuk menangkap jalur terjadinya


proses biologis. Urut-urutan tahap pada suatu jalur reaksi dapat ditentukan engan cara
mengisolasi dan mempelajari mutasi-mutasi pada gen pengkode enzim-enzim yang
terlibat. Karena tiap mutasi akan mengurangi aktivitas satu polipeptida, maka melalui
mutasi orang dapat menemukan gamak yang sangat berguna untuk pengungkap proses
biologis.

Intermediet Y dihasilkan dari prekursor X yang dikatalisis oleh enzim A (produk


gen A). Intermediet Y tersebut dapat segera dikonversi menjadi produk Z dengan
bantuan enzim B (produk gen B). Pada keadaan semacam ini intermediet Y dapat
sangat sedikit jumlahnya sehingga secara biokimia sangat sulit diidentifikasi. Namun,
jika gen B mengalami mutasi yang tidak memproduksi enzim B, maka intermediet Y
akan sering terakumulasi mencapai kadar yang tinggi sehingga memudahkan upaya
isolasi identifikasi.

SAKIT GENETIK MANUSIA YANG DITIMBULKAN OLEH KESALAHAN


REPLIKASI DNA DAN KESAAHAN PERBAIKAN DNA

Penderita Xeroderma pigmentosum sangat peka terhadap cahaya matahari,


megidap banyak tumor kulit terutama pada bagian tubuh yang terbuka misalnya wajah.
Penyakit ini disebabkan oleh mutan resesif homozigot yang diduga bersangkutan
dengan suatu gen pengkode protein yang berperan pada perbaikan kerusakan DNA.
Enzim yang diduga cacat adalah endonuklease yang berfungsi mengenal dimer timin
dan mengkatalisasi tahap pertama perbaikan penyingkiran.

Gambar 5. Bagan jalur perbaikan penyingkiran untuk melepas dimer timin dari
DNA

Analisis genetik atas sel-sel pengidap Xeroderma pigmentosum menunjukkan


bahwa mutasi pada sebanyak 6 gen yang berbeda dapat menimbulkan penyakit
tersebut. Hal tersebut mudah dipahami karena banyak enzim diketahui tersusun dua
atau lebih macam polipeptida dan karena mutasi salah satu gen pengkode polipeptida
yang terlibat dalam proses perbaikan yang mempunyai banyak tahap dapat
menimbulkan hambatan pada suatu jalur perbaikan.

Anemi Fanconi, ataxia telangiactase,serta sindrom Bloom juga disebabkan oleh


mutan-mutan resesif homozigot pada autosom. Ketiga penyakit ini sama-sama akibat
dari cacat primer pada jalur perbaikan DNA.

You might also like