You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam thypoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1962 Tentang wabah.
Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Surveilans Departemen kesehatan RI, frekuensi kejadian demam Thypoid di
Indonesia pada Tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi
menjadi 15,4/10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun
1981-1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596
menjadi 26.606 kasus.
Insiden demam thypoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan: di daerah Rural Jawa Barat 157 kasus/100.000 penduduk sedangkan
di daerah urban ditemukan 760-810/100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan
berhubungan erat dengan penyedian air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.
Case vitality rate (CFR) demam thypoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh
kematian di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan hasil survey kesehatan rumah
tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam thypoid tidak
termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.
Demam thypoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air
yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Typoid?
2. Apa sajakah etiologi dari Typoid?
3. Bagaimana patofisiologis dari Typoid ?
4. Apakah manifestasi klinis dari Typoid?
5. Bagaimana penatalaksaan pada Typoid?
1
6. Bagaimana pencegahan dari Typoid ?
7. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Typoid ?
8. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Typoid ?
9. Bagaimana intervensi pada klien dengan Typoid?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
1) Mengidentifukasi definisi dari Typoid?
2) Mengidentifikasi etiologi dari Typoid?
3) Mengidentifikasi patofisiologis dari Typoid ?
4) Mengidentifikasi manifestasi klinis dari Typoid?
5) Mengidentifikasi penatalaksaan pada Typoid?
6) Mengidentifikasi pencegahan dari Typoid ?
7) Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Typoid ?
8) Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Typoid ?
9) Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Typoid

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin (Typoid ) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
Typoid dengan pendekatan Student Center Learning.

2
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Typoid
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman
yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii dengan
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi
oleh kuman Salmonella thypii.

2.2 Penyebab Typoid


Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B dan C.
Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam keadaan endemik. Pasien klien
yang ditemukan berumur di atas satu tahun. Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian
Ilmu Kesehatan Klien FKUI-RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Ngastiyah 2005).

2.3 Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang

3
yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh
orang yang sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke
lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar (Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu pertama sakit, terjadi
hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua
terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).

4
Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan
Merangsang Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
pusat muntah endotoksin
di medulla
oblongata Pelepasan mediator Ulkus di Plak Peyeri Pembesaran hati dan limfa
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Suhu Tubuh Nyeri kepala Salmonell
Peristaltik Peristaltik usus a Thyposa
Gg. Rasa usus Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan Dehidrasi


Kelemahan Bedrest dan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)

5
2.4 Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan
terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3
minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh
terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
terjadi konstipasi tetapi juga terdapat diare atau normal menurut Ngastiyah (2005).
Umumnya klien mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang
terjadi stupor, koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
A. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.

B. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

6
C. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.

D. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).

7
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

E. Pemeriksaan Tubox
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam
tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella
(lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan
ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman
Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara
dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3
terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini mempunyai
sensitivitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain
hanya dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat.

2.6 Penatalaksanaan Medis


Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan sebagai
berikut:
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila
ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
b. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja
usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
c. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
d. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
e. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.

8
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada klien dengan thypoid yaitu :

a. Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2


gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek
negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu
cepat di musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin
dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan klien. Kloramfenikol digunakan untuk
memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan
utama untuk mengobati demam thypoid di Indonesia.
b. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.

2.7 Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok untuk memutuskan
transmisi thypoid yaitu:
- Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam thypoid maupun pada
kasus carrier thypoid.
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii akut maupun
carrier.
- Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus dan pemberian vaksin.

9
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Data Identitas pasien :
1) Nama : 6) Agama :
2) Usia : 7) Tanggal MRS :
3) Jenis Kelamin : 8) Jam MRS :
4) Suku / bangsa : 9) Diagnosa :
5) Alamat :
b. Identitas Penanggung Jawab :
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamin :
4) Pendidikan/ pekerjaan :
5) Hubungan dg klien
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada pasien thypoid adalah: demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing,
nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
1. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah sebelumnya pasin pernah dirawat, dengan diagnose apa? Kaji apa yang di
rasakan klien belakangan ini.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang
lainnya.
3. Riwayat kesehatan social
Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
Status psikologi keluarga dan pasien:
Pada pasien juga akan merasa kecemasan akibat hospitalisasi dan cemas karena sesuatu
hal yang tertunda seperti pekerjaan, dan pada klien-klien merasa sedih karena berpisah
dari teman-temannya serta harus beradaptasi dilingkungan yang baru. Hal ini di anggap
sebagai ancaman bagi mereka sehingga terkadang ada yang menutup diri. Keluarga

10
mengalami kecemasan akibat angggota keluarganya yang sakit, masalah biaya, lama
perawatan.
a) Pemeriksaan Head to toe/data fokus:
1. Mata : konjungtiva anemis.
2. Mulut : terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan kering. Lidah tertutup
selaput putih yang kotor sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan.
3. Hidung: kadang terjadi epistaksis
4. Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri
tekan, bisa terjadi konstipasi, bisa juga diare atau normal.
5. Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
6. Sistem respirasi: normal
7. Sistem kardiovaskuler: biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan
tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
8. Sistem integument : turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
9. Sistem eliminasi: pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi,
produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1
cc/kg BB/jam.
10. Sistem persyarafan: apakah kesadaran penuh, apatis, somnolen dan koma
b) Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan leukosit
Terdapat leukopenia dan limposistosis relatif. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
4. Uji Widal
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

11
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam tifoid lebih
dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9)
melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik,
lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella typhi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Hipertermia berhubungan dengan pelepasan endotoksin.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran hati dan limfa.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4) Defisit perawatan diri ( oral hygiene ) berhubungan dengan kelemahan
5) Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
defekasi berlebihan

12
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
1 Hipertermia berhubungan dengan 1. Monitor tanda- 1. Sebagai indikator
pelepasan endotoksin. tanda vital untuk memantau
Setelah dilakukan tindakan perkembangan
keperawatan selama 1 x 24 jam penyakit klien
tidak terjadi kenaikan suhu tubuh 2. Monitor input 2. Membantu
dengan criteria hasil : dan output cairan mencegah terjadinya
1. -Suhu badan klien 36-370 dehidrasi
2. -Klien merngatakan nyaman. 3. Ajurkan klien 3. Aktivitas yang
3. -TTV klien dalam batas normal. untuk banyak berlebihna akan
istirahat dan memperberat kerja
mengurangi usus sehingga
aktivitas menghambat proses
4. Berikan klien penyembuhan
banyak minum 4. Mengembalikan
cairan yang keluar saat
suhu tubuh mengalami
peningkatan serta
mencegah terjadinya
5. Berikan dehidrasi
kompres air hangat 5. Membantu
6. Berikan klien menurunkan suhu
pakaian yang mudah tubuh
menyerap keringat 6. Membantu
7. Ciptakan memberikan rasa
lingkungan yang nyaman pada klien
nyaman dan tenang
8. Jelaskan 7. Memberikan rasa
penyebab terjadinya nyaman pada klien
panas kepada
kelaurga atau klien 8. Membantu
9. Kolaborasi mengurangi kecemasan
medis untuk pada klien maupun

13
pemberian obat keluarga
antibiotik
9. Membantu
menghilangkan bakteri
penyebab thypoid

2 Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Kaji respon 1. Membantu


berhubungan dengan pembesaran klien terhadap nyeri menyamakan
hati dan limfa. persepsi antara
Setelah dilakukan tindakan perawat dan klien
keperawatan selama 1 x 24 jam 2. Kaji respon 2. Mencocokan
tidak terjadi nyeri pada bagian nonverbal klien kesesuaian dengan
perut dengan criteria hasil verbal klien
1. -Klien mengatakan nyeri 3. Berikan posisi 3. Membantu
berkurang atau hilang. yang nyaman pada mengurangi rasa
2. -Klien menunjukan ekspresi klien sakit yang di rasakan
wajah tenang. 4. Ajak klien klien
3. -Nyeri tekan berkurang. untuk mengalihkan 4. Membantu
-TTV dalambatas normal. rasa sakit mengalihkan
perhatian mereka dari
5. Monitor TTV apa yang di rasakan
5. Sebagai indikator
untuk memantau
perkembangan
6. Kolaborasi penyakit klien
medis untuk 6. Menurangi rasa
pemberian obat sakit yang dirasakan
analgetik klien
3 Gangguan pemenuhan nutrisi 1. Kaji kebiasaan 1.Membantu
kurang dari kebutuhan tubuh makan klien menentukan
berhubungan dengan anoreksia : 2. Jaga inrevensi yang tepat
Setelah dilakukan tindakan kebersihan mulut, 2.Memberikan rasa
keperawatan selama 3 x 24 jam bersihkan secret nyaman pada klien
tidak gangguan pemenuhan maupun kotoran- agar klien mau

14
nutrisi dengan criteria hasil kotoran sebelum makan
-Klien mampu menghabiskan 1 makan
porsi makanan yang disajikan. 3. Berikan
1. -BB klien stabil atau naik. makanan sedikit- 3.Membantu klien
sedikit tapi sering untuk tidak mrasa
mual saat makan
dan makana tetap
masuk dengan
4. Berikan atau jumlah yang
anjurkan untuk dibutuhkan
memberikan 4.Membatu
makanan tambahan meningkatkan nafsu
di luar jam makan makan pada klien
sesuai dengan
kesukaan klien
selama tidak ada
kontraindikasi
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
5.Membantu
menyediakan
makanan sesuai
kebutuhan klien

4 Defisit perawatan diri ( oral 1. Kaji tingkat 1. Menentukan


hygiene ) berhubungan dengan
ketergantungan klien intervensi yang
kelemahan. akan di berikan
Setelah dilakukan tindakan 2. Bantu klien 2. Membantu
keperawatan selama 1 x 24 jam dalam melakukan memotivasi klien
tidak terjadi deficit perawatan aktifitas ringan seperti untuk memenuhi
diri (oral hygiene) dengan mengubah posisi ADL
criteria hasil : 3. Ajarkan 3. Klien biasanya
1. -Mulut tampak bersih. keluarga dalam lebih nyaman jika
2. -Mulut tercium tidak berbau. membantu klien agar di bantu oleh

15
3. -Lidah tampak bersih. dapat memenuhi ADL keluarganya selain
itu akan dapat
mempererat ikatan
emosional
5 Resiko tinggi kekurangan 1. Observasi 1. Membantu
volume cairan dan elektrolit TTV klien 4 jam memantau keadaan
berhubungan dengan defekasi sekali klien
berlebihan. 2. Monitor tanda- 2. Melakukan
Setelah dilakukan tindakan tanda kekurangan pencgahan dehidrasi
keperawatan selama 1 x 24 jam cairan seperti turgor sejak awal
tidak terjadi kekurangan volume tidak elastic, ubun-
dan cairan dan elektrolit dengan ubun cekung,
kriteria hasil : prodiksi urin
1. -Mukosa bibir tampak lembab. menurun, membrane
2. -TTV dalam batas normal. mukosa kering, bibir
3. -Klien tampak tidak lemas pecah-pecah
4. -Tidak terdapat tanda-tanda 3. Observasi dan 3. Untuk
dehidrasi catat intake dan mempertahankan
output cairan intake dan output
yang adekuat
4. Monitor 4. Mencegah
pemberian cairan terjadinya pemasukan
melalui intravena cairan yang
berlebihan
5. Berikan 5. Mengurangi
kompres dingin atau kehilangan cairan
tepid sponge yang tidak kelihatan

3.4 Implementasi sesuai Intervensi

16
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari hasil proses keperawatan yang dilaksanakan terhadap klien dengan typhoid
dapat mengambil kesimpulan :

1. Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam yang
berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi, pada
mulut terdapat bau tidak sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.

2. Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien


dengan typhoid adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan, dan resiko tinggi devisit volume cairan.

3. Perencanaan

Dalam merumuskan perencanaan diperlukan literatur yang lengkap serta


membantu dari tenaga keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah
Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan keluarga.

4. Implementasi

Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan sesuai dengan


rencana, karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada implementasi ini
sangat diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.

5. Evaluasi

Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan
tujuan, karena dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid
memerlukan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan masalah sesuai
kriteria.

4.2 SARAN

Berdasarkan hasilpenerapan asuhan keperawatan yang dilakukan maka penulis


dapat memberi saran, antara lain :

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid hendaklah


benar-benar memperhatikan keluhan yang dirasakan oleh klien guna mendapatkan
diagnosa yang tepat dan hasil yang baik.

17
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan typhoid agar
memenuhi kebutuhan dari klien maka diperlukan adanya kerjasama yang baik
antara tim kesehatan dengan klien dan keluarga klien.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC

Ngastiyah . 2005. Perawatan Klien Sakit. Jakarta: EGC

Nursalam, et al. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Klien. Jakarta: Salemba

Prosedur Keperawatan Nursing Standard Operating Procedure. Program Studi S1 Ilmu


Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Suriadi, R. Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien. Jakarta: Sagung Seto

18
19
20

You might also like