You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario
Tn. N usia 55 tahun datang ke IGD RS diantar oleh keluarganya
dengan keluhan utama tangan dan kaki sebelah kiri lemah secara
mendadak, keluhan ini muncul ketika sedang membaca koran kirakir
2 jam yang lalu. Keluarga pasien mengaku sejak kejadian itu, juga
tidak bisa berbicara namun masih dapat mengikuti perintah.
Pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala, maupun muntah
muntah dan tetap dalam keadaan sadar sebelum, saat, maupun
sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun
kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma
kepala sebelumnya.
Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, Tn N adalah seorang perokok aktif yang menghabiskan
kurang lebih setengah bungkus rokok setiap harinya. Menurut
pengakuan keluarganya, Tn N memiliki riwayat kencing manis dan
kolesterol, serta hipertensi. Ibu pasien pernah mengalami keluhan
yang sama. Ayah pasien menderita penyakit hipertensi dan kencing
manis.

Informasi 3
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS E4 M6 Vafasia
Vital sign TD : 140/90 mmHg
N : 88x/menit, reguler
RR : 20x/menit
S : 36,3 C
Kepala : mesochepal, tanda trauma (-)

1
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflex
cahaya +/+, pupil isokor diameter 2mm/2mm
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung : batas kiri 2 cm lateral midclavicular line,
lainya dalam batas normal
Paru
Inspeksi : simetris,statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : bising usus (+) normal
Perkusi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Auskultasi : tympani

Informasi 4
Hasil pemeriksaan darah:
Hb : 13gr/dr
Leukosit : 12000/mm3
Hematocrit: : 40%
LED : 12 mm
Trombisit : 410.000/mm3
GDS : 150 mg/dl
Kolesterol total: 300 mg/dl
HDL : `45 mg/dl
LDL : 200 mg/dl
Trigriserida : 175 mg/dl
Asam urat : 5,2 mg/dl
BUN : 25 mg/dl
Kreatinin serum: 1,1 mg/dl

2
Informasi 5
Pemeriksaan neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal : kaku kuduk (-),
brudzinki’s (-)
N. Cranialis :
Parese N VII kiri tipe sentral
Parese N XII kiri tipe sentral
Fungsi motorik Superior Inferior
(dextra/sinistra) (dextra/sinistra)
Gerak Bebas/Terbatas Bebas/Terbatas
Kekuatan 5/3 5/3
Reflex fisiologis +N/+↑ +N/+↑
Reflex patologis -/+ -/+
Tonus N/N N/N
Trofi E/E E/E
Pemeriksaan sensibilitas : kanan = kiri, tidak didapatkan hipestesi

Informasi 6
EKG : dbn
Ro Thorax : dbn
CT Scan : gambaran hipodens pada capsula interna hemisfer dextra
Diagnosis Klinis : hemiparese sinistra, parese N VII sinistra sentral,
parese N XII sinistra sentral, afasia motorik
Diagnosis Topik : kapsula interna dextra
Diagnosis Etiologi : stroke non hemoragik

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah
(Tidak ada)
B. Batasan Masalah
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. N
b. Usia : 55 tahun
c. Pekerjaan :-

2. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Keluhan utama : tangan dan kaki sebelah kiri lemah
mendadak
b. Onset : 2 jam
c. Kronologi : 2 jam yang lalu saat membaca koran 
merasakan tangan dan kaki sebelah kiri lemah mendadak
d. Kualitas :-
e. Lokasi : kaki kiri dan tangan kiri
f. Faktor pemberat :-
g. Faktor peringan :-
h. Keluhan lain : tidak dapat berbicara, dapat mengikuti
perintah, tidak nyeri kepala, tidak mual muntah
3. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada kejang demam, tidak ada trauma
kepala, kencing manis, kolesterol, hipertensi
4. Riwayat Penyakit Keluarga: ayah dan ibu keluhan hipertensi dan
kencing manis
5. Riwayat Sosial Ekonomi : perokok aktif

C. Analisis Masalah
A. Anatomi dan Fungsi Otak
1. Meninges

4
Sistem saraf pusat dikelilingi oleh lapisan pembungkus yaitu
meninges, berfungsi sebagai pelindung otak dan corda medulla dari
kerusakan mekanis serta memberi suplai nutrisi pada sel-sel saraf.
Meninges dari luar ke dalam terdapat 3 lapisan yaitu duramater,
arachnoidea, dan piamater.Duramater melekat pada dinding tengkorak,
membentuk periosteum. Pada duramater dijumpai dua lipatan besar yang
terdapat pada muka interna yaitu falx cerebri dan tentorium cerebelli.
Pertemuan dua lipatan tersebut membentuk protuberantia occipitalis
interna fibrossa. Arachnoidea merupakan membran lunak hampir
transparan, terdapat diantara duramater dan piamater, mempunyai
trabekula sampai ke piamater. Piamater merupakan membran tipis yang
terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah, berguna untuk menyuplai
nutrisi. Arachnoid dan piamater saling melekat dan seringkali dipandang
sebagai satu membrane yang disebut pia-arachnoid (Musana, 2010).

Gambar 1.Lapisan meninges (Musana, 2010).

2. Encephalon
a. Cerebrum
Cerebrum terdiri dari dua hemispherium cerebri, merupakan
bagian terbesar dari encephalon. Kedua hemispherium cerebri
dipisahkan oleh celah yang dalam yang disebut fisura longitudinale.
Cerebrum terdiri dari beberapa lobus sesuai letak tulang yang berada di
atasnya, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan
lobus occipitalis,serta lobus pyriformis yang terletak di ventral. Selain
dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.

5
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di
bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi
kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak
kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan
otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.Hemispherium cerebri
dipisahkan dari cerebellum dengan adanya fissura transversa. Pada
permukaan dorsal terdapat banyak lipatan konveks yang disebut gyri.
Gyri merupakan tonjolan-tonjolan yang dipisahkan oleh parit-parit yang
dinamakan fisura atau sulki (Samuelson , 2007).

Gambar 2. Pembagian korteks cerebrii (Musana, 2010).

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.

Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia


dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan
berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh
kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang
disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut
masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan
Lobus Temporal (Samuelson , 2007).

6
B. Fungsi masing masing lobus otak

1. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
2. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
4. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata

b. Cerebellum

Terletak diatas medula oblongata, berbentuk oval. Terdiri atas


vermis (di tengah), dua hemispherium di lateralis dipisahkan oleh fissura
sagital (Samuelson, 2007).

c. Brainstem (Musana,2007).

1. Medulla Oblongata : Pars posterior dari brainstem, bentuk kerucut


2. Pons : Korpus ujung anterior dari medulla oblongata.
3. Pedenculli cerebri, permukaannya:
a. Corpora quadrigemina : Corpus yang bulat berjumlah empat
b. Thalamus : Corpus yang berbentnk oval
c. Posterior hemispherium cerebri

d. Hipothalamus

Diantara thalamus dan pedenculi cerebri. Berdekatan dengan Corpus


mammilaris,Tubercinerium : bentukan oval di ujung anterior

7
brainstem,Chiasma nervi optici : berbentuk X yang disusun oleh n. Opticus
dan tractus opticus (Musana, 2010).

3. Mikroanatomi Sistem Saraf Pusat

Encephalon (cerebrum, cerebellum, dan brainstem) dan medulla


spinalis secara histologi terbagi menjadi dua komponen utama yaitu
substansi grisea dan substansi alba. Substansi grisea : Jaringan saraf berisi
banyak perikarya atau soma dari neuron, dendrit, glia, pembuluh darah, dan
sedikit serabut saraf yang bermyelin.

Karakter utama dari substansi grisea ini berwarna kelabu karena adanya
badan sel saraf yang relatif besar, nukleus bulat dikelilingi badan Nissl.
Substansi grisea pada otak berada di perifer, membentuk cortex cerebrum
dan cerebellum. Tetapi pada medulla spinalis berada di sentral berbentuk
H.Substansi alba: Kontras dengan substansi grisea. Substansi alba berwarna
putih, tidak mempunyai perikarya, axon bermyelin secara merata. Terletak
pada lapisan dalam otak. Tidak termasuk nuclei dan ganglia. Di otak dalam
juga terdapat substansi grisea yang dikelilingi sedikit atau banyak substansi
alba, inilah yang disebut nuclei (Samuelson, 2007).

4. Area Lain Pada Otak (Bayley, 2010).

a. Basal ganglia : Terlibat dalam pengaturan gerakan sadar


b. Brainstem : Menyampaikan informasi antara saraf tepi dan sumsum
tulang belakang ke bagian atas otak.
c. Sulcus Tengah (fisura Rolando) : Alur yang dalam yang memisahkan
parietalis dan frontalis lobus.
d. Otak kecil : Kontrol gerakan koordinasi dan keseimbangan
e. Cerebral Cortex : Menerima dan memproses informasi sensorik. Dibagi
menjadi lobus korteks cerebral.
f. Amygdala : terlibat dalam respons emosional, sekresi hormon, dan
memori.
g. Cingulate Gyrus : sensor tentang emosi dan pengaturan perilaku agresif.

8
h. Fornix : pita melengkung dari serabut saraf yang menghubungkan
hippocampus dengan hippothalamus.
i. Hippocampus : mengirim memori ke bagian yang tepat dari belahan otak
untuk penyimpanan jangka panjang dan memanggil kembali ketika
diperlukan.
j. Hypothalamus : mempunyai banyak fungsi penting seperti pengaturan
suhu tubuh, rasa lapar, dan homeostasis.
k. Olfactory Cortex : menerima informasi sensorik dari bulbus olfaktorius
dan terlibat dalam identifikasi bau.
l. Thalamus – substansi sel kelabu yang menyampaikan sinyal sensoris ke
dan dari sumsum tulang belakang dan otak besar.
m. Medulla oblongata : Membantu untuk mengontrol fungsi otonom.
n. Bulbus olfaktorius : Terlibat dalam indera penciuman
o. Kelenjar pineal : Kelenjar endokrin yang berguna dalam keseimbangan
biologis. Mengeluarkan hormon melatonin
p. Kelenjar pituitari : Kelenjar endokrin yang terlibat dalam homeostasis.
Mengatur kelenjar endokrin lainnya
q. Pons : Menyampaikan informasi sensorik antara otak besar dan otak kecil
r. Formasi retikular : Serabut saraf yang terletak di dalam brainstem.
Mengatur kesadaran dan tidur
s. Substantia Nigra : Membantu untuk mengontrol gerakan sadar dan
pengaturan suasana hati
t. Sistem ventrikel : Menghubungkan sistem internal rongga otak, berisi
cairan cerebrospinal:
u. Aqueductus Sylvius
 Kanal antara ventrikel III dan ventrikel IV
 Plexus choroideus - menghasilkan cairan cerebrospinal
Ventrikel IV - kanal yang melalui pons, medula oblongata, dan
cerebellum
 Ventrikel lateral – ventrikel terbesar dan berlokasi di kedua
Ventrikel III - menyediakan jalur untuk aliran cairan cerebrospinal

9
C. Perbedaan hemisphere kanan dan kiri

Fungsi dalam sistem saraf :


1. Hemisfer kanan
a. Mengontrol anggota gerak pada sisi kiri tubuh
b. Mempersepsikan jarak, kedalaman, perkiraan, dan posisi.
c. Bila terjadi gangguan pada hemisfer kanan misalnya pada pasien
stroke bisa menyebabkan :
1) Penurunan kesadaran
2) Penurunan aktivitas sehari-hari karena fungsi motorik terganggu
3) Afascia wernick
d. Perkembangan hasil rehabilitasi dalam fungsi bicara akan baik, namun
untuk fungsi motoriknya tidak sebaik fungsi bicara.
2. Hemisfer kiri
a. Mengontrol anggota gerak pada sisi kanan tubuh
b. Mengatur fungsi bicara dan bahasa
c. Bila terjadi gangguan pada hemisfer kiri misalnya pada pasien stroke
bisa menyebabkan :
1) Gangguan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori
verbal, dan motorik terampil

10
2) Afascia global
d. Perkembangan hasil rehabilitasi medik dalam fungsi motorik akan
lebih baik, namun fungsi kognitifnya tidak sebaik fungsi motorik
D. Fungsi nervus kranialis dan cara periksa
Berikut ini adalah fungsi dan cara pemeriksaan syaraf cranial
(Muttaqin, 2008) :
Syaraf Kranial Fungsi Cara pemeriksaan
menggunakan bahan yang tidak
merangsang, seperti kopi,
tembakau, atau parfum.
nervus olfaktorius syaraf penghidu bahan-bahan tersebut ditaruh di
salah satu hidung pasien secara
bergantian, pasien harus menutup
kedua matanya.
tes ketajaman penglihatan
menggunakan kartu snellen
syaraf untuk
tes konfrontasi menggunakan jari
membedakan warna
nervus optikus tangan sebagai objek yang harus
dan ketajaman
dilihat
penglihatan
pemeriksaan fundus dengan
oftalmoskop
nervus
pemeriksaan fungsi dan reaksi
okulomotorius mengatur otot
pupil
nervus troklearis ekstraokuler
pemeriksaan gerak bola mata
nervus abdusens
pemeriksaan reflek trigeminal :
pasien diminta untuk
refleks masseter dan
mengeluarkan suara ‘aaaaaa’
refleks rahang bawah
nervus trigeminus reflek kornea : menggunakan
reflek mengedip
kapas kecil untuk didekatkan ke
bagian lateral mata, normal jika
pasien mengedipkan mata

11
persepsi pengecapan
lidah anterior
inspeksi asimetri di wajah
otot ekspresi wajah
nervus fasialis tes kekuatan otot wajah
untuk tersenyum,
mengerutkan dahi, dan
menyeringai
inspeksi meatus akustikus
eksternus
memasukkan satu jari tangan ke
nervus syaraf pendengaran dalam telinga, lalu membisikkan
vestibulokoklearis syaraf keseimbangan sebuah angka
pemeriksaan fungsi vestibular
tes Romberg

rangsangan
pengecapan lidah
tes dengan mencoba menelan
posterior
nervus glossofaring makanan
mengatur sensasi
nervus vagus dengan mata tertutup, pasien
faring
diberi gula atau garam
berguna untuk
menelan
member kekuatan diberikan tahanan di bahu dan
nervus asesorius pada otot leher dan pasien diminta untuk
bahu menggerakkan bahunya
pasien diminta menjulurkan
nervus hipoglossus mengatur otot lidah
lidah, lalu dievaluasi

12
E. Jaras piramidalis

Traktus/jaras ini berasal dari korteks motorik dan berjalna melalui


substansia alba serebri (korona radita), krus posterius kapsula interna
(serabut terletak sangat berdekatan di sini), bagian sentral pedunkulus
serebri (krus serebri), pons, dan basal medulla (bagian anterior), tempat
traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut pyramid.
Pyramid medulla (terdapat satu pada masing-masing sisi)
memberikan nama pada traktus tersebut. Pda bagian ujung bawah medulla,
80-85% serabut pyramidal menyilang ke sisi lain di dekusasio piramidum.
Serabut yang tidak menyilang disini berjalan menuruni medulla spinalis di
fenukulus anterior ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis anterior;
serabut ini menyilang lebih ke bawah (biasanya setingkat segmen yang
dipersarafinya) melalui komisura anterior medulla spinalis.
Pada tingkat servikal dan torakal, kemungkinan juga terdapat
beberapa serabut yang tetap tidak menyilang dan mempersarafi neuron
motorik ipsilateral di kornu anterius, sehingga oto-otot leher dan badan
mendapatkan persarafan kortikal bilateral (Baehr & Frotscher, 2014).
Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio
piramidum, kemudian menuruni medulla spinalis di fenikulus lateralis
kontralateral sebagai traktus kortikospinalis lateralis. Traktus ini mengecil

13
pada area potong lintangnya ketika berjalan turun ke bawah medulla
spinalis, karena beberapa serabutnya berakhir di masing-masing semen di
sepanjang perjalanannya.
Sekitar 90% dari semua serabut traktus piramidalis berakhir
membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudian menghantarkan
impuls motorik ke neuron motor α yang besar di kornu anterius, serta ke
neuron motorik γ yang lebih kecil (Baehr & Frotscher, 2014).

F. Pemeriksaan neurologis ( brudzinski’s sign, pemeriksaan


motoric,kaku kuduk)
a. Pemeriksaan fungsi sensorik
Beberapa hal yang harus dipahami dalam melakukan pemeriksaan fungsi
sensorik, antara lain (juwono, 1996) :
a. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh
dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan
perhatian serta memperlambat waktu reaksi.
b. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita,
karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja
sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan
demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada
penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.
c. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan
pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang,
misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan
sikap tubuh.
d. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga
meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian
harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.
e. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap
individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam
situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.

14
f. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan
dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan
pemeriksaan.
g. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa),
menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa
menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.
Pemeriksaan fungsi sensorik antara lain meliputi (juwono, 1996) :
a. Pemeriksaan modalitas primer
Pemeriksaan modalitas primer dari sensasi somatik (seperti
rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu sebelum
memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal. Pemeriksaan
modalitas primer terdiri dari :
1) Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas
gangguan sensorik. Alat yang digunakan adalah jarum berujung
tajam dan tumpul. Cara pemeriksaan:
a) Mata penderita ditutup
b) Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
c) Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan
sampai menimbulkan perlukaan.
d) Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung
runcing dan ujung tumpul secara bergantian. Penderita diminta
menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Penderita
jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini
runcing?
e) Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang
kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan
dengan kiri)
f) Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan
intensitas ketajaman rangsang di derah yang berlainan.
g) Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi
maka rangsangan dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal.

15
2) Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo achilles, fascia
antara jari tangan iv dan v atau testis.
3) Pemeriksaan sensasi taktil/raba
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-
lain. Cara pemeriksaan :
a) Mata penderita ditutup
b) Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.
c) Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan
tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanan dapat ditambah
sedikit bila memeriksa telapak tangan atau telapak kaki yang
kulitnya lebih tebal.
d) Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah
yang normal. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah
normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah
volar kanan dengan kiri).
e) Penderita diminta untuk mengatakan “ya” atau “tidak” apabila
merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk
menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
4) Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256
hz. Cara pemeriksaan:
a) Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda
padat/keras.
b) Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan
tulang yang menonjol seperti ibu jari kaki, pergelangan tangan,
maleolus lateralis/medialis, procc. Spinosus vertebrae, siku,
bagian lateral clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi jari dan
lainnya.
c) Bandingkan antara kanan dan kiri.
d) Catat intensitas dan lamanya vibrasi.

16
e) Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian
dipindahkan pada bagian tubuh yang sama pada pemeriksa.
Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar
penderita sudah menurun.
5) Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan
dan pengenalan terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas
gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah
mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk
menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat
khusus. Cara pemeriksaan:
a) Mata penderita ditutup.
b) Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita
menghadap ke atas.
c) Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada
kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik maka
lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.
6) Pemeriksaan sensasi suhu
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10ºc untuk
sensasi dingin dan air 40-45ºc untuk sensasi panas. Cara
pemeriksaan:
a) Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita
ditutup.
b) Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri
pemeriksa.
c) Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta
menyatakan apakah terasa dingin atau panas.
b. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi)
harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran, kadang-kadang
ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak

17
ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis)
(Lumbangtombing, 2006).
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:
1) Gangguan two point tactile discrimination
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua
titik di anggota gerak secara serempak, bisa memakai jangka atau
calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak atas
biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa
membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua
rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan
dua rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang
diperiksa, yang penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh.
2) Gangguan graphesthesia
pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis
beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit
penderita. Pasien diminta mengenal angka yang digoreskan pada
bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar
tulisan tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan
adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri.
3) Gangguan stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta
mengenal sebuah benda berbentuk yang ditempatkan pada masing-
masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya.
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai
tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi
proprioseptik harus baik.
4) Gangguan topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada
bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik.
5) Gangguan barognosis = abarognosis

18
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk
dan besar bendanya kurang lebih sama tetapi beratnta berbeda.
Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik.
6) Sindroma anton-babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran
terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat,
pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya
bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh
tersebut.
7) Sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari.
Cara pemeriksaan adalah dengan merangsang secara serentak pada
kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya
setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba
punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat
yang diraba. Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi
tubuh yang berlawanan dan ulangi perintah yang sama. Setelah itu
dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan
yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen maka
pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang
sehat saja.
c. Pemeriksaan sensorik khusus
1) Tinel’s sign
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma
carpal-tunnel. Tepukan ujung jari pada saraf medianus di tengah-
tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi (rasa
paresthesi dan nyeri yang menjalar mulai dari tempat rangsang ke
jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik).
2) Perspiration test
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung
yang diberi yosium, sehingga memberikan warna biru. Cara
pemeriksaan:

19
a) Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung
yang mengandung yodium.
b) Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup
supaya cepat berkeringat (bila perlu diberi obat antipiretik).
c) Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang
tetap putih (tidak ada produksi keringat).
Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus
paraplegia untuk menentukan batas lesinya.
G. Macam-macam paresis, paralisis, parestese (baal)
Paresis : kekuatan otot yang berkurang (Mardjono, 2010).
1. Hemiparesis : kekuatan otot berkurang pada sebagian tubuh
2. Paraparesis : kekuatan otot yang berkurang pada kedua anggota gerak
inferior
3. Tetraparesis : kekuatan otot berkurang pada keempat anggota gerak
Paralisis: kekuatan otot yang hilang.
1. Monoplegia : kekuatan otot yang hilang pada satu anggota tubuh
2. Monoparesis : kekuatan otot berkurang pada satu anggota tubuh
3. Paraplegia : kekuatan otot yang hilang pada kedua anggota gerak
inferior
4. Tetraplegia : kekuatan otot hilang pada keempat anggota gerak
5. Hemiplegia : kekuatan otot yang hilang sama sekali pada seluruh
tubuh
H. Definisi dan insidensi stroke
Definisi menurut WHO: stroke adalah terjadinya gangguan
fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang
berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak.
I. Faktor risiko stroke
1. Faktor Risiko Terjadinya Stroke
Faktor risiko terjadinya stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
b. Jenis kelamin

20
c. Ras
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat stroke/ TIA
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
b. Kolesterol
c. Merokok
d. Diabetes
e. Penyakit Jantung
f. Obesitas
g. Konsumsi alkohol
h. Stres
J. Tanda dan gejala stroke

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan
gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)


2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk
kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (Computer Tomografy Scan – CT
Scan). Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trobosis, emboli
serebral, dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid

21
dan perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat, beberapa
kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetik Resonance I maging (MRI). MMenunjukan daerah
infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Dopler ( USG dopler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah system arteri karotis [aliran darah atau timbulnya
plak]) dan arteriosklerosis.
5. Elektroensepalogram(Electroensephalogram-EEG).
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada trobosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pad perdarahan subarachnoid.
Pemeriksaan lab : Darah rutin, Gula darah, Urin rutin, Cairan
serebrospinal, Analisa gas darah (AGD), Biokimia darah, Elektrolit
K. Etiologi stroke

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting


adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi,
penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau
penyakit vascular perifer.

L. Klasifikasi stroke
o Stroke Iskhemik
Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan
pada arteri sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada
jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. Sekitar
87 % kasus stroke disebabkan kerena adanya sumbatan yang
berupa thrombus atau embolus. Trombus adalah
gumpalan/sumbatan yang berasal dari pembuluh darah otak.

22
Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain,
misalnya jantung atau arteri besar lainnya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang
irreguler (atrial fibrillation) yang merupakan tanda adanya
sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya
penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan
meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.
o Stroke Hemoragi
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh
darah yang rapuh diotak. Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat
menyebabkan stroke hemoragi, yaitu ; aneurysms dan
arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah
pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga
data pecah. Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah
yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.

23
M. Patofisiologi stroke

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut


fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.
Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak
atau pecahnya pembuluh darah otak
. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat
makanan menjadi terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal
tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah
atau dislipidemia.
Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis
dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya
thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan
intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002).
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi

24
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan
merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke
ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan darah
yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi
penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak
dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga (Erkinjuntii, 2007)
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
berhubungan langsung dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak
dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa
menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul antara
lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku,
muntah penurunan kesadaran dan kejang.
Sembilan puluh persen menunjukan adanya darah dalam cairan
serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu
1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon
atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang
vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata
sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja
sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare, 2002).

N. Diagnosis etiologi, banding, dan topis stroke


Diagnosis Klinis I
- Hemiparesis sinistra
- Parese N. VII kiri tipe sentral
- Parese N. XII kiri tipe sentral
Diagnosis Klinis II
- Hipertensi

25
- Hiperkoleterolemia
Diagnosis Topis
- Kapsula interna dekstra

Diagnosis Banding
1) Stroke hemorrhagi
Definisi stroke hemoragik adalah stroke akibat perdarahan,
pecah atau robeknya pembuluh darah. Terdapat beberapa jenis
stroke hemorrhagi, antara lain:
a) Perdarahan intraserebral ( PIS)
Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan
intraparenkim atau hematoma intrakranial yang bukan
disebabkan oleh trauma. Stroke jenis ini terjadi karena pecahnya
arteri otak. Hal ini menyebabkan darah bocor ke otak dan
menekan bangunan-bangunan di otak. Peningkatan tekanan
secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan sel-sel otak di sekitar
genangan darah. Jika jumlah darah yang bocor meningkat
dengan cepat, maka tekanan otak meningkat drastis. Hal ini
menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Penyebab perdarahan intraserebral yang paling sering
adalah hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan
degeneratif yang disebabkan oleh penyakit ini biasanya dapat
menyebabkan ruptur pembuluh darah (Bruno,2000).
b) Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di
luar otak mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan
subarachoid. Hal ini menyebabkan daerah di antara tulang
tengkorak dan otak dengan cepat terisi darah. Seorang dengan
perdarahan dapat mengalami nyeri kepala yang muncul secara
tiba-tiba dan berat, sakit pada leher, serta mual dan muntah.
Peningkatan tekanan yang mendadak di luar otak dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dengan cepat bahkan
kematian (Bruno,2000).

26
2) Stroke non hemorrhagi
Definisi stroke non hemoragik adalah tanda klinis disfungsi
atau kerusakan jaringan otak karena berkurangnya aliran darah
diotak, sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen
jaringan otak.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
(Cohen,2000) :
a) Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau
ateroma atau tersumbat oleh trombus/ embolus.
b) Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat, hematokrit
yang meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak
lebih lambat; anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak
menurun.
c) Tekanan darah yang sistemik memegang tekanan perfusi otak.
Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik dari pembuluh
darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi.
d) Kelainan jantung; menyebabkan menurunnya curah jantung
antara lain fibrilasi dan lepasnya embolus menimbulkan iskemia
di otak.
Berdasarkan gejala klinis yang tampak stroke non hemoragik terbagi
menjadi:
a) Transient ischemic attack (TIA)
Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari
24 jam, dapat hanya beberapa menit saja. Terjadi perbaikan
yang reversibel dan penderita pulih seperti semula dalam waktu
kurang dari 24 jam. Etiologi tia adalah emboli atau trombosis
dan plak pada arteria karotis interna dan arteria vertebrabasalis
(cohen,2000).
b) Gejala tia karena gangguan sistem karotis

27
Gangguan atau hilangnya penglihatan pada satu mata tanpa
rasa nyeri.kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai atau
keduanya sisi yang sama. Defisit motorik atau sensorik dari
wajah saja, wajah dan lengan atau tungkai unilateral. Kesulitan
bicara atau mengerti bahasa (afasia) (Cohen, 2000).
9. TIA sistem vertebrobasilaris
Vertigo terutama disertai disfagi, diplopi atau disartri. Mendadadak
ingin jatuh/ stabil (drop attack), hemianopsia homonym, gangguan
visual, motorik atau sensorik satu sisi yang menjalar ke sisi lain (Cohen,
2000).
a) Stroke in evolution (SIE)
Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat(Cohen,
2000).
b) Reversibel ischemic neurology deficit (Rind)
Gejala yang muncul bertahap, akan hilang dalam waktu lebih dari
24 jam tetapi tidak lebih dari 3 minggu, tetapi pasien dapat mengalami
pemulihan sempurna (Cohen, 2000).
c) Complete stroke ischemic
Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap (Cohen, 2000).
1) Migrain
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah
nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri
biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai
berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah,
fotofobia dan fonofobia.
O. Pemeriksaan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis stroke
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya
dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh
darah otak tertentu.
1. Anamnesis:

28
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat
aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak,
kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan
informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor
resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi
dalam darah, dan obesitas.
2. Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
3. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada
defisit neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan
TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.
4. Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin, skor Gajah Mada, Skor Siriraj

29
P. Skoring penilaian jenis stroke

30
Q. Penanganan dan pencegahan stroke
Penanganan penderita stroke diberikan oksigen dan infus u/
memasukan cairan dan zat makanan. Pada penderita stroke in evolution
diberikan antikoagulan contoh heparin, ttp obat ini tdk diberikan jika telah
terjadi completed stroke, Penderita mungkin memerlukn respirator untuk
alat bantu nafas dan stroke biasanya tdk sendiri, bila ada kelainanan misl
ggl jantung, irama jntg tdk teratur, TD tinggi (Biller, 2009).
Pencegahan stroke diikuti tiga cara utama, yaitu kontrol faktor
resiko, terpai farmakologi, dan intervensi bedah. Pengetahuan dan
mengendalikan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah hal utama
dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. Faktor resiko yang dapat
dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus, merokok,
hiperlipidemia, konsumsi alkohol yang berlebihan, obesitas, dan aktivitas
fisik. Faktor resiko lain termasuk umur dan jenis kelamin, penyakit
jantung, riwayat stroke terdahulu (Biller, 2009).
R. Penatalaksanaan farmako non farmako
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah
trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah
(termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan
lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental

31
kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang (PERDOSSI, 2007).
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang
dapat dilakukan keluarga (PERDOSSI, 2007).
Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan
khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian
pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder (PERDOSSI, 2007).
Terapi fase subakut:
• Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

• Penatalaksanaan komplikasi,

• Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,


terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

• Prevensi sekunder

• Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Farmakologi
Menurut Fagan (2008), penatalaksanaan frmakologi yang perlu
diberikan kepada pasien stroke yaitu:
• Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

• Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit. Jika


perlu, dilakukan intubasi.

• Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik.

32
• Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik.

• Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama.

• Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.

• Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan


sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.

• Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit,


maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin)

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia)
(Alawneh, 2008).

Non Farmakologi
Menurut Permenkes (2014), penatalaksanaan non farmakologi
untuk pasien stroke yaitu:
Rencana Tindak Lanjut

a. Memodifikasi gaya hidup sehat

1. Memberi nasehat untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan


perokok

33
2. Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol

3. Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes

4. Melakukan aktivitas fisik sedang 1-3 kali perminggu pada pasien stroke
iskemik.

b. Mengontrol faktor risiko

1. Tekanan darah

2. Gula darah pada pasien DM

3. Kolesterol

4. Trigliserida

5. Jantung

c. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat antiplatelet: asetosal,


klopidogrel

Konseling dan Edukasi


a. Mengedukasi keluarga agar membantu pasien untuk tidak terjadinya
serangan kedua.

b. Jika terjadi serangan berikutnya segera mendatangi pelayanan primer.

c. Mengawasi agar pasien teratur minum obat.

d. Membantu pasien menghindari faktor risiko.

Kriteria Rujukan
Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis dan diberikan
penanganan awal selanjutnya dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf (Permenkes, 2014).
S. Komplikasi stroke
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari stroke (Satyanegara, 2010) :
Edema serebri. Defisit neurologis cenderung
memberat, dapat mengakibatkan peningkatan
intracranial, herniasi, dan akhirnya
Tahap dini (0-48 jam pertama)
menimbulkan kematian
Infark miokard. Penyebab kematian mendadak
pada stroke stadium awal
Jangka pendek (1-14 hari Pneumonia akibat imobilisasi lama

34
pertama) Infark miokard
Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca
stroke, seringkali terjadi pada saat penderita
mulai mobilisasi
Stroke rekuren, dapat terjadi setiap saat
Stroke rekuren
Jangka panjang (>14 hari) Infark miokard
Gangguan vaskuler lain

T. Rehabilitasi stroke
Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
a. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi
fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah
keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang
dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas gerak sendi,
stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan
masalah emosional.
b. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-
hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah
stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik,
biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita
dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah
stroke. Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2
kebawah)
b) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
d) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

35
e) Latihan fasilitasi / redukasi otot
f) Latihan mobilisasi.

2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)


Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian
dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas
yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan,
AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat
yang disesuaikan.
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan
komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
c) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
d) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti
dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering
digunakan antara lain: arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee
back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee
ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-
fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara
lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang

36
telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai
untuk dapat menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara
keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi
dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.
U. Prognosis stroke
Indikator prognosis adalah berdasarkan tipe dan luasnya
serangan, umur saat onset, dan tingkat kesadaran. Jika pasien
mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan,
33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan

Pada skenario kasus tersebut, pasien yang mengalami stroke


non-hemorargik tersebut dibawa ke RS kurang dari 3 jam setelah
keluhan utama muncul, sehingga prognosis untuk pasien ini adalah
bonam.

V. Dampak stroke terhadap kehidupan pasien


Dampak sosial ekonomi stroke :
1. Penurunan aktivitas kerja
2. Perekonomian keluarga berkurang
3. Sosialisasi di lingkungan masyarakat berkurang
4. kehilangan pekerjaa

37
BAB III
KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien pada kasus ini adalah stroke non hemoragik
2. Berdasarkan etiologinya stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik
dan nono hemoragik
3. Etiologi stroke non hemoragik adalah atherosclerosis, embolisasi,
dan penurunan tekanan darah sistemik, sedangkan etiologi stroke
hemoragik adalah pecahnya arteri, pecahnya aneurisma dan AVM
4. Fator resiko penyakit stroke ada dua macam, yaitufaktor resiko yang
dapat dimodifikasi (riwayat stroke, hipertensi, DM, obesitas, dan
merokok), dan factor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis
kelamin, ras dan factor keturunan).

38

You might also like