You are on page 1of 9

Journal of Health Studies, Vo. 1, No.

1, Maret 2017: 40-48

SURGICAL CHEKLIST SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN


PATIENT SAFETY
Nurisda Eva Irmawati, Anggorowati
Universitas Diponegoro
E-mail: nurisdaeva@gmail.com

Abstract: The purpose of this research is to study Literature review to


determine whether the Surgical Safety Checklist can improve patient
safety in the hospital in collaboration with other health team. This
research method is the publication of the article searches on Google
Scholar, PubMed, Ebscho with selected keywords ie Surgical Safety
Checkliat, collaboration, Patient Safety. The search was performed by
limiting the issue of 2006-2015. Results of literature search showed
that the IPE can effectively build the ability of nurses to collaborate
with other health professionals. IPE expected implementation can be
implemented on an ongoing basis with the preparation over the
maximum again, considering the health institution is a major provider
of professional health personnel candidates.

Keywords: surgical safety checklist, collaboration, patient safety

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari Literature review


ini untuk mengetahui apakah Surgical Safety Checklist dapat
meningkatkan patient safety di Rumah Sakit dalam berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain. Metode penelitian ini adalah penelusuran
artikel publikasi pada Google Scholar, PubMed, Ebscho dengan kata
kunci yang dipilih yaitu Surgical Safety Checkliat, collaboration,
Patient Safety. Penelusuran dilakukan dengan membatasi terbitan dari
tahun 2006-2015. Hasil penelusuran literatur menunjukkan bahwa IPE
secara efektif dapat membangun kemampuan perawat dalam
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Diharapkan pelaksanaan
IPE dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan persiapan yang
lebih maksimal lagi, mengingat institusi kesehatan merupakan
penyedia utama calon tenaga kesehatan professional.

Kata Kunci : surgical safety checklist, collaboration, patient safety

Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......40


Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

PENDAHULUAN terjadinya kecelakaan sangat tinggi,


Sesuai tuntutan masyarakat, jika dalam pelaksanaannya tidak
untuk mendapatkan kepercayaan dan mengikuti standar prosedur operasional
kepuasan masyarakat terkait pelayanan yang sudah ditetapkan. Tim kamar
asuhan. Pemerintah mewajibkan bedah tentu tidak bermaksud
program keselamatan pasien sebagai menyebabkan cedera pasien, tetapi
salah satu syarat yang harus diterapkan fakta menyebutkan bahwa ada pasien
di semua rumah sakit dan akan yang mengalami KTD (kejadian tidak
dievaluasi melalui akreditasi oleh di harapkan), KNC (kejadian nyaris
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. cedera), ataupun kejadian sentinel yaitu
Maksud dari program tersebut adalah KTD yang menyebabkan kematian atau
mendorong perbaikan spesifik dalam cedera serius (Depkes,2008), saat
keselamatan pasien, yang menyoroti dilakukan tindakan pembedahan. Oleh
bagian-bagian yang bermasalah dalam sebab itu diperlukan program untuk
pelayanan kesehatan dan mencari lebih memperbaiki proses pelayanan,
solusi yang berbasis bukti atas karena sebagian KTD merupakan
permasalahan-permasalahan yang kesalahan dalam proses pelayanan
terjadi pada komunikasi perawat yang sebetulnya dapat dicegah melalui
dengan pasien, keluarga, dan tim program keselamatan pasien.
kesehatan lainnya bertujuan untuk Bidang pelayanan bedah
memberikan, mengkoordinasikan dan merupakan bagian yang sering
mengitegrasikan pelayanan. menimbulkan kejadian tidak
Kerja sama yang efektif dalam diharapkan, baik Cidera medis maupun
tim dan perbaikan sistem organisasi komplikasi akibat pembedahan.
memegang peranan yang utama dalam Penelitian di Utah Colorado Medical
pemberian pelayanan berpusat pada Practise Study melaporkan angka
pasien, lebih aman, efektif dan efisien. insidensi kejadian tidak diharapkan per
Kolaborasi akan berjalan dengan baik tahun dari pasien yang mengalami
jika setiap anggota tim saling pembedahan sebesar 3% dan separuh
memahami peran dan tanggung jawab dari kasus tersebut dapat dicegah. Pada
masing-masing profesi, memiliki Januari 2007, WHO melalui World
tujuan yang sama, mengakui keahlian Alliance for Patient Safety membuat
masing-masing profesi, saling bertukar draft dengan tema “Safe Surgery Saves
informasi dengan terbuka, memiliki Lives”. WHO telah membuat Surgical
kemampuan untuk mengelola dan Safety Checklist (selanjutnya disingkat
melaksanakan tugas baik secara SSC) sebagai tool/alat yang digunakan
individu maupun bersama kelompok oleh para klinisi di kamar bedah untuk
dalam tim.Tim akan berjalan dengan meningkatkan keamanan operasi,
baik ketika setiap anggota tim mengurangi kematian dan komplikasi
berkontribusi sesuai dengan peran, akibat pembedahan (WHO, 2009). SSC
keahlian, kompetensi dan wewenang ini sudah diujicobakan di 8 negara dan
mereka masing-masing. memberikan manfaat dengan
Tindakan pembedahan wajib mengurangi komplikasi dan kematian
memperhatikan keselamatan pasien, post operasi lebih dari sepertiga
kesiapan pasien, dan prosedur yang (Haynes et al., 2009) sehingga pada 14
akan dilakukan, karena resiko
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......41
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

Januari 2009 WHO menganjurkan agar hubungan kemitraan yang bergantung


SSC digunakan di seluruh dunia. satu sama lain dan memerlukan
Program Keselamatan Pasien perawat, dokter dengan profesi lain
surgery saves lifes sebagai bagian dari untuk melengkapi satu sama lain ahli-
upaya WHO untuk mengurangi jumlah ahli berperan secara hirarki (Kemenkes
kematian bedah di seluruh dunia. RI, 2012). Kolaborasi baru bisa terjadi
Tujuan dari program ini adalah untuk dengan efektif apabila semua
memanfaatkan komitmen dan profesional memiliki kompetensi
kemauan klinis untuk mengatasi isu-isu interprofesional kolaboratif. Data
keselamatan yang penting, termasuk penelitian menunjukkan bahwa
praktek-praktek keselamatan anestesi beberapa elemen penting kolaborasi
yang tidak memadai, mencegah infeksi dalam pelaksanaan kolaborasi
bedah dan komunikasi yang buruk di interprofesi yang meliputi komunikasi,
antara anggota tim. Untuk membantu koordinasi, tanggungjawab dan mutual
tim bedah dalam mengurangi jumlah trust (Fatalina, Sunartini, Widyandana,
kejadian ini, WHO menghasilkan & Sedyowinarso, 2015). Kolaborasi
rancangan berupa checklist adalah suatu hubungan yang kolegial
keselamatan pasien di kamar bedah dengan pemberi perawatan kesehatan
sebagai media informasi yang dapat lain dalam pemberian perawatan
membina komunikasi yang lebih baik pasien.
dan kerjasama antara disiplin klinis. Praktik kolaboratif membutuh-
Literature review ini bertujuan kan atau dapat mencakup diskusi
untuk mengetahui apakah Surgical diagnosis pasien dan kerjasama dalam
safety checklist menjadi media efektif penatalaksanaan dan pemberian
dalam kolaborasi interprofesi dalam perawatan. Elemen kolaborasi ini
memberikan asuhan pelayanan sangat penting, tetapi dalam
perioperatif. penerapannya masih mengalami
banyak hambatan, antara lain masih
METODE PENELITIAN minimnya komunikasi yang terjalin
Meode berupa literature diantara anggota profesi. Hal ini
review dengan batasan kriteria Inklusi dikarenakan adanya egosentris dari
sebagai berikut berikut: (1) surgical salah satu profesi tentu serta
safety checklist, (2) suatu media munculnya stereotyping antar profesi.
intervensi dalam mendukung pelayanan Cross-Sudworth mengungkapkan
perioperatif (3) penilaian atau evaluasi bahwa komunikasi adalah salah satu
efektivitas SSC dalam melaksanakan aspek terpenting dalam kolaborasi
kolaborasi. Penelitian yang diterbitkan interprofesi (Fatalina et al., 2015).
dalam jurnal peer-review antara 2010- Tanpa komunikasi yang efektif maka
2015. dapat berdampak pada mutu pelayanan
yang menjadi outcome penting dari
HASIL DAN PEMBAHASAN keberhasilan interprofesiaonal.
Komunikasi interprofesi yang
Komunikasi Merupakan Aspek sehat menimbulkan terjadinya
Penting Kolaborasi pemecahan masalah, berbagai ide, dan
Baily & Synder, (1995) pengambilan keputusan bersama.
menyatakan kolaborasi sebagai O‟Daniel and Rosenstein (2008)
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......42
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

komunikasi tidak efektif terjadi di komunikasi yang baik dengan klien,


antara profesi kesehatan, keselamatan sejawat dan rekan kerja (Potter &
pasien menjadi taruhannya. Beberapa Perry, 2009). Hambatan lain dalam
alasan yang dapat terjadi yaitu berkomuniksi dengan tim kesehatan
kurangnya informasi yang kritis, salah lain adalah menjadi emosional daripada
mempersepsikan informasi, ataupun berfokus pada masalah, menyalahkan
perintah yang tidak jelas melalui lisan, orang lain, tertutup dan tidak
dan melewatkan perubahan status atau menghargai serta memahami perspektif
informasi menjadi masalah utama dan orang lain (Arnold & Boggs, 2007).
masalah etik dalam perjalanan asuhan Keberhasilan dari komunikasi
(CHFC-IPE, 2014). Sehingga yang efektif antara tim kesehatan
komunikasi kecuali dari verbal maka bergantung pada hubungan baik di
lebih efektif disertai dengan antara tenaga kesehatan. Keberhasilan
komunikasi verbal. kerja kelompok bergantung pada
Hambatan ataupun masalah yang hubungan baik di antara anggota tim,
akan terjadi apabila komunikasi antar terutama antara pemimpin tim dengan
profesi kesehatan tidak berjalan efektif anggota tim lainnya. Pemimpin tim
maka akan memicu medication error memiliki fungsi yaitu, mendorong
atau kesalahan penanganan medis yang terjadinya komunikasi, mengamati
merugikan pasien. Hal yang tidak proses komunikasi yang terjalin, serta
diinginkan ini akan memicu naiknya memberi perhatian kepada semua
angka keselamatan pasien tinggi. anggota agar komunikasi berjalan
Sehingga menjadi menurunkan dengan efektif.
kepercayaan pelanggan. Salah satu Komunikasi interprofesi merupa-
pemicunya, beberapa profesi kesehatan kan faktor yang sangat berpengaruh
seringkali merasa lebih superior dalam meningkatkan keselamatan
dibanding profesi lainnya, sehingga pasien, karena melalui komunikasi
seluruh profesi kesehatan seharusnya interprofesi yang berjalan efektif, akan
bisa menyatukan visi misi dan menghindarkan tim tenaga kesehatan
memiliki kerja tim yang baik, sehingga dari kesalahpahaman yang dapat
keselamatan pasien pun terjaga. menyebabkan medical error (Berridge,
Keselamatan pasien merupakan Mackintosh, & Freeth, 2010). Melalui
proritas semua praktisi kesehatan. kolaborasi dalam tim, pengetahuan dan
Didalam lingkungan kerja, perawat skill atau keahlian dari dokter dan
dan tim kesehatan membutuhkan perawat akan saling melengkapi.
interaksi sosial dan terapeutik untuk Pasien akan mendapat keuntungan dari
membangun kepercayaan dan koordinasi yang lebih baik melalui
meperkuat hubungan. Semua orang kolaborasi interprofesi. Kerja sama tim
memilki kebutuhan interpribadi akan dalam kolaborasi adalah proses yang
penerimaan, keterlibatan, identitas, dinamis yang melibatkan dua atau lebih
privasi, kekuatan dan kontrol, serta profesi kesehatan yang masing-masing
perhatian. Perawat membutuhkan memiliki pengetahuan dan keahlian
persahabatan, dukungan, bimbingan, yang berbeda, membuat penilaian dan
dan dorongan dari pihak lain untuk perencanaan bersama, serta
mengatasi tekanan akibat stress mengevaluasi bersama perawatan yang
pekerjaan dan harus dapat menerapkan diberikan kepada pasien. Hal tersebut
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......43
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

dapat dicapai melalui kolaborasi yang tersebut menarik minat peneliti


independen, komunikasi yang terbuka, sehingga penelitian ini dilakukan yang
dan berbagi dalam pengambilan menunjukkan hasil bahwa kolaborasi di
keputusan (Xyrinchis & Ream 2008; rumah sakit di Yunani sebagai tempat
WHO, 2010). penelitian sangat tidak efektif dimana
Kerja sama interprofesi dokter- dokter melihat kolaborasi sebagai
perawat yang efektif memerlukan kegiatan yang melibatkan antar profesi
adanya pemahaman yang benar tentang bukan interprofesional.
kolaborasi interprofesi dan penguasaan
kompetensi inti praktik kolaborasi Surgical Safety Checklist
interprofesi (Core competencies for Sesuai dengan program
interprofessional collaborative manajemen komunikasi dan informasi
practice) yang ditetapkan oleh (MKI) dari penilaian akreditasi rumah
international education collaborative sakit. Maka rumah sakit akan
expert panel pada tahun 2011. mengidentifikasi kebutuhan informasi,
Kompetensi inti praktik kolaborasi merancang suatu system manajemen
interprofesi meliputi etika praktek informasi, mendefinisikan, mendapat
interprofesi, peran dan tanggung jawab, data dan informasi, menganalisis data
komunikasi interprofesi, serta kerja dan mengubahnya menjadi informasi,
sama tim. mengirim serta melaporkan data
Menurut Way et al., 2000 terdapat informasi, dan mengitegrasikan dan
tujuh elemen kunci untuk mencapai menggunakan informasi (Kars ,2011).
kolaborasi yang efektif antara lain: Program sasaran keselamatan
komunikasi, saling menghormati dan pasien wajib di komunikasikan dan
mempercayai, otonomi, kooperasi, diinformasikan untuk tercapainya hal-
akuntabilitas, koordinasi, dan hal sebagai berikut: 1) ketepatan
asertifitas. identifikasi pasien, 2) peningkatan
Penelitian yang dilakukan pada komunikasi yang efektif, 3)
kolaborasi interprofessional pada peningkatan keamanan obat yang perlu
perawat di Yunani, menunjukkan hasil diwaspadai, 4) kepastian tepat lokasi,
bahwa pentingnya dilakukan tepat prosedur, tepat pasien operasi, 5)
kolaborasi. Fenomena yang dipaparkan pengurangan risiko infeksi terkait
pada penelitian ini dimana perawat pelayanan kesehatan, 6) pengurangan
mengalami ketegangan antara dokter risiko pasien jatuh (Kars, 2011, JCI,
dan perawat yang merupakan faktor 2010).
yang signifikan stress perawat ditempat Kesalahan yang terjadi di
kerja. Lingkungan yang tegang dan kamar bedah yaitu salah lokasi operasi,
perilaku yang kasar secara verbal salah prosedur operasi, salah pasien
menjadikan status kerja dan kondisi operasi, akibat dari komunikasi yang
kerja yang buruk ditempat kerja. Selain tidak efektif atau tidak adekuat antar
itu, tujuan dari kolaborasi pada anggota tim bedah. Kurang melibatkan
pelayanan kesehatan ini, untuk pasien dalam penandaan area operasi
perawatan pasien yang lebih baik akan (site marking), dan tidak ada prosedur
berisiko tinggi Universitas Sumatera untuk memverifikasi lokasi operasi,
Utara untuk kesalahan dalam asesmen pasien tidak adekuat, telaah
penyediaan pelayanan. Fenomena catatan medis juga tidak adekuat.
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......44
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

Langkah yang dilakukan tim dalam bentuk formulir yang diisi


bedah terhadap pasien yang akan di dengan melakukan ceklist. Ceklist
lakukan operasi untuk meningkatkan tersebut sudah baku dari WHO yang
keselamatan pasien selama prosedur merupakan alat komunikasi yang
pembedahan, mencegah terjadi praktis dan sederhana dalam
kesalahan lokasi operasi, prosedur memastikan keselamatan pasien pada
operasi serta mengurangi komplikasi tahap preoperative, intraoperatif dan
kematian akibat pembedahan sesuai pasca operatif, dilakukan tepat waktu
dengan sepuluh sasaran dalam safety dan menunjukan manfaat yang lebih
surgery (WHO 2008) yaitu: 1) tim baik bagi keselamatan pasien (WHO
bedah akan melakukan operasi pada 2008). Surgery Safety Checklist di
pasien dan lokasi tubuh yang benar. 2) kamar bedah digunakan melalui tiga
tim bedah akan menggunakan metode tahap, masing-masing sesuai dengan
yang sudah di kenal untuk mencegah alur waktu yaitu sebelum induksi
bahaya dari pengaruh anestresia, pada anestesi (Sign In), sebelum insisi kulit
saat melindungi pasien dari rasa nyeri, (Time Out) dan sebelum mengeluarkan
3) tim bedah mengetahui dan secara pasien dari ruang operasi (Sign Out)
efektif mempersiapkan bantuan hidup (WHO 2008) diawali dengan briefing
dari adanya bahaya kehilangan atau dan diakhiri dengan debriefing menurut
gangguan pernafasan, 4) tim bedah (Nhs,uk 2010).
mengetahui dan secara efektif Implementasi Surgery Safety
mempersiapkan adanya resiko Checklist memerlukan seorang
kehilangan darah, 5) tim bedah koordinator untuk bertanggung jawab
menghindari adanya reaksi alergi obat untuk memeriksa checklist.
dan mengetahui adanya resiko alergi Koordinator biasanya seorang perawat
obat pada pasien, 6) tim bedah secara atau dokter atau profesional kesehatan
konsisten menggunakan metode yang lainnya yang terlibat dalam operasi.
sudah dikenal untuk meminimalkan Pada setiap fase, koordinator checklist
adanya resiko infeksi pada lokasi harus diizinkan untuk mengkonfirmasi
operasi, 7) tim bedah mencegah bahwa tim telah menyelesaikan
terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan tugasnya sebelum melakukan kegiatan
instrument pada luka pembedahan, 8) lebih lanjut. Koordinator memastikan
tim bedah akan mengidentifikasi secara setiap tahapan tidak ada yang terlewati,
aman dan akurat, specimen bila ada yang terlewati , maka akan
pembedahan, 10) tim bedah akan meminta operasi berhenti sejenak dan
berkomunikasi secara efektif dan melaksanakan tahapan yang terlewati
bertukar informasi tentang hal-hal Sign in.
penting mengenai pasien untuk Langkah pertama yang
melaksanakan pembedahan yang aman, dilakukan segera setelah pasien tiba di
11) rumah sakit dan sistem kesehatan ruang serah terima sebelum dilakukan
masyarakat akan menetapkan induksi anestesi. Tindakan yang
pengawasan yang rutin dari kapasitas , dilakukan adalah memastikan identitas,
jumlah dan hasil pembedahan. lokasi/area operasi, prosedur operasi,
Surgery safety ceklist WHO serta persetujuan operasi. Pasien atau
merupakan penjabaran dari sepuluh hal keluarga diminta secara lisan untuk
penting tersebut yang diterjemahkan menyebutkan nama lengkap, tanggal
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......45
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

lahir dan tindakan yang akan dikeluarkan dari kamar operasi.


dilakukan. Penandaan lokasi operasi Koordinator memastikan prosedur
harus oleh ahli bedah yang akan sesuai rencana, kesesuaian jumlah alat,
melakukan operasi. Pemeriksaan kasa, jarum, dan memastikan
keamanan anestesi oleh ahli anestesi pemberian etiket dengan benar pada
dan harus memastikan kondisi bahan-bahan yang akan dilakukan
pernafasan, resiko perdarahan, pemeriksaan patologi.
antisipasi adanya komplikasi, dan Hasil penelitian penerapan
riwayat alergi pasien. Memastikan Surgery safety checklist yang dilakukan
peralatan anestesi berfungsi dengan oleh Eefje N. de Vries dkk tahun 2010
baik, ketersedian alat, dan obat-obatan. di beberapa rumah sakit di Belanda,
Time out merupakan langkah yaitu adanya penurunan tingkat
kedua yang dilakukan pada saat pasien komplikasi dari 27,3 per 100 pasien
sudah berada di ruang operasi, sesudah sebelum pelaksanaan menjadi 16,7 per
induksi anestesi dilakukan dan sebelum 100 pasien dan penurunan angka
ahli bedah melakukan sayatan kulit. kematian dari 1,5 menjadi 0,8%.
Untuk kasus pada satu pasien terdapat Penurunan tersebut konsisten selama 3
beberapa tindakan dengan beberapa bulan.
ahli bedah timeout dilakukan tiap kali Jurnal penelitian yang
pergantian operator. Tujuan dilakukan dilakukan oleh Hilde Valen dkk tahun
timeout adalah untuk mencegah 2012 tentang penggunaan cheklist
terjadinya kesalahan pasien , lokasi dan safety surgery terhadap keselamatan
prosedur pembedahan dan pasien kesimpulannya mengatakan
meningkatkan kerjasama diantara bahwa meskipun perawat konsisten
anggota tim bedah, komunikasi terhadap checklist dari WHO tersebut
diantara tim bedah dan meningkatkan tetapi karena keterlibatan semua tim
keselamatan pasien selama bedah masih kurang mengakibatkan
pembedahan. Seluruh tim bedah penggunaan checklist juga rendah.
memperkenalkan diri dengan menyebut Temuannya ini menekankan
nama dan peran masing-masing. pentingnya dukungan manajemen
Menegaskan lokasi dan prosedur ketika melaksanakannya.
pembedahan, dan mengantisipasi
risiko. Ahli bedah menjelaskan SIMPULAN
kemungkinan kesulitan yang akan di Penggunaan Surgery safety
hadapi ahli anestesi menjelaskan hal checklist WHO dimaksudkan untuk
khusus yang perlu diperhatikan. Tim memfasilitasi komunikasi yang efektif
perawat menjelaskan ketersedian dan dalam prosedur pembedahan sehingga
kesterilan alat. Memastikan profilaksis meningkatkan kualitas pelayanan
antibiotik sudah diberikan. Memastikan keperawatan dan peningkatan
apakah hasil radiologi yang ada dan di keselamatan pasien di kamar bedah
perlukan sudah di tampilkan dan sudah baik sebelum operasi, selama operasi
diverifikasi oleh 2 orang. dan sesudah operasi. WHO
Sign Out merupakan tahap mensosialisasikan penggunaan instru-
akhir yang dilakukan saat penutupan ment tersebut tahun 2008, tetapi
luka operasi atau sesegera mungkin sampai di Indonesia baru populer sejak
setelah penutupan luka sebelum pasien keselamatan pasien masuk ke dalam
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......46
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

standar penilaian akreditasi baru rumah JCI. 2010. Joint commission


sakit. Belum semua RS. Di Indonesia international accreditation
khususnya kamar bedahnya mengguna- standards for hospitals. 4th Ed.
kan instrument tersebut, Sehingga perlu USA: JCI
adanya sosialisasi, dukungan dan Jennifer Tjia, dkk. 2010. Nurse-
keterlibatan semua pihak agar perawat Physician Communication in
bersama semua tim yang terlibat the Long-Term Care Setting:
mempuyai tujuan, keyakinan dan Perceived Barriers and Impact
kerjasama yang baik untuk on Patient Safety Diakses pada
memanfaatkan penggunaan cheklist 19 Oktober 2013 melalui
secara optimal untuk memberikan http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu
pelayanan pembedahan yang terbaik bmed/19927047.
buat pasien yang terbaik kepada pasien. Juan J Delgado Hurtado, dkk. 2012.
Acceptance of the WHO
DAFTAR RUJUKAN Surgery Safety Checklist among
Departemen Kesehatan RI. 2008. surgery personnelin hospitals in
Panduan nasional keselamatan Guatemala city. Diakses pada
pasien rumah sakit (patient 19 Oktober
safety). Utamakan keselamatan 2013melalui.http://search.proqu
pasien edisi 2. Jakarta: Depkes est.com/docview/1080771231/1
RI. 4142FE6D6C6F527328/5?acco
Eefje N. de Vries, dkk. 2010. Effect of untid=17242
a comprehensive surgery safety Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2011.
system on patient outcomes. Standar akreditasi rumah sakit.
diakses tanggal 20 okt melalui Jakarta: dirjan BUK
http://search.proquest.com/docv Kristin, A S, dkk. 2011. Implementing
iew/ the World HealthOrganization
Haynes, A. dkk. 2009. A surgery safety Surgery Safety Checklist: A
checklist to reduce morbidity Model for FuturePerioperative
and mortality in a global Initiatives. Diakses pada 19
population. New England Oktober 2013
Journal of Medicine, 360, 491- melaluihttp://search.proquest.co
495. Diakses pada 19 Oktober m/docview/906107110/fulltext
2013 melalui PDF/14142FE6D6C6F527328/
www.who.int/patientsafety 2?accountid=17242.
Hilde Valen Wæhle, dkk. 2012. NHS. 2010. Implementing the surgery
Adjusting team involvement: a safety checklist:the journey so
grounded theory study of far. Ukraina
challenges in utilizing a surgery Nicole Vogts, dkk. 2011. Compliance
safety checklist as experienced and quality in administration of
by nurses in the operating a surgery safety checklist in a
room. Diakses pada 19 Oktober tertiary New Zealand hospital.
2013 melalui Diakses pada 19 Oktober 2013
http://search.proquest.com/docv melalui
iew/fulltextPDF/ http://search.proquest.com/docv
iew/1034421960/fulltextPDF/1
Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......47
Journal of Health Studies, Vo. 1, No.1, Maret 2017: 40-48

4142FE6D6C6F527328/2?acco http://whqlibdoc.who.int/public
untid=1722 ations/2009/9789241598590_en
Marcus E. S, dkk. 2010. Adopting a g_checklist.pdf
surgery safety checklist could WHO. 2008. Manual implementationl
save money and improve the surgery safety checklist (first
quality of care in U.S. edition). melalui
hospitals. Diakses pada 19 http://www.who.int/patientsafet
Oktober 2013 melalui y/safesurgery/tools_resources/S
http://content.healthaffairs.org/c SSL_Manual_finalJun08.pdf
ontent/29/9/1593.full.html
WHO. 2009. Surgery safety checklist.
di unduh 19 0ktober 2013.

Nurisda Eva Irmawati dan Anggorowati, Surgical Cheklist ......48

You might also like