You are on page 1of 22

TUGAS PELAYANAN INFORMASI OBAT

ADVERSE EVENT 5-FLUOROURASIL

NAMA KELOMPOK

MUHAMMAD FAUZAN 1720343791


MUHAMMAD RAMADHANI 1720343792

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN


XXXIV
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Kanker Kolorektal
1.1 Definisi
Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari
jaringan epitel dari kolon atau rectum (Harahap, 2004). Kanker kolorektal
ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan
rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut
juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal
usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon dan
rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-
zat yang tidak berguna.
Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang
tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi
abnormal).
Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik. Non-neoplastik
dibagi atas:
a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal
karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu
misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran
organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah
menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang
terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel
abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang
termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel
abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.
1.2 Fisiologi Usus
1. Motilitas Usus Besar
Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lama,
kontraksinya lambat dan singkat. Pergerakan yang paling sering
tampak pada kontraksi haustra yang dengan lambat melakukan
kontraksi secara individual selama 30 menit melalui otot polos pada
masing-masing haustra. Pada haustra yang terisi makanan distensinya
menstimulasi otot untuk berkontraksi yang mendorong isi luminal
untuk menuju ke bagian haustra berikutnya. Pergerakan ini
menggabungkan residu dan membantu dalam peresapan air.
Pergerakan otot adalah panjang dan lambat namun kuat dalam
kontraksi, dimana melalui areal yang panjang dari kolon tiga hingga
empat kali setiap hari dan mendorong isinya ke rektum. Biasanya ini
terjadi pada saat makan atau sesudah makan, mengindikasikan adanya
makanan pada perut dan menimbulkan refleks gastrokolik pada kolon.
Serat maupun bahan lainnya pada diet memperkuat kontraksi kolon
dan melembekkan feses serta membantu kolon seperti pelumas mobil.
Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit,
ekskresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya
keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses tiap harinya. Udara
ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2
di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas dalam
usus mencapai 500 ml sehari.
2. Perjalanan Makanan Dalam Saluran Cerna
Setelah makanan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut
berjalan dari esofagus hingga ke lambung. Di lambung makanan
dipecah menjadi bagian yang lebih sederhana lagi menurut masing-
masing unsur kimianya dan dialirkan ke usus kecil atau sering disebut
“small bowel“. Usus kecil merupakan bagian yang paling panjang dari
segmen saluran pencernaan dengan ukuran lebih kurang 20 kaki. Usus
kecil ini memecahkan makanan yang dialirkan dari lambung dan
menyerap sari-sari makanan yang penting bagi tubuh. Pada bagian
kanan bawah abdomen terdapat persambungan menuju usus besar
(atau yang lazimnya disebut “large bowel“atau kolon), suatu organ
silindris muskular dengan panjang 5 kaki. Kolon bagian yang pertama
dan terutama dari usus besar, secara terus-menerus menyerap air dan
mineral nutrisi dari bahan-bahan makanan dan menjadi tempat
penampungan sementara dari sisa-sisa makanan yang akan
dikeluarkan dari tubuh. Bahan makanan sisa ini setelah diproses
menjadi feses dan menuju rektum, yang merupakan bagian terakhir
seukuran 6 inci dari usus besar. Dari tempat tersebut feses keluar dari
tubuh melewati anus.
3. Flora Bakteri
Walaupun sebagian bakteri yang masuk ke usus besar dari usus
kecil mati oleh lisosim, defensins, HCl dan enzim protein lainnya,
namun beberapa diantaranya masih dapat hidup dan berkembang biak.
Kelompok bakteri ini masuk ke usus besar dan membentuk flora
bakteri dan berkoloni di kolon dan memfermentasikan karbohidrat
sisa, melepaskan asam dan gas (termasuk dimetil sulfida, N2,H2,CH4,
CO2). Beberapa gas ini (dimetil sulfida) sangat bau. Lebih kurang 500
cc gas (flatus) dihasilkan setiap hari dan dapat semakin banyak apabila
banyak karbohidrat dimakan. Flora ini juga mensintesa vitamin B
kompleks dan vitamin K yang berguna untuk membentuk protein
pembekuan darah.
4. Proses Pencernaan Yang Terjadi Pada Usus Besar
Kecuali sejumlah kecil residu yang diambil oleh bakteri, tidak
ada pencernaan lain di usus besar. Walaupun usus besar
menghasilkan vitamin oleh flora bakteri serta mengambil elektrolit
dan air, namun absorbsi bukan fungsi utama dari organ ini melainkan
membentuk propulsi dan mendorong feses keluar dari tubuh. Usus
besar sangat penting untuk kenyamanan hidup kita, namun tidaklah
fatal bila kolon dibuang misalkan oleh karena kanker kolon. Terminal
ileum dapat disambung dengan dinding abdomen yang disebut
ileostomi dan residu makanan langsung menunju kantong yang
ditempatkan pada dinding abdomen.
5. Defekasi
Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan
kedalamnya oleh dorongan otot kolon akan melebarkan dinding
rektum dengan menginisiasi reflek defekasi. Pada batang otak terdapat
pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh reflek parasimpatis
menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan relaksasi
anal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan
ke otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter
anal untuk membuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi
terlambat maka reflek ini berhenti beberapa saat dan mulai kembali
sehingga menimbulkan dorongan defekasi yang lama-kelamaan tidak
dapat dihindari lagi.

1.3 Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui,
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi
terbesar untuk kanker kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab
familial adenomatosa poliposis (FAP), yang mempengaruhi individu
membawa resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada
usia 40 tahun (Tomislav Dragovich, 2014).

1.4 Faktor Resiko


Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
kolorektal, diantaranya adalah :
 Diet tinggi lemak, rendah serat.
 Usia lebih dari 50 tahun.
 Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker
kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
 Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome.
Pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang
menjadi kanker rektum.
 Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome,
Peutz-Jeghers syndrome dan Muir syndrome.
 Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
 Inflammatory bowel disease.
 Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).Crohn
disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

1.5 Patofisiologi
Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polip adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan
meningkat, meskipun umumnya masih terjadi direktum dan kolon
sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin
sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan
perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura
mayor, lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran
genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai oleh perluasan.
Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang
jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau
sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang
dan ginjal.
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga
tahap lanjut karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun
sebelum muncul gejala. Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan
perluasan serta komplikasi. Perdarahan sering sebagai manifestasi yang
membawa pasien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi
perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi. Karekteristik
lanjut adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin
dapat teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak
anemis akibat dari perdarahan.
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat
terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal
mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih
rendah pada usia dewasa tua.
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1)
obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2)
perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga
peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organ-organ
yang berdekatan.

1.6 Gejala Klinis


Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan.
Kanker kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak
menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi
padat. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih
cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.
Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi,
perdarahan atau akibat penyebaran.
Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola
defekasi seperti konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin
menipis atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau
lendir. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah
panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi penderita merasa
lega saat flatus.
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal
antara lain ialah:
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar
kosong saat BAB.
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah Gluteus.

1.7 Stadium
Ketika diagnosa kanker kolorektal sudah dipastikan, maka
dilakukan prosedur untukmenentukan stadium tumor. Hal ini termasuk
computed tomography scan (CT scan) dada, abdomen dan pelvis,
complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan ginjal, urinalisis dan
pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic antigen). Tujuan dari
penentuan stadium penyakit ini adalah untuk mengetahui perluasan dan
lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan
prognosis. Stadium penyakit pada kanker rektum hampir mirip dengan
stadium pada kanker kolon. Awalnya terdapat Duke's classification
system yang menempatkan kanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C.
Sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium
(Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson & Sosin.
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on
Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging system yang
menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis
dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke
bagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut
juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

2. 5 Fluoro Uracil
5-Fluorouracil (5-FU) merupakan agen kemoterapi utama yang
digunakan untuk terapi kanker kolon. 5-FU adalah antimetabolit yang bekerja
secara antagonis dengan timin terhadap aktivitas enzim timidilat sintetase
(TS). 5-FU merupakan prodrug, metabolisme 5-FU menghasilkan fluoridin-
5′-trifosfat (FUTP) yang bergabung ke dalam RNA dan mempengaruhi
fungsinya, dan fluorodeoksiuridilat (FdUMP) yang menghambat replikasi
DNA.
5-Fluorouracil (5-FU) dikonversi menjadi 3 metabolit aktif utama yaitu
: (1) fluoro-deoxyuridine monophosphate (FdUMP), (2) fluorodeoxyuridine
triphosphate (FdUTP), dan (3) fluorouridine triphosphate (FUTP).
Mekanisme utama aktivasi 5-FU adalah konversi menjadi fluorouridine
monophosphate (FUMP) juga secara langsung oleh orotate phosphoribosyl
transferase (OPRT), atau secara tidak langsung via fluorouridine (FUR)
melalui aksi berurutan dari uridine phosphorylase (UP) dan uridine kinase
(UK). FUMP kemudian difosforilasi menjadi fluorouridine diphosphate
(FUDP), yang dapat juga difosforilasi lebih lanjut menjadi metabolit aktif
fluorouridine triphosphate (FUTP), atau dikonversi menjadi
fluorodeoxyuridine diphosphate (FdUDP) oleh ribonucleotide reductase
(RR). Di sisi lain, FdUDP dapat pula di fosforilasi atau didefosforilasi
menjadi metabolit aktif masing-msaing FdUTP dan FdUMP. Jalur aktivasi
alternatif lainnya melibatkan thymidine phosphorylase yang mengkatalisis
konversi 5-FU menjadi fluorodeoxyuridine (FUDR), kemudian difosforilasi
oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi thymidylate synthase (TS) inhibitor,
FdUMP. Ada pula enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD) yang
mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang tidak aktif. (DHFU)
adalah rate-limiting step katabolisme 5-FU pada sel normal dan sel tumor,
dan proprsi dari pengrusakan menjadi metabolit tidak aktif mencapai 80%
(Longley and Johnston, 2007).
Hal ini akan mengakibatkan induksi apoptosis karena penghambatan
sintesis DNA yang disebabkan sel kekurangan deoksitimidin trifosfat (dTTP).
Peningkatan ekspresi TS pada sel kanker merupakan respon sel yang dapat
mengakibatkan resistensi terhadap 5-FU (Giovanetti et al., 2007).
Pada kaitannya dengan daur sel, 5-FU tidak dapat bekerja pada sel yang
berada di luar daur sel (G0). 5-FU hanya bekerja pada sel yang aktif
menjalankan daur sel di mana diperlukan aktivitas TS untuk sintesis basa
penyusun DNA. TS diekspresikan tinggi pada fase G1 melalui perantara
aktivitas transkripsi dari E2F. Setelah diekspresikan, TS sendiri langsung
mensintesis prekursor dUMP yang diperlukan dalam fase sintesis. Perlakuan
dengan 5-FU pada sel kanker dapat menyebabkan akumulasi sel pada fase G1
dan awal fase sintesis (G1/S arrest). Namun, bagaimanapun aktivitas
penghambatan daur sel oleh 5-FU tergantung pada jenis sel kanker.
Pada sel kanker kolon HCT-15 dan HT-29, 5-FU menunjukkan
penghambatan pada fase G2/M. 5-FU meningkatkan ekspresi cyclin A, cyclin
B, dan CDC2 yang merupakan protein regulator pada fase G2/M (Lim et al.,
2007). Mekanisme yang memperantarai aktivitas pada fase tersebut masih
perlu ditelusuri lebih lanjut. Pada sel Lovo dan WiDr, melaporkan bahwa 5-
FU menyebabkan penghambatan daur sel pada fase S. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas 5-FU tidak selamanya terkait dengan aktivitas penghambatan
TS dan diperlukan penelitian untuk konfirmasi aktivitas 5-FU pada daur sel
jika digunakan sel yang berbeda.
5-FU dapat menginduksi terjadinya penghentian daur sel dan pemacuan
apoptosis tanpa melibatkan peran p53, tetapi melibatkan peningkatan ekspresi
p21 dan pRb. Kedua protein tersebut memiliki peran penting dalam sistem
checkpoint pada fase G1. Ekspresi pRb tinggi akan menghambat aktivitas
E2F sehingga menyebabkan penghambatan sel untuk melampaui R. Ekspresi
p21 akan menghambat aktivitas cyclin E/CDK2 dan cyclin A/CDK2 sehingga
dapat menyebabkan penghambatan daur sel pada fase G1 dan S. Sel yang
berada pada fase G1 akan terhenti pada fase G1, sedangkan sel yang berada
fase S akan terhenti pada fase tersebut. Resistensi yang disebabkan oleh 5-FU
dapat terjadi melalui perantaraan penghambatan daur sel. Sel kanker dengan
p21 mutan tidak dapat memacu penghentian daur sel sehingga langsung
memacu apoptosis tetapi sel dengan p21 normal yang memacu penghentian
daur sel akan memicu munculnya sel yang resisten. Aktivitas 5-FU dalam
pemacuan apoptosis dapat melalui jalur p53 atau tidak (dependent or
independent p53). Hal ini dibuktikan bahwa 5-FU dapat menginduksi
apoptosis pada sel kanker yang mengalami defisiensi p53 atau memiliki p53
mutan.
Efek samping dari 5-FU yang ditemukan pada pasien antara lain
neutropenia, stomatitis, diare, dan hand-food syndrome. Masing-masing efek
ini terkait dengan metode pemberian yang diterapkan pada pasien. Pada kasus
yang efek samping 5-FU yang paling parah adalah kardiotoksisitas meskipun
hal ini jarang ditemui. Dibandingkan dengan agen kemoterapi yang lain, 5-
FU memiliki selektivitas yang tinggi pada aktivitas TS dan efek samping
yang ditimbulkan relatif lebih ringan. Meskipun demikian, efektivitas 5-FU
sebagai agen kemoterapi baru mencapai 15% sehingga diperlukan
pengembangan agen kokemoterapi untuk meningkatkan efektivitas terapi
dengan 5-FU.
BAB II
ISI

JURNAL (Primer)

JURNAL 1

Asosiasi efek samping dan kelangsungan hidup pada pasien kanker kolorektal
diobati dengan adjuvant 5-fl uorouracil dan leucovorin: Apakah bermanfaat
terhadap dampak toksisitasnya?

Latar Belakang
Selama pilihan pengobatan dekade terakhir dari kanker kolorektal telah
dikembangkan dan prognosis telah meningkat. Kombinasi kemoterapi dengan
biologis telah lama keseluruhan survival (OS) untuk pasien withmetastatic
penyakit, tetapi sejak diperkenalkannya oxaliplatin di 2004, tidak ada perbaikan
besar dalam terapi adjuvant telah dicatat dan penelitian telah berfokus pada
pengiriman optimal dari 5-fl uorouracil (5FU) dengan leucovorin (LV) dan
oxaliplatin. Pada tahap pasien II terapi adjuvant masih didasarkan pada satu agen
5-fl uorouracil dan dalam tahap III pasien dengan komorbiditas dan usia lebih dari
70 tahun. Dengan terapi adjuvant berdasarkan 5FU keseluruhan kelangsungan
hidup diuntungkan dari 7-15% dicapai pada tahap III pasien menerjemahkan ke
dalam 22-34% penurunan risiko relatif kematian. Pada tahap II pasien
pengurangan risiko relatif sama telah dicapai.
Efek samping yang berhubungan dengan 5-fl uorouracil (5FU) berbasis terapi
adjuvant pada kanker kolorektal pasien mungkin memprediksi kelangsungan
hidup. Kami mempelajari apakah hematologis (leukopenia, neutropenia,
trombositopenia) atau non-hematologis (mucositis, diare, mual / muntah, sindrom
tangan-kaki atau toksisitas lainnya) efek samping yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup bebas penyakit (DFS) atau kelangsungan hidup secara
keseluruhan (OS) dalam bahan pasien yang besar diobati dengan 5-fl uorouracil
sebagai ajuvan kemoterapi
Pasien dan metode
Data dari dua percobaan adjuvant acak digabungkan untuk mencapai dataset dari
1033 tahap dioperasikan secara radikal II dan III CRC pasien yang diobati dengan
baik 5FU bulanan dan leucovorin (LV) sebagai suntikan bolus (Mayo atau
dimodifikasi Mayo) atau dua bulanan dengan bolus dan kontinyu infus (LV5FU2
atau disederhanakan LV5FU2). Toksisitas dicatat pada setiap siklus pengobatan
sesuai dengan NCI-C CTC (Common Criteria Toksisitas dari Institut Kanker
Nasional Kanada). Yang terburuk toksisitas kelas diperhitungkan. Median waktu
tindak lanjut dari pasien adalah 6.05 tahun.

Hasil:
Sebanyak 47% dari pasien mengalami neutropenia, 54% mual / muntah dan 43%
mucositis. Setiap neutropenia kelas dikaitkan dengan peningkatan DFS (rasio
hazard (HR) 0,81), setiap mual kelas / muntah dengan peningkatan DFS (HR
0,79) dan OS (HR 0,62) dan mucositis dengan peningkatan DFS (HR 0,74) dan
OS (HR 0,72) . Pasien tidak mengalami keracunan ned fi prede memiliki hasil
terburuk.

Kesimpulan:
Penelitian ini menunjukkan peran prediktif efek samping, yaitu neutropenia,
mucositis dan mual / muntah, di 5FU diperlakukan adjuvant pasien CRC.
JURNAL 2

Pencegahan toksisitas berat awal yang diinduksi 5-fluorouracil dengan skrining


defisiensi dihidropirimidin dehidrogenase sebelum pengobatan : Penilaian
pendekatan multiparametric

Latar Belakang
Perawatan berbasis 5-Fluorourasil (5-FU) dapat menyebabkan toksisitas awal
yang berat (4% -5%) bahkan fatal (0,3%) pada pasien dengan defisiensi
dihidropirimidin dehidrogenase (DPD). Penelitian kohort multicenter prospektif
ini bertujuan untuk menilai manfaat skrining klinis kekurangan DPD sebelum
pengobatan menggunakan pendekatan multiparametric. Dua kohort paralel pasien
yang diobati dengan kemoterapi berbasis 5-FU untuk karsinoma kolorektal
dibandingkan dalam studi prospektif tanpa acak. Dimana A, skrining pasien
memiliki defisiensi DPD sebelum pengobatan, sedangkan pada B tidak ada
skrining sebelum pengobatan yang dilakukan. Dosis 5-FU didasarkan pada
pedoman administrasi masing-masing lembaga. Skrining defisiensi DPD
dilakukan dengan menggunakan pendekatan multiparametric gabungan (5-
FUODPM Tox). Frekuensi kelas awal 4-5 peristiwa toksik berpotensi diinduksi
oleh 5-FU dibandingkan dalam dua kelompok. Pada total 1.142 pasien (n 1/4
1.116 dievaluasi) yang terdaftar. Dimana A, dari 718 pasien yang dievaluasi,
sembilan kelas 4 toksisitas awal potensial yang berhubungan dengan 5-FU
dilaporkan pada sembilan pasien (1,2%) dengan tidak ada kematian meskipun satu
kekurangan DPD lengkap dan 24 kekurangan parsial. 24 pasien dengan defisiensi
parsial memiliki farmakokinetik yang aman (PK) dengan monitoring 5-FU. Serta
B, di antara 398 pasien yang dievaluasi, 17 kelas 4-5 peristiwa awal toksik
berpotensi terkait dengan 5-FU yang dilaporkan pada 12 pasien (4,2%). Insiden
toksisitas berat awal secara signifikan lebih tinggi di B (P 1/4 0,0019), dengan
membenarkan dampak positif dari penilaian DPD sebelum pengobatan. Beberapa
persen pasien dengan toksisitas grade 3 atau lebih tinggi yang diamati pada A
adalah 10,8% (n 1/4 78) dibandingkan dengan B 17,55% (n 1/4 69). Persentase
kematian berkurang dari 2,5 / 1000 di B ke 0 di A. Waktu terjadinya untuk semua
toksisitas kelas ≥3 ditentukan di antara perbedaan kedua bagian secara signifikan
(P 1/4 0,047). Secara keseluruhan, satu pasien dengan defisiensi DPD lengkap
dikonfirmasi secara retrospektif meninggal dalam 13 hari dari toksisitas
multivisceral kelas 5. Penghargaan itu ditutup setelah keputusan dari ahli
eksternal. Kesimpulannya, skrining defisiensi DPD sebelum pengobatan
multiparametric secara signifikan menurunkan risiko toksisitas berat awal dan
menghindari kematian toksik awal. Pendekatan ini harus digunakan untuk
administrasi yang aman pada perawatan berbasis 5-FU.

Pasien dan metode


Dewasa (≥18 tahun) memiliki kinerja 0 sampai 2, sebelumnya tidak
menerima pemberian fluoropyrimidines, dan memiliki histologi adenokarsinoma
usus besar atau rektum. Harapan hidup meraka diperkirakan harus minimal 3
bulan.

Pasien harus memiliki hematologi, hati, dan fungsi ginjal yang memadai
(termasuk jumlah neutrofil absolut ≥1.5 Â 109 / L, kadar hemoglobin ≥9 g / dL,
dan tingkat bilirubin di bawah batas atas kisaran normal , sesuai dengan standar di
laboratorium lokal).

Genotip

The DPYD gen genotipe seperti dilaporkan sebelumnya dan Seperti


dijelaskan sebelumnya, analisis polimorfisme DPYD didasarkan pada
pyrosequencing teknologi. Empat SNP terkait dengan defisiensi DPD berat secara
sistematis diselidiki (Tabel 4) [12].

Indeks katabolisme 5-FU

Seperti dijelaskan sebelumnya, indeks katabolisme ditentukan oleh kuantifikasi


urasil endogen (U) dan dihydrouracil (UH2) 24 menggunakan HPLC dan dengan
menentukan rasio UH2 / U.16,23.
pendekatanmultiparametrik

Skrining DPD telah dicapai dengan menggunakan pendekatan yang


komprehensif termasuk: genotip (DPYD SNP), fenotip (UH2 / U rasio, urasil dan
dihydrouracil konsentrasi dalam plasma) dan parameter demografi seperti usia
dan gender.16 pendekatan parametrik multi ini dilakukan menggunakan
kalkulator 5-FUODPM ToxTM.31 hasilnya dikirim ke penyidik dalam waktu 5
hari kerja dan, dalam kasus defisiensi DPD dengan risiko toksisitas tinggi, situasi
itu dibicarakan dengan penyidik. Berdasarkan aktivitas DPD yang dinilai, 5-FU
bisa dianggap kontraindikasi atau dosis awal dikurangi menyarankan berdasarkan
algoritma dosis 5-FU dengan penyesuaian dosis dan farmakokinetik pemantauan
individu dilakukan dengan menggunakan farmakokinetik (PK) -monitoring solusi
5-FUODPM Protocol [27 , 31].

pemantauan keamanan

Pemantauan keamanan mengandalkan penilaian penyidik peristiwa terkait


pengobatan yang merugikan dan efek samping yang serius, dan tingkat modifikasi
dosis, penundaan dosis, dan penghentian dini obat studi.

Setiap 2 minggu, pasien diperiksa dan peristiwa toksik yang merugikan


dievaluasi dan dinilai. Efek samping terkait pengobatan yang dinilai sesuai
dengan Kriteria National Cancer Institute Umum Terminologi untuk Adverse
Event, versi 3.0 [32] dan diberi kode dan diringkas sesuai dengan ketentuan yang
lebih disukai dalam Kamus Kedokteran untuk Regulatory Kegiatan, versi 12.0.
Gradasi terburuk dianggap dan dilaporkan.

Awal kejadian buruk akut dianggap terkait dengan 5-FU secara khusus
dilaporkan. Efek samping toksik awal yang berat dianggap potensial yang
berhubungan dengan 5-FU termasuk diare, neutropenia, bocytopenia trombosis,
toksisitas kulit, dan mucositis / stomatitis. Jantung I-City tox-, misalnya, iskemia
miokard, aritmia jantung, hiper dan hipotensi, disfungsi ventrikel kiri, dan
serangan jantung, tidak dianggap dalam daftar ini karena peristiwa ini tidak terkait
dengan kekurangan DPD dan karena mekanisme yang berbeda, yang melibatkan
5- FU catabolites [33]. Dosis setiap agen dikurangi efek samping berikut
sebagaimana ditentukan dalam protokol penelitian.

Hasil:
Sebanyak 1.142 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini dari 1 Juni 2008
sampai 31 Juli 2012. 732 pasien termasuk dalam lengan A dan 410 di lengan B.
Empat belas pasien di lengan A dan 12 di lengan B yang tidak benar terdaftar.
Demografi pasien yang terdaftar ditampilkan dalam tabel 5 dan rancangan
penelitian ditunjukkan. 136 (18,9%) pasien di Arma dan 54 (13,5%) di lengan B
menerima pengobatan didasarkan pada kombinasi dari irinotecan dan 5-FU
(regimen FOLFIRI). 434 pasien (63,2%) di bagian A dan 303 (76,1%) di bagian B
menerima kombinasi oxaliplatin dan 5-FU (FOLFOX rejimen). Sekitar setengah
dari pasien diobati dalam pengaturan ajuvan di kedua bagan: 366 pasien (51,0%)
di bagian A dan 203 pasien (51,0%) di bagian B. Hasil efek samping yang terjadi
menunjukkan bahwa angka kejadian Neutropenia lebih tinggi dibandingkan
dengan efek samping yang lain.

Kesimpulan:
Penelitian ini menunjukkan peran prediktif efek samping, yaitu neutropenia,
trombositopenia, mucositis dan diare berdasarkan skrining atau penilaian dengan
pendekatan multiparametic.
JURNAL (Sekunder)

Berdasarkan artikel diatas menunjukkan bahwa 5 FluoroUracil menyebabkan


kejadian leukopenia, neuotropenia dan trombositopenia.
JURNAL (Tersier)

Berdasarkan buku Drug Information Handbook edisi ke 17 menunjukkan bahwa 5


fluorouracil memiliki efek samping tidak hanya pada gastrointestinal (diare, mual,
muntah, ulkus) tetapi juga pada menyerang pada sistem organ yang lain seperti
darah (Anemia, trombositopenia, leukopenia dan neutropenia), kulit (dermatitis,
alopecia), SSP (sakit kepala, euporia, disorientasi).
Berdasarkan BNF, 5 Fluorouracil topikal dapat menyebabkan iritasi lokal seperti
eritema, reaksi inflamasi, dan fotosensitivitas.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan review jurnal primer, sekunder dan tersier, obat kemotrapi 5-


fluorouracil dapat menimbulkan efek samping (adverse event) seperti,
neutropenia, trombositopenia, mual / muntah, mucositis, gangguan kulit dan diare.
Neutropenia dan mual / muntah memiliki presentase tertinggi atas kejadian efek
samping (aderse event) yang disebabkan oleh 5-Fluorouracil.

DAFTAR PUSTAKA

Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. 2009. Drug Information Handbook.


17th ed. USA Lexi Comp
BNF, 2007. British National Formulary 57th ed., Lamberth High Street, London
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3222088/ (diakses tanggal 26
Nopember 2017)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28395758 (diakses tanggal 26 Nopember
2017)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25266443 (diakses tanggal 26 Nopember
2017)

You might also like