You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang
berumur 60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari
populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi
dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan pada tahun 2000 usia
harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70
tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia
juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia
berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun
2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO, 2015).
Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh
perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian
kedokteran, perbaikan status gizi, peningkatan usia harapan hidup, pergeseran
gaya hidup dan peningkatan pendapatan perkapita. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit
degenerative yang salah satunya adalah penyakit sistem kardiovaskular (Fatmah,
2010).
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
didalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia.
Kelancaran peredaran darah keseluruh tubuh sangat penting karena darah
berfungsi sebagai media pengangkut oksigen dan zat-zat lain yang diperlukan
dalam pertumbuhan sel-sel tubuh. Selain itu darah juga berguna mengangkut sisa
metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi dari jaringan tubuh. Tekanan darah
dibedakan antara tekanan darah sitolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan
darah sistolik adalah tekanan pada waktu jantung berkontraksi sedangakan

1
tekanan diastolik adalah tekanan pada saat jantung mengendor kembali
(Gunawan, 2001). Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik. Dengan nilai normal berkisar dari 100/60
mmHg sampai 140/90 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001). Seiring pertambahan
usia akan terjadi penurunan elastisitas dari dinding aorta. Pada lansia umumnya
juga akan terjadi penurunan ukuran dari organ-organ tubuh tetapi tidak pada
jantung. Jantung pada lansia umumnya akan membesar. Hal ini nantinya akan
berhubungan kelainan pada sistem kardiovaskuler yang akan menyebabkan
gangguan pada tekanan darah seperti hipertensi (Fatmah, 2010).
Berdasarkan Chobanian dkk (2004), hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah tekanan darah sitolik yang melebihi 140 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik yang lebih dari 90 mmHg. Dari tahun ketahun didapatkan peningkatan
prevalensi penderita hipertensi seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup,
jumlah populasi obesitas dan kesadaran masyarakat akan penyakit ini (Mohani,
2014).
Di dunia, hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau
sekitar 12,8% dari total kematian. Hal ini menyumbang 57 juta dari disability
adjusted life years (DALY). Sekitar 25% orang dewasa di United State menderita
penyakit hipertensi pada tahun 2011-2012. Tidak ada perbedaan prevalensi
antara laki-laki dan wanita tetapi prevalensi terus meningkat berdasarkan usia:
5% usia 20-39 tahun, 26% usia 40-59 tahun, dan 59,6% untuk usia 60 tahun ke
atas (Aoki dkk, 2014). Saat ini hipertensi merupakan tantangan besar di
Indonesia karena merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer.
Berdasarkan survey riset dasar kesehatan nasional (RISKESDAS) pada
tahun 2013 hipertensi memiliki prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%.
Disamping itu pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun sudah banyak
tersedia obatobatan yang efektif (Depkes RI, 2013).

2
Dari hasil RISKESDAS Provinsi Jawa Barat tahun 2007 didapatkan
prevalensi hipertensi di Sumatera Barat berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah cukup tinggi yaitu 29,3%, 3 kabupaten/kota dengan prevalensi di atas 40%
yaitu Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Kuningan.
Dalam upaya mencegah atau menghambat memburuknya hipertensi, perlu
diperhatikan faktor perilaku yang tidak kondusif terhadap kesehatan dan
lingkungan, demikian juga faktor risiko yang telah ada, agar tidak berkembang
kearah penyakit jantung pembuluh darah yang biasanya akan berakibat fatal.
Penyebab terjadinya hipertensi, selain dikarenakan adanya faktor keturunan, juga
erat kaitannya dengan perilaku dan gaya hidup yang kompleks dari individu
bersangkutan. Faktor resiko perilaku tersebut antara lain perilaku makan tidak
sehat, kurangnya aktivitas fisik, terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, merokok
dan obesitas. Obesitas berhubungan dengan kadar kolesterol dan trigliserida yang
buruk oleh karena itu obesitas berkaitan erat dengan penyakit jantung dan
tekanan darah. Menurut Fathina (2007) indeks massa tubuh merupakan indikator
yang paling tepat untuk mengidentifikasi obesitas pada orang dewasa. (Pradono
dkk, 2013; Center for Diseases Conrol and Prevention, 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas kasus
lansia dengan hipertensi di wilayah Desa Sundakerta.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan di wilayah Desa Sundakerta pada
lansia dengan Hipertensi?

C. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Mempelajari, memahami, dan menerapkan asuhan kebidanan pada lansia
dengan Hipertensi.

3
2. Tujuan Umum
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada asuhan kebidanan pada
Ny. W 90 tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.
b. Mampu melakukan pengkajian data objektif pada asuhan kebidanan Ny.
W 90 tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.
c. Mampu melakukan pengkajian analisa data pada asuhan kebidanan Ny.
W 90 tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.
d. Mampu melakukan penatalaksanaan pada asuhan kebidanan Ny. W 90
tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengetahui mengenai penatalaksanaan asuhan
kebidanan pada lansia dengan hipertensi.
2. Bagi Lahan Praktek
Dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktek dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanaan asuhan kebidanan pada
lansia dengan hipertensi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan pengajaran terutama
yang berkaitan dengan asuhan kebidanan pada lansia dengan hipertensi.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Lansia
Lansia merupakan tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Menurut WHO, batasan umur lanjut usia dibedakan menjadi empat antara
lain usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun,
lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75
sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. Sedangkan
menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998, lanjut usia merupakan seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada tahap lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan terutama pada
perubahan fisiologis karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ
tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena
penyakit. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia
adalah pada sistem kardiovaskuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding
aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta penurunan kemampuan
jantung untuk memompa darah. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, serta terjadinya hipertensi akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ismayadi, 2004).

5
B. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan
pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, di mana
tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah
sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik.Tekanan darah orang dewasa normal yaitu120 mmHg
ketika jantung berdetak (sistolik) dan 80 mmHg pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Ketika tekanan darah sistolik sama dengan atau di
atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90
mmHg, maka tekanan darah dianggap tinggi. Semakin tinggi tekanan darah,
semakin tinggi risiko kerusakan pada jantung dan pembuluh darah pada
organ utama seperti otak dan ginjal (WHO, 2013).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan
menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari
separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan
serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas menjadi dua
yaitu:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan distolik sama atau lebih dari 90 mmHg.
b. Hipertensi ini biasanya dijumpai pada usia pertengahan.
c. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Hipertensi ini
biasanya dijumpai pada usia di atas 65 tahun (Nugroho, 2008).
2. Manifestasi Klinis Hipertensi
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa di antaranya
sudah mempunyai faktor risiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik.
Menurut Elizabeth J. Corwin (2005), manifestasi klinis yang timbul setelah
mengetahui hipertensi bertahun-tahun antara lain:

6
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah didasarkan pada The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7) untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis (Chobaniam AV et al, 2003). Klasifikasi tekanan darah
mencakup empat kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik
(TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung
meningkat ke klasifikasi hipertensi di masa yang akan datang.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan darah pada orang dewasa (≥18 tahun)
berdasarkan JNC 7 (The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
Tekanan darah
Klasifikasi Tekanan darah
diastolik
tekanan darah sistolik (mmHg)
(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
140-159 90-99
derajat 1
Hipertensi ≥160 ≥100

7
derajat 2
Sumber: Chobaniam AV et al, 2003
Menurut WHO, tekanan sistolik dan diastolik bervariasi pada berbagai
individu. Tetapi umumnya disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah
yang sama atau lebih besar dari 140/90 mmHg adalah khas untuk hipertensi.
Tabel 2. Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah dari International Society
of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO tahun 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal <130 < 85
Normal Tinggi/ Pra
130 – 139 85 – 89
Hipertensi
Hipertensi Derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat II 160 – 179 100 – 109
Hipertensi Derajat III ≥ 180 ≥ 110
Sumber: Linda Brookes, 2004
4. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi hipertensi dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Riwayat Keluarga
4) Genetik
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Merokok
2) Konsumsi garam
3) Konsumsi lemak jenuh

8
4) Konsumsi alkohol
5) Kurang Olahraga
6) Stres
7) Obesitas
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada
lanjut usia adalah :
a. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat
proses menua.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan
bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau
penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer sehingga resistensi
pembuluh darah perifer meningkat yang mengakibatkan hipertensi
sistolik.
d. Perubahan ateromatous yang menyebabkan disfungsi endotel yang
berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi
lain yang kemudian menyebabkan reabsopsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer, dan
keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
5. Patofisiologi Hipertensi
Beberapa faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relakasi
pembuluh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila seseorang
emosi, maka sebagai respon korteks adrenal mengekskresikan epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu, korteks adrenal mengekskresi
kortisol dan steroid lainnya yang bersifat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah oleh enzim ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) menjadi angiotensin II,

9
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi
(Rohaendi, 2008).
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia, terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah, dan
kemampuan meregang pada arteri besar. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh darah arteri besar,
resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik yang abnormal, dan
bertambahnya masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output
jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan
diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik memiliki
output jantung, volume intravaskuler, aliran darah ke ginjal dan aktivitas
plasma renin yang lebih rendah, serta terjadi resistensi perifer. Perubahan
aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin
menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergic
sehingga terjadi penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu
Ilmiah Geriatri, 2008). Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan
fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung yang
menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya
tekanan darah.
6. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel
arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh
darah besar. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko
kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas

10
akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut (Ditjen Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan, 2006).
Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat hipertensi antara lain:
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan sehingga aliran
darah ke daerahdaerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami ateroskelosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokardium
Penyakit ini dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui arteri koroner.
Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
pembentukan pembekuan darah.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan
rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit-unit fungsional ginjal
terganggu, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia
serta kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

11
d. Enselopati (kerusakan otak)
Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron
neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian mendadak.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
f. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi
h. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)

12
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
j. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
k. Steroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama) :
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan :Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP :Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.

D. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :

13
a. Diet, Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Penurunan asupan etanol
d. Menghentikan merokok
e. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang
baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar
antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
f. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar
oleh subyek dianggap tidak normal.Penerapan biofeedback terutama
dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan). Tujuan

14
pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien
dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
2. Terapi dengan obat
a. Diuretik
b. Penghambat adrenergik (β-bloker)
c. Vasodilator
d. Antagonis Kalsium

E. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan
konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol
dan batasi aktifitas.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. W 90 TAHUN P3A0 LANSIA DENGAN
HIPERTENSI

Tanggal Pengkajian : 11 April 2018


Waktu Pengkajian : 09.10 WIB
Tempat Pengkajian : Rumah Klien
Nama Pengkaji : Resna Rahayu

Identitas
Ibu Suami
Nama : Ny. W Tn. I (Alm)
Umur : 90 th 92 th
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : IRT Buruh
Agama : Islam Islam
Alamat : Cintamanah, Sundakerta

A. Data Subjektif
Pusing dan batuk.

B. Data Objektif
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis. TD :150/100 mmHg, N : 80
x/mnt, P : 20x/mnt, S : 36,8˚C. Konjungtiva merah muda, Sklera putih. Payudara
simetris, tidak ada retraksi, tidak ada benjolan abnormal, puting susu menonjol.
Abdomen tidak terdapat luka bekas operasi, tidak teraba TFU, tidak ada massa
abnormal, tidak ada nyeri tekan. Ekstremitas atas tidak ada oedema. Ekstremitas
bawah tidak ada oedema, tidak ada varises.

16
C. Analisa Data
Ny. W 90 tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu. Ibu mengerti.
2. Konseling tentang diet yang sesuai dengan penderita hipertensi yaitu diet
rendah garam, rendah lemak dan rendah kolestrol dan minum air putih yang
banyak. Ibu mengerti.
3. Menganjurkan kepada ibu untuk Kontrol secara rutin ke tenaga kesehatan
dan minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran. Ibu mengerti.
4. Menganjurkan ibu untuk mengikuti posyandu lansia dan acara cara
keagamaan. Ibu mengerti.

CATATAN PERKEMBANGA
Tanggal Pengkajian : 17 April 2018
Waktu Pengkajian : 10.10 WIB
Tempat Pengkajian : Rumah Klien
Nama Pengkaji : Resna Rahayu

A. Data Subjektif
Tidak ada keluhan

B. Data Objektif
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis. TD :130/90 mmHg, N : 80
x/mnt, P : 20x/mnt, S : 36,8˚C. Konjungtiva merah muda, Sklera putih. Payudara
simetris, tidak ada retraksi, tidak ada benjolan abnormal, puting susu menonjol.
Abdomen tidak terdapat luka bekas operasi, tidak teraba TFU, tidak ada massa
abnormal, tidak ada nyeri tekan. Ekstremitas atas tidak ada oedema. Ekstremitas
bawah tidak ada oedema, tidak ada varises.

17
C. Analisa Data
Ny. W 90 tahun P3A0 lansia dengan Hipertensi.

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu. Ibu mengerti.
2. Mengingatkan kembali tentang diet yang sesuai dengan penderita hipertensi
yaitu diet rendah garam, rendah lemak dan rendah kolestrol dan minum air
putih yang banyak. Ibu mengerti.

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan
obat dan tanpa obat. Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan pencegahan
primer dan sekunder.
B. Saran
1. Bagi Petugas Kesehatan
a. Dalam memberikan asuhan kebidanan diharapkan tetap
mempertahankan untuk menjaga komunikasi dalam upaya menjalin
kerjasama antara petugas dengan klien untuk keberhasilan asuhan yang
diberikan.
b. Dalam memberikan pelayanan diharapkan tetap mempertahankan
kualitas pelayanan yang sudah baik sehingga klien dapat merasa
terlayani dengan baik.
2. Bagi Masyarakat
a. Keluarga dan klien diharapakan selalu bekerjasama dengan petugas
kesehatan dalam proses pelayanan kesehatan sehingga asuhan dapat
berjalan dengan baik.
b. Melaksanakan saran dan petunjuk yang diberikan oleh petugas
kesehatan.
c. Segera datang/memeriksakan diri kepada petugas kesehatan jika
mengalami suatu kelainan atau mempunyai keluhan tertentu.

19

You might also like