You are on page 1of 5

a.

Faktor Pencetus Gangguan Tidur Terkait Gangguan Psikiatrik


Menurut Japardi (2010) dalam Handbook of Psychiatry, gangguan tidur
yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, yaitu gangguan mental psikosis,
anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), dan alkohol. Sedangkan menurut
Harvard Health Mental Letter (2009), gangguan psikiatrik yang mencetuskan
gangguan tidur, antara lain:
a. Depresi: Penelitian yang menggunakan metode dan populasi yang
berbeda memperkirakan bahwa 65 % sampai 90 % dari pasien dewasa dengan
depresi berat, dan sekitar 90 % dari anak-anak dengan gangguan ini, mengalami
beberapa jenis masalah tidur. Kebanyakan pasien dengan depresi mengalami
insomnia, tetapi sekitar satu dari lima orang menderita obstructive sleep apnea.
Masalah tidur mempengaruhi hasil pengobatan bagi pasien dengan depresi.
Penelitian melaporkan bahwa pasien dengan depresi yang terus mengalami
insomnia cenderung kurang merespon pengobatan dibandingkan mereka yang
tanpa masalah tidur. Bahkan pasien yang suasana hatinya membaik dengan terapi
antidepresan pun lebih berisiko mengalami kekambuhan depresi di kemudian hari.
b. Gangguan bipolar : Penelitian pada populasi yang berbeda
melaporkan bahwa 69 % sampai 99 % dari pasien mengalami insomnia atau
melaporkan kurangnya kebutuhan tidur selama episode manik dari gangguan
bipolar.Sedangkan dalam penelitian lain pada depresi bipolar melaporkan bahwa
23 % sampai 78 % dari pasien mengalami tidur berlebihan (hipersomnia) ,
sementara yang lain mungkin mengalami insomnia atau susah tidur.
c. Gangguan kecemasan: Masalah tidur mempengaruhi lebih dari 50 %
dari pasien dewasa dengan gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiety
Disorder [GAD]), yang umumnya terjadi pada pasien dengan gangguan stres
pasca -trauma ( Post Traumatic Stress Disorder [PTSD]), dan dapat terjadi pada
gangguan panik , gangguan obsesif-kompulsif , dan fobia. Gangguan ini juga
sering terjadi pada anak dan remaja. Suatu penelitian tidur di laboratorium
menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan kecemasan membutuhkan waktu
lebih lama untuk tertidur, dan tidur kurang nyenyak dibandingkan dengan
kelompok kontrol anak-anak yang sehat.
d. Attention Deficit Hyperactivity Disorders (ADHD): Berbagai
masalah tidur mempengaruhi 25 % sampai 50 % anak dengan ADHD. Masalah
umum yang terjadi termasuk sulit tidur, durasi tidur yang lebih pendek, dan tidur
gelisah. Gejala-gejala ADHD dan kesulitan tidur tumpang tindih begitu banyak
sehingga sulit untuk menguraikannya secara terpisah.

b. Macam-macam gangguan tidur


1. Insomnia
Insomnia, yaitu kurangnya atau menurunnya kemampuan untuk tidur, yang terdiri
dari insomnia awal (initial insomnia), yaitu sulit jatuh tidur, insomnia pertengahan
(middle insomnia) kesulitam tidur sepanjang malam dan kalau bisa tidur,
terbangun sulit untuk tidur lagi, insomnia akhir (terminal late) dan bangun terlalu
awal (pagi).
2. Parasomnia
Parasomnia adalah suatu kelainan yang disebabkan kejadia perilaku atau
psikologis abnormal yang muncul di kala tidur, tahapan tertentu, atau transisi fase
tidur-terjaga. Parasomnia lebih umum terjadi pada anak-anak dan tidak selalu
menandakan adanya masalah psikologis atau psikiatris yang signifikan.
Jenis-jenis parasomnia :
- Tidur jalan
- Makan sambil tidur
- Terror tidur
- Gangguan soal tidur
3. Tidur Apnea
Tidur apnea adalah suatu kondisi dimana terjadinya penghetian napas disaat tidur.
Tidur apnea sangat umum terjadi, layaknya diabetes yang lazim menimpa orang
dewasa.
4. Narkolepsi
Kelainan tidur ini secara umum ditandai munculnya keinginan tidur di sinag hari
secara tak terkendali. Penderita sering kali jatuh tertidur di sembarang waktu dan
tempat, juga terjadi berulang kali dalam sehari. Narkolepsi adalah kelainan
neourologis (yang menyerang otak dan syaraf) kronis yang melibatkan system
saraf pusat tubuh.
Gejala-gejala narkolepsi antara lain :
- Katalepsi, yaitu mengalami serangan tiba-tiba, hilangnya kelenturan otot
temporal pada tubuh.
5. Paralisis tidur
Paralisis tidur adalah fungsi alamiah tubuh yang menyebabkan penderitanya
mengalami kelumpuhan di kala tidur. Dulunya dikenal dengan nama The Old Hag
Syndrome. Mereka yang mengalami fenomena ini kadang merasa ketakutan
karena mengira sedang diserang oleh setan. Zaman dulu, ada kepercayaan kalau
fenomena ini diakibatkan oleh "Old Hag" atau "Penyihir" yang sedang menduduki
dada korban.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres
psikis, riwayat medis, aktivitas fisik

Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya


: perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan
yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat
memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau
mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur
maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan
suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang
sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.

Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.

Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan


insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :

- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun
pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau
bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari,
kalau hal ini akan mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung
kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien.
Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan
fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di
sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian
(F43.2)
Faktor Resiko Insomnia
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama
menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering
mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu
tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti
kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia
kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya
insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering
meningkatkan resiko insomnia.1,4

You might also like