Professional Documents
Culture Documents
Mood Depresi
1 = Kesedihan dll
2. Perasaan Bersalah
0 = Tidak ada
3. Bunuh Diri
0 = Tidak ada
4. Insomnia – Inisial
2 = Sering
5. Insomnia – Pertengahan
1 = Kadang - kadang
6. Insomnia – Tertunda
2 = Sering
7. Minat dan Pekerjaan
2 = Kehilangan minat pada hobi, penurunan aktivitas sosial
8. Retardasi
0 = Tidak ada
9. Agitasi
1 = Kadang-kadang
10. Anxiety – Psikologis
1 = Tekanan dan temeramental
11. Anxiety – Somatic
1 = Ringan
12. Gejala Somatis – Gastrointestinal
1 = Ringan
13. Gejala Somatis – Umum
1 = Ringan
14. Gejala Genitalia
0 = Tidak ada
15. Hipokondriasis
0 = Tidak ada
3 =Perilaku agresif
16. Kehilangan Berat Badan
1 = Samar-samar atau sedkit
17. Pendekatan (Pemahaman)
0 = Tidak ada kekurangan
Total 17
Nilai Tes HDRS
Tingkat Depresi
17 Item Interview 21 Item Interview
Tak ada depresi (Normal) 0-8 0-18
Depresi ringan 8-13 18-24
Depresi sedang 14-18 25-34
Depresi berat 19-22 35-51
Depresi sangat berat 22-50 52-64
Total 11
Nilai Tes HDRS
Tingkat Depresi
17 Item Interview 21 Item Interview
Tak ada depresi (Normal) 0-8 0-18
Depresi ringan 8-13 18-24
Depresi sedang 14-18 25-34
Depresi berat 19-22 35-51
Depresi sangat berat 22-50 52-64
Mekanisme koping adalah suatu pola untuk menahan ketegangan yang mengancam dirinya
(pertahanan diri/maladaptif) atau untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (mekanisme
koping/adaptif). Adanya masalah-masalah yang mengancam pribadi dan kehidupan akan
memunculkan reaksi adaptif atau maladaptif, dimana masalah tersebut akan memunculkan
kecemasan pada individu. Pada kecemasan ringan, maka mekanisme koping yang
dipergunakan masih dalam taraf normal atau adaptif/positif. Ketika kecemasan menjadi
kecemasan sedang atau lebih/hebat, maka kecemasan tersebut seringkali dihadapi dengan 2
tipe mekanimse koping yaitu reaksi atas orientasi tugas (menyelesaikan masalah) dan
mekanisme pertahanan ego (tanpa kesadaran dan pemikiran yang tidak
rasional/maladaptif/negatif).
Reaksi atas orientasi tugas adalah kesadaran, berorientasi atau berekasi untuk mencoba
mempertemukan keinginan yang realistik dari situasi stres yang terjadi pada dirinya.
Mekanisme pertahanan ego adalah salah satu penyesuaian diri terhadap stres pada tingkat
ketidaksadaran tertentu dan melibatkan tingkat-tingkat penipuan diri sendiri dan atau
penyimpangan atas realitas yang ada.
A. EPIDEMIOLOGI
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 – 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1 –
1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8
% populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas dan Mortalitas
dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian
yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan
gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar
15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 – 50 % individu dengan gangguan
bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-benar tewas karena bunuh diri.
B. ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak
ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti
dengan keadaan penyakit ini.
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan
risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT),
dan serotonin transporter (5HTT).7
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan
neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak
pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF
dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. Kelainan pada otak juga dianggap dapat
menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat
dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan
positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah
yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch
Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.
Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat
dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.
C. FAKTOR RISIKO
a. Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi
menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi
Afrika-Amerika.
b. Jenis Kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-
cycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih tinggi
pada wanita daripada pria.
c. Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup besar.
Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun,
dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15 – 19 tahun,
dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 – 24 tahun. Sebagian penderita
yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja juga mengalami
gangguan bipolar dan baru berkembang mengalami episode manic yang pertama saat
usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang
juga menderita gangguan bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada
usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan
neurologis seperti penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
d. Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti
yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan bipolar
terdapat beberapa bentuk, antara lain :
Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7 kali
lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-bawahi,
keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki kemungkinan 50
% menderita gangguan psikiatrik lain. Penelitian pada orang yang kembar
menunjukkan hubungan 33 – 90 % menderita BP I dari saudara kembar yang identik.
Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum
bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam keluarga.
Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I atau gangguan
depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif,
bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orang tua yang
mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,
skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang
bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga
terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan suatu
genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan gangguan mood
dan skizofrenia.
Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan adanya kontribusi genetik pada
MDI dengan gambaran psikotik, serta menunjukkan adanya hubungan antara
skizofrenia dan gangguan bipolar. Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang
dengan gangguan bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang
sama dalam ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas
substansia nigra pada bermacam daerah otak.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari
kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah
diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang
menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)
berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini
yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF
adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen
yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang
mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.
e. Neurotransmiter
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan
untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi
ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai
pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk
menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya
ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan
neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah sinaptik,
ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah
dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu,
penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang
berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk
endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-
neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak
individu mania dibanding otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal
pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan
serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,
menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa
merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin
yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada
skizofrenia.
1) Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang
menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan
depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan
neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi.
Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin
oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan
monoamin dapat memperbaiki depresi.
2) Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke
korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.
Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan
psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang
berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem
serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur
ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA).
Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak
motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada
mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A
pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain dilaporkan bahwa
respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita
depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita
depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi
yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi.
Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan.
Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia
dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini
sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan
HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak
sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan
penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw
adanya gangguan serotonin pada depresi.
3) Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus (LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi
LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya
ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif
dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut
tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)
meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan.
Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial.
Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada
depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol
(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan
penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG
mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin
meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
f. Psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang berhubungan
melalui suatu jalur.
Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan, contohnya
hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri rendah. Oleh karena
itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan rasa depresi (Melanie
Klein)
g. Lingkungan
Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan stres
eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya gangguan pada
beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik atau biokimiawi. .
Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan
gangguan bipolar I.
Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan
meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat
pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti periode
kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia akan sangat
sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim dingin akan relatif
inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak manic pada hampir
sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini menunjukkan lingkungan
juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri seseorang.
D. GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan
bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode
hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun
sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan
longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode
manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap
maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa
episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului
ataupun didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar
II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi
mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode
hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang
menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,
manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat
diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau
seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut
tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis.
Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya
dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar
dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi
bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham
kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya,
atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah
berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.
F. PENATALAKSANAAN
1. Penentuan Kegawatdaruratan Penderita
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan
depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan
pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat
bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a) Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat
inap adalah sebagai berikut :
- Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat
terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang
serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan
observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita
bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang
tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manic
yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang
hebat.
- Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa
ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini
bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya
untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
- Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam,
sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang
seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
- Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic.
Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan
karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
- Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang
disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik
dapat dimonitor dan diobservasi.
1) Litium
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat
sebagai terapi rumatan GB.
Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-
1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20
mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis
berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif
sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi
bila dosis 1,5 mEq/L.
2) Valproat.
Dosis:
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam
serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia
diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal
untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125
ug/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan
penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100
ug/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang
dianjurkan adalah antara 75-100 ug/mL.
Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,
terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan
litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
3) Lamotrigin
Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Antipsikotika Atipik
1) Risperidon
Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian
besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua
minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan
menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi
rumatan
2) Olanzapin
Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi
rumatan GB.
Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
3) Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,
100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain
itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
4) Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran
dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari.
Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai
terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.
Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang
berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya
hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator
mood atau dengan antipsikotika atipik
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial
lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi.
Tabel FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens
Nama Generik Nama Dagang Manic Mixed Maintenance Depresi
Valproate Depakote X
Carbamazepine extended release Equestro X X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Combination Symbyax X
Tabel dikutip dari Medscape.
b) Terapi Non Farmakologi
Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita
tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi
dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja. Tetapi,
terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood
serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat.
Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan
yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang
dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk
periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah menghilang, intervensi
keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada beberapa program terapi,
modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan
masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet
khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena
peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan
efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik.
Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler
meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan
dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan
toksisitas litium.
Edukasi Penderita
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari tujuan
edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit,
namun juga kualitas hidupnya.
- Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
- Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait
apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya
perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
- Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari perawatan
dan edukasi.
- Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi
individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita dan
kewaspadaan keluarga.
- Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks
gangguan.
- Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita
tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha menghadapi
tantangan dari perspektif lain.
F. PENCEGAHAN
Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar. Hal ini
mencakup beberapa hal sebagai berikut :
- Pertama, medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.
- Kedua, psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya harus
memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-tanda awal dari
manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.
H. PROGNOSIS
Pada kasus mengarah ke buruk
Prognosis Buruk Prognosis Baik
Akut Fase manic (dalam durasi pendek)
Onset terjadi pada usia muda Onset terjadi pada usia yang lanjut
Riwayat kerja yang buruk Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah
Penyalahgunaan alcohol Gambaran psikotik yang rendah
Gambaran psikotik Masalah kesehatan (organik) yang rendah.
Gambaran depresif diantara episode
manic dan depresi
Adanya bukti keadaan depresif
Jenis kelamin laki-laki.
Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2 tahun
pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan manic lain.
Hanya 50 – 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya.
Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita
mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap. Seringkali
perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.