You are on page 1of 27

1.

Mood Depresi
1 = Kesedihan dll
2. Perasaan Bersalah
0 = Tidak ada
3. Bunuh Diri
0 = Tidak ada
4. Insomnia – Inisial
2 = Sering
5. Insomnia – Pertengahan
1 = Kadang - kadang
6. Insomnia – Tertunda
2 = Sering
7. Minat dan Pekerjaan
2 = Kehilangan minat pada hobi, penurunan aktivitas sosial
8. Retardasi
0 = Tidak ada
9. Agitasi
1 = Kadang-kadang
10. Anxiety – Psikologis
1 = Tekanan dan temeramental
11. Anxiety – Somatic
1 = Ringan
12. Gejala Somatis – Gastrointestinal
1 = Ringan
13. Gejala Somatis – Umum
1 = Ringan
14. Gejala Genitalia
0 = Tidak ada
15. Hipokondriasis
0 = Tidak ada
3 =Perilaku agresif
16. Kehilangan Berat Badan
1 = Samar-samar atau sedkit
17. Pendekatan (Pemahaman)
0 = Tidak ada kekurangan

Total 17
Nilai Tes HDRS
Tingkat Depresi
17 Item Interview 21 Item Interview
Tak ada depresi (Normal) 0-8 0-18
Depresi ringan 8-13 18-24
Depresi sedang 14-18 25-34
Depresi berat 19-22 35-51
Depresi sangat berat 22-50 52-64

Interview HDRS (Hamilton Depression Rating Scale)


1. Mood Depresi
1 = Kesedihan dll
2. Perasaan Bersalah
0 = Tidak ada
3. Bunuh Diri
0 = Tidak ada
4. Insomnia – Inisial
1 = Kadang-kadang
5. Insomnia – Pertengahan
1 = Kadang-kadang
6. Insomnia – Tertunda
1 = Kadang-kadang
7. Minat dan Pekerjaan
2 = Kehilangan minat pada hobi, penurunan aktivitas sosial
8. Retardasi
0 = Tidak ada
9. Agitasi
0 = Tidak ada
10. Anxiety – Psikologis
1 = Tekanan dan temeramental
11. Anxiety – Somatic
1 = Ringan
12. Gejala Somatis – Gastrointestinal
1 = Ringan
13. Gejala Somatis – Umum
1 = Ringan
14. Gejala Genitalia
0 = Tidak ada
15. Hipokondriasis
0 = Tidak ada
16. Kehilangan Berat Badan
1 = Samar-samar atau sedkit
17. Pendekatan (Pemahaman)
0 = Tidak ada kekurangan

Total 11
Nilai Tes HDRS
Tingkat Depresi
17 Item Interview 21 Item Interview
Tak ada depresi (Normal) 0-8 0-18
Depresi ringan 8-13 18-24
Depresi sedang 14-18 25-34
Depresi berat 19-22 35-51
Depresi sangat berat 22-50 52-64

Mekanisme koping adalah suatu pola untuk menahan ketegangan yang mengancam dirinya
(pertahanan diri/maladaptif) atau untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (mekanisme
koping/adaptif). Adanya masalah-masalah yang mengancam pribadi dan kehidupan akan
memunculkan reaksi adaptif atau maladaptif, dimana masalah tersebut akan memunculkan
kecemasan pada individu. Pada kecemasan ringan, maka mekanisme koping yang
dipergunakan masih dalam taraf normal atau adaptif/positif. Ketika kecemasan menjadi
kecemasan sedang atau lebih/hebat, maka kecemasan tersebut seringkali dihadapi dengan 2
tipe mekanimse koping yaitu reaksi atas orientasi tugas (menyelesaikan masalah) dan
mekanisme pertahanan ego (tanpa kesadaran dan pemikiran yang tidak
rasional/maladaptif/negatif).

Reaksi atas orientasi tugas adalah kesadaran, berorientasi atau berekasi untuk mencoba
mempertemukan keinginan yang realistik dari situasi stres yang terjadi pada dirinya.
Mekanisme pertahanan ego adalah salah satu penyesuaian diri terhadap stres pada tingkat
ketidaksadaran tertentu dan melibatkan tingkat-tingkat penipuan diri sendiri dan atau
penyimpangan atas realitas yang ada.

Jenis reaksi atas orientasi tugas adalah.


1. Menyerang/agresif yaitu berusaha untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan
dengan cara aktif, partisipatif atau menghadapi masalah secara bertanggung jawab untuk
memuaskan kebutuhan/untuk emosinya secara masuk akal dalam menghadapi masalah.
2. Kompromi yaitu mengubah perjalanan suatu cara atau tujuan dengan posisi tawar-
menawar (bargaining) untuk memuaskan keinginan/emosinya dan bagaimana caranya
mencapai suatu tujuan yang sama-sama menguntungkan.
3. Menarik diri yaitu berupaya untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman secara fisik
atau memuaskan keinginan/emosi tanpa melibatkan diri dalam mengatasi masalah tersebut.
Cara ini termasuk maladaptif.

Jenis mekanisme pertahanan ego adalah:


1. Kompensasi adalah mengalihkan kelemahan dirinya dengan menonjolkan/
mengunggulkan/menggantikan keberhasilan-keberhasilan aspek lainnya yang dianggap
sebagai aset dirinya.
2. Pengingkaran/denial adalah menghindarkan diri dan mengabaikan realitas yang tidak
menyenangkan terhadap dirinya, menolak untuk mengenalinya atau tidak setuju.
3. Displacement adalah pengalihan emosi pada objek lain atau orang lain yang lebih ringan
risikonya/bahayanya atau yang lebih netral.
4. Identifikasi adalah berupaya menjadi orang yang dikagumi dengan mengambil ide-ide dan
atau pemikiran/pendapat orang lain yang disukasinya tersebut (contohnya mencoba menjadi
seperti idolanya).
5. Rasionalisasi adalah memberikan alasan yang kuat/masuk akal agar diterima oleh orang
lain sebagai pengganti untuk menutupi peran perilaku dan motivasi yang tidak dapat diterima
orang lain untuk menyesuaikan diri terhadap impuls, perasaan dan perilaku orang lain.
6. Introjeksi adalah mengidentifikasi perilaku yang kuat atau bersemangat mengambil
nilai/norma dari orang lain untuk diterapkan pada dirinya atau ke dalam struktur egonya
sendiri (tipe identifikasi yang hebat).
7. Isolasi adalah memisahkan diri secara emosional dari suatu pemikiran atau permasalahn
yang sedang terjadi saat ini bisa terjadi sementara/temporer atau menetap dalam jangka
panjang/lama.
8. Proyeksi adalah memindahkan pemikiran, dorongan, rangsangan emosional atau motivasi
kepada orang lain atau objek lain, biasanya dengan menyalahkan orang lain atas
ketidakberhasilan dirinya dalam suatu hal.
9. Over kompensasi adalah pola perkembangan sikap dan perilaku yang berlainan dengan
dorongan yang ada pada dirinya dan biasanya tidak sesuai dengan realitas sebagai upaya
kompensasi namun berlebihan, seperti bekerja/belajar secara berlebihan.
10. Regresi adalah menghindari keterangan dengan kemunduran karakter perilaku pada tingkat
perkembangan sebelumnya.
11. Represi adalah menekan dorongan yang tidak dapat diterima secara sadar/tidak disadari
menekan pikiran, perasaan, kemauan, kemampuan, dan dorongan pada dirinya akibat dari
adanya hal-hal yang menyakitkan/konflik sebagai pertahanan ego secara primer.
12. Pemisahan/splitting adalah memandang/membagi orang lain/situasi dalam dua
penggolongan yaitu kelompok baik/positif/negatif dalam dirinya.
13. Penghalus/sublimasi adalah mengganti suatu tujuan untuk suatu tujuan tertentu yang tidak
dapat diterima oleh orang lain/sosial dengan tujuan tertentu yang bisa diterima secara sosial
dengan perilaku yang biasanya bersifat menekan perasaannya sendiri.
14. Disosiasi adalah pemisahan diri sekelompok mental/proses perilaku dari keseluruhan
kesadaran/identitas.
15. Intelektualisasi adalah alasan/logika yang berlebihan yang digunakan untuk menghindari
perasaan yang mengganggu dirinya.
16. Supresi yaitu analog dengan represi dengan cara menekan perasaan dengan suatu kesadaran
dan bertujuan untuk menunda suatu tindakan sampai ada suatu kesempatan untuk
mengekspresikan.
17. Undoing yaitu bertindak/berkomunikasi secara sebagian-sebagian/meniadakan tindakan/
informasi yang sebelumnya ada, hal ini sebagai pertahanan diri yang primitif.
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan
pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan,
dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya
fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali)
dan depresi.

A. EPIDEMIOLOGI
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 – 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1 –
1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8
% populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas dan Mortalitas
dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian
yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan
gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar
15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 – 50 % individu dengan gangguan
bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-benar tewas karena bunuh diri.

B. ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak
ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti
dengan keadaan penyakit ini.
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan
risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT),
dan serotonin transporter (5HTT).7
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan
neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak
pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF
dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. Kelainan pada otak juga dianggap dapat
menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat
dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan
positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah
yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch
Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.
Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat
dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.

C. FAKTOR RISIKO
a. Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi
menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi
Afrika-Amerika.
b. Jenis Kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-
cycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih tinggi
pada wanita daripada pria.
c. Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup besar.
Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun,
dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15 – 19 tahun,
dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 – 24 tahun. Sebagian penderita
yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja juga mengalami
gangguan bipolar dan baru berkembang mengalami episode manic yang pertama saat
usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang
juga menderita gangguan bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada
usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan
neurologis seperti penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
d. Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti
yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan bipolar
terdapat beberapa bentuk, antara lain :
Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7 kali
lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-bawahi,
keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki kemungkinan 50
% menderita gangguan psikiatrik lain. Penelitian pada orang yang kembar
menunjukkan hubungan 33 – 90 % menderita BP I dari saudara kembar yang identik.
Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum
bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam keluarga.
Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I atau gangguan
depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif,
bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orang tua yang
mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,
skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang
bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga
terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan suatu
genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan gangguan mood
dan skizofrenia.
Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan adanya kontribusi genetik pada
MDI dengan gambaran psikotik, serta menunjukkan adanya hubungan antara
skizofrenia dan gangguan bipolar. Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang
dengan gangguan bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang
sama dalam ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas
substansia nigra pada bermacam daerah otak.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari
kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah
diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang
menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)
berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini
yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF
adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen
yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang
mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.
e. Neurotransmiter
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan
untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi
ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai
pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk
menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya
ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan
neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah sinaptik,
ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah
dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu,
penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang
berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk
endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-
neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak
individu mania dibanding otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal
pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan
serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,
menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa
merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin
yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada
skizofrenia.
1) Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang
menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan
depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan
neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi.
Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin
oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan
monoamin dapat memperbaiki depresi.
2) Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke
korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.
Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan
psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang
berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem
serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur
ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA).
Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak
motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada
mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A
pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain dilaporkan bahwa
respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita
depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita
depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi
yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi.
Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan.
Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia
dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini
sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan
HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak
sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan
penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw
adanya gangguan serotonin pada depresi.
3) Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus (LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi
LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya
ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif
dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut
tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)
meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan.
Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial.
Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada
depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol
(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan
penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG
mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin
meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
f. Psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang berhubungan
melalui suatu jalur.
Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan, contohnya
hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri rendah. Oleh karena
itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan rasa depresi (Melanie
Klein)
g. Lingkungan
Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan stres
eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya gangguan pada
beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik atau biokimiawi. .
Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan
gangguan bipolar I.
Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan
meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat
pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti periode
kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia akan sangat
sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim dingin akan relatif
inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak manic pada hampir
sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini menunjukkan lingkungan
juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri seseorang.

D. GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan
bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode
hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun
sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan
longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode
manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap
maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa
episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului
ataupun didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar
II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi
mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode
hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang
menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,
manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat
diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau
seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut
tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis.
Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya
dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar
dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi
bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham
kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya,
atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah
berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.

E. DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI


Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik


F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada
kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan
(mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya
episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam
riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien
yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai
bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam
episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatic
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostic
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afeknya.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Pedoman diagnostic
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan depresif
yangtercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan
depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode
afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F. PENATALAKSANAAN
1. Penentuan Kegawatdaruratan Penderita
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan
depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan
pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat
bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a) Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat
inap adalah sebagai berikut :
- Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat
terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang
serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan
observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita
bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang
tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manic
yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang
hebat.
- Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa
ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini
bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya
untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
- Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam,
sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang
seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
- Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic.
Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan
karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
- Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang
disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik
dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


- Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat
pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan depresi
berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan
dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan
interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli
terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali
bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan
gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan
interpersonal.
c) Pengobatan rawat jalan : Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
- Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal dari
keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong penderita
menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
- Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan
yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek
samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka.
Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap,
namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu
untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan
pengobatan.
- Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini
merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi
penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang
yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan minimum dan
membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
- Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi
penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada
terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan
peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga
memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
- Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh
para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi,
komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Terapi
a) Terapi Farmakologi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada remaja dengan
gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan remaja yang menderita depresif
akan mengalami gangguan bipolar, klinisi harus mencatat gejala hipomanik yang
mungkin terjadi selama pemakaian fluoxetin dan anti depresan lain. Pada kasus tersebut
medikasi harus dihentikan untuk menentukan apakah episode hipomanik selanjutnya
menghilang. Tetapi, respon hipomanik terhadap antidepresan tidak selalu meramalkan
bahwa gangguan bipolar telah terjadi.8 Gangguan bipolar pada masa anak-anak dan
remaja adalah diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang baik. Tetapi, anak-
anak yang memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas) dan selanjutnya mengalami
gangguan bipolar pada awal masa remaja adalah lebih kecil kemungkinannya untuk
berespon baik terhadap lithium dibandingkan mereka yang tanpa gangguan perilaku.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan
mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasannya
lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan
meskipun banyak obat-obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas pencegahan
bunuh diri masih belum jelas.
Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk
gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita
gangguan depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah yang
membedakannya dari antidepresan lain.
Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum diketahui, diduga akibat
efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion lithium dengan ukuran yang amat kecil
tersebar melalui membrana biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion lithium
menggantikan ion Na mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan melestarikan
membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara lithium (dengan
konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi monovalent atau divalent kation oleh sel
saraf.2 Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan merobah distribusi ion
didalamsel susunan saraf pusat, perhatian terpusat pada efek konsentrasi ionnya yang
rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan utama dalam patofisiologi
gangguan alam perasaan.
Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar.
Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati 60-80% pasien. ‘Pamornya” semakin
berkibar karena dapat menekan ongkos perawatan dan angka kematian akibat bunuh
diri.
Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat orang-orang yang kurang memberi
respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera kepala, mania
derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila
penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks
terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan ginjal
menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena akan menghambat proses eliminasi
sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan lithium
dapat merusak ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena keterbatasan itulah,
penggunaan lithium mulai ditinggalkan.2 Antipsikotik mulai digunakan sebagai
antimanik sejak tahun 1950.
Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi
psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian
antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat
menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic malignant
syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon terhadap
lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai regimen lini
pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang baik pada
kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun
mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik tercapai pada kadar
optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi
125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati, tremor,
sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan adalah loading
dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20 mg/kg pada 7 hari
selanjutnya. Pencarian obat alternatif terus diupayakan. Salah satunya adalah
lamotrigine.
Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati
epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif
sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid
cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.

1) Litium
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat
sebagai terapi rumatan GB.
Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-
1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20
mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis
berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif
sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi
bila dosis 1,5 mEq/L.
2) Valproat.
Dosis:
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam
serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia
diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal
untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125
ug/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan
penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100
ug/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang
dianjurkan adalah antara 75-100 ug/mL.
Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,
terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan
litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
3) Lamotrigin
Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Antipsikotika Atipik
1) Risperidon
Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian
besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua
minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan
menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi
rumatan
2) Olanzapin
Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi
rumatan GB.
Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
3) Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,
100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain
itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
4) Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran
dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari.
Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai
terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.
Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang
berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya
hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator
mood atau dengan antipsikotika atipik
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial
lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi.
Tabel FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens
Nama Generik Nama Dagang Manic Mixed Maintenance Depresi
Valproate Depakote X
Carbamazepine extended release Equestro X X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Combination Symbyax X
Tabel dikutip dari Medscape.
b) Terapi Non Farmakologi
Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita
tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi
dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja. Tetapi,
terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood
serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat.
Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan
yang lebih terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang
dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk
periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah menghilang, intervensi
keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada beberapa program terapi,
modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan
masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet
khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena
peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan
efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik.
Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler
meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan
dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan
toksisitas litium.
Edukasi Penderita
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari tujuan
edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit,
namun juga kualitas hidupnya.
- Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
- Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait
apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya
perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
- Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari perawatan
dan edukasi.
- Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi
individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita dan
kewaspadaan keluarga.
- Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks
gangguan.
- Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita
tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha menghadapi
tantangan dari perspektif lain.

F. PENCEGAHAN
Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar. Hal ini
mencakup beberapa hal sebagai berikut :
- Pertama, medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.
- Kedua, psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya harus
memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-tanda awal dari
manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.

H. PROGNOSIS
Pada kasus mengarah ke buruk
Prognosis Buruk Prognosis Baik
Akut Fase manic (dalam durasi pendek)
Onset terjadi pada usia muda Onset terjadi pada usia yang lanjut
Riwayat kerja yang buruk Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah
Penyalahgunaan alcohol Gambaran psikotik yang rendah
Gambaran psikotik Masalah kesehatan (organik) yang rendah.
Gambaran depresif diantara episode
manic dan depresi
Adanya bukti keadaan depresif
Jenis kelamin laki-laki.
Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2 tahun
pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan manic lain.
Hanya 50 – 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya.
Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita
mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap. Seringkali
perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.

You might also like