You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA Tn.

DENGAN HIPERTENSI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang disertai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah
mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, kemajuan ilmu
pengetahuan serta keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan tersebut berdampak terhadap
meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut cenderung
mengkat.

Saat ini, jumlah orang lanjut usia di selluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika
Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan
diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu
berganti menjadi “Ledakan penduduk lanjut usia”.

Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui jumlah dan
prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2000 – 2020 sesuai pada tabel berikut ini:

Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:

1) Majunya pelayanan kesehata

2) Menurunnya angka kematian bayi daan anak

3) Perbaikan gizi dan sanitasi

4) Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi

Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit
menular menjadi degeneratif.
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70%
diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan
Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).

Perawatan terhadap pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah khususnya
Dinas social dan tenaga kesehatan. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien
lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan
keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek
fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.

Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu kompetensi yang
harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik khususnya pada klien
lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini,
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya,
Angkatan I, kelompok I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha “ Bahagia” di
Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai perubahan – perubahan
yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan
atau masalah kesehatan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum

Meningkatkan derajat kesehatan para lanjut usia.

Tujuan khusus

Mampu melakukan pengkajian pada lansia

Mampu merumuskan diagnosa keperawatan lansia

Mampu menyusun rencana keperawatan.

Melakukan tindakan keperawatan pada lansia

Mampu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan yang diberikan.

1.3 Sistematika Laporan

Sistematika laporan kegiatan ini adalah:

1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan, dan Sistematika Laporan.

2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep dan asuhan keperawatan pada gastritis.
3) Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

4) Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.

KONSEP TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.

2.1 Konsep Teori Lansia

2.1.1 Batasan Lansia

Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahu

3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

2.1.2 Proses Menua

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga
tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran
secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital,
sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.

Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan
penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:

1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,


2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,

3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya
kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar
Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:

1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,

2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,

3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,

4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan

5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk,
Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat,
terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk
itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar
tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami
oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya
mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak
memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)

Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik
dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:

1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.

2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi

3) Selalu mengingat kembali masa lalu

4) Selalu khawatir karena pengangguran,

5) Kurang ada motivasi,


6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan

7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat,
ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

2.1.3 Teori Proses Menua

1) Teori – teori biologi

a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua
terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

b) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)

c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh
tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkab kerusakan organ tubuh.

e) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai.

f) Teori radikal bebas


Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas
ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

h) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2) Teori kejiwaan sosial

a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.

Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan
antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari
teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c) Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni :

1. kehilangan peran

2. hambatan kontak sosial

3. berkurangnya kontak komitmen

2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain:
(Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum

a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan , dihargai dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.

2) Permasalahan khusus :

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.

d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia

2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

1) Hereditas atau ketuaan genetik

2) Nutrisi atau makanan

3) Status kesehatan

4) Pengalaman hidup

5) Lingkungan

6) Stres

2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

1) Perubahan fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal,
genito urinaria, endokrin dan integumen.

2)Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.

b) Kesehatan umum

c) Tingkat pendidikan

d) Keturunan (hereditas)

e) Lingkungan

f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.

i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep dir.

2) Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)

2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia

Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu
:Depresi mental

1) Gangguan pendengaran

2) Bronkhitis kronis

3) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.

4) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia

5) Demensia

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Batasan Hipertensi

Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada orang dewasa rata-rata
tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan diastolik sama atau di atas 90 mm Hg ,
menurut American Heart Association, rata-rata dari dua kali pemeriksaan yang berbeda dalam dua
minggu. Menurut Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
diatas standar dihubungkan dengan usia.

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :

1. Hipertensi esensial (hipertensi primer / idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya, sebanyak 90 % kasus.

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain , sebanyak 10 % .

2.2.2 Faktor Predisposisi

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi . Faktor-faktor tersebut
antara lain :

1. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

2. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah : umur, jenis kelamin dan ras. Umur
yang bertambah akan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi
dibandingkan tekanan darah wanita.Juga statistik di Amerika menunjukan prevalensi hipertensi pada
orang kulit hitam hampir dua kali lipat dibandingkan dengan orang kulit putih.

3. Kebiasaan Hidup.

Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :

1) Konsumsi garam yang tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau penduduk dengan
konsumsi garam rendah jarang menderita hipertensi. Dari dunia kedokteran juga telah dibuktikan
bahwa ,pembatasan garam dan pengeluaran garam / natrium oleh obat diuretik akan menurunkan
tekanan darah lebih lanjut.

2) Kegemukan atau makan berlebihan ; dari penelitian kesehatan terbukti ada hubungan antara
kegemukan dan hipertensi . Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi
belum jelas, tetapi sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.

3) Stres dan ketegangan jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah dapat mmerangsang kelenjar anak ginjal
melepaskaqn hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat , sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama , tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga tinbul kelainan organis atau perubahan patologis (Dr. Hans Selye: General
Adaptation Syndrome, 1957). Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.

4) Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai berikut :
merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan darah ; minum alkohol,
minum obat-obat,misal; ephedrin, Prednison, epinefrin.

2.2.3 Patofisiologi

Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung
pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer.
Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos
pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-
perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna dan hipertropi
tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak
mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis
koroner.

2.2.4 Usaha Pencegahan Hipertensi.

Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.pada umumnya, orang
akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras atau meninggal dunia
akibat hipertensi.

Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan disiplin dan ketekunan
menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa; nrimo) dalam mengendalikan perasaan dan
keinginan atau ambisi. Di samping berusaha untuk memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di
ri untuk ikhlas menerima kegagalan atau kesulitan.

Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih
parah , tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh dokter. Agar
terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop high
blood pressure), antara lain dengan cara sebagai berikut :

1. Mengurangi konsumsi garam

2. Menghindari kegemukan

3. Membatasi konsumsi lemak

4. Olahraga teratur

5. Makan banyak sayur segar

6. Tidak merokok dan tidak minum alkohol

7. Latihan relaksasi atau meditasi


8. Berusaha membina hidup yang positif.

2.2.4 Penanggulangan Hipertensi

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua penatalaksanaan yaitu :
Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan farmakologis

2.2.4.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologis :

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu
kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah yang timbul.

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja, tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita bertambah kuat (Barry,1987).

Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi gaya.

2.2.4.2 Penatalaksanaan farmakologis

Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan obat standar
yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Commite On Detection,
Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretik,
Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Bila
tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis
maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan
lain. Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm Hg dengan efek samping
minimal. Penurunan tekanan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertenssi ringan yang sudah
terkontrol dengan baik selama 1 tahun.

2.2.5 Komplikasi

Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler, dan gagal
ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan perifer menyebabkan gangguan
paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan lipoprotein ke dalam intima dan lapisan
sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan plaque /aterosklerosis. Peningkatan
tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang membentuk jaringan parut intima dan
mengakibatkan penebalan pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989) dikutip
dari Carpenito (1999).

Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah

1. Krisis Hipertensi

2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi
adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi.
3. Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya
stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah.

4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis mendadak
atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila
tekanan darah diturunkan.

5. Nefrosklerosis karena hipertensi.

6. Retinopati hipertenssi.

2.3 Kosep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian klien dengan hipertensi

- Aktifitas/ istirahat

Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

- Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.

- Integritas Ego

Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.

Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

- Eliminasi

Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.

- Makanan/ cairan

Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan
berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

- Neurosensori

Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.

Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.

- Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.

- Pernafasan

Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum,
riwayat merokok.

Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.

- Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

Pemeriksaan Diagnostik

- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).

- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi).

- Kalsium serum

- Kalium serum

- Kolesterol dan trygliserid

- Px tyroid

- Urin analisa

- Foto dada

- CT Scan

- EKG

Prioritas keperawatan:

- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.


- Mencegah komplikasi.

- Kontrol aktif terhadap kondisi.

- Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.

2. Diagnosa Keperawatan:

Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

Tujuan/ kriteria:

- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.

- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.

- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

Intervensi:

- Kaji respon terhadap aktifitas.

- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.

- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.

- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.

- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.

- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.

- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.

Diagnosa Keperawatan:

Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.

Intervensi:

- Pertahankan tirah baring selama fase akut.

- Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang,
tehnik relaksasi.

- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk,


mengejan saat buang air besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.

Diagnosa Keperawatan

Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder terhadap
kerusakan neuron motorik atas.

Kriteria:

Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi:

1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit pada
sedikitnya empat kali sehari.

R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernafasan.

2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali sehari.
Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di
atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.

R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur pada otot
fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.

3) Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.

R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur
permanen.

4) Siapkan mobilisasi progresif.

R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-
tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara
bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.

5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.

R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.

Diagnosa Keperawatan

Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.
Kriteria hasil:

- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.

- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.

- Meminta bantuan bila diperlukan.

Intervensi:

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

R/ Membantu menurunkan cedera.

2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:

- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.

- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.

R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.

3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.

R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.

4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan

3. Pelaksanaan

a. Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis
keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:

2. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.

3. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

4. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.

5. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.


b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:

- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan
seperti pada pencegahan primer.

- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.

- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.

- Batasi aktivitas.

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2015 pada pukul 11.00 WIB.

3.1.1 Pengumpulan data

1) Data biografi klien

a) Nama : Tn. S

b) Tempat dan tanggal lahir : - / umur 67 tahun

c) Pendidikan terakhir : SD tidak tamat

a) Agama : Islam

b) Satus perkawinan : Duda

c) TB/BB : 155 cm / 37 kg

d) Penampilan umum : Bersih dan rapi, badan kurus.

e) Ciri – ciri tubuh : jalan masih tegak, rambut


sebagian memutih
f) Alamat : ds sampiran

g) Orang yang dekat dihubungi: Tn. Asnat

h) Hubungan dengan klien : Cucu.

i) Alamat : sampiran

2) Riwayat keluarga

Keterangan:

= laki - laki = Tn. S

= perempuan = Perempuan meninggal

3) Riwayat pekerjaan

Pekerjaan sebelumnya Tukang Kayu .

4) Riwayat lingkungan hidup

Sekarang klien tinggal di Wisma Kunthi bersama lansia yang lain orang. Jumlah kamar 6 buah dengan
kondisi kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian kotor yang
menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari baik.
Tingkat kenyamanan dan privacy terjamin.

4) Riwayat rekreasi

Klien senang nonton TV .

5) Sistem pendukung

Di panti ada seorang perawat lulusan SPK yang bertugas mengurusi masalah kesehatan. Hampir semua
kebutuhan terpenuhi karena panti menyiapkan kebutuhan lansia serta kegiatan terjadwal secara
teratur. Apabila lansia mengalami masalah kesehatan yang serius panti melakuykan rujukan ke
puskesmas maupun rumah sakit.

6) Deskripsi kekhususan
Klien mengatakan selalu melakukan solat 5 waktu dan mendapat pembinaan mental dan rohani setiap
minggu.

7) Status kesehatan

Klien mengatakan pernah mengalami sakit punggung setahun yang lalu. Sekarang klien mngeluh Pusing,
Kalau beraktivitas cepat merasa lelah, penglihatan kabur, kadang – kadang terasa lemah diseluruh tubuh
.

8) A D L (activity daily living)

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena berdasarkan
pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil dan berpakaian secara mandiri.

Psikologis kien meliputi:

· Persepsi klien terhadap penyakit: klien memandang penyakitnya hanya biasa.

· Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau menerima
kehadiran orang lain.

· Emosi klien stabil

· Kemampuan adaptasi klien baik.

· Mekanisme pertahanan diri: klien mengatakan senang tinggal di panti.

9) Tinjauan sistem

a) Keadaan umum: klien tampak bersih.

b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)

c) Skala koma glasgow: E=4, V=5, M=6, total15

d) Tanda – tanda vital: N: 80 x/mnt; S: 37,20C, RR: 16 x/mnt; TD: 170/90 mmHg.

e) Sistem pengelihatan: Baik, mata kiri dan kanan tidak ada kelainan, visus normal.

f) Pendengaran: klien dapat mendengar dengan baik.

g) Sistem kardiovaskuler:

- Inspeksi: pergerakan dada simetris.

- Perkusi: terdapat suara pekak.

- Auskultasi: Irama jantung teratur, suara S1S2 tunggal.


- Sistem pernafasan:

- Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernafasan.

- Perkusi: Suara paru ka/ki sama sonor.

- Auskultasi: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

h) Sistem integumen

Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (-), dekubitus (-), bekas luka (-).
Palpasi: turgor kulit normal.

i) Sistem perkemihan

Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari, Ngompol (-)

j) Sistem muskuloskletal

ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, kemampuan menggenggam kuat, otot
ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.

k) Sistem endokrin

Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.

l) Sistem immune

Klien mengatakan tidak mengerti imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-), riwayat penyakit
berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.

m) Sistem gastrointestinal

Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti dengan frekuensi 3 kali
sehari dan setiap makan hanya ¼ porsi. Kebiasaan minum kopi (-), susu (-), peristaltik (+). Klien
mengatakan bab tiap hari sekali dengan konsistensi lembek.

n) Sistem reproduksi

Klien mengatakan memiliki 2 orang anak putra dan putri.

o) Sistem persyarafan

Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan
bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-). Interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik.

10) Status kognitif/afektif/sosial


a) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan kesalahan 6, karena klien sekolah SD
tidak tamat.

b) Mini mental state exam (MMSE) dengan skore 9, karena klien memang tidak mengerti.

3.1.2 Analisa Data

No

Data

Etiologi

Masalah

DS:

- Klien mengeluh cepat merasa lelah kalau bekerja, Jantung berdebar – debar, sering berkeringat.

DO:

- Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80 kali/menit,.

DS:

- Klien mengatakan sering merasa pusing dan penglihatan kabur.

DO:

- Tekanan darah 170 / 90 mmHg, Nadi 80 kali/menit,.

Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

Defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

Intoleran aktivitas
Resiko tinggi terhadap cedera

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan

3.2.1 Diagnosa Keperawatan

1) Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan
oksigen

2) Resiko tinggi cedera sehubungan dengan penurunan lapangan pandang .

3.3 Perencanaan

No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen
Resiko tinggi cedera sehubungan dengan penurunan lapangan pandang

Tujuan/ kriteria:

- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.

- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.

- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.

- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.

- Kaji respon terhadap aktifitas.

- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.

- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.

- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.

- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.

- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.

- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:

- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.


- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.

3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.

4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

1. Untuk mengidentifikasikan aktivitas yang cocok dan seberapa jauh klien dapat melakukannya.

2. Untuk mengidentifikasikan perubahan yang terjadi

3. Mencegah terjadinya kelelahan

4. Membantu penyesuaian tubuh terhadap perubahan aktivitas

5. Aktivitas mandiri membantu dalam perubahan kebutuhan hidup

1) Membantu menurunkan cedera.

2) Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.

3) Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.

4) Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan

3.4 Implementasi

· Memberikan HE tentang:

- Penyebab terjadinya kelelahan pada pasien dan alasan timbulnya keluhan yang seperti,
penglihatan kabur dan cara – cara untuk mengatasinya agar tidak timbul cedera.

· Menemani pasien saat klien mengikuti senam.

· Mengukur Nadi pasien setelah melakukan senam .

· Mengkaji keluhan pasien setelah melakukan senam.


· Melakukan pemeriksaan fisik, dan melibatkan klien dalam kegiatan rekreasi.

· Memotivasi klien untuk beristirahat bila merasa lelah.

· Menjelaskan pada pasien tentang pentingya istirahat.

· Melibatkan klien untuk mengikuti kegiatan senam.

· Mendampingi klien makan siang dan memotivasi untuk meningkatkan porsi makan .

· Menjelaskan pada pasien cara – cara untuk menghidari terjadinya cedera

· Menganjurkan pada pasien untuk melaporkan pada petugas kesehatan panti bila timbul keluhan .

· Meminta Petugas kesehatan Panti agar dapat mengontrol tekanan darah klien.

· Mengevaluasi tekanan darah, nadi dan Pernapasan.

· Melakukan terminasi dan evaluasi.

· Klien kooperatif.

· Klien tampak serius memperhatikan

· Klien berpartisipasi dalam kegiatan senam dari awal sampai akhir.

· Nadi 80 Kali / menit

· Tidak mengeluh lelah

· Klien mengikuti kegiatan rekreasi dan klien banyak tertawa

· Klien mengatakan mengikuti saran yang diberikan mahasiswa

· Klien kooperatif.

· Klien tampak serius memperhatikan

· Klien berpartisipasi mengikuti kegiatan senam tanpa keluhan lelah

· Klien kooperatif.

· Klien tampak serius memperhatikan


· Klien mengatakan akan mengikuti saran yang diberikan.

· Tensi 170/80 mmHg, Nadi 70 Kali/menit, RR 18 kali/menit.

3.5 Evaluasi

Intoleransi Aktivitas sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen

Resiko tinggi cedera sehubungan dengan penurunan lapangan pandang

S: Klien mengatakan mengatakan tidak mengeluh lelah. Merasa agak kuat .

O: nadi 70 Kali/menit, RR 18 Kali/menit, bebas melakukan aktivitas

A: Masalah teratasi sebagian.

P: Rencana dapt diteruskan.

S: Klien mengatakan tidak merasa pusing dan penglihatannya tidak kabur.

O: Klien bebas berjalan dan berkomunikasi dengan teman – temannya

A: Masalah teratasi sebagian.

P: Rencana diteruskan.
Daftar Pustaka

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara,
Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis,
Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company.
Boston

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Diposkan oleh rio pranata di 4/20/2013 11.44.00 PM

You might also like