You are on page 1of 30

TUGAS FGD

TYPHOID FEVER

Oleh :

1. I Gusti Ayu Yulia M.P., S.Ked 15710082


2. Marco Filano, S.Ked 15710018
3. Irawati Marcelina D., S.Ked 15710111
4. I Made Eryana, S.Ked 15710025
5. Silvia, S.Ked 15710116
6. Ni Luh Ayu Sumbawati, S.Ked 15710041
7. Muhammad Ridwan Fauzi, S.Ked 15710070
8. Nila Sa’adatut D., S.Ked 14710178

Pembimbing :

Dr. Sudarso M.Sc

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2017
SKENARIO

Kejadian Luar Biasa Typhoid Fever di SDN I Kebon Cengkeh Desa Kebon Cengkeh

I. Skenario
Puskesmas Kebon Cengkeh mendapat laporan dari kepala sekolah SDN I
Kebon Cengkeh bahwa dalam minggu ini sejumlah 10 murid tidak masuk sekolah
karena sakit panas. Puskesmas mengirimkan team survailans dan team medis untuk
mendata dan mengobati anak-anak yang sakit serta mengambil darah untuk
pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan keadaan lingkungan sekolah tercatat sebagai berikut :
1. Halaman sekolah cukup bersih.
2. Tempat sampah selalu tertutup.
3. Kamar mandi dan wc air cukup ada persediaan sabun.
4. Disekolah ada sebuah kantin koperasi guru, makanan kantin di masak oleh tukang
masak ibu rumah tangga yang ditunjuk.
5. Tes laboratorium air sumur yang digunakan sehaari-hari normal tidak ada kuman.

Dari pemeriksaan secara klinis dari 10 murid serta pemeriksaan laboratorium khusus
sbb.

Gejala Jumlah Jumlah % Keterangan


Panas 10 100%

Kesadaran compos 6 60%


mentis
Lidah putih 8 80%

Nafsu makan 8 80%


kurang
Perut kembung 7 70%

Teswidal + 7 70%
Pemeriksaan penjamah makanan dilakukan rektal swab ternyata ada anggota
yang hasil kultur kuman + typhoid fever. Tindakan sementara melarang penjamah
makanan tersebut diobati dan tidak boleh melakukan masak dan melayani dikantin
sampai tes kultur. Pihak puskesmas melakukan vaksinasi seluruh murid SDN I serta
guru dan petugas food handler yang sehat.

II. Learning Objective :


1. Mahasiswa mengetahui tentang pencegahan terhadap penyakit typhoid fever.
2. Mahasiswa mampu menyusun program KLB.
3. Mahasiswa mengetahui tatalaksana pengobatan typhoid fever.
4. Mahasiswa mengetahui pengobatan terhadap carrier typhoid fever.
5. Mahasiswa mengetahui upaya penyelenggaraan sanitasi makanan kemasan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Typhoid fever (demam tifoid) adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh demam yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau
endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear
dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch. Beberapa terminologi lain yang
erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara
patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan,
penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam
enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.1
Diperkirakan insidensi penyakit ini mencapai 13-17 jutakasus di seluruh dunia dengan
angka mortalitas mencapai 600 ribu jiwa per tahun. Daerah endemik demam
tifoidtersebar di berbagai benua mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia,
hingga Oceania. Sebagian besar kasus(80%) ditemukan di negara berkembang seperti
Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, danIndonesia. Indonesia merupakan
wilayah endemik demam tifoid dengan mayoritas angka insidensiterjadi pada kelompok
umur 3-19 tahun (91% kasus). 2, 3

Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
laju pertumbuhan penduduk yangtinggi, peningkatan urbanisasi, rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi, standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah, sertatingkat resistensi antibiotik yang sensitif
untuk bakteri Salmonella typhi seperti kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim,dan
siprofloksasin. 2

B. Rumusan Masalah
Bagaimana membuat perencanaan program kegiatan guna mencegah dan
menanggulangi penularan demam Typhoiddi SDN 1 Kebon Cengkeh Desa Kebon
Cengkeh?
C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

a. Tujuan Umum
Membuat perencanaan program kegiatan guna mencegah dan menanggulangi
penularan demam Typhoid di SDN 1 Kebon Cengkeh Desa Kebon Cengkeh.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab terjadinya demam Typhoid di SDN 1 Kebon Cengkeh
Desa Kebon Cengkeh.
2. Mengetahui cara mencegah dan menanggulangi demam Typhoid di SDN 1
Kebon Cengkeh Desa Kebon Cengkeh.
3. Membuat perencanaan program pencegahan dan penanggulangan demam
Typhoid di SDN 1 Kebon Cengkeh Desa Kebon Cengkeh.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis
Masalah yang ditemukan adalah :
1. Proses :
a) Kurangnya penyediaan bahan makanan yang bersih dan segar
b) Kurangnya pengetahuan mengenai cara cuci tangan yang baik dan benar
c) Kurangnya pengetahuan mengenai proses pengolahan makanan yang benar
d) Kurangnya kesadaran mengenai pentingnya tes kesehatan secara berkala
pada penjamah makanan

2. Input :
a) Ibu rumah tangga pengolah makanan yang merupakan karier tifoid
b) Fasilitas pengolahan makanan
c) Dana yang digunakan dalam proses pengolahan makanan

3. Lingkungan :
a) Kondisi sanitasi rumah penjamah yang buruk
b) Kondisi lingkungan kantin yang kurang bersih
c) Halaman sekolah cukup bersih
d) Kamar mandi dan WC air cukup dan ada persediaan sabun
e) Tempat sampah selalu tertutup
f) Tes laboratorium air sumur yang digunakan normal tidak tercemar kuman
g) Pengiriman tim survailans dan tim medis oleh Puskesmas
Analisis Fish Bone

1. Proses :
a) Kurangnya penyediaan bahan makanan yang bersih dan segar
Penyediaan bahan makanan yang bersih dan segar tentunya akan memberikan dampak
yang baik bagi tubuh dikarenakan tidak terkontaminasi bakteri atau patogen penyebar
penyakit sehingga makanan yang nantinya akan diolah dapat memberikan nutrisi bagi
tubuh.
b) Kurangnya pengetahuan mengenai cara cuci tangan yang baik dan benar
Cuci tangan merupakan kegiatan yang penting sebelum mengolah maupun memakan
makanan karena tangan yang belum dicuci akan mengandung bakteri yang dapat
mengkontaminasi makanan. Karena itu cuci tangan harus dilakukan sebelum
mengolah bahan maupun memakan makanan dan dilakukan dengan menggunakan air
bersih serta sabun.
c) Kurangnya pengetahuan mengenai proses pengolahan makanan yang benar
Kurangnya pengetahuan mengenai proses pengolahan makanan yang benar dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Pada bahan makanan yang diolah terlalu lama,
kandungan gizi pada makanan tersebut akan berkurang, sehingga jika kekurangan gizi
daya tahan tubuh seseorang akan menurun dan mudah terserang penyait. Sedangkan
pada makanan yang diolah terlalu cepat, tidak dapat mengeliminasi berbagai kuman
bakteri penyebab penyakit yang akan menyebabkan infeksi pada tubuh.
d) Kurangnya kesadaran mengenai pentingnya tes kesehatan secara berkala pada
penjamah makanan
Tes kesehatan sendiri penting bagi penjamah makanan karena kesehatan penjamah
akan berdampak bagi hasil makanan yang diolah. Dalam hal ini tes kesehatan baru
dilakukan setelah terjadinya KLB. Pihak sekolah sebenarnya dapat mencegah
terjadinya KLB jika sebelumnya telah mengetahui kondisi kesehatan penjamah
makanan yang ditunjuknya untuk mengolah makanan pada kantin disekolah tersebut.

2. Input :
a) Ibu rumah tangga pengolah makanan yang merupakan karier tifoid
Setelah dilakukan pemeriksaan rektal swab ternyata ada anggota penjamah yang hasil
kultur kuman + typhoid fever. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penjamah makanan
tersebut merupakan seorang karier tifoid, yang dapat menularkan penyakit tersebut ke
lingkungan sekitarnya.
b) Fasilitas pengolahan makanan
Fasilitas pengolahan makanan merupakan suatu jalur penularan penyakit karena
fasilitas yang kurang atau dibawah standar akan memudahkan penularan penyakit
melalui makanan. Namun pada kasus ini tidak di dapatkan data mengenaikualitas dan
kuantitas fasilitas pengolahan makanan
c) Dana yang digunakan dalam proses pengolahan makanan
Dana merupakan faktor yang penting karena digunakan dalam pemilihan bahan
makanan yang berkualitas, pengadaan peemriksaan kesehatan berkala bagi para
penjamah makanan dan pemilihan fasilitas pengolahan makanan yang berkualitas
baik. Namun pada kasus ini tidak di dapatkan data mengenai dana yang digunakan

3. Lingkungan :
a) Kondisi sanitasi rumah penjamah yang buruk
Kondisi sanitasi rumah penjamah yang buruk dapat memudahkan terjadinya
penularan penyakit baik dalam ligkungan keluarganya sendiri, maupun ke lingkungan
sekitarnya.
b) Kondisi lingkungan kantin yang kurang bersih
Kebersihan tempat makan atau kantin dapat mempengaruhi kesehatan konsumen
makanan. Kondisi kantin yang kurang bersih merupakan lingkungan yang memadai
bagi vektor untuk berkembang biak, sehingga memudahkan terjadinya proses
penularan penyakit.
c) Halaman sekolah cukup bersih
Halaman dalam hal ini merupakan halaman sekolah merupakan salah satu faktor
pemicu tempat berkembangnya berbagai bakteri dan penyebaran vektor untuk
penyakit apabila kotor dan banyak sampah tetapi pada skenario,halaman sekolah
dalam keadaan bersih dimana faktor untuk penyebaran penyakit berkurang
d) Kamar mandi dan WC air cukup dan ada persediaan sabun
Faktor kebersihan diri terutama sanitasi bisa menimbulkan penyakit apabila tidak
dijaga dengan baik. Salah satu cara menjaganya ialah dengan mencuci tangan.
e) Tempat sampah selalu tertutup
Tempat sampah biasanya akan mengundang lalat dan akan berbau tidak sedap apabila
tidak ditutup. Lalat sendiri merupakan vektor dari beberapa bakteri seperti Salmonella
sp. Dengan ditutupnya tenpat sampah maka diharapkan lalat tidak terlalu
mengerubungi tempat tersebut.
f) Tes laboratorium air sumur yang digunakan normal tidak tercemar kuman
Tes laboratorium air sumur berguna untuk mengetahui adanya pencemaran oleh
organisme tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit bagi orang-orang
yang mengonsumsinya. Pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium
terhadap air sumur yang digunakan, dan didapatkan hasil bahwa air sumur tersebut
bersih tanpa adanya pencemaran oleh kuman Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphii
g) Pengiriman tim survailans dan tim medis oleh Puskesmas
Tim surveilans berfungsi untuk mempelajari, menganalisa, dan berusaha memecahkan
masalah terjadinya typhoid.

B. Pembahasan

1. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Demam tifoid
merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah. 4
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, dan gangguan kesadaran.5

2. Epidemiologi
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid jarang terjadi di negara industri.
Namun, tetap menjadi masalah kesehatan serius di sebagian wilayah dunia seperti Uni
Soviet, India, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan
terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu berakhir kematian. Sekitar 70% dari seluruh
kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia. 6
Pada tahun 2000 insidensi demam tifoid di Amerika Latin sebesar 53 per 100 ribu
penduduk dan di Asia Tenggara sebesar 110 per 100 ribu penduduk.Di Indonesia demam
tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun.Etiologi utama di Indonesia adalah
Salmonellasubspesies enterika serovar typhi dan paratyphi A. CDC Indonesia melaporkan
insidensi demam tifoid mencapai 358-810 per 100 ribu populasi pada tahun 2007 dengan
64% ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitas antara 3,1-10,4% pada pasien
6, 7
rawat inap. Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan
nyata antara insidensi pada laki-laki maupun perempuan. Insidensi penderita demam
tifoid dengan usia 12-30 tahun sekitar 70-80%, usia 31-40 tahun sekitar 10-20%, dan usia
> 40 tahun sekitar 5-10%. 7

3. Etiologi
Demam tifoid disebabkanbakteri Salmonella typhi danSalmonella paratyphi dari
genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (rambut getar). Kuman ini tumbuh dalam
suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o
C) serta pH pertumbuhan 6-8. Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam bebas
seperti di air, es, sampah, dan debu serta hidup subur pada medium yang mengandung
garam empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit,
pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi.8
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:
a) Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini mempunyai
struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan
alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
b) Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari kuman.
Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid
tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
c) Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi kuman
terhadap fagositosis.
Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3 macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin. 7, 9

4. Patogenesis
Penularan demam tifoid adalah secara feko-oral dan banyak terdapat di
masyarakat dengan higien dan sanitasi yang kurang baik. Bakteri Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang
tercemar dan dapat juga melalui kontak langsung dengan jari penderita yang
terkontaminasi feses, urin, sekret saluran napas, atau pus.Selain itu, transmisi juga dapat
terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke janin. Sebagian kuman dihancurkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. 4, 7
Di usus diproduksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral lokal yang berfungsi
untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan untuk imunitas
humoral sistemik diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis kuman oleh
makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk membunuh kuman intraseluler. 10
Jika respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik, kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak
di dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan ke kelenjar
limfe mesenterika. Melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag
masuk ke sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia ke-1 yang asimtomatik)dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hepar, lien, dan sumsum
tulang. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid kemudian masuk ke sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakterimia ke-2 dengan disertai tanda dan gejala klinis. 4, 7
Namun, sebagian lagi masuk ke kandung empedu dan berkembang biak kemudian
disekresikan secara intermiten bersama cairan empedu ke lumen usus, sebagian keluar
bersama feses, dan sebagian lagi menembus usus kembali dan difagosit oleh makrofag
yang sudah teraktivasi dan hiperaktif sehingga melepaskan sitokin reaksi inflamasi
sistemik. Oleh karena itu timbul demam, sakit kepala, sakit perut, mialgia, malaise,
instabilitas vaskuler, gangguan koagulasi, dan gangguan kesadaran. Setelah sampai di
plaque peyeri, makrofag hiperaktif sehingga timbul reaksi hiperplasia jaringan dan
perdarahan saluran cerna (erosi vaskuler di sekitar plaque peyeri). Jika kuman terus
menembus lapisan usus hingga lapisan otot dan serosa usus, dapat mengakibatkan
perforasi.4
Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang dapat menempel di reseptor sel
endotel kapiler sehingga dapat timbul komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan, dan lain-lain. Kuman dapat menetap atau bersembunyi pada
1 tempat dalam tubuh penderita. Hal ini mengakibatkan terjadinya relaps atau karier. 4

PATHWAY
bakteriSalmonella typhi atau Salmonella
paratyphi masuk ke saluran cerna

sebagian dimusnahkan asam lambung sebagian masuk usus halus

peningkatan asam lambung di ileum terminalis membentuk


limfoidplaque peyeri

mual, muntah

sebagian hidup sebagian menembus


intake kurang dan menetap lamina propria

gangguan nutrisi perdarahan masuk aliran limfe

perforasi masuk ke kelenjar


limfe mesenterikus

PERITONITIS menembus aliran darah

nyeri tekan masuk hepar dan lien

hepatomegali, splenomegali

infeksiSalmonella typhi,
paratypi, dan endotoksin

dilepasnya zat pirogen


oleh leukosit

DEMAM TIFOID
5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tifoidsekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu.Spektrum klinis
demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti panas disertai diare sampai
dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala septik, ensefalopati, atau timbul
komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan dan perforasi usus. Hal ini mempersulit
penegakkan diagnosis jika hanya berdasarkan gambaran klinisnya. 1, 3
Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita
demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala
yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada Salmonella
typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada malaria. Namun,
demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang
menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat
dibedakan dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat
perforasi usus. 4
o
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 C), nyeri
kepala,epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri
otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam, lidah khas berwarna putih
(lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan bahkan
gangguan kesadaran (delirium, stupor, koma, atau psikosis). 4, 10
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu ke-
1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu ke-2dan ke-3 demam
terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun secara lisis. Demam tidak hilang
dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan kadang disertai epistaksis.
Gangguan gastrointestinal meliputi bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor,
berselaput putih, dan tepi hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien
membesar, lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian
menjadi obstipasi. 4, 10
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan hematologi,
urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan
ini untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan prognosis, serta memantau
perjalanan penyakit, hasil pengobatan, dan timbulnya komplikasi.
a) Hematologi
i. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi perdarahan
atau perforasi usus.
ii. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.
iii. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.
iv. Laju endap darah (LED) meningkat.
v. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).13
b) Urinalisis
i. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).
ii. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi. 7
c) Kimia klinis
Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang sampai
hepatitis akut. 7
d) Imunoserologi
i. Widal
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah terhadap
antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Pada uji ini hasil positif
jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi yang disebut
aglutinin.Oleh karena itu, antibodi jenisini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil
uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif
palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik
(pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat
disebabkan sudah mendapatkan terapi antibiotik, waktu pengambilan darah
kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum buruk, dan adanya penyakit imun
lain.3, 13
Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Makin
tinggi titer, makin besar kemungkinan menderita demam tifoid.Pembentukan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1 demam kemudian meningkat
secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4 serta tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti
aglutinin H. Orang yang sembuh, aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan
sedangkan aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan.3, 13
Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4 kali,
diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan dengan pasca
imunisasi atau infeksi masa lampau sedangkanViuntuk deteksi pembawa kuman
(karier).13
ii. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk
mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut sedangkan lgG
positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi, atau di daerah endemik.7
e) Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk demam
tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika hasil negatif, belum
tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan jumlah
darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah tidak segera dimasukkan ke media gall
(darah membeku dalam spuitsehingga kuman terperangkap dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotik, dan sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-7 hari, jika
belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimenyang digunakan pada awal sakit adalah
darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan feses. 1, 3, 10
f) Biologi molekular
PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara ini dilakukan
dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit
(sensitivitas) dan spesifisitas tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin,
cairan tubuh lain, dan jaringan biopsi. 6

7. Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji sampel feses
atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp dengan membiakkan pada 14
hari awal setelah terinfeksi. 7
Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10 dan titer
akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari jika
peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan diagnosis positif dari infeksi
aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin
pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri
Salmonella. 3, 13
Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat leukopenia
polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke-10 dari demam, arah
demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis PMN, berarti terdapat infeksi
sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan cepat dari leukositosis PMN waspada
akan terjadinya perforasi usus. Tidak mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul
tidak khas. Ada penderita yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam
kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita
yang secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari banyaknya
kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang masuk saluran cerna,
dapat langsung dimatikan oleh sistem imun. 7

8. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat menjadi
diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan gastroenteritis.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti
tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis, dan malaria juga
perlu dipikirkan. Demam tifoid yang berat dapat didiagnosisbanding dengan sepsis,
leukemia, limfoma, dan penyakit hodgkin.2, 7, 13

9. Tatalaksana
Tatalaksana umum, asuhan keperawatan, dan asupan gizi merupakan aspek
penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik. Tatalaksana demam
tifoid meliputi:
a) Tirah baring
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti makan,
minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat mempercepat
penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapanyang dipakai juga
perlu dijaga.5
Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,observasi, dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau ± 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk mencegahterjadinya komplikasi
perdarahanatau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.5
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuh harus diubah pada waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang terjadi obstipasi dan
retensi urin. 5
b) Managemen nutrisi
Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan mengikuti
petunjuk diet berikut:
i. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan protein.
ii. Tidak mengandung banyak serat.
iii. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
iv. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan rendah serat bertujuan untuk membatasi volume feses dan tidak merangsang
saluran cerna. Pemberian bubur ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi
perdarahan atau perforasi usus.11
c) Managemen medis
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala seperti demam, diare,
obstipasi, mual, muntah, dan meteorismus. Jika obstipasi > 3 hari, perlu dibantu
dengan parafin atau lavase dengan glistering. Obat laksansia atau enema tidak
dianjurkan karena dapat mengakibatkanperdarahan maupun perforasi usus.11
Pengobatan suportif diberikan untuk memperbaiki keadaan penderita seperti
pemberian cairan dan elektrolit jika terjadi gangguan keseimbangan cairan.
Penggunaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid (disertai gangguan
kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam
batas normal) atau demam tifoid yang mengalami syok septik. Regimen yang
digunakan adalah deksametason dengan dosis 3 x 5 mg. Pada anak digunakan
deksametason intravena dengan dosis 3 mg/kg BB dalam 30 menit sebagai dosis awal
dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB tiap 6jam hingga 48 jam. 3, 11, 12
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan dalam demam tifoid yaitu:
i. Kloramfenikol.
Dosis orang dewasa 4 x 500 mg per hari oral atau intravena sampai 7 hari
bebas demam.Suntikintramuskuler tidak dianjurkan karena dapat terjadi hidrolisis
esterdan tempat suntikan terasa nyeri.Tingginya angka kekambuhan (10-25%),
masa penyakit memanjang, karier kronis, depresi sumsum tulang (anemia
aplastik), dan angka mortalitas yang tinggi merupakan perhatian yang perlu
terhadap kloramfenikol. Kekambuhan dapat diobati dengan obat yang sama.
Penurunan demam terjadi pada hari ke-5.11, 12
ii. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol tetapi komplikasi hematologi sepertianemia aplastik lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol.Dosis tiamfenikol 4 x 500 mg. Demam menurun
pada hari ke-6. 11, 12
iii. Ampisilin dan kotrimoksazol
Efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis orang
dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprin
80 mg) diberikan selama 2 minggu.Diberikan karena meningkatnya angka
mortalitas akibat resistensikloramfenikol. Munculnya strain Salmonella typhiMDR
menjadikan ampisilin dan kotrimoksazol resisten.11, 12
iv. Kuinolon
Kuinolon mempunyai aktivitas tinggi terhadapSalmonellain vitro
sertamencapai konsentrasi tinggi di usus danlumen empedu. Siprofloksasin
mempunyai efektivitas tinggi terhadap strain Salmonella typhi MDRdan tidak
menyebabkan karier. Kuinolon yang dapat digunakan untuk demam tifoid
meliputi:
1) Norfloksasin dosis 2 x 400 mg per hari selama 14 hari.
2) Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg per hari selama 6 hari.
3) Ofloksasin dosis 2 x 400 mg per hari selama 7 hari.
4) Pefloksasin dosis 400 mg per hari selama 7 hari.
5) Fleroksasin dosis 400 mg per hari selama 7 hari.
Demam umumnya lisis pada hari ke-3 atau ke-4. Penurunan demam sedikit lambat
pada penggunaan norfloksasin. 11, 12
v. Sefalosporin generasi III
Sefotaksim, seftriakson, dan sefoperazon digunakanselama 3 hari dan
memberi efek terapi samadengan obat yang diberikan 10-14 hari. Respon baik
juga dilaporkan dengan pemberian seftriakson dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc selama 30 menit per infus 1 x diberikan 3-5 hari. 11, 12
vi. Antibiotik lainnya
Beberapa studi melaporkan keberhasilan pengobatan demam tifoid dengan
aztreonam (monobaktam). Antibiotik ini lebih efektif daripada
kloramfenikol.Azitromisin (makrolid) diberikan dengan dosis 1 x 1 gram per hari
selama 5 hari. Aztreonam dan azitromisindapat digunakan anak-anak, ibu hamil,
dan menyusui. 11, 12
vii. Kombinasi antibiotik
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan
tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis, perforasi, dan syok septik dimana pernah
terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain
bakteriSalmonella typhi. Kepekaan kuman terhadap antibiotik yaitu:
1) Ampisilin, amoksisilin, sulfametoksazol, dan trimetoprin mempunyai
kepekaan 95,12%.
2) Sisanya seperti kloramfenikol mempunyai kepekaan 100%. 11,12
Tabel 3. Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid
Tabel 4. Rekomendasi DOC Pengobatan Antibiotik untuk Demam Tifoid

sensitif  fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin) 5-7 hari


Demam tifoid
tanpa MDR fluorokuinolon 5-7 hari atau sefiksim 7-14 hari

komplikasi resisten kuinolon  azitromisin 7 hari atau seftriakson 10-14 hari

sensitif  fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari


Demam tifoid
dengan MDR fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari

komplikasi resisten kuinolon azitromisin 7 hari atau seftriakson 10-14 hari

10. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari usia, keadaan umum, status imunitas,
jumlah dan virulensi kuman, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Prognosis buruk jika
terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinyu, kesadaran
menurun, malnutrisi, dehidrasi, asidosis, peritonitis, bronkopneumonia, dan komplikasi
lain. Di negara maju dengan terapi antibiotik yang adekuat angka mortalitas < 1%. Di
negara berkembang angka mortalitas > 10%, biasanya disebabkan keterlambatan
diagnosis dan pengobatan.Angka mortalitas pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa
7,4% dengan rata-rata 5,7%.6, 7
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan bakteri
Salmonella typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi
pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidensi penyakit traktus biliaris lebih
tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin
kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan
skistosomiasis. 7, 13
BAB III
RENCANA PROGRAM

A. Tabel Prioritas Solusi Masalah Penjamah Makanan dalam Pengawasan pada Proses
Penyediaan Makanan yang Dipersiapkan untuk Murid SDN 01 Kebon Cengkeh

No. Prioritas Jalan Keluar Efektifitas Efisiensi Hasil


M I V C 𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
P=
𝐶

1 Kunjungan ke rumah penjamah 4 3 3 4 9


makanan
2 Evaluasi hasil pemeriksaan 3 2 3 4 4.5
penunjang (rectal swab)
3 Penyuluhan pemberantasan dan 5 4 5 5 20
pencegahan penularan
4 Pengobatan terhadap penjamah 4 3 4 4 12
yang carrier

Keterangan :
P : Prioritas jalan keluar
M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini dilaksanakan
(turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)
I : Implementasi, kelanggengan selesai masalah
V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, Biaya yang diperlukan
Maka, prioritas jalan keluar yang terpilih adalah melakukan penyuluhan penularan
typhoid fever.
B. Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Pemberantasan dan Pencegahan Penularan Typhoid Fever

Volume Tenaga Kebutuhan


No Kegiatan Sasaran Target Rincian kegiatan Lokasi pelaksana Jadwal
kegiatan pelaksana pelaksanaan

1. Menentukan Staff Terbentuknya 1 kali 1. Mengumpulka 1. Ruangan Tenaga April 1.ruangan


kriteria tim medis dan kriteria tim dalam n aspirasi pertemuan kesehatan minggu
2. kursi dan meja
penyuluh tenaga penyuluh bulan kriteria tim puskesmas terkait pertama
kesehatan pertama 3. microphone dan
penyuluh Kebon
lainnnya perlengkapan
2. Menyepakati Cengkeh
kriteria tim teknik

penyuluh 4. papan tulis

5. konsumsi

6. buku laporan
2 Pembentukan Staff Terbentuk tim 2x 1. Memilih dan 1. Ruang Staff April 1. Konsumsi
Tim medis dan penyuluh seminggu menyeleksi pertemuan penyuluh
2. Ruangan
penyuluhan tenaga kandidat tim puskesmas terpilih
kesehatan 3. LCD
2. Persetujuan kebon cengkeh
puskesmas
3. Pembentukan 4. Laptop
kebon
struktural
cengkeh 5. Mic

6. Kursi
3. Perencanaan Tim 1. Terbentukn 2x dalam 1. Menyusun Ruang pertemuan Staff April 1. Ruangan
program penyuluh ya materi semingg materi puskesmas kebon penyuluh
2. Kursi
pelatihan dan terpilih penyuluhan u pelatihan cengkeh terpilih
penyuluhan pelatihan 2. Penyuluhan 3. Meja

sanitasi 4. Mic dan


lingkungan, perlengkatan teknik
pola hidup
5. pelaporan
bersih dan
sehat
3. Demo
peragaan
pengolahan
bahan
makanan yang
bersih dan
sehat
4. Pelatihan Tim Seluruh 1. Anggota 1x per 1.Pembahasan Ruang pertemuan Tim Mei Lokasi, bahan
penyuluh tim yang tim bulan materi penyuluhan puskesmas kebon Survailans materi dan peraga,
terpilih penyuluh cengkeh konsumsi
2. pemantapan
materi penyuluhan
5 Penyuluhan Penjamah 1. tercakupnya 1x 1.Persiapan Materi Balai desa Tim mei Lokasi, Bahan serta
pemberantasan makanand Penjamah Dalam Survailans alat untuk
2.pelaksanaan dan
dan an makanandan Sebulan melakukan
penyampaian
pencegahan masyarak masyarakat penyuluhan
materi penyuluhan
penularan at sekitar sekitar konsumsi dan
Typoid Fever lingkunga lingkungan SD doorprize yang
n SD Kebon menarik.
Kebon Cengkeh
Cengkeh
6. Evaluasi hasil Penjamah Peningkatan 1x per 1. Inspeksi Kantin sekolah Tim Juni 1. Transport
penyuluhan makanand pemahaman bulan mendadak kebon cengkeh penyuluh 2. Kuisioner
an tentang pada penjamah 3. Kamera
masyarak pemberantasan makanan 4. pelaporan
at sekitar dan 2. Penyebaran
lingkunga pencegahan kuisioner
n SD penularan untuk menilai
Kebon penyakit tingkat
Cengkeh typhoid fever pengetahuan
penjamah
makanan
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penyebab adanya penyakit demam thypoid pada daerah yang bersih sesuai pada
skenario diatas adalah kurangnya kebersihan dari pihak pengolah makanan dalam
mengolah makanan dan tingkat keamanan dalam kontrol kesehatan pekerja di dapur,
sehingga dari pengolah makanan yang terpapar Thypoid menularkan penyakit tersebut
melalui makanan yang diolahnya kepada konsumen.

Setelah diketahui penyebab terjadinya demam thypoid pada skenario diatas, cara
pencegahan difokuskan pada penanganan terhadap penjamah makanan yang bertugas
menyediakan makanan untuk anak-anak sekolah. Cara pencegahan dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti melakukan kunjungan ke rumah penjamah makanan,
mengevaluasi hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan, memberikan
pengobatan pada penjamah makanan yang carrier dan dengan prioritas melakukan
penyuluhan mengenai pemberantasan dan pencegahan penularan thypoid fever.

Program penyuluhan mengenai pemberantasan dan pencegahan penularan


thypoid fever pada penjamah makanan dan warga sekitar sekolah dimulai dengan
menentukan kriteria tim penyuluh, pembentukan tim penyuluhan, perencanaan
program pelatihan dan penyuluhan, pelatihan tim penyuluh, penyuluhan
pemberantasan dan pencegahan penularantypoid fever, dan evaluasi hasil penyuluhan.

B. Saran
1. Jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan
kegiatan, setelah keluar dari kamar mandi, dll dengan menggunakan air bersih dan
menggunakan sabun sehingga dapat meminimalisir penyakit.
2. Perlu adanya tes kesehatan dan rutin cek kesehatan untuk para pengolah makanan
untuk menjaga agar kebersihan dari lingkungan dan makanan tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Alan, R.T. 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid: Pediatrics Update.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal Medicine:
Harrison 16th Ed. 897-900.

Chambers, H.F. 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current Medical
Diagnosis and Treatment 45th Ed. 1425-6.

Chin, J. 2006. Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta: Infomedika.

Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis 2nd Ed.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Jawetz, Melnick, & Adelbergh’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba


Medika.

Mansjoer, A. 2000. Demam Tifoid: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI.

Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S,


Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika, 2002:1-43.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Standar Pelayanan


Medik. Jakarta: PB PABDI.

Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi II. Jakarta: EGC.

Soedarmo, P., dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.

Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45

You might also like