You are on page 1of 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit infeksi tifus abdominalis atau demam tifoid ditularkan


melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman S. typhi.1 Waktu
inkubasi berkisar tiga hari sampai satu bulan. Gejala awal meliputi
onset progresif demam, rasa tidak nyaman pada perut, hilangnya nafsu
makan, sembelit yang diikuti diare, batuk kering, malaise, dan ruam
bersama dengan relatif bradikardi. Tanpa pengobatan, demam tifoid
merupakan penyakit yang mungkin berkembang menjadi delirium,
perdarahan usus, perforasi usus dan kematian dalam waktu satu bulan
onset. Penderita mungkin mendapatkan komplikasi neuropsikiatrik jangka
panjang atau permanen.

Angka kejadian demam tifoid di seluruh dunia tergolong besar.


Pada tahun 2000, demam tifoid terjadi 21.650.974 jiwa di seluruh dunia,
dan menyebabkan 216.510 kematian. Sedangkan Insidensi demam tifoid
diseluruh dunia menurut data pada tahun 2016 sekitar 16 juta per tahun.
600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Angka kejadian demam
tifoid di Asia Tenggara Masih tergolong tinggi. Di Asia tenggara, yang
menjadi faktor risiko terjangkit infeksi tifus abdominis adalah kontak
dengan pasien tifus, rendahnya pendidikan, tidak tersedianya jamban di
rumah, minum air yang kurang bersih dan memakan berbagai makanan
seperti kerang, es krim, dan makanan yang dijual di pinggir jalan

Di Indonesia, tifoid bersifat endemis yang banyak dijumpai di kota


besar. Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur diatas satu
tahun. Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUIRSCM Jakarta berumur diatas lima tahun. Demam
tifoid lebih sering menyerang anak usia 5-15 tahun. Menurut laporan
WHO (World Health Organization) 2003, insidensi demam tifoid pada
2

anak umur 5-15 tahun di Indonesia terj adi 180,3/100.000 kasus pertahun
dan dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus pertahun..

Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu


sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta
kuman S. typhi dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber
penularan.8 Debu yang berasal dari tanah yang mengering, membawa
bahan-bahan yang mengandung kuman penyakit yang dapat mecemari
makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu tersebut dapat mengandung
tinja atau urin dari penderita atau karier demam tifoid. Bila makanan dan
minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat terutama anakanak
sekolah yang sering jajan sembarangn maka rawan tertular penyakit
infeksi demam tifoid. Infeksi demam tifoid juga dapat tertular melalui
makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat.

Deman thipoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia.


Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-
Undang no 6 tahun 1962, tentang wabah. Kelompok penyakit menular
ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Surveilans
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian deman thipoid di
Indonesia pada tahun 2016 sebesar 9,2 dan pada tahun 2017 terjadi
peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey
berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi
26.606 kasus.

Insiden demam thipoid berfariasi di tiap daerah dan biasanya terkait


dengan sanitasi lingkungan ; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus
per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-
810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan
erhubungan erat dengan penyediaan air bersish yang belum memadai
3

serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang


memenuhi sarat kesehatan lingkungan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan perawatan pasien typhoid pada aanak
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung terhadap perawatan
pasien typhoid pada anak.
b. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada perawatan pasien
typhoid pada anak.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengembangan
asuhan keperawatan yang diberikan, khususnya dalam asuhan
keperawatan anak pada klien yang mengalami gangguan termoregulasi
akibat demam typhoid
2. Bagi Stikes Rajawali
Dapat menambah sumber bacaan atau referensi tentang asuhan
keperawatan anak dengan gangguan oksigenisasi akibat typhoid di
perpustakaan Stikes Rajawali
3. Bagi Peneliti/ Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan
anak dengan gangguan termoregulasi akibat typhoid.
D. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan : Latar belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan
dan Sistematika Penulisan
Bab II Konsep Dasar teori : Konsep medic dan Konsep Askep
Bab III Tinjauan Kasus : Resemu Keperawatan dan Pembahasan
4

Bab IV Penutup : Kesimpulan dan Saran


Daftar Pustaka
5

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan


infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2008 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 2012 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim
dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (
Syaifullah Noer, 2010 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut
juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 2010).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,
salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 2013).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai
berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
6

demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang
sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,


yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman


salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian
kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid


disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
7

Pathway Typhoid
8

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak
enak di perut.

b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,


lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan


sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan
syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
9

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,


kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk


mencegah komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya


tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan.

1) Klorampenikol

2) Tiampenikol

3) Kotrimoxazol

4) Amoxilin dan ampicillin


10

7. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci


tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi


dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,


tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
11

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium


yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada


minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat


menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti


mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan


antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
12

adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.


Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari


flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal


dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan


antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru


dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat


menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
13

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan


obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat


tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi


dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella


sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal
yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer


aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat


mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan


mempengaruhi hasil uji widal.
14

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada


penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian keperawatan


1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas dan demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri
kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid
atau sakit yang lainnya.
6. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang dideritanya.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
15

Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan


masalah dalam kesehatannya.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
c) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
f) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
g) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
i) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
16

j) Pola hubungan interpersonil


Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
8. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
b) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,
lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
d) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
e) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
f) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
17

g) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg
BB/jam.
h) Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
i) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid
dan tonsil.
j) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi
dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

2.3 Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan
perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
18

Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR)
dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit
tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output
cairan dalam 24 jam
2. ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama
3. catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi
lambung
4. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari,
5. kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl)
6. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui
parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai
bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium
normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
1. Kaji pola nutrisi klien
2. kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien
3. anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut
4. timbang berat badan tiap hari
5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
19

6. catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung
7. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin
8. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti
(ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
1. Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi
aktivitas klien
2. beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas
3. anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti katun
4. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan
kekuatan otot.
Intervensi
1. Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung
20

2. bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK


3. bantu klien mobilisasi secara bertahap
4. dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien,
5. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR)
2. Observasi kelancaran tetesan infus
3. monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi
balutan infus
4. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai
indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
informasi atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya
hidup dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit
anaknya
2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri
kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti,
21

3. beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih


berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien
4. libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

2.4 Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di
harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah :
tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi
terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-
hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.
22

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian tanggal : 4 Januari 2018
Dikaji oleh : Innu Kania Pahlesa
A. Identitas klien
1. Data pasien
Nama : An .S
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kecubung No 72
Kecamatan Baros
Kota Sukabumi
No Rm : RM 00084653
Diagnosa : obs febris, sepsis
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 4 Januari 2018
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. L
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Jl. Kecubung No. 72
Kecamatan Baros Kota Sukabumi
Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan klien : Ayah
23

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Ayah klien mengatakan anaknya demam
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ayah klien mengatakan anaknya demam, demam dirasakan
klien 7 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terjadi pada
anaknya naik turun, demam akan tinggi saat malam hari dan
deman akan turun jika klien diberi obat penurun panas. Jika
demam ayah klien mengatakan klien selalu rewel dan menggigil.
Ayah klien mengatakan jika klien demam tubuh bagian atas
teraba panas tetapi ekstremitas bawah teraba dingin. Demam
disertai dengan nyeri perut
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Ayah klien mengatakan anaknya belum pernah dirawat. Ayah
klien mengatakan anaknya tidak pernah mau makan nasi, sehari-
hari klien suka makan roti atau bihun.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita batuk pilek, DHF dan
tidak ada yang sedang pengobatan paru.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Menurut ayah klien kondisi lingkungan bersih, kebersihan
kamar bersih, bak mandi dikuras minimal 1x/seminggu, ventilasi
rumah baik, setiap pagi selalu dibuka.
6. Riwayat Kehamilan
a. Pre-natal
Tidak ada kelainan atau penyakit saat ibu klien hamil, usia
kehamilan 9 bulan
b. Natal
Bayi lahir spontan di klinik bersalin dan ditolong oleh bidan,
saat lahir bayi langsung menangis, tidak ada kebiruan, BB =
2800 kg, panjang 49 cm
24

c. Post Natal
Pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal, ASI
diberikan sampai usia 6 bulan, setelah itu diberikan susu
formula dan makanan tambahan bubur. Tetapi saat
diperkenalkan ke nasi klien tidak mau Imunisasi lengkap,
tidak ada alergi pada makanan dan klien agak sulit makan

C. Pola Kebiasaan Klien


No Kebiasaan Sehari- Sebelum Sakit Saat Sakit
hari
1 Pola nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Jenis Bihun atau roti, Bubur, lauk pauk,
atau marie sayur mayur
Jumlah 1 porsi 3 sendok makan
Keluhan Tidak ada Tidak mau makan,
muntah
b. Minum
Frekuensi 6 gelas 2 gelas/hari
belimbing/hari, Jumlah ± 1000 cc
jumlah
± 2000 cc
Jenis Air putih Air putih
Keluhan Tidak ada Muntah
2 Pola Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari
Konsistensi Lembek lembek
Warna Kuning Kuning
25

Keluhan Tidak ada Tidak ada


b. BAK
Frekuensi 4 kali 3 kali
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Jumlah Tidak dapat dihitung Tidak dapat dihitung
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3 Pola Istirahat Tidur
a. Tidur siang 1-2 jam 3 jam
b. Tidur malam 7-8 jam 5 jam
c. Keluhan Tidak ada Rewel, demam
4 Pola personal
hygiene 2x/hari 1x/hari
a. Mandi 2x/hari 2x/hari
b. Gosok gigi 2x/minggu Belum mencuci
c. Mencuci rambut
rambut 1x/minggu Sudah menggunting
d. Gunting kuku kuku

D. Tumbuh Kembang Klien


a) Perkembangan
Dalam mengkaji riwayat perkembangan pada anak S, perawat
menggunakan metode KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan) yang sesuai dengan usia pada anak M yaitu usia 5
tahun (60 bulan), dari hasil penilaian KPSP menunjukkan bahwa
perkembangan anak M sesuai (S) dengan usia. Sepuluh pertanyaan
yang diajukan kepada oramg tua klien, Sepuluh dijawab “ya” (KPSP
terlampir).
b) Pertumbuhan
BB = 16 kg, TB = 117 cm, BB sebelum sakit = 17 kg, jumlah gigi 24
buat, tampak ada karies gigi
26

E. Psikososial
Klien cengeng dan rewel, tidak mau berpisah dengan ayah, setiap
dilakukan tindakan keperawatan klien berontak dan menangis. Ayah
klien mengatakan cemas jika demam anaknya tidak turun turun
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umun : lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 E4M6V5
3. Tanda-tanda vital :
Nadi : 100 x/menit (N : 80 – 100 x/menit)
Suhu : 39,4˚C (N : 36,5˚C – 37,5˚C)
Respirasi : 19 x/menit (N : 20 – 30 x/menit)
4. Pengkajian Antropometri
BB : 16 kg ( BB sebelum sakit : 17 kg)
BB Ideal : Menurut rumus Brehman : Umur (tahun) x 2) + 8
( 5x2 ) + 8 = 18 Kg
Sehingga dapat disimpulkan berat badan An. S adalah termasuk ke
dalam berat badan ideal bawah
TB : 117 cm
LK :46 cm
LLA : 16 cm
5. Pemeriksaan Per Head To Toe
a. Kepala
Bentuk simetris, rambut klien berwarna hitam, distrayahsi rambut
merata, tidak terdapat luka atau lesi pada kulit kepala.
b. Mata
Bentuk kedua mata simetris, sclera tidak ikterik, reflex pupil
terhadap cahaya positif, air mata keluar pada saat menangis.
c. Hidung
Bentuk simetris, lubang hidung nampak bersih, septum nasal
ditengah, tidak ada pengeluaran secret, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
27

d. Mulut
Bibir simetris, bibir berwarna merah muda, tidak ada sianosis di
bibir, mukosa bibir kering, gigi sudah lengkap, gusi berwarna
merah muda, tidak ada pembesaran pada tonsil, lidah tampak kotor
berwarna putih, ada sariawan.
e. Telinga
Bentuk dan ukuran simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat
serumen, keadaan gendang telinga baik, daun telinga sejajar dengan
sudut mata.
f. Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, maupun
kelenjar getah bening, gerakan leher baik, tidak ada kaku kuduk,
tidak terdapat kotoran pada lipatan leher.
g. Dada
Gerakan simetris, tidak ada retraksi dinding dada, pola pernapasan
teratur, frekuensi napas 21 x/menit, bunyi napas vesikuler, bunyi
jantung lupdup.
h. Abdomen
Bentuk abdomen cembung, bising usus 8x/menit, turgor kulit
kembali lebih dari 3 detik, tidak teraba pembesaran hati dan limpa.
i. Genetalia dan Anus
Area genetalia bersih dan tidak ada lesi
j. Ekstremitas
Bentuk ekstremitas atas pergerakan aktif, kesimetrisan simetris
antara kiri dan kanan, akral hangat, kuku pendek, jumlah jari
lengkap. Capilary Rating Time (CRT) kembali kurang dari 2
detik,terdapat petekie pada kedua tangan klien
Bentuk ekstremitas bawah pergerakan aktif, bentuk simetris antara
kiri dan kanan, akral hangat, kuku pendek, jumlah jari lengkap,
CRT kembali kurang dari 2 detik, terpasang infus pada ekstremitas
28

kiri atas dengan jenis cairan futrolit 12 tetes / menit, trisep baik,
kekuatan otot 5/5

G. Data Penunjang
1. Laboratorium
No Pemeriksaan Hasil Normal

1. Hemoglobin 10,4 g/dl 12 – 14 g/dl

2. Leukosit 22.800 /µl 4.000 – 10.000/µl

3. Hematokrit 34 % 37 – 47%

4. Trombosit 371.000 µl 150.000 – 450.000 µl

5. Typi – O 1/160 Negative

Typi – H 1/320 Negative

Paratyphi – AH 1/80 Negative

Paratyphi – BH 1/80 Negative

H. Terapi Medis
No Nama Obat Dosis Rute Waktu
1 Cefotaxime 3 x 500 mg Intravena 12.00, 20.00 dan
04.00 WIB
2 ondancentron 2 x 1,6 mg Intravena 16.00 dan 04.00
WIB
3 Paracetamol 3 x 160 mg peroral 12.00, 20.00 dan
04.00 WIB
29

I. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1. DS : Inveksi virus Hipertermi
- Ayah klien
mengatakan anaknya Gangguan termoregulasi
demam sejak 5 hari
sebelum masuk
rumah sakit Hipertermi
DO :
- Suhu 39,8 C
- Akral hangat
- Leukosit 22.800
- Typhi – O : 1/160
- Typhi – H ; 1/320
2. DS : infeksi Perubahan
- Ayah klien nutrisi kurang
mengatakan anaknya dari kebutuhan
tidak napsu makan peningkatan asam lambung
dan ada muntah
DO :
- Klien makan hanya Mual, muntah
habis 3 sendok makan
- Ada sariawan pada
mukosa bibir klien Tidak napsu makan
- Lidah kotor

Perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan

3. DS : Kurang terpaparnya tentang Cemas


- Ayah klien penanganan demam
30

mengatakan cemas
karena anaknya
demam tinggi Kurang pengetahuan
DO :
- Ayah klien bertanya-
tanya tentang Cemas
penyakit yang diderita
anaknya

1.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan infeksi virus
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah
3. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang terpaparnya tentang
proses penyakit

1.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Paraf


1 Hipertermi Tupan : 1. Observasi TTV : 1. Untuk mengetahui
berhubungan Setelah dilakukan suhu tiap 4 jam perkembangan Innu
dengan infeksi tindakan tindakan 2. Ajarkan keluarga klien kania
keperawatan selama pahlesa
virus dalam pengukuran 2. Pemantauan
3 x 24 jam
DS : hipertermi bisa suhu normal (36- terhadap suhu
- Ayah klien teratasi. 37oC) tubuh yang harus
mengatakan Tupen : dilakukan setiap
anaknya Setelah dilakukan saat sehingga
demam tindakan keluarga perlu
sejak 5 hari keperawatan selama 3. Berikan kompres dilibatkan dalam
1 x 24 jam hangat pada daerah
sebelum perawatan
hipertermi bisa
masuk aksila dan lipatan 3. Menurunkan suhu
teratasi dengan
rumah sakit kriteria hasil : paha tubuh
DO : - Suhu dalam 4. Tingkatkan intake
- Suhu 39,8 C batas normal cairan
- Akral - Turgor kulit 4. Cairan dapat
hangat kembali <3 5. Kolaborasi membantu
detik pemberian terapi
- Leukosit mengatur suhu
- Membran
22.800 µL untuk menurunkan tubuh
mukosa lembab
suhu (Parasetamol) 5. Agen antipiretik
membantu
menurunkan suhu
tubuh
31

2 Perubahan Tupan : 1. Monitor adanya 1. Sebagai indicator


nutrisi kurang Setelah dilakukan perubahan berat perkembangan
dari kebutuhan tindakan badan nutrisi anak Innu
tubuh keperawatan selama kania
2. Berikan makanan 2. Suplemen nutrisi
berhubungan 3 x 24 jam pahlesa
dengan mual, perubahan nutrisi yang mudah ditelan membantu
muntah kurang dari seperti bubur dan pemenuhan
DS : kebutuhan tubuh hidangkan dalam kebutuhan nutrisi
- Ayah klien bisa teratasi. keadaan hangat anak
mengatakan Tupen : 3. Pertahankan 3. Kebersihan mulut
Setelah dilakukan kebersihan mulut yang buruk akan
anaknya
tindakan
tidak napsu menambah rasa
keperawatan selama
makan dan 1 x 24 jam 4. Berikan obat-obat mual dan anorexia
ada muntah perubahan nutrisi sesuai dengan 4. Obat sariawan
DO : kurang dari program membantu klien
- Klien kebutuhan bisa menjadi napsu
makan teratasi dengan makan
kriteria hasil :
hanya habis
- BB klien dalam
3 sendok batas normal
makan - Porsi makan
- Ada klien habis
sariawan - Tidak ada
pada sariawan
mukosa - Lidah bersih
bibir klien
- Lidah kotor
4 Cemas keluarga Tupan : 1. Kaji tingkat cemas 1. Menentukan sejauh
berhubungan Setelah dilakukan mana tingkat cemas
kurang tindakan 2. Berikan keluarga
keperawatan selama
pengetahuan kesempatan pada 2. Keluarga dapat
3 x 24 jam cemas
keluarga tentang (keluarga) bisa keluarga / klien dilibatkan dalam
proses penyakit teratasi. untuk menanyakan proses dan menilai
Tupen : hal-hal yang ingin sejauh mana
Setelah dilakukan diketahui sehungan pengetahuan
tindakan dengan penyakitnya keluarga tentang
keperawatan selama 3. Jelaskan semua keadaan klien
1 x 24 jam cemas
prosedur yang 3. Menguraangi
(keluarga) bisa
teratasi dengan dilakukan dan kecemasan klien
kriteria hasil : manfaatnya bagi dan keluarga,
- Keluarga pasien dan keluarga mampu memilihh
paham tentang tindakan yang
penyakit, diet diinginkan,
dan perawatan mengurangi resiko
- Keluarga 4. Fasilitasi keluarga akan penolakan
berpartisipasi untuk konsultasi terhadap tindakan
dalam dengan dokter prosedur medis
perawatan klien DPJP tentang 4. Keluarga mampu
dan lingkungan proses penyakit, mengerti akan
diet dan perawatan perkembangan
32

dan obat-obatan klien, penggunaan


pada pasien / bahasa yang sesuai
keluarga memudahkan akan
komunikasi dan
penerimaan
informasi

4. Implementasi Keperawatan

Tanggal/ Dx Implementasi Respon Paraf &


jam Nama
4 Januari
2018
Pkl. Dx 1 1. Mengobservasi suhu
15.00 tubuh R/ suhu 39,8
Pkl. Dx 3 2. Mengkaji tingkat C
15.05 cemas orang tua R/ ayah klen
tampak cemas Innu
saat anaknya
Dx 1 3. Mengajarkan kepada demam tinggi

keluarga untuk suhu R/ ayah klien


normal mengatakan
suhu normal
36 – 37 C,
saat ini
anaknya
Pkl. Dx 1 4. Memberikan kompres demam
15.20 hangat dengan suhu
39,8 C
Pkl. Dx 2 5. Memberikan obat R/ klien
16.00 paracetamol masih teraba
panas, suhu
Pkl. Dx 2 39 C
33

16.30 R/ suhu 37,5


C
Pkl. Dx 2 6. Memonitor perubahan R/ BB 11 kg,
16.45 berat badan BB sebelum
7. Memberikan sakit 12 kg
Pkl. 8. ondancentron 1,6 mg
17.00 9. Memberikan R/ klien
makanan yang makan 3
mudah ditelan sendok makan
(bubur) dan
dihidangkan dalam
keadaan hangat
5 Januari
2018
Pkl. Dx 1 1. Mengobservasi
R/ suhu 36,8
15.00 suhu tubuh
C
Pkl. Dx 3 2. Memberikan
R/ ibu klien
15.05 penjelasan tentang
mengerti akan
proses penyakit Innu
penanganan
dan cara
demam
mengatasi demam
Dx 1 3. Mengajarkan
R/ ayah klien
kepada keluarga
mengatakan
untuk suhu normal
suhu normal
36 – 37 C,
Pkl. Dx 1 4. Memberikan obat
R/ klien
15.20 paracetamol
masih teraba
panas, suhu
Pkl. Dx 2 5. Memonitor perubahan
39 C
16.00 berat badan
R/ suhu 37,5
34

Pkl. Dx 2 6. Memberikan
16.30 ondancentron 1,6 mg
Pkl. Dx 2 7. Mengkaji timbang R/ BB 11 kg,
16.45 berat badan klien BB sebelum
sakit 12 kg
Pkl. 8. Memberikan R/ klien
17.00 makanan yang makan ¼
mudah ditelan porsi makan
(bubur) dan
dihidangkan dalam
keadaan hangat

6 Januari
2018
Pkl. Dx 1 1. Mengobservasi suhu
R/ suhu 37,2
15.00 tubuh
C
Pkl. Dx 3 2. Mengkaji tingkat
R/ ayah klen
15.05 cemas orang tua
sudah tidak
Innu
cemas jika
nanti anaknya
demam lagi
Pkl. Dx 1 3. Mengajarkan kepada
R/ ayah klien
15.20 keluarga untuk suhu
mengatakan
normal
suhu normal
Pkl.
36 – 37 C,
16.00 Dx 1 4. Memberikan obat
R/ suhu 36,9
paracetamol
C
Pkl.
16.30 Dx 2 5. Memonitor perubahan
R/ BB 11 kg,
berat badan
BB sebelum
Pkl.
35

16.45 Dx 2 6. Memberikan sakit 12 kg


7. ondancentron 1,6 mg
Pkl. 8. Memberikan R/ klien
17.00 Dx 2 makanan yang makan ½
mudah ditelan porsi makan
(bubur) dan
dihidangkan dalam
keadaan hangat

5. Evaluasi keperawatan

Tanggal / No Evaluasi Keperawatan Nama /


jam DX Paraf
4 januari S:
2018 1. Ayah klien mengatakan anak masih
Pkl. 18.30 demam
O: Innu
- Suhu 36,9 C
- Turgor elastis
- Mukosa bibir kering
- Akral teraba hangat
- A:
- hipertermi belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

2. S:
Ayah klien mengatakan anaknya
masih tidak mau makan
O:
36

- Setiap masuk makan klien muntah Innu


- Makan hanya 3 sendok makan
- A:
- nutrisi kurang dari kebutuhan
belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

3. SS :
Ayah klien mengatakan cemas jika
anaknya demam tinggi
O:
- Tampak ayah klien sering bertanya-
tanya dan gelisah saat anaknya demam
tinggi
A:
- Cemas belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan

5 januari S:
2018 1. Ayah klien mengatakan demam
Pkl. 18.30 anaknya masih naik turun
O: Innu
- Suhu 36,8 C
- Turgor elastis
- Mukosa bibir kering
- Akral teraba hangat
- A:
- hipertermi teratasi sebagian
37

P:
- Intervensi dilanjutkan

2. S:
Ayah klien mengatakan anaknya
sudah mulai mau makan, muntah
sudah tidak ada
O: Innu
- Makan sudah masuk ¼ porsi makan
- Muntah sudah tidak
- A:
- nutrisi kurang dari kebutuhan
teratasi sebagian
P:
- Intervensi dilanjutkan

3. S:
Ayah klien mengatakan sudah tidak
cemas
O:
- Tampak ayah sudah mulai tenang saat
anaknya demam
A:
- Cemas teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

6 januari 1. S:
2018 1 Ayah klien mengatakan demam
Pkl. 18.30 . anaknya sudah turun
38

O:
- Suhu 36,4 C
- Turgor elastis
- Mukosa bibir lembab
- A:
- hipertermi teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

4. S:
Ayah klien mengatakan anaknya
sudah mulai mau makan, muntah
sudah tidak ada
O: Innu
- Makan sudah masuk 1/2 porsi makan
- Muntah sudah tidak
- A:
- nutrisi kurang dari kebutuhan
teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

B. Pembahasan

Setelah melakukan asuhan keperawatan penulis akan membahas tentang

kesenjangan antara teori dengan masalah yang ditemukan selama melakukan

asuhan keperawatan pada An. S dengan typoid di Ruang Tanjung RSUD R

Syamsudin SH Kota Sukabumi, penulis memberikan asuhan pelayanan


39

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan secara komprehensif

kepada An. S

Pada bagan ini juga akan diuraikan mengenai kesulitan-kesulitan yang

ditemukan penulis selama melakukan asuhan keperawatan pada An. S dengan

typoid dan cara mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut :

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Dalam melakukan pengumpulan data, teknik yang dilakukan

penulis yaitu dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.

Penulis melakukan wawancara dengan keluarga klien sehingga terjalin

hubungan saling percaya. .Pengkajian pada An.S difokuskan pada

riwayat kesehatan, data biologis dan fisologis, pemeriksaan fisik serta

data penunjang.

Pada saat dilakukan pengkajian, data yang didapat dari An.S

tidak semua ada seperti dalam teori. Data yang tidak ada pada An.S

berdasarkan teori yaitu penurunan kesadaran, hepatomegaly, diare.

Sedangkan data yang ditemukan pada An. S berdasarkan teori yaitu

suhu 39,3 C, klien tampak lemas, tidak mau makan, muntah, demam,

akral dingin, nyeri perut, mukosa bibir kering, lidah kotor

b. Analisa data

Pada tahap pengkajian terakhir adalah analisa data untuk

menemukan diagnosa keperawatan yang muncul pada An. S. adalah :


40

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus ditandai dengan

suhu 39,3 C, mukosa bibir kering, leukosit 29800, widal : typi-

H : 1/320

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual, muntah yang ditandai dengan setiap makan klien

muntah, makan hanya 3 sendok makan

3. Cemas keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

keluarga tentang proses penyakit yang ditandai dengan ayah

cemas saat anaknya demam tinggi

3.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. S

berdasarkan masalah yang sesuai dengan teori yaitu :

a. Hipertermi

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

c. Cemas keluarga

Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori

dengan data yang didapat pada pengkajian. Dimana pada teori

terdapat diagnosa resti kekurangan volume cairan, dan

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3.2.3 Perencanaan

Pada tahap perencanaan penulis menyusun rencana

tindakan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang ada pada


41

klien. Pada perencanaan penulis lebih memfokuskan kepada

observasi suhu klien dan observasi muntah dan pola makan klien

3.2.4 Implementasi

Implementasi mengacu pada rencana yang telah disusun

bagi An. S selama 3 hari di ruang Tanjung RSUD R Syamsudin

SH Kota Sukabumi yaitu dari tanggal 4 sampai 6 Januari 2018.

Pada tahap pelaksanaan, selama penulis melaksanakan

asuhan keperawatan berjalan dengan baik, karena keluarga dapat

bekerja sama dengan baik dengan penulis, sehingga memudahkan

dalam pelaksanaan dan kerja sama perawat ruangan cukup baik

yaitu dengan adanya pergantian dinas. Selain itu penulis

melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan jurnal

keperawatan menurut Fatmawati Muhammad (2012) yaitu

efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada

pasien typhoid. Dan sesuai intervensi keperawatan pada diagnosa

keperawatan hipertermi yaitu dengan melakukan kompres hangat

dan setelah dilakukan kompres hangat suhu pada An. S adalah

suhu 36, 8 C.
42

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Penulis melakukan asuhan keperawatan pada An. S dengan
bronkopneumoniia di ruang tanjung RSUD R Syamsudin SH Kota
Sukabumi selama 3 hari dari tanggal 4-6 Januari 2018. Penulis
menyimpulkan proses asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan yaitu :
a. Pengkajian
Pada saat pengkajian yang dilakukan pada tanggal 4 Januari 2018
dan hari berikutnya selama melaksanakan asuhan keperawatan dengan
menggunakan pendekatan secara bio-psiko-sosial dan spiritual, ditemukan
tanda dan gejala seperti : suhu 39,3 C, akral dingin, mukosa bibir kering,
muntah, tidak napsu makan, lemas, lidah kotor, leukosit 29800, typhi- H :
1/320
b. Diagnosa keperawatan
Setelah melakukan pengkajian dan analisa data, penulis
menemukan diagnose keperawatan yang muncul pada An. S yaitu :
1. Hipertermi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Cemas keluarga
c. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, penulis menyusun rencana tindakan
keperawatan yang berorientasi pada tujuan yang disesuaikan dengan
permasalahan klien, kemampuan klien, kondisi dan sarana yang ada.
Tujuan dari perencanaan yaitu suhu dalam batas normal, sudah ada napsu
makan, tidak ada muntah, mual tidak ada, mukosa bibir lembab
d. Implementasi keperawatan
Pada tahap implementasi keperawatan penulis tidak dapat
memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam, sehingga solusinya
43

penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk melaksanakan


rencana tindakan keperawatan. Pelaksanaan dilakukan sesuai perencanaan
yang dibuat, penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari
dengan focus mengobservasi suhu, muntah dan pola makan klien
e. Evaluasi
Semua diagnose keperawatan yang dicantumkan oleh penulis
terdapat 2 diagnosa keperawatan yang tidak sesuai dengan diagnose
keperawatan yang ada di teori, yang menurut teori terdapat 5 diagnosa
keperawatan pada asuhan keperawatan pasien dengan typhoid adalah
1. Resti kekurangan volume cairan
2. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
4.2 Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada An. S dengan


typhoid, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Pihak Rumah Sakit


Diharapkan kepada pihak RSUD R Syamsudin SH untuk
mempertahakan pelayanan kesehatan yang sudah berjalan dengan baik
dan untuk ahli gizi untuk selalu memantau perkembangan kebutuhan
nutrisi setiap pasiennya. Apalagi dengan pasien yang menderita typhoid
akan muncul banyak komplikasi penyakit pada diirnya sehingga
kebutuhan nutrisi yang diperlukannya harus maksimal
2. Perawat Ruangan
Diharapkan kepada perawat ruangan Tanjung RSUD R syamsudin SH
untuk selalu mengobservasi suhu klien
44

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia; 2009

Dangoes, Marilyn, E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.

Lynda, Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapis : Jakarta

Mohamad, Fatmawati. 2012. Efektifitas Kompres Hangat dalam menurunkan


demam pada pasien thypoid. Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo.
Gorontalo.

Rahmad, Juwono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta.

Sjaifoellah, Noer. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.

You might also like