You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang


maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan
inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini tentang “Konservasi Pada Tingkat Komunitas 2”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam
rangka pengembangan dasar ilmu biologi konservasi yang berkaitan dengan
konservasi pada tingkat komunitas. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini
juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan konservasi secara meluas.
Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi
konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca.
Akhirnya kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini memberi manfaat bagi banyak pihak. Amiin.

Palopo, Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL……………………………………………………………… .. ………...i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................2
1.4 Manfaat ......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.1 Pendekatan Spesies....................................................................................4
2.2 Pendekatan Ekosistem dan Komunitas......................................................4
2.3 Pusat Keanekaragaman Hayati ..................................................................5
2.4 Ukuran dan Karakteristik Kawasan Konservasi ........................................6
2.5 Pengelolaan Habitat ...................................................................................7
2.6 Konservasi diluar Kawasan yang Dilindungi ............................................7
2.7 Pengelolaan Ekosistem ..............................................................................8
BAB III PENUTUP ................................................................................................9
3.1 Kesimpulan ................................................................................................9
3.2 Saran ..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya.
Tiap negara mempunyai kategori sendiri untuk penetapan kawasan yang
dilindungi, dimana masing-masing negara memiliki tujuan dan perlakuan yang
mungkin berbeda-beda. Namun, di tingkat internasional dinaungi oleh WCPA
(World Commission on Protected Areas) yang dulunya bernama
CNPPA(Commision on National Parks and Protected Areas)yaitu sebuah komisi
dibawah IUCN (The Worlf Conservation Union) yang memiliki tanggung jawab
menjaga lingkungan konservasi di dunia, baik untuk kawasan darat maupun
perairan.
Kawasan konservasi dalam kategori nasional mencakup dua kelompok besar,
yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Kawasan Suaka Alam yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa,
bertujuan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Keanekaragaman hayati di Indonesia yang berlimpah menuntut sebuah
tempat untuk melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Kawasan
konservasi vegetasi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai
arti penting bagi kehidupan secara menyeluruh, mencakup ekosistem dan
keanekaragaman, untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, manfaat sumber daya alam serta nilai sejarah dan budaya secara
berkelanjutan. kondisi kawasan lindung Jawa Barat mengalami degradasi yang
serius baik kualitas maupun kuantitasnya, penyusutan luas dan meningkatnya
lahan kritis akibat tekanan pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, konflik
penguasaan pemanfaatan lahan serta berkurangnya rasa kepedulian dan
kebersamaan.

1
Komunitas tumbuhan atau vegetasi mempunyai peranan penting dalam
ekosistem. Kehadiran vegetasi pada suatu kawasan akan memberikan dampak
positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala lebih luas. Vegetasi berperan
penting dalam ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbodioksida
dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia, biologis tanah dan
pengaturan tata air dalam tanah. Secara umum vegetasi memberikan dampak
positif terhadap ekosistem, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur
dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada setiap kawasan.
Oleh karena itu, salah satu langkah penting dalam upaya konservasi adalah
menetapkan kawasan perlindungan secara legal baik oleh pemerintah maupun
secara adat. Karena kearifan budaya untuk konservasi ikan hias pada kawasan
tertentu merupakan kekuatan yang dapat diandalkan.
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka upaya konservasi dengan pendekatan
komunitas merupakan salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan untuk
pelestarian ikan hias alami, sehingga budidayanya dapat dilakukan secara
berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diperoleh:
1. Bagaimanakah proses pendekatan spesies?
2. Bagaimanakah pendekatan ekosistem dan komunitas?
3. Bagaimanakah pusat keanekaragaman hayati?
4. Bagaimanakah ukuran dan karakteristik kawasan konservasi?
5. Bagaimanakah pengelolaan habitat
6. Bagaiamanakah konservasi diluar kawasan yang dilindungi?
7. Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan ekosistem?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pproses pendekatan spesies;
2. Untuk mengetahui pendekatan ekosistem dan komunitas;
3. Untuk mengetahui pusat keanekaragaman hayati;
4. Untuk mengetahui ukuran dan karakteristik kawasan konservasi;

2
5. Untuk mengetahui pengelolaan habitat;
6. Untuk mengetahui konservasi diluar kawasan yang dilindungi;
7. Untuk mengetahui pengelolaan ekosistem.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini:
1. Bagi penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai pengalaman bagi penulis
seperti pengalaman untuk mengumpulkan bahan. Disamping itu, penulis juga
mendapat ilmu untuk memahami dan menganalisis materi yang ditulis dalam
makalah ini.
2. Bagi pembaca
Agar pembaca lebih memahami mengenai konservasi pada tingkat komunitas
dan juga pembaca dapat memperoleh pengetahuan dari makalah ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Spesies


Suatu pendekatan yang kerap diterapkan dalam membuat prioritas konservasi
adalah dengan melindungi spesies tertentu. Melindungi spesies berarti juga
melindungi seluruh komunitas hayatinya. Kawasan konservasi sering kali
didirikan untuk melindungi spesies langkah, spesies terancam, spesies kunci, dan
spesies yang berguna dalam budaya. Spesies yang mendorong dibentuknya
kawasan yang dilindungi dikenal sebagai spesies local. Salah satu tipe spesies
local adalah spesies indikator yaitu spesies yang berkaitan erat dengan komunitas
hayati yang rentan maupun proses ekosistem yang unik. Contohnya adalah Elang
Jawa (Spizaetus bartelsii) sebagai pemangsa puncak di hutan-hutan di Pulau Jawa.
Banyak taman nasional yang didirikan untuk melindungi spesies kebanggaan yang
menarik perhatian massa, serta daya tarik sendiri bagi ekowisata. Contohnya
Taman Nasional Ujung Kulon yng melindungi Badak Jawa. Tujuan pengelolaan
kawasan bagi spesies local adalah untuk melindungi sebanyak mungkin spesies,
komunitas dan ekosistem dengan wilayah sebaran yang sama. Spesies bendera
(flagship species) serta spesies indikator dikenal juga sebagai spesies paying
(umbrella species). Artinya dengan melindungi spesies tersebut spesies lainnya
akan turut dilindungi.
Pendekatan spesies dilakukan berdasarkan pedoman rencana penyelamatan
(survival plan) yang dirancang oleh pemerintah maupun organisasi nonpemerintah
bagi spesies-spesies tertentu. Di samping menginformasikan spesies yang
membutuhkan perlindungan, pedoman penyelamatan juga memberikan informasi
mengenai wilayah dengan prioritas konservasi yang tinggi.

2.2 Pendekatan Ekosistem dan Komunitas


Sejumlah ahli konservasi telah menyatakan bahwa komunitas dan ekosistem
merupakan dua hal yang perlu menjadi sasaran utama dalam upaya konservasi,
sedangkan spesies bias menjadi sasaran sekunder. Konservasi pada tingkat
komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah besar spesies, dalam
kesatuan-kesatuan yang bekerja mandiri, sementara strategi penyelamatan spesies

4
dengan sasarannya yang secara satu per satu biasanya sulit dilaksanakan, mahal
dan seringkali tidak berhasil.
Penentuan kawasan perlindungan yang baru sebaiknya dilakukan dengan
suatu jaminan bahwa sebanyak mungkin tipe komunitas hayati dapat terwakili.
Dalam gerakan konservasi dunia, menentukan daerah mana di bumi ini yang telah
menerima perlindungan dengan baik dan daerah mana yang mendesak untuk
diberi perlindungan merupakan suatu hal yang sangat penting.
Dengan menggunakan pendekatan ekosistem, pihak yang berwenang perlu
sebanyak mungkin ragam wilayah yang menampung komunitas hayati dapat
dilestarikan. Wilayah yang layak untuk menampung komunitas hayati sebaiknya
memiliki spesies dan kondisi lingkungan yang mewakili beragam komunitas
hayati tersebut. Meskipun tidak ada wilayah yang sempurna, para ahli biologi dan
praktisi lapangan biasanya mampu mengenali wilayah yang tepat untuk
dilindungi.

2.3 Pusat Keanekaragaman Hayati


Bila data rinci yang dibutuhkan dalam menggambarkan suatu komunitas
tidak tersedia, maka spresies tertentu dapat digunakan sebagai indikator
keanekaragaman hayati. Sebagai contoh, keragaman jenis tumbuhan dan burung
seringkali walau tidak selalu) merupakan indikator yang baik bagi keragaman
komunitas. Kawasan dengan keragaman spesies tumbuhan berbunga yang tinggi
memiliki keragaman jenis lumt, siput laba-laba, dan jamur yang tinggi yang tinggi
pula.
Melalui penggunaan pendekatan kelompok indicator tersebut, Plant
Convservarion Office IUCN di Inggris telah berupaya mengidentifikasi dan
mendokumentasikan sekitar 250 pusat keanekragaman hayati tumbuhan dunia,
yaitu memiliki konsentrasi spesies yang besar.
Dengan menggunakan pendekatan serupa, World Conservation Monitoring
Centre, Birdlife Internasional. Conservation Internasional, World Wildlife Fund
dan organisasi lainnya berupaya menetapkan wilayah-wilayah kunci di dunia yang
memiliki keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme tinggi. Karena wilayah-
wilayah berkeanekaragaman hayati tinggi tersebut juga mendapatkan ancaman
kepunahan spesies dan perusakan habitat yang besar, maka pada wilayah-wilayah

5
tersebut diterapkan istilah hot-spot. Kriteria keanekaragaman hayati berdasarkan
kelompok indikator dan status keterancaman kolektif pada lokasi prioritas tersebut
telah digunakan lebih lanjut oleh Mittermeier untuk menetapkan hot-spots dunia.
Hasilnya ditemukan bahwa pada 1,4% luas permukaan bumi terdapat 25 hot-spot
yang mampu menampung sebanyak 44% spesies tumbuhan, 28% spesies burung,
30 spesies mamalia, 38% spesies reptile dan 54 spesies amfibi.

2.4 Ukuran dan Karakteristik Kawasan Konservasi


Ukuran dan lokasi merupakan dua faktor terpenting dalam merancang
kawasan lindung. Ukuran kawasan konservasi akan menetukan jumlah, komposisi
dan ukuran populasi jenis di dalamnya. Populasi yang cukup besar dari jenis
target harus terjamin di kawasan konservasi sehingga keberadaan populasi jangka
panjangnya dapat terjamin dan untuk mencegah kepunahan populasi seandainya
terjadi peristiwa serangan penyakit dan bencana alam. Seberapa besar ukuran sutu
kawasan konservasi yang efektif tidak dapat dijawab secara konsisten, karena
sangat bergantung pada faktor-faktor seperti sasaran jangka panjang kawasan
lindung, karakteristik jenis yang memerlukan perlindungan, system pengelolaan
yang dapat diadaptasikan di lokasi dan berbagai kondisi sosial ekonomi di sekitar
suatu kawasan. Misalnya, kawasan lindung yang relatif kecil ukurannya
memungkinkan cukup melindungi populasi tumbuhan, tetapi kawsan lindung
yang ukurannya relative lebih besar dibutuhkan untuk jenis yang memiliki kisaran
persebaran yang lebih luas.
Para ahli sepakat bahwa setiap populasi dan setiap lokasi akan membutuhkan
pendekatan maupun perlakuan yang khas. Sebagai konsesus, dalam
mengembangkan strategi untuk menetapkan ukuran suatu kawasan konservasi
terlebih dahulu perlu dipertimbangkan kelompok spesies sasaran dan situasi
setempat. Secara umum, ukuran kawsan konservasi yang besar aakan mendukung
banyak spesies dan beragam jenis habitat. Riset mengenai laju kepunahan
berbagai spesies dalam kawasan-kawasan konservasi yang besarpun dapat
dimanfaatkan untuk merancang kawasan konservasi.

6
2.5 Pengelolaan Habitat
Suatu kawasan perlu diolah secara aktif agar mencakup seluruh tipe
ekosistem/habitat alami yang ada. Pemilihan jenis dan waktu pengelolaan juga
dapat membantu upaya menghilangkan spesies asing yang bersifat invasif.
Banyak spesies langka yang hanya dapat berfungsi dalam habitat tertentu atau
tahapan suksesi tertentu. Ketika suatu lahan ditetapkan sebgai kawasan yang
dilindungi, seringkali pola gangguan serta pemanfaatan oleh manusia berubah
dratis. Akibatnya, banyak spesies unik gagal bertahan hidup. Gangguan alami
seperti api, penggembalaan, dan pohon tumbang sering kali merupakan elemen
kunci bagi kehadiran spesies langka. Pada berbagai kawasan konservasi berukuran
kecil, tahapan penuh dari siklus suksesi alami mungkin tidak tercapai, sehingga
menyebabkan banyak spesies mengalami kepunahan setempat. Untuk mendorong
dimulainya proses suksesi, pengelola lahan terkadang dengan sengaja melakukan
pembakaran terhadap daerah yang ditutupi semak, rerumputan, maupun hutan.
Sebagai contoh, beberapa spesies tanah hanya ditemukan pada tegakan dewasa di
hutan boreal dan tidak terdapat pada lahan yang dikelola dengan sistem tebang
habis.

2.6 Konservasi diluar Kawasan yang Dilindungi


Melindungi habitat merupakan komunitas hayati yang utuh merupakan cara
paling efektif untuk melestarikan seluruh keanekaragaman hayati. Mengingat
bahwa pengetahuan dan kemampuan kita hanya terbatas untuk menyelamatkan
sejumlah kecil spesies di penangkaran, maka perlindungan habitat secara
keseluruhan mungkin merupakan cara untuk meleestarikan spesies. Kawasan yang
dilindungi atau kawsan konservasi merupakan wilayah darat maupun laut yang
ditetapkan dan diwujudkan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan budaya
terkait, serta dikelola secara legal dan efektif. Perlindungan komunitas hayati
dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya: mewujudkan kawasan
konservasi, menegelolah kawsan tersebut secara efektif, menerapkan upaya
konservasi di luar kawsan konservasi, dan memperbaiki (restoration) komunitas
hayati pada habitat yang telah rusak.

7
2.7 Pengelolaan Ekosistem
Banyak pengelola lahan di seluruh dunia kini memperluas tujuan pengelola
dengan memasukkan tujuan-tujuan menjaga kesehatan ekosistem. Konsep
pengelolaan ekosistem yang sedang berkembang saat ini digambarkan Grumbine
(1994) sebagai berikut “ pengelolaan ekosistem mamadukan pengetahuan ilmiah
mengenai berbagai hubungan ekologi, di dalam kerangka pemikiran sosial
ekonomi dan nilai-nilai yang rinci, serta mengarah pada tujuan umum berupa
perlindungan keutuhan ekosistem alami jangka waktu panjang”. Praktik
pengelolaan sumber daya alam, yang selama ini menekankan produksi
maksimum, baik berupa barang (volume kayu yang dipanen) maupun jasa (jumlah
pengunjung kedalam kawasan) perlu diperkaya dengan sudut pandang yang lebih
tepat dan meluas sehingga mencakup pelestarian keanekaragaman hayati serta
perlindungan ekosistem. Tujuan dari pengelolaan ekosistem hanaa dapat dicapai
bila terjalin kerja sama yang efektif antara badan pemerintahan, organisasi
konsevasi, kalangan bisnis, dan pemilik lahan serta masyarakat. Sebagai contoh
dalam pengelolaan ekosistem daerah aliran sungai di pesisir pantai, perlu
dilibatkan setiap unsur dan pihak terkait mulai dari pantai hingga dari kawasan
gunung.
Salah satu turunan logis dari pengelolaan ekosistem adalah pengelolaan
bioregional yang difokuskan pada satuan-satuan ekosistem berukuran besar.
Pendekatan bioregional cocok diterapkan terutama pada ekosistem tunggal yang
besar dan tak terputus yang melintasi perbatasan internasional antarnegara.
Pendekatan ini terutama cocok ketika kegiatan yang berlangsung di satu wilayah
atau negara akan berdampak pada wilayah atau negara lainnya.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari uraian materi diatas yaitu:
1. Pendekataan spesies adalah Suatu pendekatan yang kerap diterapkan dalam
membuat prioritas konservasi adalah dengan melindungi spesies tertentu.
2. Konservasi pada tingkat komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah
besar spesies, dalam kesatuan-kesatuan yang bekerja mandiri.
3. Kriteria keanekaragaman hayati berdasarkan kelompok indikator dan status
keterancaman kolektif pada lokasi prioritas.
4. Ukuran dan lokasi merupakan dua faktor terpenting dalam merancang
kawasan lindung.
5. Suatu kawasan perlu diolah secara aktif agar mencakup seluruh tipe
ekosistem/habitat alami yang ada
6. Melindungi habitat merupakan komunitas hayati yang utuh merupakan cara
paling efektif untuk melestarikan seluruh keanekaragaman hayati
7. Melindungi habitat merupakan komunitas hayati yang utuh merupakan cara
paling efektif untuk melestarikan seluruh keanekaragaman hayati

3.2 Saran
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
dan dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang konservasi pada tingkat
komunitas. Kami mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisannya, bahasa dan lain
sebagainnya. Untuk itu saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan agar dapat terciptannya makalah yang baik yang dapat memberi
pengetahuan yang benar kepada pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo, S. 2008. Kawasan Konservasi di Indonesia: Kontestasi Kepentingan


Antara Masyarakat dan Negara, bahan presentasi dalam FGD
‘Menggalang Persepsi Para Pihak Akan Perlunya Perubahan Kebijakan
Konservasi di Indonesia di Jakarta 11-12 Maret 2008
Komara. 2010. Analisis kesenjangan (gap analysis) kawasan konservasi. Primack,
R. B., J. Supriatna, M. Indrawan & P. Kramadibrata, 1998. Biologi
konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 49-264 pp.
Primack, R.B., J. Supriyatna, M. Indrawan, & P. Kramadibrata. 1998. Biologi
konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

10

You might also like