You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Salah satu daya tarik dari
makanan adalah warna dari makanan tersebut. Warna dalam bahan pangan dapat
dijadikan sebagai ukuran terhadap mutu, kesegaran atau itngkat kematangan dari
makanan tersebut. tak jarang warna-warna dari makanan tersebut, diperoleh dari
pewarna sintesis atau zat pewarna buatan.
Pewarna buatan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan
bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung bahan pewarna alami melalui
ekstraksi kimia. Kelebihan dari pewarna buatan adalah dapat menghasilkan warna
yang lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu,
warna yang dihasilkan tetap cerah meskipun telah melalui proses pemanasan
(Cahyadi, 2009). Pewarna buatan dalam penggunaannya pada produk pangan bersifat
karsinogenik, sehingga dibutuhkan sumber pewarna alami yang lebih ramah
lingkungan dan aman dikonsumsi. Kelopak bunga rosella herbal dapat dimanfaatkan
sebagai zat pewarana alami yang aman untuk dikonsumsi (Nurnasari, 2017).
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan, hewan,
maupun mineral yang digunakan sejak dahulu, dan aman untuk dikonsumsi. Salah
satu zat warna merah yang bisa ditemukan dalam kelopak rosella. Zat warna ,merah
tersebut dikarenakan adanya senyawa antosianin. Antosianin dapat memberikan
warna yang bermacam-macam, yaitu merah, ungu, violet, dan biru. Antosianin aman
untuk dikonsumsi, karena antosianin dapat ditemukan dibuah-buahan, bunga. Selain
aman untuk dikonsumsi, anotosianin memiliki berbagai manfaat, antara lain sebagai
anti hipertensi, antidiabetes, antioksidan.
Agama islam merupakan agama yang telah mengatur tatanan kehidupan secara
lengkap dan sempurna, salah satunya tentang mengkonsumsi makanan yang tidak
ditinjau dari segi kehalalannya saja, termasuk dari segi kualitasnya juga. Banyak
makanan yang halal tapi tidak bergizi. Halal dan bergizi menjadi syarat kelayakan
suatu makanan untuk dikonsumsi sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah AL-
Maidah ayat 88:

َ‫َّللاَ الَّذِي أَ ْنت ُ ْم بِ ِه ُمؤْ ِمنُون‬ َّ ‫َو ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم‬
َ ‫َّللاُ َحالال‬
َّ ‫طيِِّبًا َواتَّقُوا‬
Artinya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.

Antosianin terdapat dalam tumbuhan, sehingga untuk mendapatkan antosianin


dibutuhkan isolasi, salah satu cara yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis
(KLT). Dengan prinsip perbedaan adsorbsi dan partisi fase diam dan fase gerak.
Sehingga, didapat suatu senyawa target dari campuran senyawa secara cepat dan
sederhana.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana metode isolasi senyawa antosianin dari bunga rosella?
2. Apakah jenis pelarut terbaik yang digunakan untuk mengisolasi antosianin dari
bunga rosella menggunakan kromatografi lapis tipis?
3. Apakah jenis antosianin yang terdapat dalam bunga rosella menggunakan
spektrofotometer UV-Vis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode isolasi senyawa antosianin dari bunga rosella.
2. Untuk mengetahui pelarut terbaik yang digunakan untuk mengisolasi antosianin
dari kromatografi lapis tipis.
3. Untuk mengetahui jenis antosianin yang terdapat dalam bunga rosella
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

1.4 Batasan Masalah


1. Bunga rosella yang digunakan sebagai sampel didapatkan dari Apotek “X”.
2. Metode yang digunakan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi adalah metode
kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer UV-Vis.
1.5 Manfaat
1. Memberikan wawasan tentang metode isolasi dan identifikasi antosianin dari
bunga rosella.
2. Memberikan informasi ilmiah tentang metode isolasi dan identifikasi antosianin
dari bunga rosella untuk studi lebih lanjut.
3. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat bahwa bunga rosella
mengandung senyawa antosianin yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rosella
Rosella (Hibiscus sabdariffa) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis
Afrika, dengan spesies Hibiscus dan family Malvaceae.Tanaman perdu dari keluarga
sejenis kembang sepatu ini bisa mencapai 3 sampai 5 meter tingginya. Ciri-ciri
tanamanini bercabang banyak, bersemak-semak dan memiliki siklus hidup tahunan.
Bunga rosella berwarna cerah, kelopak bunga atau kaliksnya biasanya berwarna
merah dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga sepatu (Haidar, 2016).

Gambar 2.1 Bunga Rosella

Menurut Nurnasari (2017) kandungan fitokimia buah rosella herbal adalah


sebagai berikut -terpinil asetat, pectin, anisaldehid, asam askorbat, kalsium oksalat,
asam kaprilik, asam sitrat, asam asetat, etanol, asam format, asam pelargonik, asam
propionate, isopropyl alkohol, methanol, benzyl alkohol, 3-metyl-1-butanol,
benzaldehid, dan mineral. Disamping itu, kandungan nutrisi buah rosella herbal
adalah 9.2% kadar air, 1.145% protein, 2.61% lemak, 12% serat, 12.0% kalsium,
273.2 mg fosfor, 6.7 mg asam askorbat. Kandungan fitokimia kalik (kelopak) buah
rosella merah terdiri atas kalkaloid, flavonoid, fenol, hidroquinon, steroid,
triterpenoid, tannin, dan saponin. Selain itu kalik rosella mengandung vitamin C
yang tinggi yakni berkisar antara 188-2033.52 mg/100 g kelopak kering dan
antoisanin yang berkisar antara 0.003-14.69 mg/1000 g kelopak kering.
Dengan kandungan yang dimiliki oleh bunga rosella, sehingga bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn) merupak an salah satu tanaman herbal yang bermanfaat
mencegah penyakit kanker, melancarkan tekanan darah, melancarkan buang air besar,
agen antioksidan, hiperkolesterolemia, diuretic dan koleretik, antiinfrksibakteri,
memperlambat pertumbuhan jamur/bakteri/parasit, kram otot, mencegah
pembentukan batu ginjal, menurunkan demam, melancarkan dahak bagi penderita
batuk berdahak, serta meningkatkan daya tahan tubuh (Kusumastuti, 2014).

2.2 Antosianin
Menurut Kusumastuti (2017) antosianin merupakan pigmen tanaman yang larut
dalam air. Antosianin hanya terdapat pada tanaman dengan warna terang pada setiap
bagiannya mulai dari bunga, daun dan buah atau sayuran yang terdapat dimakan.
Antoisanin merupakan salah satu jenis senyawa flavonoid.
Antosianin yang ditemukan pada tanaman pangan umumnya dalam bentuk
glikosida dan asiglikosida dari 6 antosianidin (aglikon) utama, yaitu pelargonidin,
sianidin, delfinidin, eponidin, petunidin, dan malvidin (Castaneda-Ovando, 2009).
Antosianin banyak terkandung dalam buah-buahan. Kulit buah yang mentah
berwarna merah dan berubah menjadi ungu kehitaman pada waktu buah telah matang,
menunjukkankandungan pigmen berwarna, yaitu antosianin. Pigmen ini dapat
memberikan warna ungu, biru, violet, dan merah pada bagian tertentu pada tanaman
dan bersifat larut da lam air (Sari, 2009). Antosianin memiliki rumus struktur
sebagai berikut (Armanzah, 2016) :

Gambar 2.2 Struktur Antosianin


Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang manfaat senyawa
antosianin. Senyawa antosianin yang banyak terdapat pada seduhan kelopak kering
bunga rosella mempunyai efek sebagai antihipertensi (Kusumastuti, 2014). Senyawa
antosianin dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan
sensitivitaa insulin dan menghambat enzim -glukosidase pada lumen intestinal
(Kowalczyk,dkk dalam Nurnasari, 2017). Sedangkan secara in vitro, antosianin dapat
menstimulasi pelepasan insulin (Galvano dkk; Dianasari dan Fajrin dalam Nurnasari,
2017). Senyawa antosianin mampu menetralisir radikal bebas. Aktivitas antioksidan
rosella herbal pada dosisi 1000 g mampu menghambat efek radikal anion
seperoksida sebesar 70-80% (Mahadevan dkk dalam Nurnasari, 2017). Antoisanin
aman dikonsumsi, tidak beracun dan tidak menimbulkan mutasi genetika. Hal
tersebut membuktikan bahwa pewarna alami khususnya antosianin aman digunakan
(Jackman dan Smith dalam Armanzah, 2016).

2.3 Ekstraksi Maserasi Antosianin


Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat-cair yang paling sederhana.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merendam sampel pada suhu kamar
menggunakan pelarut yang sesuai sehingga dapat melarutkan analit dalam sampel.
Tujuan dari ekstraksi maserasi adalah untuk memisahkan atau menarik salah satu atau
lebih komponen atau senyawa-senyawa (analit) dari suatu sampel (Leba, 2017).
Menurut Leba (2017) kelebihan ekstraksi maserasi adalah alat dan cara yang
digunakan sangat sederhana, dapat digunakan untuk analit baik yang tahan terhadap
pemanasan. Selian itu, kelebihan dari metode maserasi adalah biaya nya yang murah,
mudah untuk dilakukan dan tanpa pemanasan sehingga tidak merusak senyawa
flavonoid (Cupet dkk dalam Kemit, 2015). Namun, kekurangan dari ekstraksi
maserasi adalah menggunakan banyak pelarut pada proses ekstraksinya (Leba, 2017).
Sampel kelopak bunga rosella dimaserasi menggunakan pelarut campuran
methanol:HCL 1% (9:1). Pemilihan pelarut ini dikarenakan methanol merupakan
pelarut umum untuk melarutkan senyawa yang bersifat polar seperti flavonoid,
fenolat, dan antosianin. Penambahan HCl dilakukan secaara khusus untuk mengambil
pigmen antosianin dari bunga rosella serta untuk menstabilkan antosianin agar tidak
mudah teroksidasi dan untuk menghidrolisis antosianin menjadi antosianidin (Lestari,
2014).
Penambahan asam pada pelarut maserasi dilakukan secara khusus untuk
mengambil senyawa golongan flavonoid dan pigmen antosianin dalam bunga rosella.
Hal ini disebabkan karena antosianin stabil pada pH asam sehingga antosianin tidak
mudah teroksidasi dan rusak akibat terdegradasi cahaya. Ekstraksi bunga rosella
dilakukan dengan menggunakan metode maserasi pada temperature ruang (25C)
selama 24 jam dengan 3 kali pengulangan. Metode ini merupakan metode untuk
menghasilkan rendemen paling tinggi jika dibandingkan dengan metode soxlhetasi
pada suhu 75C. ekstrak methanol-HCl yang didapat adalah 61.8 g dengan rendemen
4% (Lestari, 2014).

2.4 Hidrolisis Antosianin


Proses pengasaman dengan penambahan asam kuat memungkinkan terjadinya
hidrolisis glikosida antosianin. Pada kisaran pH 1-3 memungkinkan ekstraksi
antosianin untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Sehingga, keadaan inilah yang
membuat ekstrak antosianin jauh lebih banyak terekstrak pada pelarut yang
diasamkan. Namun, semakin asam suatu larutan juga akan menyebabkan
terhidrolisisnya ikatan glikosidik antosianin yang akan berakibat pada kurang
stabilnya antosianin, sehingga menjadi rusak senyawa antosianin tersebut (Santoni,
2013). Reaksi hidrolisis adalah sebagai berikut (Nuryanti, 2012):

Glikosida +

Cyanidin-3-glucoside Cyanidin

Gambar 2.3 Hidrolisis Antosianin


2.5 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana. Pada prinsipnya
pemisahan pada KLT didasarkan atas adsorbs senyawa-senyawa pleh fasa diam dan
fasa gerak. Pemisahan dapat terjadi akibat perbedaan kepolaran antara senyawa-
senyawa dalam campuran dengan fasa diam dan fasa gerak. Perbedaan kepolaraan
inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan yang diamati melalui tampaknya
bercak atau noda dengan nilai Rf yang berbeda berdasarkan kepolaran migrasi tiap
senyawa (Leba, 2017).
Percobaan yang dilakukan Lestari (2014) fasa diam yang digunakan adalah
silica gek GF254 dan fasa gerak yang digunakan adalah campuran n-butanol:asam
asetat:air (4:1:5). Hasil KLT yang diamati dibawah lampu UV-VIS memiliki Rf
0.94;0.80;0.69;0.67 dan 0.55. Setiap noda yang terbentuk dianalisis dengan uji
penampak bercak AlCl3 dan uap ammonia. Berdasarkan hasil uji penampak bercak
terlihat bahwa yang memiliki Rf 0.94 dan 0.69 dengan uap ammonia memberikan
warna biru menyala, sedangkan terhadap AlCl3 memberikan warna biru dan kuning.
Menurut Markham dalam Lestari (2014) senyawa yang memberikan warna kuning
dan biru dengan penampak bercak AlCl3 dan memberikan warna biru menyala
dengan uap ammonia dibawah lampu UV365 merupakan flavonoid golongan
antosianin.

2.6 Spektrofotometer UV-Vis


Senyawa antosianin mempunyai karakteristik dua daerah serapan pada panjang
gelombang, yaitu daerah uv (260-280 nm) dan daerah visible (490-550 nm) dan
diukur dengan alat spektrofotometer UV-Vis (Santoni, 2013). Menurut Nuryanti
(2012) analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis memberikan serapan pada
panjang gelombang 536 nm. Serapan pada daerah tersebut merupakan serapan khas
milik antosianin jenis cyanidin.
Hasil dari penelitian Lestari (2014) isolat A menghasilkan serapan maksimum
pada panjang gelombang 271 dan 534. Sedangkan pada isolat D menghasilkan
serapan maksimum pada panjang gelombang 261 nm dan 518 nm. Hal tersebut
menunjukkan bahwa noda tersebut merupak an senyawa yang mempunyai ikatan
rangkap terkonjugasi dan adanya gugus kromofor. Menurut Markham dalam Lestari
(2014) adanya dua pita pada rentang serapan panjang gelombang 261 nm sampai 534
nm merupakan serapan khas dari senyawa flavonoid golongan antosianin dan
antoisanidin, dimana terdapat senyawa aromatik sebagai pusat gugus kromofor dari
senya wa golongan flavonoid, gugus –OH yang tersubstitusi pada benzene dan
gugus C=O. Hasil tersebut diperkuat oleh Jordheim dalam Lestari (2014) yang
mengukur spectrum senyawa antosianin golongan sianidin pada biji jarak (Ricinus
communis) yang mempunyai serapan maksimal pada panjang gelombang 283 nm,
314 nm, dan 522 nm.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018 di Laboratorium
Organik Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan ada lah gelas kimia, gelas ukur, corong pisah, lampu
UV254 nm , timbangan Mettler PE 3600, rotary evaporator, seperangkat alat
kromatografi lapis tipis dan spektrovotometer UV-Vis.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah bunga rosella, petroleum eter, methanol, HCl 1% ;
10% ; dna 30%, butanol, asam asetat glacial, plat silica, NaOH 0.1 M, AlCl3 ,
CH3 COONa, H3 BO3 , dan gas N2 .

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Persiapan Sampel
Sampel dari bahan alam yaitu bunga rosella yang telah dibersihkan dari
kotoran-kotoran yang ada, kemudian sampel tersebut dipotong kecil-kecil. Sampel
bunga rosella juga dapat dalam bentuk bubuk.

3.3.2 Ekstraksi
Sampel bunga rosella yang telah halus ditimbang seberat 50 gram dan
direndam dalam 100 mL pelarut campuran methanol:HCl 1% (9:1). Dilakukan
ekstraksi sampai bahan berwarna pucat. Selanjutnya dipisahkan filtrat dari residunya
dengan penyaring Buchner. Filtrate diekstraksi 3 x 50 mL dengan petroleum eter
menggunakan corong pemisah 250 mL. Kemudian ekstrak yang didapat tersebut
dipekatkan dengan rotary evaporator.
3.3.3 Kromatografi Lapis Tipis Analisis
Dibuat tiga jenis pelarut, yaitu:
1. n-butanol, asam asetat glasial, dan air dengan perbandingan (4:1:5).
2. Asam asetat, air, HCl 30% dengan perbandingan (30:10:3).
3. n-butanol dan HCl 1% dengan perbandingan (1:1).
Ditotolkan ekstrak pekat bunga rosella pada plat KLT dengan pipa kapiler
sebanyak 7 totolan, kemudian keringkan diudara. Selanjutnya dilakukan elusi dalam
bejana pengembang yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan isi tiga eluen yang
telah dibuat sebelumnya.

3.3.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Pemisahan dan pemurnian terhadap ekstrak pekat bunga rosella dengan
kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan dengan menggunakan komposisi pelarut
terbaik hasil KLT analisis. Ekstrak bunga rosella ditotolkan pada plat KLT dengan
jumlah penotolan 5 kali. Setelah dielusikan, noda hasil dikeringkaan. Setelah kering,
plat dimasukkan dalam oven. Dihitung Rf nya berdasarkan jarak tempuh pelarut dan
sampel. Kemudian spot dikerok dan dilarutkan dalam methanol:HCl 1% (9:1).
Masing-masing noda hasil pengulangan dikumpulkan dan disaring sehingga
didapatkan filtratnya sesuai dengan nilai Rf nya masing-masing.

3.3.5 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis


Filtrat diencerkan dengan methanol teknis dan dianalisis panjang gelombang
200-800 nm. Diidentifikasi dengan menggunakan penambahan masing-masing 6
pereaksi penggeser, yaitu NaOH 0.1 N, CH3 COONa, dan HCl 30% , dan diamati
pergeseran puncak serapan yang terjadi pada spektrofotometer UV-Vis.

You might also like