You are on page 1of 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan sebagai pertemuan empat lempeng

tektonik utama dunia yaitu Lempeng Eurasia, Indian-Australian, Pasifik dan

Filipina. Pertemuan empat lempeng tersebut menimbulkan interaksi yang

berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia, salah satu

konsekuensi menjadikan daerah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang

tinggi terhadap bencana alam. Beberapa diantaranya adalah rawan gempa bumi,

tsunami, serta letusan gunung merapi disepanjang “ring of fire” dari Sumatera-

Jawa-Bali-Nusa Tenggara-Banda-Maluku (BNPB, 2016).

Dalam kurun waktu antara 2004 hingga 2014 terdapat berbagai bencana alam

yang melanda Indonesia diantaranya, gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias (2004),

gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah (2006), gempa bumi Sumatera Barat

dan Bengkulu (2007), gempa bumi Sumatera Barat (2009), gempa bumi dan

tsunami Mentawai (2010), erupsi Gunung Merapi (2010), erupsi Gunung

Sinabung (2013 dan 2014), dan erupsi Gunung Kelud (2014). (Bappenas, 2014)

Bali sendiri dalam Indek Risiko Bencana Indonesia pada tahun 2013 terdapat

beberapa ancaman bencana, yaitu banjir, gempa bumi, tsunami,

kebakaranpemukiman, kekeringan, cuaca ekstrem, longsor, gunung api, abrasi,

kebakaran lahan dan hutan, konflik sosial, epidemi dan wabah penyakit. Dari 9

kabupaten di Provinsi Bali, Kabupaten Karangasem menempati nomor satu dalam

kelas risiko bencana diantara kabupaten lainnya. (Indonesia, 2013) Salah satu
bencana yang paling berisiko di Kabupaten Karangasem adalah bencana

meletusnya Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di pulau Bali

dengan ketinggian 3.031 mdpl. Gunung Agung terletak di Kecamatan Rendang,

Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia.

Letusan Gunung Agung pada tahun 1963 tercatat menurunkan suhu Bumi

sebesar 0,4 derajat Celcius. Hal itu terjadi karena material vulkanik berupa aerosol

sulfat dari gunung itu terbang hingga jarak 14.400 kilometer dan melapisi

atmosfer Bumi.Letusan itu juga disertai abu vulkanik yang ke luar vertikal dari

kawah Gunung Agung setinggi 20 kilometer.Data tersebut merupakan satu dari

sedikit fakta letusan Gunung Agung yang dihimpun Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB). Kepala BNPB Sutopo Purwo

Nugrohomengatakan letusan Gunung Agung saat itu berlangsung dari 2 Februari

1963 hingga 27 Januari 1964. Merujuk data yang dihimpun dari catatan Badan

Geologi, UNESCO (1964),Jurnal Science(1978), danBulletin Vulcanology (2012),

letusan itu menewaskan 1.549 orang. Sebanyak 1.700 rumah hancur. Sekitar

225.000 orang kehilangan mata pencaharian, dan 100 orang juga mengungsi.

Sejak bulan Agustus 2017 Gunung Agungtelah menunjukkan peningkatan

aktivitas vulkanik. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(PVMBG)kemudian menaikkan status ke level IV (Awas) pada tanggal 22

September 2017. Namun terhitung sejak 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA,

status diturunkan kembali dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga).

(Kompas, 2017)Dampak dari peningkatan aktivitas vulkaknik Gunung Agung ini

mengharuskan masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana harus mengungsi.

2
Berdasarkan sumber informasi bidang Humas Satgas Tanggap DaruratBencana

Erupsi Gunung Agung total pengungsi pada tanggal 16 Desember 2017 adalah

sejumlah 71.668 jiwa yang berada di 239 titik di seluruh kabupaten di Bali.

(BNPB, 2017)

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana

dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini, kesiapsiagaan juga

merupakan elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan risiko bencana

yang bersifat proaktif, sebelum terjadinya suatu bencana. Kesiapsiagaan perlu

dilatih sejak dini, dan diterapkan kedalam pendidikan melalui program siaga

bencana di sekolah supaya anak-anak dapat memahami bagaimana cara

menyelamatkan diri saat bencana itu terjadi, mengingat banyak sekolah-sekolah

yang berada dikawasan rawan bencana, hal ini menjadikan sekolah memiliki

risiko tinggi dalam terdapatnya korban yang berjatuhan apabila tidak dilakukan

upaya pengurangan risiko bencana. (BNPB, 2013)

Komunitas sekolah merupakan salah satu stalkholder yeng mempunyai

peranan besar dalam menyebarkan pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang

kebencanaan mulai dari sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana (Hidayat, D.

2010). Sekolah memiliki perananpenting dalam mengubahpola pikir terhadap

kebencanaan melalui pendidikian pengurangan risiko bencana pada komunitas

sekolah. Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia memberikan

edaran kepada Gubernur, Bupati dan Wali Kota se-Indonesia perihal

pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah yang tertuang dalam

surat edaran No. 70a/MPN/SE/2010 dalam meningkatkan kesiapsiagaan di

3
sekolah.Sehubungan dengan siswa sekolah dasar masih dalam proses penggalian

ilmu pengetahuan dan untuk membangun budaya keselamatan dan kesiapsiagaan

anak-anak sekolah dasar, dimana dalam usia tersebut anak sudah mampu

menyerap dan mempraktikan dengan baik informasi yang mereka peroleh, dan

diharapkan mereka mampu memahami dan mencerna informasi mengenai

perlindungan diri terhadap bencana.

Salah satu media yang cukup relevan dalam menumbuhkan rasa

kesiapsiagaan adalah dengan video animasi. Video animasi termasuk jenis

media audio visual, karena terdapat gerakan gambar dan suara. Animasi

dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan memberikan

stimulus yang lebih besar dibandingkan membaca buku teks karena pesan

berbentuk audiovisual dan gerakan pada video animasi ini memberikan kesan

impresif bagi penontonnya. Media animasi umumnya disukai oleh masyarakat

dan khususnya anak-anak. Hal ini dibuktikan oleh Zamris dalam Ika Wahyu

(2015 : 3)memberikan kesimpulan bahwa tayangan pada televisi yang

disukai oleh mayoritas masyarakat adalah animasi kartun. Tayangan animasi

mampu mengalahkan video-video biasa atau bukan video animasi

kartun.Pemilihan videopembelajaran yang berupa media animasi dapat

dijadikan pilihan yang tepat, dengan media animasi maka pemahaman anak-

anak terhadap materi yang disajikan akan lebih mudah, menarik dan

menyenangkan.

4
Penelitian Sulistyaningrum, Ferawaty (2017) menunjukkan bahwa ada

pengaruh penggunaan video animasi “Siaga Bencana Gunung Berapi” dengan

media gambar terhadap kesiapsiagaan siswa Kelas V di SD Negeri Kepuharjo.

Pemberian media video animasi akan diberikan untuk anak-anak sekolah dasar

di daerah Sidemen, Karangasem. Karakteristik Desa Sidemen yang berada pada

radius ±20 km dari Gunung AgungmenjadikanDesa Sidemen sangat berpotensi

teradap hasil erupsi Gunung Agungbaik berupa hujan abu maupunbanjir lahar

dingin. Sekolah Dasar (SD) yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah di

SDN 2 SidemenKarangasem, dengan jumlah populasi siswa seluruhnya … orang

dengan responden yang digunakan penelitian kelas 4, 5 dan 6 sebanyak …orang.

Lokasi SDN 2 Sidemen yang dekat dengan aliran sungai semakin

meningkatkanpotensi terkena banjir lahar dingin.

Berdasarkan alasan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang

“Pengaruh Penggunaan Media Video Animasi terhadap Kesiapsiagaan Siswa

dalam Menghadapi Bencana Letusan Gunung Berapi di SDN 2

SidemenKarangasem”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu masalah penelitian

yaitu: “Apakah ada pengaruh penggunaan media video animasi terhadap

kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana letusan gunung berapi di SDN 2

Sidemen Karangasem?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

5
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

media video animasi terhadap kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana

letusangunung berapi di SDN 2 Sidemen Karangasem.

2. Tujuan khusus:

a. Mengidentifikasi kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana

letusangunung berapisebelum diberikan media video animasi.

b. Mengidentifikasi kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana

letusangunung berapisetelah diberikan media video animasi.

c. Menganalisa pengaruh pemberian media video animasi terhadap kesiapsiagaan

siswa dalam menghadapi bencanaletusangunung berapi.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang nantinya akan diperoleh, peneliti berharap hal

tersebut memberikan manfaat. Manfaat dari penelitian yaitu manfaat teoritis dan

manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah di bidang

keperawatan dalam pengembangan ilmu kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana letusangunung berapipada siswa SD.

b. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi peneliti

selanjutnya dalam melakukan penelitian serupa mengenai pengaruh

penggunaan media video animasi terhadap kesiapsiagaan siswa dalam

menghadapi bencana letusangunung berapidengan berlandaskan pada

6
kelemahan dari penelitian ini dan dapat mengembangkan dengan media yang

lainnya.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan saran kepada guru pendidik sekolah

dasar agar mempertimbangkan pemberian materi pengurangan risiko bencana

dengan media video animasi yang dimasukkan dalam kegiatan pembelajaran

di sekolah.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan pada perawat gawat

darurat maupun mahasiswa lain untuk dilakukan kegiatan pengabdian

masyarakat yang berfokus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana

pada siswa sekolah dasar.

c. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada orang tua dan

masyarakat dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan pada diri anak sejak

dini.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar BencanaLetusanGunungBerapi


1. Definisi bencana

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor

non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban

jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2016), bencana mempunyai arti sesuatu yang

menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.

2. Jenis – jenis bencana

Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:

a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor.

8
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI,

2007).

Menurut BNPB (2012), jenis-jenis bencana antara lain:

a. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan

dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme

perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian

bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan

dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.

b. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang

ditimbulkan oleh gangguan dari dasar laut. Gangguan tersebut bisa berupa

gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran.

c. Letusan gunung berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang

dikenal dengan istilah "erupsi". Apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan

gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan.

d. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,

ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari

terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

9
e. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah

yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara

tiba-tiba.

f. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah

kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan

lingkungan.

g. Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120

km/jam atau lebih. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam

suatu sistem cuaca.

h. Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan

dapat menimbulkan bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah

pinggir pantai.

i. Kegagalan teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh

kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam

penggunaan teknologi atau industri.

j. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan

dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian.

k. Epidemi, wabah dan kejadian luar biasa merupakan ancaman yang diakibatkan

oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu.

3. Bencanaletusan gunung berapi


Gunung berapi adalah tonjolan di permukaan bumi yang terjadi akibat

keluarnya magma dari dalam perut bumi melalui lubang kepundan. Proses

keluarnya magma ini disebut erupsi. Erupsi membawa serya bahan-bahan padat,

cair, dan gas. Magma yang keluar disebut lava, yang kemudian menimbun

10
permukaan bumi di sekitar lubang kepundan. Biasanya erupsi disertai letusan

gunung berapi. (Ruwanto, 2008)

Letusan gunung berapi disebabkan oleh pergerakan magma dari inti bumi ke

permukaan, yang melewati lubang bumi yang disebut gunung. Gerakan ini terjadi

karena adanya gerakan tektonik sebagai penyesuaian komposisi lempengan bumi

guna menjaga struktur bumi tetap stabil. Secara umum, gunung api dapat

diartikan sebagai rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya magma atau

gas maupun cairan lainnya. Erupsi gunung api terjadi karena adanya

pergerakan magma dari inti bumi yang menekan keluar menuju permukaan

bumi. (Priambodo, 2009)

Berdasarkan kejadiannya, bahaya letusan gunung api dibedakan menjadi

dua yaitu (a) bahaya utama (primer), dan (b) bahaya ikutan (sekunder) dan jenis

bahaya tersebut masing-masing mempunyai resiko merusak dan

mematikan.(Nurjanah et all, 2011)

a. Bahaya Utama (Primer)

Bahaya utama letusan gunung berapi adalah bahaya yang langsung terjadi

ketika proses peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya ini adalah awan

panas, lontaran batu pijar, hujan bau lebat, dan lelehan lava.

b. Bahaya Ikutan (Sekunder)

Bahaya ikutan letusan gunung berapi adalah bahaya yang terjadi setelah

proses peletusan berlangsung. Apabila suatu gunung api meletus akan

terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng

bagian atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan

11
terbawa oleh air hujan dan tercipta lumpur turun ke lembah sebagai

banjir bebatuan. Biasanya banjir tersebut dikenal dengan banjir lahar dingin.

4. Manajemen penanggulangan bencana

Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk

meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan

analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini,

penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang

No.24 Tahun 2007)

Model penanggulangan bencana dikenal sebagai siklus penanggulangan

bencana yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi

bencana, dan fase pasca bencana.

a. Fase prabencana

Fase prabencana pendekatannya adalah pengurangan risiko bencana dengan

tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia yang tangguh dalam menghadapi

ancaman bencana. Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian

yaitu kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi

b. Fase saat terjadinya bencana

Fase ini kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana di mana

sasarannya adalah “save more lifes”. Kegiatan utamanya adalah tanggap darurat

berupa pencarian, penyelamatan, dan evakuasi serta pemenuhan kebutuhan dasar

berupa air minum, makanan dan penampungan/shalter bagi para korban bencana.

c. Fase pasca bencana

12
Pada fase pasca bencana, aktivitas utama ditargetkan untuk memulihkan

kondisi (rehabilitasi) dan pembangunan kembali (rekonstruksi) tata kehidupan dan

penghidupan masyarakat menjadi lebih baik (build back better).

B. Konsep Dasar Kesiapsiagaan

1. Definisi kesiapsiagaan

Mengacu pada prioritas keempat Sendai Framework Action 2015-2030,

disebutkan bahwa untuk mengurangi risiko bencana diperlukan adanya

peningkatan dalam bidang kesiapsiagaan bencana.Kesiapsiagaan adalah

serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna(UU RI

No.24 Tahun 2007). Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada

kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat

bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).

Menurut The Indonesian Development of Education and

Permaculture(IDEP)pada tahun 2007 menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu :

a. Mengurangi ancaman

b. Mengurangi kerentanan masyarakat

c. Mengurangi akibat

d. Menjalin kerjasama

2. Parameter untuk mengukur kesiapsiagaan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan United

Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun

2006 telah mengembangkan kerangka kerja kajian (Assessment Framework)

13
kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. 5 (lima) faktor kritis

yang disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan untuk

mengantisipasi bencana yaitu :

a. Pengetahuandan sikap terhadap risiko bencana

Pengetahuan dan sikap merupakan parameter utama dalam kesiapsiagaan

bencana karena pengetahuan tersebut menjadi kunci penentu sikap dan tindakan

dalam mengantisipasi bencana. Bila pengetahuan masyarakat mengenai tanda dan

gejala sebelum terjadinya suatu bencana tidak mencukupi, maka dampak yang

timbul akibat bencana dapat menjadi jauh lebih besar karena masyarakat salah

dalam mengambil tindakan penyelamatan diri saat terjadi bencana.

b. Kebijakan dan panduan

Kebijakan diperlukan agar job description setiap pihak tidak saling tumpang

tindih sehingga terbentuk tata kelola yang rapi dalam menghadapi bencana. Selain

kebijakan, panduan operasional sesuai dengan job description diperlukan agar

kebijakan dapat berjalan secara optimal.

c. Rencana untuk keadaan darurat bencana

Mitigasi dan evakuasi yang terstruktur perlu direncanakan agar tidak terjadi

dampak bencana yang parah utamanya karena tidak adanya rute arah menuju zona

aman bencana.

d. Sistim peringatan bencana

Adanya sistim peringatan dini bencana, masyarakat dapat mengetahui bahwa

akan ada suatu bencana yang muncul.

e. Mobilisasi sumber daya

14
Sumber Daya Manusia (SDM) maupun sarana dan prasarana merupakan hal

yang penting dalam kesiapsiagaan bencana.

Kelima parameter tersebut diimplementasikan kedalam tujuh kelompok

diantaranya individu dan keluarga, pemerintah, komunitas sekolah, kelembagaan

masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Non-

Pemerintah (Ornop), kelompok profesi, dan pihak swasta.

Ketujuh kelompok tersebut, kelembagaan masyarakat LSM dan Ornop,

kelompok profesi dan pihak swasta merupakan stakeholder pendukung yang

mempunyai peran dan kontribusi dalam peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.

Sementara individu dan keluarga, dan komunitas sekolah merupakan stakeholder

utama yang menjadi ujung tombak dalam usaha peningkatan kesiapsiagaan

bencana di masyarakat(LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).

3. Stakeholder utama kesiapsiagaan

LIPI-UNESCO/ISDR (2006), menyatakan bahwa terdapat tiga stakeholder

utama yang berperan dalam kesiapsiagaan, yaitu :

a. Individu dan rumah tangga

Stakeholder individu dan rumah tangga dikatakan sebagai ujung tombak,

subjek dan objek dari kesiapsiagaan karena berpengaruh secara langsung terhadap

risiko bencana.

b. Pemerintah

Pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting terutama dalam kondisi

sosial ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat yang berkaitan dengan

bencana, penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana publik untuk keadaan darurat.

15
c. Komunitas sekolah

Komunitas sekolah memiliki potensi yang besar dalam penyebarluasan

pengetahuan tentang bencana, sumber pengetahuan dan petunjuk praktis apa yang

harus disiapkan sebelum terjadinya bencana dan apa yang harus dilakukan saat

serta setelah terjadinya bencana.

Komunitas sekolah, sebagai salah satu dari stakeholder utama memiliki peran

yang besar dalam penyebaran pengetahuan tentang kebencanaan sejak sebelum,

saat, hingga setelah terjadinya bencana, (Hidayati, 2006). Sekolah memiliki peran

untuk memberikan pengetahuan untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap

bencana melalui pendidikan pengurangan risiko bencana pada komunitas sekolah,

(Astuti dan Sudaryono, 2010). Upaya dalam kesiapsiagaan bencana di sekolah

merupakan penerapan dari Kerangka Aksi Hyogo Framework 2005-2015 dan

disempurnakan dalam Kerangka Aksi Sendai Framework 2015-2030 yaitu

peningkatan kesiapsiagaan untuk respon efektif dan “membangun kembali dengan

lebih baik” dalam proses pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk

meningkatkan kesiapsiagaan di sekolah, Kementerian Pendidikan Nasional

Republik Indonesia juga memberikan edaran kepada gubernur, bupati dan

walikota se-Indonesia perihal pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di

sekolah yang tertuang dalam surat edaran No. 70a/MPN/SE/2010. Untuk

mendukung pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman Bencana, secara khusus telah

diterbitkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pembangunan

Sekolah dan Madrasah Aman Bencana. Atas dasar hukum tersebut, dibentuk

Sekolah Siaga Bencana (SSB) atau Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB).

16
4. Peran siswa dalam kesiapsiagaan bencana

Siswa sebagai bagian dari komunitas sekolah memiliki peran yang besar

dalam peningkatan kesiapsiagaan di lingkungan sekolah. Kesiapsiagaan pada

siswa perlu diberikan sejak dini untuk membangun budaya keselamatan dan

ketahanan terhadap bencana (Daud, dkk., 2015). Siswa mempunyai peran penting

dalam penyebarluasan pengetahuan tentang kebencanaan. Melalui pemberian

pengetahuan kebencanaan kepada siswa, diharapkan kesiapsiagaan siswa terhadap

bencana meningkat dan diharapkan sikap siaga bencana tersebut dapat

disebarluaskan kepada orang terdekat (UNCRD, 2009). Penyebarluasan

pengetahuan tersebut dapat berupa pemberian pelatihan kepada siswa yang lebih

muda, contohnya dalam pelatihan Palang Merah Remaja (PMR) diselipkan

pengetahuan kebencanaan.

5. Parameter kesiapsiagaan bencana pada siswa sekolah

Siswa merupakan salah satu bagian penting dalam suatu komunitas sekolah.

LIPI-UNESCO/ISDR (2006) merumuskan parameter kesiapsiagaan pada siswa

sekolah yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan siswa terhadap bencana merupakan indikator paling penting

dalam pengukuran kesiapsiagaan bencana, (Hidayati, 2006). Pengukuran meliputi

pengetahuan tentang bencana, kejadian bencana yang diketahui atau pernah

dialami siswa, tanda awal terjadinya bencana, sumber pengetahuan tentang

bencana dan sikap bila terjadi suatu bencana.

b. Perencanaan keadaan darurat

17
Pengukuran meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan diri

dalam menghadapi bencana, pengetahuan mengenai hal yang perlu diselamatkan

bila terjadi bencana, dan pengetahuan tentang jalur evakuasi serta pertolongan

dalam tanggap darurat bencana.

c. Sistem peringatan bencana

Pengukuran meliputi pengetahuan tentang sistem peringatan bencana dan hal

utama yang dilakukan setelah mendengar tanda peringatan bencana

d. Mobilisasi sumber daya

Pengukuran meliputi kegiatan atau pelatihan yang dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang kebencanaan.

6. Faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan

Citizen Corps (2006), menyatakan bahwa factor yang dapat mempengaruhi

kesiapsiagaan terhadap bencana, antara lain :

a. Exsternal motivasi meliputi kebijakan, pendidikan dan latihan, dana.

b. Pengetahuan

c. Sikap

d. Keahlian

7. Tingkat kesiapsiagaan

Tingkatan kesiapsiagaan siswa dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima,

sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah

18
No. Nilai indeks Kategori
1 80 – 100 Sangat siap
2 65 – 79 Siap
3 55 – 64 Hampir siap
4 40 – 54 Kurang siap
5 Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap
Sumber: Hidayati, D, Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa dan
Tsunami, 2006, h. 47
C. Media Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction)

1. Pengurangan risiko bencana(PRB)

Menurut BNPB (2016) “Pengurangan risiko bencana merupakan upaya

meminimalisasi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana.”

Pada anak-anak sekolah dasar programPRByang disusun sedemikian rupa

bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian pada siswa mengenai PRB

b. Meningkatkan pengetahuan teori maupun praktis tentang upaya

mempersiapkan diri dengan memberikan pelatihan tentang PRB.

c. Memberikan pengetahuan dan skill teknis pada anak-anak tentang langkah-

langkah yang harus dilakukan ketika terjadi bencana alam.

d. Mengembangkan sistem edukasi melalui media permainan tentang PRB pada

komunitas sekolah terhadap ancaman bencana alam.

2. Karateristik anak usia sekolah dasar

Usia anak-anak hingga menuju usia remaja, manusia mengalami

perkembangan kognitif yang begitu penting. Menurut Piaget dalam (Sugiman et

all, 2016) membagi perkembangan kognitif anak melalui empat tahap yaitu tahap

sensori-motorik yang berlangsung pada umur 0-2 tahun, tahap praoperasional

19
umur 2-7 tahun, tahap operasional konkret umur 7-11 tahun dan tahap operasional

formal yang berlangsung umur 11-15 tahun.

Berdasarkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak di atas, anak usia

sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Rita Eka Izzaty, dkk

(2008:106) mengungkapkan bahwa pada masa operasional konkret anak dapat

melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang dapat

mereka lakukan pada masa sebelumnya. Masa operasional konkret adalah dimana

anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit.

Soetjiningsih, (2014) mengatakan pada masa ini anak-anak usia akhir sering

bermain konstruktif, menjelajah, mengoleksi sesuatu, berolahraga serta hiburan

seperti membaca komik, mendengarkan radio, menonton film/televisi dan

berkhayal.

Karakteristik anak usia sekolah dasar akan lebih memahami materi yang

disajikan secaramenarik dan menyenangkan misalnya dengan menerapkan

media audiovisual dalam pembelajaran (Kustiawan, 2016). Media gambar dan

video sangat efektif digunakan dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan

teknis tentang cara-cara menghadapi bencana alam pada anak-anak.Berdasarkan

karakteristik diatas maka diharapakan anak-anak dapat mengingat melalui visual

mereka sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anak sekolah

dasar dalam menghadapi bencana.

3. Pengertian video animasi

Berdasarkan arti harfiah animasi adalah menghidupkan yaitu usaha untuk

menggerakkan sesuatu yang tidak bisa bergerak sendiri. Animasi berasal dari kata

20
“animation” yang dalam bahasa inggris “to animate” yang berarti

menggerakkan. Animasi merupakan salah satu bagian grafika komputer yang

menyajikan tampilan-tampilan yang sangat atraktif juga merupakan sekumpulan

gambar yang ditampilkan secara berurutan dengan cepat untuk mensimulasi

gerakan yang hidup.

Animasi atau yang lebih akrab disebut dengan video animasi adalah

video yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi

gambar yang bergerak. Di dalam animasi terdapat proses penciptaan efek gerak

atau efek perubahan bentuk yang terjadi selama beberapa waktu. Handi

Chandra(2002: 1) mendeskripsikan menganimasi berarti menggerakkan objek

agar menjadi hidup. Membuat animasi dapat berupa menggerakkan

gambarkartun, lukisan, boneka atau objek tiga dimensi. Menurut Dina Utami

(2011) animasi adalah rangkaian gambar yangmembentuk sebuah gerakan.

Hal ini sangat membantu dalam menjelaskan prosedur dan urutan kejadian.

Munir (2012: 317) menyatakan bahwa animasi adalah suatu kegiatan

menghidupkan atau menggerakkan benda mati (gambar) menjadi seolah-olah

hidup, karena animasi mampu menjelaskan suatu konsep atau proses yang

sulit dijelaskan dengan media lain sehingga menimbulkan motivasi pengguna

(siswa) untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran.Berdasarkan

pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa animasi

merupakan gerakan gambar maupun teks yang diatur sedemikian rupa agar

terlihat menarik dan terlihat lebih nyata atau hidup, sehingga dengan animasi bisa

menjelaskan suatu konsep yang sulit menjadi mudah dimengerti.

21
4. Jenis-jenis animasi

Dalam perkembangan animasi, terdapat banyak jenis-jenis animasi. Munir

(2012: 320-325) mengungkapkan bahwa animasi ada beberapa jenis,

diantaranya adalah :

a. Animasi 2D (Dua Dimensi)

Animasi 2d biasa disebut dengan video kartun. Kartun berasal dari kata

cartoon yang berarti gambar yang lucu.

b. Animasi 3D (Tiga Dimensi)

Animasi 3d adalah hasil pengembangan dari animasi 2d. Perkembangan

teknologi dan komputer membuat teknik pembuatan animasi 3d semakin

berkembang pesat, dengan animasi 3d karakter yang diperlihatkan

semakin hidup dan nyata mendekati wujud aslinya.

c. Animasi Tanah Liat (Clay Animation)

Animasi clay ini dibuat dengan menggunakan plastisin yang berbahan lentur

seperti permen karet. Animasi clay termasuk salah satu jenis dari stop-

motion picture. Tokoh-tokoh dalam animasi clay dibuat dengan kerangka

khusus sesuai kerangka tubuhnya.

d. Animasi Jepang (Anime)

Anime terdiri dari dari beberapa jenis yang membedakan bukan cara

pembuatannya melainkan formatnya yaitu serial televisi, dan video bioskop.

e. Animasi Cell

22
Animasi sel merupakan lembaran-lembaran yang membentuk animasi

tunggal. Contohnya: Tom and Jerry.

f. Animasi Frame

Merupakan animasi yang paling sederhana, dimana animasinya

didapatkan dari gambar yang bergantian ditunjukkan, pergantian gambar

diukur dalam satuan fps (frame per second)

g. Animasi Sprite

Animasi ini sering digunakan dalam Macromedia Director. Contohnya:

animasi rotasi planet, burung terbang, dan bola yang memantul.

h. Animasi Path (Lintasan)

Adalah animasi dari objek yang gerakannya mengikuti garis lintasan

yang sudah ditentukan.

i. Animasi Spline

Animasi spline adalah animasi yang bergerak mengukuti garis lintasan yang

berbentuk kurva. Misalnya: objek kumbang yang terbang dengan kecepatan

tidak tetap dan lintasan yang berubah-ubah.

j. Animasi Vector

Animasi ini menggunakan gambar vector dalam objek spritenya.

k. Morphing

Adalah mengubah satu bentuk menjadi bentuk lain. Morphing

memperlihatkan serangkaian frame yang meniptakan gerakan halus dari

bentuk pertama yang kemudian mengubah dirinya menjadi bentuk yang lain.

l. Animasi Digital

23
Adalah penggabungan teknik animasi cell gambar tangan yang diolah lagi

dengan bantuan komputer.

Menurut Erwin (2001) dalam artikelnya mengemukakan animasi yang ada

saat ini dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

a. Stop motion animation sering disebut claymotion karena dalam

perkembangannya menggunakan clay (tanah liat) sebagai objek yang

digerakkan.

b. Animasi tradisional adalah animasi yang sering disebut cell animation karena

teknik pengerjaannya dilakukan dengan celluloid transparent yang sekilas

mirip dengan transparansi OHP yang sering kita gunakan. Sekarang ini teknik

pembuatan animasi tradisional lebih dikenal dengan animasi 2 dimensi.

c. Animasi komputer, yaitu animasi yang secara keseluruhan pengerjaannya

menggunakan komputer. Mulai dari pembuatan karakter, mengatur

gerakan pemain dan kamera, pemberian suara serta effect dikerjakan

dengan menggunakan komputer.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis

animasi yang dipakai dalam video pembelajaran ini adalah animasi dua dimensi

yang merupakan berbentuk video kartun, dan termasuk dalam animasi komputer.

Dengan menggunakan komputer, hal yang mungkin tidak digambarkan

dengan animasi menjadi mungkin dan menjadi lebih mudah.

5. Media Video Animasi

Berbagai inovasi pembelajaran dengan upaya perluasan bahan ajar telah

memposisikan komputer sebagai alat yang memberikan kontribusi yang

24
positif dalam proses pembelajaran. Menggunakan teknologi komputer peneliti

mencoba memanfaatkan suatu media yang sekiranya efektif dan efisien

digunakan dalam pendidikan siaga bencana siswa sekolah dasar. Penggunaan

media ini bertujuanuntuk mempermudah siswa dalam memahami materi

Siaga Bencana Gunung Berapi. Media ini juga bertujuan untuk

memepermudah pengajar dalampembelajaran dalam bentuk animasi kepada

siswa dengan peralatan komputer dalam pengoperasiaannya.

Peneliti memilih memanfaatkan media animasi karena media ini dapat

menambah pengetahuan siswa yang tinggal di daerah rawan bencana

tentangbagaimana mengurangi resiko bencana Gunung Berapi. Media ini

memberikan penjelasan dan simulasi dalam bentuk gambar bergerak yang

tampak kongkrit. Media animasi memberi rangsangan kepada siswa untuk

mengikuti kegiatan yang adadidalam media animasi, sehingga kegiatan

belajar siswa juga semakin menarik. Dengan sistem belajar sambil bermain

melalui media animasi ini siswa diharapkan dapat menerima informasi lebih

jelas, melalui media video animasiyang dikemas dalam bentuk kartun simulasi

didalamnya.

Media video animasi pembelajaran ini berisikan materi bencana gunung

berapi dan penanganannya, dengan alur sebagai berikut: opening, isi materi,

dan closing, sehingga media yang digunakan ini menjadi media yangbenar-

benar sesuai untuk mendukung proses pembelajaran.

Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan media video animasi

pembelajaran dalam penelitian:

25
a. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk menanyangkan video

animasi “Siaga Bencana Gunung Berapi” seperti komputer, laptop, atau

televisi. Jika menggunakan laptop maka harus menyiapkan proyektor,

dan jika menggunakan televisi maka harus menyiapkan DVD atau VCD

playeruntuk memutar video animasi tersebut. Selain itu perlu juga

menyiapkan speaker agar suara dari video animasi terdengar lebih jelas.

Karena penelitian ini dilakukan di SD Negeri 2 Sidemen yang sudah

terfasilitasi peralatannya, maka peneliti menggunakan laptop sebagai alat

untuk menanyangkannya.

b. Pengkondisian siswa dan tempat duduk yang nyaman bagi siswa agar

kondusif ketika penayangan video.

c. Setelah semua peralatan disiapkan dan dihidupkan, langkah selanjutnya

masukkan CD video animasi tersebut dalam DVD room, tunggu

beberapa saat sampai muncul tulisan autorun. Kemudian klik tulisan autorun

tersebut. Setelah tayang, video animasi akan berputar secara otomatis

tanpa harus diklik.

d. Pada saat opening video, akan dijabarkan materi tentang beberapa kejadian

letusan gunung berapi yang pernah terjadi di Indonesia dan akibat dari erupsi

gunung berapi. Setelah itu akan muncul tayangan kesiapsiagaan bencana

erupsi gunung berapi mulai dari persiapan pra bencana seperti mengikuti

perkembangan aktivitas gunung api yang aktif dan mengamati tanda

peringatan, mengenali jalur evakuasi, membuat rencana evakuasi bersama

keluarga, meyimpan nomor telepon penting, menyiapkan tas yang berisi

26
pakaian; obat pertolongan pertama; makanan dan minuman serta dokumen-

dokumen penting. Tayangan selanjutnya mengenai kesiapsiagaan bencana

erupsi gunung berapi pada saat terjadinya bencana meliputi tindakan-tindakan

yang dilakukan pada saat terjadi erupsi yaitu mengumpulkan anggota

keluarga, membawa tas yang telah disediakan, memakai pakaian panjang,

memakai masker, memakai topi, memakai kacamata, tidak menggunakan

kontak lensa, berkumpul di barak pengungsian yang jauh dari daerah bahaya

erupsi yaitu misalnya daerah yang dilalui awan panas, lahar panas, lahar

dingin, dan gas beracun. Apabila di dalam ruangan atau rumah, menutup

semua lubang angin, memasukkan binatang ternak, dan tidak lupa

memasukkan pakan binatang ternak.

e. Tayangan selanjutnya berisi tips dan evaluasi. Tips dalam menghadapi

bencana erupsi gunung berapi diantaranya menjauhi wilayah yang

terkena hujan abu vulkanik, membersikan abu vulkanik yang ada di atap

bangunan, tidak mengendarai kendaraan karena dapat merusak mesin,

memberikan bantuan kepada korban yang terluka atau hubungi PMI. Setelah

itu akan ada tayangan evaluasi yang isinya bagaimana cara berpakaian ketika

erupsi dan bencana apa saja yang dapat ditimbulkan oleh erupsi gunung

berapi. Setelah itu closing yang berisi profil pengembang.

6. Kelebihan dan Kekurangan Animasi

Video animasi memiliki kemampuan untuk memaparkan sesuatu yang rumit

atau komplek untuk dijelaskan dengan gambar dan kata-kata. Menurut Harun dan

27
Zaidatun (2004) animasi mempunyai peranan yang tersendiri dalam bidang

pendidikan khususnya untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran.

Kelebihan animasi menurut Harun dan Zaidatun (2004) adalah :

a. Animasi mampu menyampaikan suatu konsep yang kompleks secara

visual dan dinamik

b. Animasi digital mampu menarik perhatian pebelajar dengan mudah

c. Animasi mampu menyampaikan suatu pesan dengan lebih baik dibanding

pengguna media yang lain.

d. Animasi digital juga dapat digunakan untuk membantumenyediakan

pembelajaran secara maya.

e. Animasi mampu menarik perhatian, meningkatkan motivasi serta merangsang

pemikiran pebelajar yang lebih berkesan.

f. Animasi mampu menawarkan satu media pembelajaran yang lebih

menyenangkan.

g. Persembahan secara visual dan dinamik yang disediakan oleh teknologi

animasi mampu memudahkan dalam proses penerapan konsep ataupun

demonstrasi.

Kelemahan animasi menurut Harun dan Zaidatun (2004) adalah :

a. Membutuhkan peralatan yang khusus.

b. Materi dan bahan yang ada dalam animasi sulit untuk dirubah jika sewaktu-

waktu terdapat kekeliruan atau informasi yang ada didalamnya sulit

untuk ditambahkan.

28
c. Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa jika digunakan

secara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga dapat mengalihkan perhatian

darisubtansi materi yang disampaikan ke hiasan animatif justru tidak penting.

d. Memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang cukup memadai untuk

mendesain animasi yang efektif digunakan sebagai media pembelajaran.

e. Memerlukan software khusus untuk mengoperasikannya.

D. Pengaruh Penggunaan Media Video Animasi terhadap Kesiapsiagaan

Siswa dalam Menghadapi Bencana LetusanGunung Berapi

Pembelajaran kesiapsiagaan bencana kepada anak-anak yang berusia 7-

12tahun tidak sama dengan pembelajaran kepada orang dewasa. Usia anak-

anaktersebut masuk dalam kategori usia siswa sekolah dasar kelas satu sampai

enam. Orang dewasa mungkin akan mudah memahami sebuah materi hanya

denganmembaca, mendengar atau dengan sistem pengajaran yang bersifat

konvensional. Berbeda dengan siswa berusia 7-12 tahun, siswa dalam usia

ini mungkin telah memiliki kecakapan berpikir logis akan tetapi hanya

melalui benda-benda yang bersifat kongkrit. Siswa akan lebih memahami

materi yang disajikan secaramenarik dan menyenangkan misalnya dengan

menerapkan media audiovisual dalam pembelajaran berbentuk video animasi

yang berjudul “Siaga BencanaGunung Berapi”.

Tujuan dari penggunaan media video animasiini umumnya adalah menjadikan

anak-anak lebih siap dalam menghadapi bencana. Pada media video animasiberisi

materi atau informasi berkaitan dengan kebencanaan dari masa pra bencana, masa

29
tanggap darurat, dan pasca bencana berupa gambar, foto dan video.Berdasarkan

penelitian Kementerian Pendidikan Nasional dalam Wulandari, (2010)

menyatakan belajar dengan mempergunakan indra pendengaran dan penglihatan

akan lebih efektif. Media gambar dan video sangat efektif digunakan dalam

memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis tentang cara-cara menghadapi

bencana alam pada anak-anak.Diharapakan anak- anak dapat mengingat melalui

visual mereka sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan anak

sekolah dasar dalam menghadapi bencana.

30
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah kerangka antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian (Setiadi, 2013). Adapun kerangka konsep

dari penelitian ini dapat diterangkan dengan skema pada gambar di bawah ini:

Komponen-komponen edukasi
1. Pengetahuan
Faktor-faktor 2. Pemahaman
bencana 3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintetis
6. Evaluasi

Program
Pengurangan Pemberian
Risiko Bencana Video Animasi

Kesiapsiagaan :
Faktor-faktor
1. Pengetahuan
yang
2. Perencanaan
mempengaruhi
Keadaan
kesiapsiagaan :
Darurat
1. Eksternal
3. Sistem
motivasi
Peringatan
2. Pengetahuan
Bencana
3. Sikap
4. Mobilisasi
4. Keahlian
Sumber Daya

Keterangan :
= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti


= Alur pikir
Gambar 1. Kerangka Konsep Pengaruh Penggunaan Media Video Animasi terhadap Kesiapsiagaan
Siswa dalam Menghadapi Bencana Letusan Gunung Berapi di SDN 2 Sidemen Karangasem Tahun
2018
31
B. Variabel Penelitan dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Menurut Nursalam (2016), variabel adalah perilaku atau karakteristik yang

memberikan nilai beda terhadap sesuatu. Variabel dari penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas (variable independent)

Variabel bebas (variable independent) adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat

(variable dependen)(Sugiyono, 2014). Variabel independen pada penelitian ini

adalah penggunaan media video animasi.

b. Variabel terikat (variable dependent)

Variabel terikat (variable dependent) adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (variable

independent)(Sugiyono, 2014). Variabel terikat pada penelitian ini adalah

kesiapsiagaan bencana letusan gunung berapi.

2. Definisi operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana

caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi

operasional ini merupakan informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain

yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2013). Selanjutnya Setiadi

(2013) menyatakan definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan

istilah yang sudah digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi

operasional variabel dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2.

32
Tabel 2. Definisi Operasional Pengaruh Penggunaan Media Video Animasi
terhadap Kesiapsiagaan Siswa dalam Menghadapi Bencana Letusan Gunung
Berapi di SDN 2 Sidemen Karangasem Tahun 2018

Definisi Alat
No Variabel Parameter Skala Skor
Operasional Ukur
1 2 3 4 5 6 7
1 Kesiapsiagaan Hasil 1. Pengetahuan Kuisioner Interval 0-99
Bencana pengukuran 2. Perencanaan
terhadap siswa keadaan
sekolah dasar darurat
tentang 3. Sistem
pengetahuan, peringatan
rencana keadaan bencana
darurat, sistim 4. Mobilisasi
peringatan dini, sumber daya
dan mobilisasi
sumber daya
terkait dengan
kesiapsiagaan
yang diukur
dengan
instrumen
kuisioner
sebelum dan
setelah
perlakuan
2 Video Media berbasis
Animasi video animasi
Siaga untuk
Bencana mengenalkan
Gunung siswa sekolah
Berapi dasar mengenai
kesiapsiagaan
bencana dengan
langkah
pemberian
informasi yang
dikemas
menarik dimana
anak-anak akan

33
1 2 3 4 5 6 7

menonton
tayangan berupa
beberapa
kejadian letusan
gunung berapi
yang pernah
terjadi di
Indonesia dan
akibat dari
erupsi gunung
berapi, setelah
itu akan
muncul
tayangan
kesiapsiagaan
bencana erupsi
gunung berapi
mulai dari
persiapan pra
bencana dan ,
kesiapsiagaan
bencana erupsi
gunung berapi
pada saat
terjadinya
bencana.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari rumusan masalah

yang akan diteliti, (Nursalam, 2016). Penelitian ini menggunakan hipotesis

alternatif (Ha). Hipotesis alternatif dapat diartikan sebagai lawan dari hipotesis nol

(H0). Hipotesis alternatif berfungsi untuk menyatakan adanya hubungan,

perbedaan, dan pengaruh dari dua atau lebih variabel yang akan diteliti (Nursalam,

34
2016). Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penggunaan

media video animasi terhadap kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana

letusan gunung berapi di SDN 2 Sidemen Karangasem.

35
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pre-

eksperimental designs karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh

terhadap terbentuknya variabel dependen dan tidak adanya variabel control serta

sampel tidak dipilih secara random dengan rancangan yang digunakan yaitu One-

group pretest-posttest (Sugiyono, 2013).

Pre test Perlakuan Post test


O1 X O2

Keterangan :
O1 : Pengukuran kesiapsiagaan sebelum diberikan video animasi
X : Intervensi pemberian video animasi
O2 : Pengukuran kesiapsiagaan setelah diberikan video animasi

Gambar 2. Desain Penelitian Pengaruh Penggunaan Media Video Animasi


terhadap Kesiapsiagaan Siswa dalam Menghadapi Bencana Letusan Gunung
Berapi di SDN 2 Sidemen Karangasem Tahun 2018

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Sidemen Karangasem. Waktu

penelitian dimulai sejak pengurusan ijin hingga penyelesaian laporan penelitian

36
yang dimulai dari minggu keempat bulan Maret 2018 hingga minggu keempat

bulan April 2018. (jadwal kegiatan terlampir)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh

peneliti (Nursalam, 2016).). Populasi dari penelitian ini adalah siswa sekolah

dasar yang duduk dibangku kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2 Sidemen

Karangasem berjumlah 44 siswa. Kriteria sampel dari penelitian ini adalah :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dalam suatu

populasi yang akan diteliti (Nursalam, 2016). Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah :

1) Siswa sekolah dasar yang duduk dibangku kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2

Sidemen Karangasem pada tahun ajaran 2017/2018

2) Siswa yang hadir dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani

inform consent saat pengambilan data.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan subyek/sampel yang tidak

memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena dapat mengganggu pengukuran

maupun interpretasi hasil (Nursalam, 2016). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

adalah siswa yang tidak hadir saat dilakukan pertemuan berikutnya.

37
2. Unit analisis dan responden

Unit analisis dalam penelitian ini adalah subyek penelitian yaitu siswa

sekolah dasar yang duduk dibangku kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2 Sidemen

Karangasem, dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Responden

dalam penelitian ini adalah seseorang yang menjadi sumber data penelitian yaitu

siswa. Pemilihan responden tersebut didasarkan pada aspek kemampuan

komunikasi dan pemahaman siswa terhadap suatu fenomena. Siswa kelas 4 hingga

kelas 6 dengan rentang umur 9 sampai 12 tahun sudah mampu berpikir kritis dan

abstrak (Ahmadi dan Sholeh, 2005).

3. Teknik sampling

Sampel penelitian adalah bagian populasi yang dipergunakan dalam

penelitian dengan melakukan seleksi porsi dari populasi sehingga dapat mewakili

populasi yang diteliti (Nursalam, 2016).

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2016). Teknik sampling merupakan cara-

cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2016).

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

dengan probability sampling yaitu simple random sampling. Simple random

sampling adalah suatu tipe probability sampling di mana peneliti dalam memilih

sampel dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota

populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel (Nursalam, 2016) Pemilihan

38
sampel dilakukan dengan cara memilih langsung sampel yang memenuhi kriteria

inklusi.

Berikut ini adalah rumus yang dipakai dalam menentukan sampel dengan

akurasi absolute (Nursalam, 2016) :

NZ 2 P (1 − P)
𝑛=
(N − 1)d2 + Z 2 P (1 − P)

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

Z : confidence interval (1,64)

P : proporsi objek penelitian dengan nilai tertentu (0,5)

d : tingkat akurasi absolut (0,05)

Maka :

44. 1,642 . 0,5 (1 − 0,5)


𝑛=
(44 − 1)0,052 + 1,642 . 0,5 (1 − 0,5)

29,5856
𝑛= = 37,93 = 38
0,7799

Jadi penggunaan sampel minimal pada penelitian ini adalah sebanyak 38

orang. Besar sampel pada penelitian ini mengacu pada siswa sekolah dasar yang

yang memenuhi kriteria inklusi.

39
Tabel 3. Distribusi Proporsi Sampel SDN 2 Sidemen Karangasem

Kelas Jumlah Siswa Proporsional Sampling Jumlah Sampel


IV 14 14 12
𝑥 38
44
V 17 17 15
𝑥 38
44
VI 13 13 11
𝑥 38
44

Jumlah 44 38

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder.

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil

pengukuran, pengamatan, survei dan lain-lain (Setiadi, 2013). Data primer yang

dikumpulkan dari sampel meliputi data identitas responden dan data kesiapsiagaan

siswa menghadapi bencana sampel yang diteliti dengan menggunakan lembar

kuesioner.

b. Data sekunder

Peneliti juga mengumpulkan data sekunder. Data sekunder adalah data

yang diperoleh dari dokumen yang ada pada suatu lembaga atau orang lain

(Sukawana, 2008). Data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi

gambaran umum SDN 2 Sidemen Karangasem dan jumlah siswa.

40
2. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2016). Metode pengumpulan data dari penelitian ini dengan metode

wawancara yang menggunakan kuisioner dichotomy question dengan 20 item

pertanyaan untuk variabel kesiapsiagaan. Pada penelitian ini peneliti

menggunakan peneliti pendamping sejumlah tujuh orang.

Langkah pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pengurusan surat ijin penelitian kepada bidang pendidikan di Jurusan

Keperawatan Poltekkes Denpasar

b. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Jurusan

Keperawatan Poltekkes Denpasar yang ditujukan ke Direktorat Poltekkes

Denpasar Bagian Penelitian.

c. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Direktorat Poltekkes Denpasar surat

diajukan ke Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali.

d. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat ke Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Pemerintahan Kota Denpasar

e. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat tembusan ke Dinas Pendidikan

Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar.

f. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Kepala Sekolah SDN

2 Sidemen Karangasem.

g. Peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu keadaan sekolah SDN 2

Sidemen Karangasem dan data jumlah siswa melalui wali kelas masing-

41
masing. Kemudian, mencari data primer dengan memberikan kuesioner

kepada responden.

h. Peneliti melakukan penyamaan persepsi kepada tujuh orang peneliti

pendamping tentang teknik pengisian kuisioner, waktu pengisian kuisioner,

dan tugas peneliti pendamping selama memberikan kuisioner.

i. Selanjutnya, peneliti meminta ijin dan bantuan dalam pengumpulan data

kepada wali kelas murid kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2 Sidemen

Karangasem.

j. Peneliti melakukan pendekatan dengan responden dan memberikan penjelasan

tentang maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Setelah responden

bersedia diteliti, responden diberikan lembar persetujuan menjadi responden

untuk ditandatangani. Calon responden yang tidak setuju tidak akan dipaksa

dan tetap dihormati haknya (informed consent). Pendekatan ini dilakukan

untuk menghindari adanya kemungkinan kesalahpahaman antara responden

dan peneliti saat akan dilakukan penelitian.

k. Responden yang menjadi responden akan diberikan penjelasan mengenai isi,

tujuan serta cara pengisian kuesioner oleh peneliti. Hal ini akan dijelaskan

sampai responden mengerti, dan paham tentang kuesioner yang akan

diberikan, dan peneliti pendamping turut serta mendampingi di masing-masing

bangku murid untuk membantu menjawab jika terdapat responden yang

kurang mengerti.

l. Kerahasiaan terhadap responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini

menjadi prioritas dengan cara tidak akan disebutkan namanya dalam kuisioner

42
maupun dalam laporan penelitian dan penamaan hanya menggunakan kode

(anonumity).

m. Setelah responden setuju menjadi sampel dalam penelitian ini maka peneliti

melakukan pengukuran kesiapsiagaan bencana sebelum diberikan media video

animasi dengan cara mengisi kuisioner (pre test) dengan didampingi oleh 3

pendamping peneliti yang akan membacakan setiap pertanyaan kuisioner di

masing-masing kelompok bangku kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2 Sidemen

Karangasem.

n. Memberikan edukasi tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana

dengan media video animasi kepada murid kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2

Sidemen Karangasem dengan 2 peneliti pendamping di mana 1 orang peneliti

pendamping menyiapkan media video animasi, 1 orang lainnya menjelaskan

tentang alur tayangan video animasi, dan peneliti yang akan memberikan

edukasi saat tayangan berlangsung.

o. Setelah pemberian edukasi dengan media video animasi selesai ditayangkan,

maka peneliti kembali melakukan pengukuran kesiapsiagaan bencana dengan

cara mengisi kuisioner (post test) dengan didampingi oleh 2 pendamping

peneliti yang akan membacakan setiap pertanyaan kuisioner di masing-masing

kelompok bangku kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 SDN 2 Sidemen Karangasem.

p. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks

pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian

dilakukan analisis data.

43
3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur fenomena

alam sosial yang diteliti (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini digunakan lembar

kuisioner untuk mengukur kesiapsiagaan terhadap bencana pada siswa sekolah

dasar dengan menggunakan parameter berdasarkan kajian LIPI-UNESCO/ISDR

(2006), dan kegiatan penayangan video animasi berdasarkan kajian penelitain

terkait oleh Sulistyaningrum, Ferawaty (2017).

a. Kuesioner kesiapsiagaan siswa sekolah dasar

Pada penelitian ini akan digunakan metode wawancara yang menggunakan

kuisioner dichotomy question dengan 20 item pertanyaan. Daftar kuesioner yang

digunakan diperuntukkan untuk murid pada masing-masing sekolah. Untuk

tingkat sekolah dasar, siswa kelas 4, kelas 5 dan kelas 6 dipilih sebagai responden.

Mengisi kuesioner ini siswa dipandu oleh fasilitator. Untuk siswa tingkat SD

fasilitator membacakan satu per satu pertanyaan yang ada di dalam kuesioner dan

mempersilahkan siswa untuk menjawab sesuai dengan pertanyaan yang

dibacakan. Setelah semua pertanyaan kuesioner dibacakan dan daftar pertanyaan

telah diisi semua, siswa dipersilahkan untuk meneliti kembali kuesionernya. skala

yang digunakan pada variabel kesiapsiagaan adalah skala Guttman (benar, skor 1

dan salah, skor 0) yaitu dengan memberikan jawaban yang tegas terhadap suatu

permasalahan yang ditanya. Dalam skala Guttman skor untuk pertanyaan positif

adalah ya (skor 1) dan tidak (skor 0) dan pertanyaan negatif adalah ya (skor 0) dan

tidak (skor 1). (Sugiyono, 2014).

b. Langkah-langkah kegiatan penayangan video animasi

44
Pelaksanaan kegiatan penayangan video animasi dilakukan berdasarkan

kajian penelitian terkait oleh Sulistyaningrum, Ferawaty (2017). Tahap-tahap

dalam pelaksanaanya mencantumkan kegiatan persiapan, kegiatan inti, kegiatan

penutup dan dokumentasi.

c. Uji validitas dan uji reliabilitas

Penelitian dengan metode observasi harus memperhatikan validitas dan

reliabilitas suatu alat ukur (Nursalam, 2016).

1) Uji validitas

Alat ukur dikatakan memiliki validitas jika mampu mengukur dengan

akurat, (Sukawana, 2008). Pengujian validitas angket digunakan teknik korelasi

Pearson Product Moment angka (Hastono, 2007). Suatu indikator dikatakan valid

jika r hasil > r table pada taraf signifikansi 0,05. Nilai r tabel didapatkan dari nilai

df (degree of freedom) yang dihitung menggunakan rumus n-2, untuk n sebagai

jumlah sampel. Karena jumlah sampel yang akan digunakan dalam uji validitas

yaitu 30, sehingga diperoleh df 28, yang kemudian nilai df tersebut digunakan

untuk melihat r tabel dengan kemaknaan 0,05. Untuk r tabel dengan df 28 adalah

0,361, dan r hitung dilihat dari hasil pengolahan data di computer, (Hastono,

2007). Uji validitas akan dilakukan di SDN 2 Sidemen, Karangasem.

2) Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama (Hastono, 2007).

45
Angket penelitian ini dihitung dengan teknik analisis varian yang dikembangkan

oleh Cronbach Alpha, dengan ketentuan uji reliabilitas adalah jika r α > r tabel,

instrumen penelitian dinyatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi apabila

nilai koefisien yang diperoleh r hitung ≥0,7 (Nunnally dalam Ghozali, 2011).

Nilai r tabel untuk n=30 pada taraf signifikan atau tingkat kemaknaan 5% (α =

0,05) adalah 0,7 (Hastono, 2007) Kusioner telah diuji reliabilitasnya dengan

formula alpha dengan nilai reliablitas 0,942.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik pengolahan data

Pengolahan data merupakan salah satu upaya untuk memprediksi data dan

menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisis lebih lanjut dan

mendapatkan data siap untuk disajikan. Menurut Setiadi (2013), langkah-langkah

pengolahan data yaitu:

a. Editing

Pada proses editing dilakukan pemeriksaan pada kuisioner agar memenuhi

syarat lengkap, jelas, relevan, dan konsisten, (Hastono, 2007).

b. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan (Hastono, 2007). Peneliti memberikan kode pada setiap

responden untuk memudahkan dalam pengolahan data dan analisa data. Peneliti

juga memberikan kode pada lembaran kuisioner untuk mempermudah pengolahan

data. Kegiatan yang dilakukan setelah data diedit kemudian diberi kode. Coding

46
dilakukan pada nomor urut responden dan jawaban responden. Jika responden

menjawab ya = 1 dan jika menjawab tidak = 0. Pada variabel kesiapsiagaan

bencana coding dilakukan pada parameter tingkat kesiapsiagaan dengan kode 1 =

belum siap, kode 2 = kurang siap, kode 3 = hampir siap, kode 4 = siap, kode 5 =

sangat siap. Coding yang digunakan untuk jenis kelamin adalah kode 1 =

perempuan dan kode 0 = laki-laki.

c. Processing

Setelah kuisioner sudah terisi penuh dan benar dan sudah melalui tahap

coding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data yang diteliti agar dapat

dianalisis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program komputer SPSS

for Windows dalam pengolahan data responden (Hastono, 2007).

d. Cleaning

Setelah data di entry ke dalam program, maka dilanjutkan dengan proses

cleaning yaitu memeriksa kembali data yang sudah di entry untuk memastikan

tidak ada kesalahan saat proses entry data (Hastono, 2007).

2. Teknik analisis data

a. Analisis univariat

Kesiapsiagaan bencana siswa sekolah dasar dapat diketahui dengan

melakukan analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis yang menjelaskan

karakteristik tiap variabel yang diteliti (Hastono, 2007). Dalam penentuan indeks

47
dari setiap parameter pada kesiapsiagaan bencana tiap siswa digunakan rumus

baku yang dikembangkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006):

“Skor maksimum parameter diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam parameter

yang diindeks (masing-masing pertanyaan bernilai satu). Apabila dalam 1

pertanyaan terdapat sub-sub pertanyaan (a,b,c dan seterusnya), maka setiap sub

pertanyaan tersebut diberi skor 1/jumlah sub pertanyaan. Total skor riil parameter

diperoleh dengan menjumlahkan skor riil seluruh pertanyaan dalam parameter

yang bersangkutan.”

Setelah diperoleh nilai indeks dari setiap parameter, dilanjutkan dengan

menjumlahkan keempat parameter tersebut dengan rumus:

(0,83 x indeks KA) + (0,08 x indeks EP) + (0,04 x indeks WS)

+ (0,04 x indeks RMC)

Keterangan:

KA : (Knowledge and Attitude)

EP : (Emergency Preparedness)

WS : (Warning System)

RMC : (Resource Mobilization Capacity)

Untuk menentukan presentase kesiapsiagaan menggunakan rumus (Setiadi,

2007) : x 100
Keterangan :

P : Persentase

48
F : jumlah responden pada setiap satu kategori

N : jumlah seluruh responden

Adapun kategori kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah dalam skala

ordinal sebagai berikut.

Tabel 4. Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah

No. Nilai indeks Kategori


1 80 – 100 Sangat siap
2 65 – 79 Siap
3 55 – 64 Hampir siap
4 40 – 54 Kurang siap
5 Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap
Sumber: Hidayati, D, Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa dan
Tsunami, 2006, h. 47

b. Analisis bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui perbedaan kesiapsiagaan

anak sekolah dasar sebelum dan setelah diberikan perlakuan permainan Inisiatif Si

Kancil dengan menggunakan uji statistik. Terlebih dahulu menggunakan uji

normalitas menggunakan uji Kolmogorov-smirnov dikarenakan jumlah sampel

lebih dari 50. Hasil nilai K-S dibagi nilai sig >0,05, maka data berdistribusi

normal dan menggunakan uji paired T Test, namun apabila hasil < 0,05 maka data

berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji Wilcoxon. Hasil dari uji

normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai ρ-value pada

49
kolom Sig. = 0,000 (< alpha (0,5)) maka dapat disimpulkan hipotesa ditolak yang

berarti data yang di uji memiliki distribusi tidak normal sehingga diturunkan ke

uji non parametric yaitu uji Wilcoxon. Interpretasi dari analisis bivariat yaitu p-

value pada kolom Sig. (2-tailed) < alpha (0,05) berarti menyatakan ada pengaruh

pemberian edukasi dengan permainan Inisiatif Si Kancil namun jika p-value pada

kolom Sig. (2-tailed) > alpha (0,05) berarti tidak ada pengaruh pemberian edukasi

dengan permainan Inisiatif Si Kancil terhadap kesiapsiagaan siswa dalam

menghadapi bencana. Analisa data dibantu dengan menggunakan computer.

F. Etika Penelitian

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden, dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent yaitu membuat subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika

responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden (Aziz,

2007).

2. Anonumity (tanpa nama)

Anonumitymerupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

50
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Aziz, 2007).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasi riset (Aziz,

2007).

51
52
53
54

You might also like