Professional Documents
Culture Documents
diajukan untuk memenuhi salah satu matakuliah keperawatan jiwa dengan dosen ibu Lia
Juniarni S.Kep. Ners.
Disusun oleh:
KELAS 3A
S1 KEPERAWATAN
STIKEP PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
1. Masalah utama
Halusinasi
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
a) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis. Salah satunya adalah penolakan atau tindakan
kekerasan yang mungkin dialami.
b) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan terisolasi disertai stress.
2) Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b) Stess lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
c. Jenis halusinasi
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a) Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-
kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
d) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
f) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)
g) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
(1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa diringa terpecah dua.
(2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56).
d. Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
3) Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang
ain
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
5) Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
6) Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan
takut
8) Sulit berhubungan dengan orang lain
9) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
10) Tidak mampu mengikuti perintah
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014: 133-134)
4. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3) Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya.
4) Tanyakan keluhan yang dirasakan pasien.
5) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya.
SP 1:
1) Identifikasi jenis halusinasi pasien.
2) Identifikasi isi halusinasi pasien.
3) Identifikasi waktu halusinasi pasien.
4) Identifikasi frekuensi halusinasi pasien.
5) Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
6) Identifikasi respons pasien terhadap halusinasi.
7) Ajarkan pasien menghardik halusinasi.
8) Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 2:
1) Evaluasi SP 1
2) Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3:
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien di rumah).
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4:
1) Evaluasi SP 1, SP 2,. dan SP 3
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
1. Masalah utama
Waham
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b) Neurobiologi : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
c) Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d) Virus: paparan virus influensa pada trimester III.
e) Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2) Faktor presipitasi
a) Proses pengolahan informasi yang berlebihan.
b) Mekanisme penghantaran listrik abnormal.
c) Adanya gejala pemicu.
c. Jenis waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3) Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
4) Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
5) Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
6) Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7) Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan
Objektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan),
takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien
tegang, mudah tersinggung.
4. Diagnosa keperawatan
Gangguan isi pikir: Waham
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi kebutuhan pasien.
2) Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien).
3) Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya “dasar”.
4) Masukan dalam jadwal harian pasien.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Identifikasi potensi atau kemampuan yang dimiliki.
3) Pilih dan latih potensi atau kemampuan yang dimilki.
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Pilih kemampuan yang dapat dilakukan.
3) Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki.
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
1. Masalah utama
Harga diri rendah
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat
terjadi secara situasional maupun kronik.
a) Trauma
b) Ketegangan peran
c) Perilaku
(1) Citra tubuh
(2) Harga diri rendah
(3) Keracunan identitas
(4) Depersonalisasi
c. Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
1) Mengkritik diri sendiri
2) Menarik diri dari hubungan sosial
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Perasaan lemah dan takut
5) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7) Hidup yang berpolarisasi
8) Ketidakmampuan menentukan tujuan
9) Merasionalisasi penolakan
10) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
11) Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Objektif
1. Kontak mata kurang, sering menunduk
2. Mudah marah dan tersinggung
3. Menarik diri
4. Menghindar dari orang lain
4. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
Pasien mampu :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
4) Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai dengan kemampuan.
5) Merencanakan kegiatan yang sudah di latihnya.
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
2) Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini.
3) Pilih kemampuan yang akan dilatih.
4) Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih.
5) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 2
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1).
2) Memilih kemampuan lain yang dapat dilakukan.
3) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
1. Masalah utama
Isolasi sosial
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu
atau pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
d) Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita skizofrenia.
2) Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
a) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti,
2012: 79).
c. Manifestasi klinis
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghidar dari orang lain (menyendiri).
3) pasien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4) Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5) Komunikasi kurang atau tidak ada.
6) pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan pasien lain atau perawat.
7) Tidak ada kontak mata : pasien lebih sering menunduk.
8) Mengurung diri di kamar atau tempat terpisah, pasien kurang dalam
mobilitas.
9) Menolak berhubungan dengan orang lain.
10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
Objektif
1. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu
“ya” atau “tidak” dengan pelan
2. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau
tidak ada
3. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya
sendiri
4. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5. Mondar-mandir atau sikap mematung atau
melakukan gerakan secara berulang-ulang
6. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7. Ekspresi wajah tidak berseri
8. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri
9. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering
menunduk
10. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
4. Diagnosis keperawatan
Isolasi sosial : Menarik diri
5. Rencana tindakna keperawatan
Tujuan:
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya.
2) Pasien mampu menyadari penyebab isolasi sosial.
3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
SP 1
1) Membina Hubungan Saling Percaya.
2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi social.
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan.
Dilakukan dengan cara:
a. Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
5) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Latih berhubungan social secara bertahap.
3) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP1 & SP 2.
2) Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
3) Masukan jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
1. Maslah utama
Resiko bunuh diri
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
2) Amankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
3) Lakukan kontrak treatment.
4) Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Identifikasi aspek positif pasien.
3) Dorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri.
4) Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien.
3) Nilai pola koping yang biasa dilakukan.
4) Identifikasi pola koping yang konstruktif.
5) Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif.
6) Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktuif dalam kegiatan
harian.
SP 4
1) Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3.
2) Buat rencana masa depan yang realistis bersama pasien.
3) Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
4) Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
1. Masalah utama
Perilaku kekerasan
c. Manifestasi klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1) Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
2) Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
3) Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4) Emosi
a) Tidak adekuat
b) Tidak aman dan nyaman
c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d) Tidak berdaya
e) Bermusuhan
5) Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6) Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8) Perhatian: Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
Objektif
1. Sikap tampak kaku dan tegang
2. Agresif, agitasi
3. Mengamuk
4. Peningkatan aktivitas motorik
5. Mengepalkan tinju
6. Merusak benda disekitar
4. Dignosa keperawatan
Prilaku Kekerasan
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
1) Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
2) Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
3) Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
4) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
5) Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
a) Fisik
b) Sosial / verbal
c) Spiritual
d) Terapi psikofarmaka (patah obat)
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan.
2) Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan 2.
2) Latih secara sosial / verbal.
3) Menolak dengan baik.
4) Meminta dengan baik.
5) Mengungkapkan dengan baik.
6) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 4
1) Evaluasi SP 1, 2, dan 3.
2) Latih secara spiritual: berdoa dan sholat/beribadah.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 5
1) Evaluasi SP1, 2, 3 dan 4)
2) Latih patuh obat :
a. Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B.
b. Susun jadwal minum obat secara teratur.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Masalah utama
Defisit perawatan diri
Objektif
1. Ketidak mampuan mandi atau membersihkan
diri.
2. Ketidak mampuan berpakaian atau
berhias.
3. Ketidak mampuan makan secara mandiri.
4. Ketidak mampuan BAB atau BAK secara
mandiri ditandai BAK atau BAB tidak pada
tempatnya,tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB atau BAK
4. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/ berdandan secara baik.
3) Pasien mampumelakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi
a) Kebersihan diri
b) Berdandan
c) Makan
d) BAB/ BAK
2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
1) Evaluasi SP1
2) Jelaskan pentingnya berdandan
3) Latih cara berdandan
a) Untuk pasien laki-laki meliputi cara : Berpakaian, Menyisir rambut,
Bercukur.
b) Untuk pasien perempuan meliputi cara : Berpakaian, Menyisir rambut
,Berhias.
4) MasuKkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi kegiatan SP1 & 2
2) Jelaskan cara dan alat makan yang benar
a) Jelaskan cara mempersiapkan makan
b) Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
c) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
3) Latih kegiatan makan.
4) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 4
1) Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1, 2 & 3)
2) Latih cara BAB & BAK yang baik
a) Menjelaskan tempat BAB &BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB & BAK
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.
Depkes, R. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa. Jakarta:
Depkes RI.
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa. yogyakarta: nuha medika.
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama.
Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV.Trans
Info Media.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur,
29-37.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Trimelia (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. CV. Trans Info Media.