You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu matakuliah keperawatan jiwa dengan dosen ibu Lia
Juniarni S.Kep. Ners.

Disusun oleh:

Siti Yuliani Rusnandar


043-315-15-1-027

KELAS 3A
S1 KEPERAWATAN
STIKEP PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Masalah utama
Halusinasi

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu.
(Prabowo, 2014 : 129)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)

b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
a) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis. Salah satunya adalah penolakan atau tindakan
kekerasan yang mungkin dialami.
b) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan terisolasi disertai stress.
2) Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b) Stess lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

c. Jenis halusinasi
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a) Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-
kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
d) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
f) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)
g) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
(1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa diringa terpecah dua.
(2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56).
d. Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
3) Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang
ain
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
5) Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
6) Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan
takut
8) Sulit berhubungan dengan orang lain
9) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
10) Tidak mampu mengikuti perintah
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014: 133-134)

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah yang mungkin muncul:
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3) Isolasi sosial : menarik diri
b. Data yang harus dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Perubahan Subjektif
persepsi sensori : 1. Klien mengatakan mendengar sesuatu
Halusinasi 2. Klien mengatakan melihat bayangan putih
3. Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
4. Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti
feses
5. Klien mengatakan kepalanya melayang diudara
6. Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang
berbeda pada dirinya
Objektif
1. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Konsentrasi rendah
6. Pikiran cepat berubah-ubah
7. Kekacauan alur pikiran

4. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

5. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan:
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2) Pasien dapat mengenal halusinasinya; jenis, isi, waktu, dan frekuensi
halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yg sudah dilakukan.
3) Pasien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengntrol halusinasi yaitu
dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat/ melakukan
kegiatan, dan minum obat.
4) Pasien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5) Pasien dapat minum obat dengan bantuan minimal.
6) Pasien dapat mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3) Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya.
4) Tanyakan keluhan yang dirasakan pasien.
5) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya.
SP 1:
1) Identifikasi jenis halusinasi pasien.
2) Identifikasi isi halusinasi pasien.
3) Identifikasi waktu halusinasi pasien.
4) Identifikasi frekuensi halusinasi pasien.
5) Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
6) Identifikasi respons pasien terhadap halusinasi.
7) Ajarkan pasien menghardik halusinasi.
8) Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 2:
1) Evaluasi SP 1
2) Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3:
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Latih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien di rumah).
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4:
1) Evaluasi SP 1, SP 2,. dan SP 3
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

1. Masalah utama
Waham

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien.

Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham. Waham


atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau berlawanan dengan
semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar belakang budaya
(Keliat, 2009)

b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b) Neurobiologi : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
c) Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d) Virus: paparan virus influensa pada trimester III.
e) Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2) Faktor presipitasi
a) Proses pengolahan informasi yang berlebihan.
b) Mekanisme penghantaran listrik abnormal.
c) Adanya gejala pemicu.

c. Jenis waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan
secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3) Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
4) Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan.
5) Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan.
6) Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7) Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

d. Tanda dan gejala


1) Pasien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2) Pasien tampak tidak mempunyai orang lain.
3) Curiga.
4) Bermusuhan.
5) Merusak (diri, orang lain, lingkungan).
6) Takut, sangat waspada.
7) Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas.
8) Ekspresi wajah tegang.
9) Mudah tersinggung.

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah yang mungkin muncul:
1) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Kerusakan komunikasi : verbal
3) Perubahan isi pikir : waham
4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
b. Data yang perlu dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Perubahan isi pikir : Subjektif
waham Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
(tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.

Objektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan),
takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien
tegang, mudah tersinggung.

4. Diagnosa keperawatan
Gangguan isi pikir: Waham

5. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan:
1) Berorientasi kepada realitas secara bertahap.
2) Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
3) Menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi kebutuhan pasien.
2) Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien).
3) Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya “dasar”.
4) Masukan dalam jadwal harian pasien.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Identifikasi potensi atau kemampuan yang dimiliki.
3) Pilih dan latih potensi atau kemampuan yang dimilki.
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Pilih kemampuan yang dapat dilakukan.
3) Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki.
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

1. Masalah utama
Harga diri rendah

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman
(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :
a) Penolakan.
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut.
c) Persaingan antar saudara.
d) Kesalahan dan kegagalan berulang.
e) Tidak mampu mencapai standar.

2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat
terjadi secara situasional maupun kronik.
a) Trauma
b) Ketegangan peran
c) Perilaku
(1) Citra tubuh
(2) Harga diri rendah
(3) Keracunan identitas
(4) Depersonalisasi
c. Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
1) Mengkritik diri sendiri
2) Menarik diri dari hubungan sosial
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Perasaan lemah dan takut
5) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7) Hidup yang berpolarisasi
8) Ketidakmampuan menentukan tujuan
9) Merasionalisasi penolakan
10) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
11) Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah yang mungkin muncul:
1) Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
2) Isolasi Sosial : Menarik diri
b. Data yang perlu di kaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Gangguan konsep diri : Subjektif
Harga diri rendah 1. Adanya ungkapan yang menegatifkan diri.
2. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan
fungsi sebagaimana mestinya.
3. Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek
dan menyalahgunakan diri sendiri.

Objektif
1. Kontak mata kurang, sering menunduk
2. Mudah marah dan tersinggung
3. Menarik diri
4. Menghindar dari orang lain
4. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
Pasien mampu :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
4) Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai dengan kemampuan.
5) Merencanakan kegiatan yang sudah di latihnya.

Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
2) Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini.
3) Pilih kemampuan yang akan dilatih.
4) Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih.
5) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 2
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1).
2) Memilih kemampuan lain yang dapat dilakukan.
3) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

1. Masalah utama
Isolasi sosial

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun kumunikasi
dengan orang lain (Trimelia:2011:3).

b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu
atau pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
d) Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa,
insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang
anggota keluarga menderita skizofrenia.
2) Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
a) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti,
2012: 79).

c. Manifestasi klinis
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghidar dari orang lain (menyendiri).
3) pasien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4) Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5) Komunikasi kurang atau tidak ada.
6) pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan pasien lain atau perawat.
7) Tidak ada kontak mata : pasien lebih sering menunduk.
8) Mengurung diri di kamar atau tempat terpisah, pasien kurang dalam
mobilitas.
9) Menolak berhubungan dengan orang lain.
10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji


a. Maslah yang mungkin muncul:
1) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2) Isolasi sosial : menarik diri
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Isolasi sosial : Menarik diri Subjektif


1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau
ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan
orang lain
3. Klien merasa bosan
4. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan
membuat keputusan
5. Klien merasa tidak berguna

Objektif
1. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu
“ya” atau “tidak” dengan pelan
2. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau
tidak ada
3. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya
sendiri
4. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5. Mondar-mandir atau sikap mematung atau
melakukan gerakan secara berulang-ulang
6. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7. Ekspresi wajah tidak berseri
8. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri
9. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering
menunduk
10. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)

4. Diagnosis keperawatan
Isolasi sosial : Menarik diri
5. Rencana tindakna keperawatan
Tujuan:
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya.
2) Pasien mampu menyadari penyebab isolasi sosial.
3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
SP 1
1) Membina Hubungan Saling Percaya.
2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi social.
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan.
Dilakukan dengan cara:
a. Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
5) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Latih berhubungan social secara bertahap.
3) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP1 & SP 2.
2) Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
3) Masukan jadwal kegiatan pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

1. Maslah utama
Resiko bunuh diri

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian,
luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif
diri sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a) Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan
afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b) Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan
risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c) Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
d) Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang
melakukan tinfdakan bunuh diri.
e) Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko
bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam
otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat
dengan EEG.
2) Faktor presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang
memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
c. Tanda dan gejala
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Impulsif.
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).

3. Masalah keperawatan dan data yang harus dikaji


a. Masalah ang mungkin muncul:
1) Risiko bunuh diri.
2) Bunuh diri.
3) Isolasi sosial.
4) Harga diri rendah. (Fitria, 2009).
b. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Resiko bunuh diri Subjektif


1. klien mengatakan tidak ada harapan hidup lagi.
2. klien merasa tidak berguna lagi.
3. klien selalu mengatakan tentang kematian
dirinya.
4. klien kadang menunjukkan secara verbal
tentang rencana bunuh diri
Objektif
1. klien tampak gelisah
2. klien tampak sedih
3. kontak mata kurang
4. klien nampak putus asa
4. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

5. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan:
1) Pasien tetap aman dan selamat.
2) Pasien mampu mengidentifikasi benda-benda yang dapat mampu
mengendalikan dorongan bunuh diri.
3) Pasien mampu mengidentifikasi aspek positif dan mampu menghargai diri
sebagai individu yang berharga.
4) Pasien mampu mengidentifikasi pola koping yang konstruktif dan mampu
menerapkannya.
5) Pasien mampu membut rencana masa depan yang realistis dan mampu
melakukan kegiatan.

Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
2) Amankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
3) Lakukan kontrak treatment.
4) Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Identifikasi aspek positif pasien.
3) Dorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri.
4) Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2) Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien.
3) Nilai pola koping yang biasa dilakukan.
4) Identifikasi pola koping yang konstruktif.
5) Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif.
6) Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktuif dalam kegiatan
harian.
SP 4
1) Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3.
2) Buat rencana masa depan yang realistis bersama pasien.
3) Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
4) Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah utama
Perilaku kekerasan

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi
tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan
terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika
Sari, 2015:137).
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a) Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi
perilaku kekerasan meliputi:
(1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
(2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran
eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
b) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua
aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko
Prabowo, 2014: hal 142).
c) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai
kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan berbagai
perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
d) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal
143).
2) Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baiK
berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising.

c. Manifestasi klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1) Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
2) Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
3) Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4) Emosi
a) Tidak adekuat
b) Tidak aman dan nyaman
c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d) Tidak berdaya
e) Bermusuhan
5) Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6) Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8) Perhatian: Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah yang mungkin mucul:
1) Perilaku kekerasan
2) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3) Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4) Harga diri rendah kronis
5) Isolasi social
6) Berduka disfungsional
7) Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
8) Koping keluarga inefektif
b. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Prilaku Kekerasan Subjektif


1. Klien mengatakan ingin memukul orang lain
2. Klien mengatakan ingin membunuh
3. Klien mengatakan benci semua orang

Objektif
1. Sikap tampak kaku dan tegang
2. Agresif, agitasi
3. Mengamuk
4. Peningkatan aktivitas motorik
5. Mengepalkan tinju
6. Merusak benda disekitar
4. Dignosa keperawatan
Prilaku Kekerasan
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
1) Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
2) Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
3) Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
4) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
5) Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
a) Fisik
b) Sosial / verbal
c) Spiritual
d) Terapi psikofarmaka (patah obat)

Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan.
2) Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 2
1) Evaluasi SP 1.
2) Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 3
1) Evaluasi SP 1 dan 2.
2) Latih secara sosial / verbal.
3) Menolak dengan baik.
4) Meminta dengan baik.
5) Mengungkapkan dengan baik.
6) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 4
1) Evaluasi SP 1, 2, dan 3.
2) Latih secara spiritual: berdoa dan sholat/beribadah.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
SP 5
1) Evaluasi SP1, 2, 3 dan 4)
2) Latih patuh obat :
a. Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B.
b. Susun jadwal minum obat secara teratur.
3) Masukkan dalam jadwal harian pasien.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Masalah utama
Defisit perawatan diri

2. Proses terjadinya masalah


a. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak
dapat melakukan keperawatan diri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien
dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang
perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri
antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri,
toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
b. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
2) Faktor presipitasi
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

c. Tanda dan gejala


Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1) Fisik:
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor.
d) Gigi kotor disertai mulut yang bau.
e) Penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina.
3) Social
a) Interaksi kurang.
b) Kegiatan kurang.
c) Tidak mampu berprilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

3. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah yang mungkin muncul:
1) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2) Isolasi Sosial
3) Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
b. Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Defisit perawatan diri Subjektif


1. Klien mengatakan dirinya malas mandi
karena airnya dingin atau tidak tersedia alat
mandi.
2. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
3. Klien mengatakan ingin disuapi makan
4. Klien mengatakan jarang memberiskan alat
kelaminya setelah BAK maupun BAB.

Objektif
1. Ketidak mampuan mandi atau membersihkan
diri.
2. Ketidak mampuan berpakaian atau
berhias.
3. Ketidak mampuan makan secara mandiri.
4. Ketidak mampuan BAB atau BAK secara
mandiri ditandai BAK atau BAB tidak pada
tempatnya,tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB atau BAK
4. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/ berdandan secara baik.
3) Pasien mampumelakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Intervensi:
SP 1
1) Identifikasi
a) Kebersihan diri
b) Berdandan
c) Makan
d) BAB/ BAK
2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
3) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
4) Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
1) Evaluasi SP1
2) Jelaskan pentingnya berdandan
3) Latih cara berdandan
a) Untuk pasien laki-laki meliputi cara : Berpakaian, Menyisir rambut,
Bercukur.
b) Untuk pasien perempuan meliputi cara : Berpakaian, Menyisir rambut
,Berhias.
4) MasuKkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 3
1) Evaluasi kegiatan SP1 & 2
2) Jelaskan cara dan alat makan yang benar
a) Jelaskan cara mempersiapkan makan
b) Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
c) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
3) Latih kegiatan makan.
4) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 4
1) Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1, 2 & 3)
2) Latih cara BAB & BAK yang baik
a) Menjelaskan tempat BAB &BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB & BAK
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.
Depkes, R. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa. Jakarta:
Depkes RI.
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa. yogyakarta: nuha medika.
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama.
Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV.Trans
Info Media.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur,
29-37.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Trimelia (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. CV. Trans Info Media.

You might also like