You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PERSALINAN

PATOLOGIS INERTSIA UTERI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK V
ANDRE HENDRAWAN
IDA AYU
IRMA SAFITRI
KURNIA HARIANI
LANI INGGA BUDIARSIH
LELY AGUSTINA
RANGGA ATMAYUDA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM B

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas Keperawatan Maternitas dengan judul “Asuhan keperawatan pada ibu
dengan persalinan patologis Inertsia Uteri”. Kami berterima kasih kepada Ibu Bq.
Nova Aprillia Azamti, S.Si.T.,M.Kes. Selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, April 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)


yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri) (Manuaba,2010). Persalinan diartikan pula sebagai peregangan
dan pelebaran mulut rahim. Kejadian itu terjadi ketika otot-otot rahim
berkontraksi mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim atau kantong
muskuler yang bentuknya menyerupai buah pir terbalik menegang selama
kontraksi. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rectum,
tulang belakang dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim. Berat
dari kepala bayi ketika bergerak kebawah saluran lahir juga menyebabkan
tekanan (Saiffudin, 2009).
Persalinan tidak selalu berjalan normal, namun bisa terjadi
beberapa penyulit dalam persalinan Penyulit dalam persalinan diantaranya
kelainan presentasi dan posisi, distosia karena kelainan alat kandungan,
distosia karena kelainan janin, dan distosia karena kelainan his
(Manuaba, 2010). Distosia karena kelainan his dapat terjadi karena sifat
his yang berubah - ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antar
kontraksi dan bagian – bagiannya sehingga kontraksi tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Kelainan his juga dapat terjadi karena his yang
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak
keluar. His yang tidak adekuat ini disebut dengan inersia uteri (Leveno K,
2010).
Inersia uteri atau his yang tidak adekuat adalah his yang sifatnya
lebih lemah, pendek dan jarang dari his normal. Inersia uteri dapat
menyebabkan persalinan berlangsung lama sehingga dapat menimbulkan
dampak buruk bagi ibu maupun bagi janin (Manuaba, 2010).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang di maksud dengan Inertsia uteri?
2. Apakah penyebab inertsia uteri?
3. Bagaimana upaya untuk mengatasi inertsia uteri?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu dengan persalinan
patologis inertsia uteri?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan inertsia uteri
2. Untuk mengetahui penyebab inertsia uteri
3. Untuk mengetahui upaya mengatasi inertsia uteri
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
dengan persalinan patologis inertsia uteri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI INERTSIA UTERI


Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar
(Prawirohardjo, 2008). Inertia uteri adalah ketidakmampuan otot rahim
untuk mengadakan kontraksi secara efisien. (Midwives’ Dictionary) .
Inertia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-
duanyadari kala pembukaan. (FK UNPAD)

Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering


dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta
para penderita dengan keadaan emosi kurang baik.

Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif maupun pada kala pengeluaran insersia uteri di bagi atas 2 kekuatan,
yaitu Insersia uteri primer yang terjadi pada permulaan fase laten, sejak
awal telah terjadi his yang tidak adekuat sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
Kemudian insersia uteri sekunder yaitu terjadi pada fase aktif kala I dan
kala II, permulaan his, baik kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat
gangguan/kelainan.

B. Gambaran klinis

1. Waktu persalinan memanjang


2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka
waktu pendek
3. Dilatasi serviks lambat
4. Membran biasanya masih utuh
5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan
paska persalinan karena intarsia persisten
6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan
amplitude pendek

C. PENYEBAB INERSTIA UTERI


Menurut Rustam Prawirohardjo (2008) sebab-sebab inersia uteri
adalah :
a. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
b. Faktor herediter
c. Emosi dan ketakutan
d. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
e. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah rahim, ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan
disproporsi sevalopelvik
f. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis, kehamilan
postmatur (postdatism),
g. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
h. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan
kembar atau makrosomia.

D. KLASIFIKASI

Jenis-jenis atau klasifikasi kelainan his menurut Prawirohardjo (2010):

1. His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak
normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan
jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu
dan janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his
normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Inersia uteri primer.
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan
berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.

Kelemahan his timbul sejak dari permulaan


persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahuluan
yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang (false
labour). (Sinopsis Obstetri, 1998).
1) Faktor Predisposisi dan Etiologi
Hipotonik primer otot uterus dapat disebabkan:

a. Penyebab yang tidak diketahui


b. Pengaruh sedative atau analgetik
c. Progesteron dominan sehingga nilai ambang
rangsangan oksitosin tubuh makin meningkat
d. Terdapat distribusi reseptor oksitosin, kurang dari
jumlah yang diperlukan.
e. Terdapat overdistorsi otot uterus sebagai akiibat:
Kehamilan ganda, Hidramnion, janin makrosomia
f. Bagian terendah belum masuk PAP sehingga tidak
dapat merangsang fleksus franckenhousen pada
serviks
g. Gangguan fisiologi ibu hami : Takut untuk
melahirkan, tegang menghadapi persalinan

2) Komplikasi
Dampak hipotonik primer otot uterus terutama
berdampak pada kala I persalinan, yaitu:

a. Fase laten yang memanjang


b. Tidak terjadi pelunakan serviks
c. Penurunan kepala sebagian besar tidak berlangsung
dengan baik.
d. Kehamilan serotinus
b) Inersia uteri sekunder.
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama
dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat
tetapi kemudian melemah. Dewasa ini persalinan tidak
dibiarkan berlangsung sedemikian lama 7 sehingga dapat
menimbulkan kelelahan uterus, maka inersia uteri sekunder
ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan baik waktu persalinan.

Inersia uteri sekunder adalah his yang timbul setelah


adanya his yang kuat teratur dan dalam waktu yang sama
(Sinopsis Obstetri 1994).

1) Faktor Predisposisi
Seorang wanita primigravida dalam persalinan lama
dengan cephalo-pelvic disproporsi dan persalinan
macet.
2) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sekunder hipotonik kontraksi terus
dapat dalam bentuk:

a. Fase laten memanjang – khususnya akibat


distosia serviks
b. Fase aktif memanjang
c. Sekunder arrest pada pembukaan serviks
d. Arrest of descent yang berart : Tidak terdapat
penurunan kepala, Penurunan kurang dari normal,
Primigravida kurang dari 1 cm/jam, Multigravida
kurang dari 2 cm/jam
2. His Hipertonik

His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu
kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan
terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam
disebut partus presipitatus). Partus presipitatus dapat
mengakibatkan kemungkinan :

a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.


b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan
dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan
perdarahan dan inversio uteri.

Tetania uteri juga menyebabkan asfiksia intra uterine sampai


kematian janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya
perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,
vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan
dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu
singkat.

3. His Yang Tidak Terkordinasi


His yang tidak terkordinasi adalah his yang berubah-ubah. His jenis
ini disebut Ancoordinat Hypertonic Uterine Contraction. Tonus otot
meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan.

E. TATALAKSANA
Menurut Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo penanganan atau
penatalaksanaan inersia uteri adalah :
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin.
2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.
3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan
dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%,
dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai
40-50 tetes permenit. Tujuan pemberian oksitosin adalah supaya
serviks dapat membuka.
b) Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak
memperkuat his setelah pemberian oksitosin beberapa lama
hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari
berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya
diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c) Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan seksio sesaria.
d) Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri
sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24
jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya
memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus segera diselesaikan
sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya
(Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria).
F. KOMPLIKASI
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama
dengan akibat terhadap ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan
dehidrasi. (Buku Obstetri Fisiologi, UNPAD, 1983).
Partus menjadi lebih lama dan membawa akibat buruk baik bagi ibu
maupun anak. Jika kepala anak sudah terdapat dalam rongga panggul dan
lama, kemungkinan dapat menimbulkan tekanan pada jalan lahir terutama
pada portio (menjadi nekrotis). Lagipula partus lama menambah
kemungkinan terkena infeksi. Bilamana kelemahan his tersebut timbul
dalam kala pengeluaran dan ini menjadi lama, maka keadaan anak bisa
menjadi buruk karena peredaran darah dalam plasenta terganggu.
http://irmahd4bidan.blogspot.co.id/2012/11/makalah-inersia-
uteri.html

https://www.scribd.com/doc/315695623/inersia-uteri

http://sungsangjungkirbalik.blogspot.co.id/2012/11/persalinan-dengan-
inersia-uteri_3.html

Prawirohardjo, S (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono
prawirohardjo.

https://pratidinalestiyani.wordpress.com/category/disfungsi-uterus/uterus-
hipotonikinertia-uteri/

http://letsstudy-ryni.blogspot.co.id/2015/10/inersia-uteri-his-lemah.html

You might also like