Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin Grand City Mall” ini disusun dengan tujuan
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Administrasi Perencanaan. Dalam menyusun
makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ir. Heru Purwadio, MSP selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum
Administrasi Perencanaan.
2. Rulli Pratiwi Setiawan, S.T, M.Sc selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Hukum Administrasi Perencanaan.
3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 3
1.3 Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 4
Bab II Pembahasan ........................................................................................................................... 5
2.1 Gambaran Umum Wilayah Studi ........................................................................................ 5
2.2 Deskripsi Kasus dan Permasalahan ..................................................................................... 6
2.3 Tinjauan Regulasi .............................................................................................................. 8
2.4 Hasil Evaluasi Kasus terhadap Regulasi ........................................................................... 42
Bab III Penutup ................................................................................................................................ 44
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 44
3.2 Saran................................................................................................................................ 44
ii
Bab I
Pendahuluan
1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas yang berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin Grand City Mall”
adalah sebagai berikut :
1.2.1 Mampu memahami ketentuan dalam peraturan perundangan yang bertautan dengan
masalah yang telah diidentifikasikan .
3
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah yang berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin
Grand City Mall” adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijabarkan latar belakang alasan pemilihan kasus pelanggaran andalalin
Grand City Mall di Kota Surabaya selain itu juga dalam bab ini dijelaskan rumusan masalah
dan tujuan dari penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan terkait pelanggaran andalalin Grand City Mall di
Kota Surabaya, regulasi pembangunan andalalin di Kota Surabaya, dampak dari andalalin
Grand City Mall di Kota Surabaya. Permasalahan yang telah dijabarkan tersebut dikaitkan
oleh regulasi yang relevan dengan membandingkan beberapa regulasi yang bersangkutan
dengan suatu permasalahan tertentu.
BAB III KESIMPULAN
Bab ini merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari identifikasi serta pembahasan
masalah dan regulasi yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga berisi
saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan.
4
Bab II
Pembahasan
5
Sumber : Peta Google Maps
Artinya, jika AMDAL tidak bisa keluar atau bangunan mall tidak memenuhi kaedah
atau perayaratan, maka HO bangunan tersebut tidak bisa diperpanjang. Salah satu faktor
Grand City Mall tidak memenuhi AMDAL dikarenakan pintu masuk mall dari Jl Walikota
Mustajab (Gubeng Pojok) harus ditutup karena menyebabkan macet. Meski begitu, anehnya,
sampai saat ini Grand City Mall tetap beroperasi atau beraktifitas tanpa ada tindakan.
Menyikapi hal itu, Komisi C DPRD Surabaya akhirnya menggelar hearing dengan
menghadirkan Kasatpol PP Surabaya, BLH, dan perwakilan Grand City Mall.
“Pihak Grand City Mall sudah berjanji akan memenuhi segala persyaratan. Saya
sudah mengirim surat peringatan agara mereka mengurus ijin HO-nya yang selama ini mati.
Karena kami tanya ke BLH memang sudah ada HO tapi mati dan sampai sekarang belum
memperpanjang,” ungkapnya.
Untuk itu pihak Satpol PP Surabaya berjanji akan mengambil keputusan yang
merupakan hasil rapat dengan berbagai dinas terkait. “Kami ini memang penegak Perda. Tapi
6
kalau tidak sesuai aturan, ya sama saja nanti bisa digugat. Makanya kami selalu berkoordinasi
dengan bagian hukum dan yang lain, ” dalih Irvan Widyanto.
Terkait hal ini, Komisi C DPRD Surabaya, Adi Sutarwiyono mengatakan ada kesan
pilih kasih dalam menegakkan aturan yang ada. Pemerintah dalam hal ini dianggap
melakukan standar ganda dalam mengambil tindakan. “Artinya kalau gudang ukuran 10×10
di robohkan, begitu juga dengan yang lainya. Kalaupun tindakan itu sebatas menghentikan
segala bentuk aktifitas, ya harus dilakukan,” kata politisi yang akrab disapa Awi ini.
Lain halnya dengan anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sudirjo. Politisi asal
fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini lebih menyinggung soal kemacetan parah yang
sering terjadi di Grand City Mall. Padahal dulu, sebelum bangunan itu berdiri, jalan yang ada
di kawasan Grand City Mall tidak pernah mengalami kemacetan.
“Kalau memang Grand City Mall berdiri di Surabaya ya harus mematuhi peraturan
yang ada di kota Surabaya. Karena akibat bangunan Grand City Mall, lalu lintas menjadi
macet. Padahal sebelum adanya Grand City Mall, jalan itu tidak pernah macet,” tambah
Sudirjo.
Terkait hal ini, Operation Manager Grand City Mall Surabaya, Stevi Widya beralasan,
bahwa pihaknya sudah mengurus untuk masalah IMB-nya. Namun, surat perijinan tersebut
masih ditahan Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya dengan alasan pihak Grand City Mall
harus menutup terlebih dahulu pintu bagian sisi barat, baru IMB bisa keluar.
“Kami memang untuk saat ini belum menutup pintu bagian barat itu dulu karena mau
mengajukan AMDAL LALIN. Kalau dulu waktu membangun kok gak masalah ya,” ujarnya
heran.
7
Gambar 2 Petugas Menyegel Grand City Mall
Sumber : lensaindonesia.com
Berdasarkan hasil tinjauan regulasi terkait dengan kasus pelanggaran izin gangguan
dan andalalin Grand City Mall didapatkan beberapa regulasi yang terkait dengan masalah-
masalah yang teridentifikasi dalam kasus ini mulai dari hirarki yang paling tinggi hingga ke
regulasi yang lebih detil dan bersifat teknis. Adapun regulasi-regulasi yang dikumpulkan
berdasarkan kasus antara lain regulasi tingkat peraturan pemerintah, keputusan presiden,
peraturan daerah, peraturan walikota hingga keputusan walikota. Berikut adalah penjabaran
lebih lanjut terkait tinjauan regulasi atas kasus yang dibahas pada laporan ini.Peninjauan
didasarkan atas substansi-substansi yang terkait dengan kasus di atas antara lain terkait
8
dengan regulasi peti kemas atau terminal peti kemas, izin gangguan, andalalin, dan Izin
Mendirikan Bangunan.Substansi-substansi tersebut merupakan dasar-dasar permasalahan
yang muncul dalam studi kasus ini.Penjelasan mengenai regulasi dibahas pada tabel berikut.
9
Keputusan
Substansi Undang-undang Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah Peraturan Walikota Keputusan Walikota
Presiden
PERATURAN
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 112
TAHUN 2007
PERATURAN DAERAH
TENTANG
KOTA SURABAYA
PENATAAN
NOMOR 7 NOMOR 1 TAHUN 2010
DAN
TAHUN 2014 TENTANG
PEMBINAAN
TENTANG PENYELENGGARAAN
Grand City PASAR
PERDAGANGAN USAHA DI BIDANG
Mall TRADISIONAL
PERDAGANGAN DAN
PUSAT
Pasal 12 dan Pasal PERINDUSTRIAN
PERBELANJAAN
14
DAN TOKO
Pasal 33, Pasal 34, dan
MODERN
Pasal 35.
Pasal 3,
Pasal 4,
Pasal 5,
Pasal 6,
Pasal 12.
PERATURAN PERATURAN
PERATURAN DAERAH
PEMERINTAH WALIKOTA
KOTA SURABAYA
REPUBLIK SURABAYA
NOMOR 12 TAHUN
INDONESIA NOMOR 57 TAHUN
2006
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENT ANG
Andalalin - 2011 - TENTANG -
ANALISIS DAMPAK
TENTANG PELAKSANAAN
LALU LINTAS DI
MANAJEMEN DAN PERATURAN
JALAN
REKAYASA, DAERAH KOTA
ANALISIS SURABAYA
Pasal 1 – Pasal 10
DAMPAK, SERTA NOMOR 12 TAHUN
10
Keputusan
Substansi Undang-undang Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah Peraturan Walikota Keputusan Walikota
Presiden
MANAJEMEN 2006 TENTANG
KEBUTUHAN LALU ANALISIS DAMPAK
LINTAS LALU LINTAS DI
JALAN
Pasal 1, Pasal 4, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 47, TATA CARA
Pasal 49, Pasal 50 (1) PENGENAAN SANKSI
(2) (3), Pasal 51 (1) ADMNISTRASI
(2) (3), Pasal 52, Pasal
53 (1) (2), Pasal 54 (1)
(2), Pasal 55, Pasal 56
(1) (2), Pasal 57 (1)
(2) (3), Pasal 58 (1)
(2) (3).
11
A. Grand City Mall
Grand City merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang berada di kawasan Gubeng
yang terletak di Jalan Walikota Mustajab dan Jalan dan Jalan Kusuma Bangsa berdekatan
dengan Stasiun Gubeng. Dalam kaitannya dengan undang-undang dan regulasi, Grand City di
kategorikan sebagi pusat perbelanjaan dan memiliki peraturan yang mengikat dalam
pembangunannya.
Pasal 12
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama mengembangkan sarana Perdagangan berupa:
a. Pasar rakyat;
b. pusat perbelanjaan;
c. toko swalayan;
d. Gudang;
e. perkulakan;
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha dalam mengembangkan sarana
Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
12
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT
PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
Pasal 3
(1) Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mengacu pada Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota,
termasuk Peraturan Zonasinya.
(2) Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut :
b. Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2
(lima ribu meter per segi);
(3) Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern adalah sebagai berikut :
Pasal 4
13
(1) Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:
c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit
kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan
Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern; dan
(2) Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan
berdasarkan kerjasama antara pengelola Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern dengan
pihak lain.
(3) Pedoman mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri
atau kolektor primer atau arteri sekunder.
a. Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor; dan
b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam
kota/perkotaan.
14
a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan
(4) Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam
kota/perkotaan.
(5) Pasar Tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten
atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten.
(6) Jalan arteri adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna.
(7) Jalan kolektor adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
(8) Jalan lokal adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
(9) Jalan lingkungan adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
(10) Sistem jaringan jalan primer adalah merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
(11) Sistem jaringan jalan sekunder adalah merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Pasal 6
15
Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan tempat usaha untuk usaha kecil dengan harga jual
atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan Usaha Kecil, atau yang dapat dimanfaatkan
oleh Usaha Kecil melalui kerjasama lain dalam rangka kemitraan.
Pasal 12
Pasal 12
(1) Untuk melakukan usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,
wajib memiliki :
b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat
Perdagangan.
(2) IUTM untuk Minimarket diutamakan bagi pelaku Usaha Kecil dan Usaha Menengah
setempat.
(3) Izin melakukan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 33
16
(1) Setiap orang atau badan yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang Pertokoan, Mall,
Plasa, atau Pusat Perdagangan wajib memiliki Izin Usaha Pusat Perbelanjaan.
(2) Permohonan Izin Usaha Pusat Perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Kepala Daerah dengan dilampiri persyaratan sebagai berikut :
b. hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat serta rekomendasi dari instansi yang
berwenang;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Usaha Pusat Perbelanjaan diatur
dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 34
c. kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan; dan
d. jarak antara Pusat Perbelanjaan yang akan didirikan dengan Pasar Tradisional yang
telah ada sebelumnya.
17
Pasal 35
3. jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang bermitra dan pola
kemitraannya;
Andalalin merupakan salah satu analisis yang berkaitan dengan pengaruh suatu
aktivitas atau kegiatan terhadap kinerja suatu jalan.Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai
peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Untuk
mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diatur
mengenai manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu
lintas.Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan melalui penetapan kebijakan
penggunaan jaringan jalan, penetapan kebijakan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan
tertentu, serta optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas.
Strategi pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dilakukan dengan penetapan prioritas angkutan massal
melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus, pemberian prioritas keselamatan dan
kenyamanan pejalan kaki, pemisahan atau pemilihan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan
peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas, pemaduan berbagai moda angkutan,
18
pengendalian lalu lintas pada persimpangan dan ruas jalan serta perlindungan terhadap
lingkungan.
Ruang lingkup kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan
perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Kegiatan
perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan dilakukan oleh
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan untuk jalan nasional, menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan untuk jalan
nasional, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk jalan nasional, provinsi,
kabupaten/kota dan desa, gubernur untuk jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan
jalan desa, dan walikota untuk jalan kota.
Analisis dampak lalu lintas wajib dilakukan dalam setiap rencana pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Analisis dampak lalu
lintas paling sedikit memuat:
19
Adapun pelaksanaan dari manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara
pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada
waktu tertentu meliputi pembatasan lalu lintas kendaraan barang, pembatasan lalu lintas
sepeda motor, pembatasan ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir
maksimal, dan/atau pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum. Pembatasan lalu
lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang dapat dikenai retribusi pengendalian
lalu lintas. Retribusi pengendalian lalu lintas dilakukan dengan kriteria tertentu dengan tetap
memperhatikan kualitas lingkungan.
Pasal 1, Pasal 4, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 (1) (2) (3), Pasal 51
(1) (2) (3), Pasal 52, Pasal 53 (1) (2), Pasal 54 (1) (2), Pasal 55, Pasal 56 (1) (2), Pasal 57 (1)
(2) (3), Pasal 58 (1) (2) (3), Pasal 59.
Pasal 1 : Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Analisis dampak lalu lintas
adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat
20
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen
hasil analisis dampak lalu lintas.
Pasal 4 : Perencanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, meliputi:
penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas.
Pasal 17 : Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf g bertujuan untuk mengetahui dampak lalu lintas terhadap rencana pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 18 : Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 yang dilakukan oleh:
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, meliputi: (1) inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (2)
analisis peningkatan lalu lintasakibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur.
21
menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan melalui inventarisasi dan analisis jalan yang
terganggu fungsinya akibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur;
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi: (1) inventarisasi pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang menimbulkan atau berpotensi terjadinya gangguan
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (2)
analisis peningkatan bangkitan dan tarikan lalu lintas akibat pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur.
gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya, meliputi: (1) inventarisasi dan
analisis jalan yang terganggu fungsinya akibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman,
dan infrastruktur; (2) inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (3)
analisis peningkatan lalu lintasakibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur.
Pasal 47 : Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
dan angkutan jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas.
Pasal 48 : (1) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berupa bangunan untuk:
kegiatan perdagangan; kegiatan perkantoran; kegiatan industri;nfasilitas pendidikan; fasilitas
pelayanan umum; dan/atau kegiatan lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan
lalu lintas. (2) Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berupa: perumahan dan
permukiman; rumah susun dan apartemen; dan/atau permukiman lain yang dapat
menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. (3) Infrastruktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 berupa: akses ke dan dari jalan tol; pelabuhan; bandar udara; terminal; stasiun
kereta api; pool kendaraan; fasilitas parkir untuk umum; dan/atau infrastruktur lainnya. (4)
Kriteria pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang dapat menimbulkan gangguan
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan diatur oleh
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan setelah mendapat pertimbangan dari: menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan;
dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
22
Pasal 49 : Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu persyaratan pengembang
atau pembangun untuk memperoleh:
a. izin lokasi;
c. izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.
Pasal 50 : (1) Pengembang atau pembangun melakukan analisis dampak lalu lintas dengan
menunjuk lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. (2) Sertifikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara untuk memperoleh sertifikasi analisis dampak lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan setelah memperoleh pertimbangan dari
menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan dan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 51 : (1) Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
disusun dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (2) Dokumen hasil analisis
dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: analisis
bangkitan dan tarikan lalu lintas dan angkutan jalan akibat pembangunan; simulasi kinerja
lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan; rekomendasi dan rencana implementasi
penanganan dampak; tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam
penanganan dampak; rencana pemantauan dan evaluasi; dan gambaran umum lokasi yang
akan dibangun atau dikembangkan. (3) Tanggung jawab pengembang atau pembangun dalam
penanganan dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan dalam lokasi
pusat kegiatan, permukiman, atau infrastruktur yang dibangun atau dikembangkan.
23
Pasal 52 : Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 harus
mendapat persetujuan dari:
a. menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, untuk jalan nasional;
Pasal 54 : (1) Untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2),
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya membentuk tim evaluasi
dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (2) Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, pembina
jalan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam hasil analisis dampak lalu
lintas.
24
Pasal 56 : (1) Hasil penilaian tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
disampaikan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu
lintas dan angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya. (2)
Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi menyatakan hasil analisis dampak lalu lintas yang
disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi persyaratan, menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan,
gubernur, bupati, atau walikota mengembalikan hasil analisis kepada pengembang atau
pembangun untuk disempurnakan.
Pasal 57 : (1) Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi menyatakan hasil analisis dampak lalu
lintas yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) telah memenuhi
persyaratan, menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota meminta kepada pengembang atau
pembangun untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan
melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil analisis dampak lalu
lintas. (2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (3) Kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus terpenuhi sebelum dan selama pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur dioperasikan.
Pasal 58 : (1) Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar pernyataan kesanggupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara
pelayanan umum; penghentian sementara kegiatan; denda administratif; pembatalan izin;
dan/atau pencabutan izin.
Pasal 59 : (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing
25
30 (tiga puluh) hari kalender. (2) Dalam hal pengembang atau pembangun tidak
melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ke 3 (tiga),
dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan umum dan/atau
penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga puluh) hari kalender. (3) Dalam hal
pengembang atau pembangun tetap tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya
jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai denda paling banyak 1% (satu per
seratus) dari nilai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang atau pembangun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3). (4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender
sejak tanggal pengenaan sanksi denda administratif atau 90 (sembilan puluh) hari kalender
sejak pembayaran denda, pengembang atau pembangun tidak melaksanakan kewajibannya,
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dibatalkan atau dicabut.
Pasal 1- Pasal 10
Dalam kasus yang dibahas di tulisan ini, studi wilayah di ambil di Kota Surabaya sehingga
seharusnya Kota Surabaya sendiri telah memiliki regulasi terkait dengan pengaturan
andalalin.Regulasi diatas merupakan regulasi yang digunakan sebagai pedoman dalam studi
andalalin khususnya pada penggunaan lahan di Kota Surabaya.Berikut ini adalah penjabaran
seluruh pasal yang berkaitan dengan studi diatas.
26
Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Analisis Dampak Lalu
Lintas, untuk selanjutnya disebut Andalalin adalah Studi / Kaj ian mengenai dampak lalu
lintas dari suatu kegiatan dan/atau usaha tertentu yang hasilnya
dituangkan dalam bentuk dokumen Andalalin atau Perencanaan pengaturan Lalu Lintas.
Dokumen Andalalin, adalah hasil Studi / Kaj ian mengenai dampak suatu kegiatan
dan/atau usaha tertentu terhadap lalulintas yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan, yang terdiri dari dokumen kerangka acuan, dokumen analisis kinerja lalu
lintas, serta dokumen manajemen dan rekayasa lalu lintas jalan.
dan/atau usaha yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan lalu lintas jalan di
sekitarnya waj ib memiliki Andalalin yang meliputi :
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah
berdasarkan hasil penilaian dari Tim. (3) Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan
untuk menetapkan persetujuan andalalin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Kepala Dinas. (4) Penyusunan Andalalin dilakukan setelah
pemrakarsa mendapatkan syarat zoning / keterangan rencana kota dan sebelum memiliki
Izin Mendirikan Bangunan (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penyusunan
Andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah
Pasal 3 : (1) Kriteria kegiatan dan/atau usaha yang wajib memiliki andalalin
27
parkir; m. pelabuhan/bandara; n. bengkel kendaraan bermotor; o. Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum/Gas; p. Perpaduan/kombinasi antara huruf a sampai dengan o. (2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 4 : (1) Penyusun dokumen andalalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4), adalah tenaga ahli atau kelompok tenaga ahli yang ditunjuk oleh Pemrakarsa. (2)
Penyusun dokumen andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memiliki
pengetahuan dibidang teknik perencanaan transportasi, dan teknik manajemen dan
rekayasa lalu lintas.
dilakukan oleh Tim. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah dan sekurang – kurangnya beranggotakan :
a. Dinas Perhubungan
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: Kondisi
kawasan/lokasi ; Konsep pembangunan/perkembangan kawasan/lokasi ; Kondisi kinerja lalu
28
lintas dan peramalannya ; Rencana manajemen dan rekayasa lalu lintas dalam konteks sistem
transportasi daerah. (4) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa
persetujuan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan
andalalin diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 7 : Persetujuan terhadap andalalin memuat kewaj iban yang harus dilaksanakan
oleh pemrakarsa.
Pasal 8 : (1) Evaluasi terhadap andalalin dilakukan secara berkala (2) Evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2).
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Dinas. (4) Berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah dapat
memberikan kewajiban-kewajiban baru yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa. (5)
Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan pemberian kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala Dinas.
dan/atau usaha yang melanggar kewaj iban sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1), Pasal 3, Pasal 7 dan/atau Pasal 8 ayat (4). (2) Kepala Daerah berwenang
memberikan peringatan, membekukan dan/atau mencabut persetujuan Andalalin dalam
hal pemrakarsa melanggar kewaj iban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). (3)
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dilimpahkan
kepada Kepala Dinas. (4) Setiap pemrakarsa yang melakukan kegiatan dan/atau usaha
29
yang melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7 dan/atau Pasal 8 ayat (4) dapat
dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah).
Regulasi diatas pada dasarnya telah memuat hal-hal yang lebih teknis dibandingkan dengan
Peraturan Pemerintah tentang andalalin.Regulasi ini telah mencakup mengenai bagaimana
studi andalalin dilakukan, definisi andalalin dalam lingkup daerah, kualifikasi penyusun
dokumen andalalin, penilaian andalalin, pembinaan dan pengawasan, sanksi administrasi,
sanksi pidana, hingga ketentuan-ketentuan pidana yang lebih teknis dibandingkan peraturan
pemerintah.
Apabila ditinjau berdasarkan regulasi diatas, jelas bahwa pada kasus pelanggaran izin
andalalin yang terjadi pada terminal peti kemas di kawasan kalianak Kota Surabaya tela telah
mampu di wujudkan pengendaliannya dalam regulasi ini melalui sanksi-sanksi dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Regulasi Kota Surabaya terkait dengan andalalin telah sampai ke tingkat peraturan walikota
yang sifatnya sangat teknis dan lebih teknis di banding peraturan daerah. Dalam regulasi ini
benar-benar dijelaskan seluruh teknis mulai dari kriteria jenis andalalin, prosedur penyusunan,
perizinan hingga tata cara pengenaan sanksi yang berlaku. Dalam penjabaran kali ini hanya
akan ditampilkan mengenai tata cara sanksi-sanksi yang sekiranya relevan dengan kasus yang
di bahas dalam kasus ini dimana sang pemilik bangunan terminal peti kemas tidak memiliki
izin andalalin. Berikut ini adalah penjabaran pasal dalam regulasi yang berlaku.
Pasal 15 :
30
(1) Orang atau Badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1)
dan/atau Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis
Dampak Lalu Lintas di Jalan dikenakan sanksi administrasi berupa : a. penghentian
pelaksanaan kegiatan dan/atau usaha; dan/atau b. denda.
(2) Orang atau Badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 dan/atau
Pasal 8 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis
Dampak Lalu Lintas di Jalan dikenakan sanksi administrasi berupa : a. peringatan; b.
membekukan dan/atau mencabut persetujuan Andalalin; c. penghentian pelaksanaan kegiatan
dan/atau usaha; dan/atau d. denda.
Pasal 16 :
(1) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
didahului dengan pemberian peringatan tertulis kepada orang atau badan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis Dampak Lalu Lintas di Jalan.
(2) Pemberian peringatan tertulissebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh
petugas Satuan Polisi Pamong Praja atau Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan
Pemerintah Daerah.
(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perintah untuk
menghentikan pelaksanaan kegiatan dan/atau usaha.
(4) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), tidak menghentikan
kegiatan usahanya, maka Kepala Satuan Polisi Pamong Praja melakukan penghentian
kegiatan dan/atau usaha secara paksa dan kepada yang bersangkutan dikenakan denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
(5) Pengenaan dan kepastian besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
31
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan penerimaan daerah dan harus
disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 17 :
(1) Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a diberikan kepada
orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 dan/atau Pasal 8
ayat (4) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2006 tentang Analisis Dampak
Lalu Lintas di Jalan.
(2) Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala
Dinas Perhubungan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Polisi
Pamong Praja atau Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah.
(3) Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sebanyak 2 (dua) kali
secara berturut-turut yaitu peringatan tertulis I (kesatu) dan Peringatan tertulis II (kedua).
(4) Tenggang waktu antara peringatan tertulis I (kesatu) dengan Peringatan tertulis II
(kedua) paling lama 2 (dua) minggu sejak peringatan tertulis I (kesatu) diberikan.
(5) Peringatan tertulis II (kedua) diberikan apabila orang atau badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), belum melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam
peringatan tertulis I (kesatu).
(6) Peringatan tertulis I (kesatu) dan Peringatan tertulis II (kedua) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berisi perintah untuk melaksanakan kewajiban yang dimuatdalam persetujuan
andalalin atau melaksanakan kewajiban-kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala
Daerah.
(7) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sejak diberikan peringatan tertulis II
(kedua), orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum melaksanakan
kewajiban yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau belum melaksanakan kewajiban-
kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah, maka surat persetujuan andalalin
berupa surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan
lalu lintas yang telah diberikan kepada orang atau badan dimaksud dibekukan oleh Kepala
Dinas Perhubungan.
32
(8) Dalam hal surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan
pengaturan lalulintas dibekukan, maka orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melaksanakan kegiatan dan/atau usaha sebelum orang atau badan dimaksud
melaksanakan kewajiban yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau melaksanakan
kewajiban-kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah.
(9) Apabila dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) minggu sejak tanggal pembekuan
surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan lalu
lintas, orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum melaksanakan kewajiban
yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau belum melaksanakan kewajiban-kewajiban
baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah, maka surat persetujuan andalalin berupa surat
persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan lalu lintas
yang telah diberikan kepada orang atau badan dimaksud dicabut oleh Kepala Dinas
Perhubungan.
(10) Dalam hal surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan
pengaturan lalu lintas dicabut, maka orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melaksanakan kegiatan dan/atau usaha.
(11) Apabila setelah surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan
perencanaan pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dicabut, orang atau
badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih melaksanakan kegiatan dan/atau usaha,
maka Kepala Satuan Polisi Pamong Praja melakukan penghentian pelaksanaan kegiatan
dan/atau usaha secara paksa dengan cara memberikan segel pada pintu masuk dan pintu
keluar tempat kegiatan dan/atau usaha atau pada tempat/alat yang digunakan untuk
melakukan kegiatan dan/atau usaha dimaksud, dan kepada yang bersangkutan dikenakan
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(12) Pengenaan dan kepastian besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(13) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (12) merupakan penerimaan daerah dan
harus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.
33
Penjabaran pasal-pasal diatas pada dasarnya merupakan regulasi penjelas dari peraturan
daerah. Artinya, hal-hal yang sifatnya lebih teknis dalam tata cara pengenaan sanksi yang
tidak dimuat di peraturan daerah akan dimuat di peraturan walikota bahkan hingga keputusan
walikota. Jelas bahwa kasus yang terjadi pada Jalan Kalianak harus diberi sanksi sesuai
dengan regulasi diatas guna memaksimalkan dan konsistensi regulasi dalam mewujudkan
pengendalian pemanfaatan ruang.
C. Izin Gangguan
Izin gangguan merupakan salah satu instrument regulasi yang mengatur terkait dengan
keberadaan suatu kegiatan dalam lingkup penggunaan lahan yang berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Izin gangguan ini harus dimiliki oleh berbagai
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan, bahaya ataupun ancaman yang dapat
memberikan kerugian bagi penggunaan lahan lain di sekitarnya.
Adapun kasus yang terjadi di jalan Kalianak yakni berupa berdirinya terminal peti kemas
tanpa izin gangguan memberikan dampak bahaya, ancaman maupun gangguan bagi aktivitas
disekitarnya.Saat ditelusuri ternyata ditemukan bahwa terminal peti kemas ini tidak memiliki
izin tersebut sehingga harus ditindak lanjuti berdasarkan regulasi yang ada dan berlaku
sekarang.Apa bila di tinjau dari regulasi tingkat yang paling tinggi hingga rendah yakni dari
UU hingga keputusan walikota, kasus ini dapat ditinjau mulai dari tingkat peraturan daerah
kota Surabaya hingga keputusan walikota. Berikut adalah penjabaran terkait dengan regulasi
yang berkaitan dengan kasus yang dibahas dalam kasus terminal peti kemas di kawasan jalan
kalianak. Penjabaran hanya akan ditinjau dari sisi sanksi dan teknis-teknis terkait dengan
kasus.
KETENTUAN UMUM
34
Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Izin Gangguan yang
selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi
atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak
termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.
KRITERIA GANGGUAN
Pasal 2 :
(1) Kriteria gangguan dalam penetapan izin terdiri dari: a. lingkungan; b. sosial
kemasyarakatan; dan c. ekonomi.
(2) Gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut, udara dan gangguan yang bersumber
dari getaran dan/atau kebisingan.
(3) Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum.
(4) Gangguan terhadap ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
ancaman terhadap : a. penurunan produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau; b. penurunan
nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.
Pasal 5 :
Untuk dapat memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pemohon
harusmengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah.
Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan
yang terdiri dari : a. fotocopy Sertifikat atau bukti kepemilikan/penguasaan tanah dan/atau
bangunan yang sah sebagai lokasi tempat usaha; b. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) atau Surat Keterangan Izin Mendirikan Bangunan/Persetujuan Mendirikan Bangunan
dan/atau sertifikat laik fungsi; c. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas
35
lainnya; d. fotocopy Akta Pendirian perusahaan (apabila usaha tersebut dilakukan oleh Badan
Usaha); e. fotocopy rekomendasi dokumen lingkungan; f. Gambar Denah dengan ukuran
skala paling besar 1 : 500 (satu banding lima ratus) dan Gambar Situasi (lay out) dengan
ukuran 1 : 2000 (satu banding dua ribu);
Jangka waktu penyelesaian permohonan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan
lengkap dan benar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin gangguan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 23 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 24 : Apabila kegiatan usaha telah dihentikan dan/atau tempat usaha telah
ditutup/disegel tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha, maka atas keterlambatan perhari
untuk mematuhi ketentuan penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23, Kepala Daerah berwenang memberikan sanksi dengan menetapkan uang paksa sebesar
tarif retribusi yang seharusnya dibayar
KETENTUAN PIDANA
Pasal 26 :
36
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3, Pasal 12, Pasal 13 atau Pasal 16 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Izin Gangguan, adalah
Pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang
dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah ;
Pasal 4 :
(1) Untuk dapat memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pemohon
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk ;
(3) dilengkapi persyaratan yang terdiri dari : a. Foto copy Sertifikat atau bukti
kepemilikan/penguasaan tanah dan/atau bangunan yang sah sebagai lokasi tempat usaha ; b.
Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lampiran gambar ; c. Foto copy Kartu
Tanda Penduduk (KTP) ; d. Akte Pendirian Badan Hukum (apabila usaha tersebut dilakukan
oleh Badan Hukum) ; e. Gambar Denah dengan ukuran skala paling sedikit 1 : 200 dan
Gambar Situasi (site plan) dengan ukuran 1 : 1000 sesuai dengan IMB; f. Surat Keterangan
Domisili Tempat Usaha diketahui oleh Camat .
Pasal 5 :
37
(1) Izin Gangguan diberikan atas nama pemohon ;
(2) Dalam Izin Gangguan memuatketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan dipatuhi
oleh pemegang izin ;
(3) Izin Gangguan dapat dialihkan kepada pihak lain atas persetujuan Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk ;
(4) Tata Cara pengalihan izin diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah ;
(5) Pendirian atau perluasan tempat usaha, pengalihan izin dan atau perubahan jenis
usaha dikenakan retribusi berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 6 : Setiap pemegang Izin Gangguan diwajibkan memasang plat nomor izin dan turunan
Surat Izin Gangguan .
Pasal 7 :
(1) Permohonan Izin Gangguan dinyatakan tidak diterima apabila tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) ;
(2) Permohonan izin ditolak apabila tidak sesuai dengan syarat sebagai berikut : a.
Apabila tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 4 ayat
(2); b. Tempat usaha berada di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya ; c. Tempat
Usaha tersebut menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat sekitar
dan atau kerusakan lingkungan berdasarkan pertimbangan dari Instansi terkait .
Pasal 8 :
38
(1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama usahanya masih berjalan
dengan ketentuan harus melakukan pendaftaran ulang setiap 3 (tiga)tahun sekali yang harus
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum batas waktu daftar ulang ;
(2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan Retribusi
berdasarkan Peraturan Daerah ini ;
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 27 : Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) dari besarnya
retribusi yang terutang yang tidak dan atau kurang dibayar setiap bulan sejak tanggal
ditetapkan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.
Pasal 29 : Apabila kegiatan usaha telah dihentikan dan atau tempat usaha telah
ditutup/disegel tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha, maka Kepala Daerah berwenang
memberikan sanksi dengan menetapkan uang paksa sebesar tarif retribusi yang harus
ditetapkan atau dibayar, atas keterlambatan perhari untukmematuhi ketentuan penghentian
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30 :
39
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4
(empat) kali jumlah retribusi yang terutang ;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 3 Peraturan Daerah ini, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) ;
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 2 adalah pelanggaran.
Dalam regulasi ini, lebih ditekniskan lagi dengan adanya pemebentukan panitia
penyelenggara dan pertimbangan izin gangguan yang akan diajukan oleh pemilik lahan.
Selain itu dejelaskan juga mengenai mekanisme dan jangka waktu permohonan izin
gangguan.Regulasi ini sangat teknis hingga ke pengaturan mengenai jenis dan bentuk
formulir.Berikut ini adalah penjabaran pasal-pasal yang berkaitan dengan kasus yang dibahas
dalam tulisan ini.
Pasal 10 :
(2) Panitia Pertimbangan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup
40
berkaitan dengan pemberian Izin Gangguan kepada tempat usaha dan/atau jenis
usaha/kegiatan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan
terhadap lingkungan, sosial kemasyarakatan dan/atau ekonomi yang termasuk gangguan berat
yang meliputi : a. pertimbangan mengenai kelayakan bangunan tempat usaha; b.
pertimbangan mengenai sistem pengamanan serta kelengkapan yang berkaitan dengan bahaya
kebakaran tempat usaha; c. pertimbangan mengenai jenis usaha di bidang perdagangan,
perindustrian dan penanaman modal; d. pertimbangan mengenai pengaruh tempat usaha
terhadap dampak lingkungan termasuk upaya pengendalian pencemaran lingkungan dan
kewajiban pemohon untuk mengelola lingkungan; e. pertimbangan mengenai higiene dan
sanitasi tempat usaha dan aspek lain yang berhubungan dengan bidang kesehatan; f.
pertimbangan lainnya sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan bidang usahanya.
Pasal 13 :
(1) Jenis formulir yang digunakan dalam pemberian pelayanan izin gangguan adalah
sebagai berikut : a. surat permohonan izin gangguan; b. surat permohonan pendaftaran ulang,
pengalihan izin atau perubahan izin; c. surat izin gangguan (permohonan izin baru); d. surat
izin gangguan atas dasar pengalihan izin; e. surat izin gangguan atas dasar perubahan izin; f.
surat keterangan pendaftaran ulang.
(2) Bentuk formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam
Lampiran IIIPeraturan Walikota ini.
Pasal 14 :
41
Pasal 13, Pasal 16 ayat (1) Peraturan Daerah dan/atau melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Surat Izin Gangguan; c. menetapkan uang paksa.
Kewenangan untuk melakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dilimpahkan
kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup.
Keputusan walikota Surabaya terkait dengan izin gangguan ini merupakan perpanjangan dari
perda maupun perwali sebelumnya yang mengatur tentang izin gangguan.Adapun tujuan dari
keputusan ini adalah membentuk panitia pertimbangan izin ganggunan dalam rangka
pemberian pertimbangan terhadap permohonan izin gangguan.Regulasi ini mengatur tentang
pihak-pihak yang terlibat sebagai panitia pertimbangan izin gangguan dan tidak dapat
diganggu gugat.
Beban lalu lintas termasuk relatif tinggi yang berarti memiliki potensi terjadinya
tundaan.Keberadaan Grand City Mall dapat meningkatkan arus lalu lintas karena
menciptakan tarikan pergerakan bagi lingkungan.
Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan peringatan dengan
ancaman pengenaan sanksi kepada pemegang badan usaha agar melakukan analisis lalu lintas.
Sehingga pemerintah dapat mengetahui pelanggaran regulasi apa saja yang telah dilakukan
terkait pembangkitan arus lalu lintas.
42
43
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari penulisan makalah secara menyeluruh
adalah sebagai berikut,
3.2 Saran
44