You are on page 1of 44

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin Grand City Mall” ini disusun dengan tujuan
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Administrasi Perencanaan. Dalam menyusun
makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ir. Heru Purwadio, MSP selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum
Administrasi Perencanaan.
2. Rulli Pratiwi Setiawan, S.T, M.Sc selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Hukum Administrasi Perencanaan.
3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan masyarakat pada umumnya.

Surabaya , April 2015

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 3
1.3 Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 4
Bab II Pembahasan ........................................................................................................................... 5
2.1 Gambaran Umum Wilayah Studi ........................................................................................ 5
2.2 Deskripsi Kasus dan Permasalahan ..................................................................................... 6
2.3 Tinjauan Regulasi .............................................................................................................. 8
2.4 Hasil Evaluasi Kasus terhadap Regulasi ........................................................................... 42
Bab III Penutup ................................................................................................................................ 44
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 44
3.2 Saran................................................................................................................................ 44

ii
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kota merupakan sebuah wilayah yang mempunyai penduduk relatif besar, luas area
terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris dengan kepadatan penduduk relatif tinggi
(Kamus Tata Ruang). Jumlah penduduk di kota-kota besar salah satunya Kota Surabaya terus
meningkat, salah satu faktor yang meyebabkan jumlah penduduk terus meningkat di Kota
Surabaya adalah karena urbanisasi dari desa/kota-kota kecil ke Kota Surabaya dengan alasan
untuk mencari pekerjaan. Banyaknya urbanisasi dari desa/kota-kota kecil ke Surabaya
menyebabkan banyak keinginan penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mall
adalah salah satu pusat perbelanjaan yang menawarkan berbagai macam barang yang dijual
sehingga konsumen berbondong-bondong datang kesana.
Banyaknya pembangunan mall di Kota Surabaya terkadang tidak disertai dengan ijin
analisis dampak lalu lintas (andalalin). Padahal analisis dampak lalu lintas sangat penting
dilakukan ketika mall tersebut dibangun agar tidak terjadi kemacetan yang disebabkan oleh
kendaraan yang masuk dan keluar dari mall tersebut. Grand City adalah salah satu mall di
Kota Surabaya yang terletak di kawasan Surabaya Pusat yang ketika pendirian mall tersebut
tidak mengkaji analisis dampak lalu lintas (andalalin) dan seharusnya pendirian mall grand
city mengkaji adanya andalalin atau mengikuti regulasi yang telah ditetapkan karena jika
terjadi penyimpangan atau pelanggaran, dampak yang ditimbulkan besar yang dapat
menimbulkan kerugian di berbagai pihak dan juga kerusakan lingkungan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas yang berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin Grand City Mall”
adalah sebagai berikut :

1.2.1 Mampu memahami ketentuan dalam peraturan perundangan yang bertautan dengan
masalah yang telah diidentifikasikan .

1.2.2 Mampu mengidentifikasikan, mengumpulkan dan men-sistimasi-kan peraturan


perudangan yang bertautan dengan masalah yang telah diidentifikasikan.

3
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah yang berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin
Grand City Mall” adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijabarkan latar belakang alasan pemilihan kasus pelanggaran andalalin
Grand City Mall di Kota Surabaya selain itu juga dalam bab ini dijelaskan rumusan masalah
dan tujuan dari penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan terkait pelanggaran andalalin Grand City Mall di
Kota Surabaya, regulasi pembangunan andalalin di Kota Surabaya, dampak dari andalalin
Grand City Mall di Kota Surabaya. Permasalahan yang telah dijabarkan tersebut dikaitkan
oleh regulasi yang relevan dengan membandingkan beberapa regulasi yang bersangkutan
dengan suatu permasalahan tertentu.
BAB III KESIMPULAN
Bab ini merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari identifikasi serta pembahasan
masalah dan regulasi yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga berisi
saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan.

4
Bab II
Pembahasan

2.1 Gambaran Umum Wilayah Studi


Lokasi kasus pelanggaran dan izin dalam tulisan yang berjudul “Kasus Pelanggaran
Andalalin Grand City Mall” berada di kawasan Gubeng, tepatnya antara Jalan Walikota
Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa berdekatan dengan Stasiun Surabaya Gubeng. Kawasan
Gubeng ini yang bertepatan dengan Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa
berdekatan dengan Stasiun Gubeng yang kerap kali mengalami kemacetan luar biasa akibat
dampak dari berbagai kegiatan dan aktivitas yang ada di sekitar koridor jalan ini maupun
aktivitas pergerakan lain yang melewati jalan ini.
Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa merupakan salah satu jalan
primer yang berada disebelah timur Kota Surabaya yang menjadi tempat lalu lalangnya
kendaraan-kendaraan mobil dan kendaraan bermotor lainnya, serta kendaraan berat lainnya
seperti truck, pick up. Selain itu banyak terdapat aktivitas-aktivitas yang mendukung kegiatan
utama di sekitar jalan Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa yang merupakan
area fasilitas bangunan umum dan pemerintahan serta fasilitas perbelanjaan. Secara umum
Jalan Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa berbatasan langsung dengan jalan
Wijaya Kusuma pada sebelah barat, Jalan Gerbong dan Jalan Pacar Keling pada sebelah
timur dan Jalan Kenonggo pada sebelah selatan. Sementara sebelah utara berbatasan langsung
dengan Jalan Ambengan sebelah . Berikut ini adalah peta yang diambil dari citra google map
yang menggambarkan lokasi Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa.

Gambar 1 Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa

5
Sumber : Peta Google Maps

2.2 Deskripsi Kasus dan Permasalahan


Kasus yang diangkat untuk di tinjau regulasinya lebih lanjut pada tulisan ini yang
berjudul “Kasus Pelanggaran Andalalin Grand City Mall” yang tidak memiliki izin andalalin.
Dampak dari pelanggaran ini mengakibatkan berbagai dampak lingkungan, sosial dan
menimbulkan kemacetan yang amat parah di sekitar jalan ini. Berikut ini adalah kutipan
artikel terkait kasus yang di kaji regulasinya dalam tulisan ini.

“Surabaya-lensaindonesia.com: Tak hanya tempat-tempat hiburan saja yang tak punya


ijin di Surabaya. Plasa besar Grand City Mall ternyata juga tidak memiliki ijin Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Bahkan, ijin gangguan atau (HO) ternyata belum
diperpanjang karena masa berlakunya habis sejak 13 Oktober 2014.

Artinya, jika AMDAL tidak bisa keluar atau bangunan mall tidak memenuhi kaedah
atau perayaratan, maka HO bangunan tersebut tidak bisa diperpanjang. Salah satu faktor
Grand City Mall tidak memenuhi AMDAL dikarenakan pintu masuk mall dari Jl Walikota
Mustajab (Gubeng Pojok) harus ditutup karena menyebabkan macet. Meski begitu, anehnya,
sampai saat ini Grand City Mall tetap beroperasi atau beraktifitas tanpa ada tindakan.

Menyikapi hal itu, Komisi C DPRD Surabaya akhirnya menggelar hearing dengan
menghadirkan Kasatpol PP Surabaya, BLH, dan perwakilan Grand City Mall.

Kasatpol PP Irvan Widyanto saat hearing di Komisi C DPRD Surabaya mengatakan


pihaknya sudah melakukan langkah persuasif dengan memberi peringatan melalui surat.
Pihaknya berdalih masih melakukan koordinasi untuk melakukan sikap. Hal ini dilakukan
karena ada beberapa kaedah terkait pihaknya sebagai sebagai penegak Perda harus
berkonsultasi dengan pihak terkait untuk mengambil tindakan.

“Pihak Grand City Mall sudah berjanji akan memenuhi segala persyaratan. Saya
sudah mengirim surat peringatan agara mereka mengurus ijin HO-nya yang selama ini mati.
Karena kami tanya ke BLH memang sudah ada HO tapi mati dan sampai sekarang belum
memperpanjang,” ungkapnya.

Untuk itu pihak Satpol PP Surabaya berjanji akan mengambil keputusan yang
merupakan hasil rapat dengan berbagai dinas terkait. “Kami ini memang penegak Perda. Tapi

6
kalau tidak sesuai aturan, ya sama saja nanti bisa digugat. Makanya kami selalu berkoordinasi
dengan bagian hukum dan yang lain, ” dalih Irvan Widyanto.

Terkait hal ini, Komisi C DPRD Surabaya, Adi Sutarwiyono mengatakan ada kesan
pilih kasih dalam menegakkan aturan yang ada. Pemerintah dalam hal ini dianggap
melakukan standar ganda dalam mengambil tindakan. “Artinya kalau gudang ukuran 10×10
di robohkan, begitu juga dengan yang lainya. Kalaupun tindakan itu sebatas menghentikan
segala bentuk aktifitas, ya harus dilakukan,” kata politisi yang akrab disapa Awi ini.

Lain halnya dengan anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sudirjo. Politisi asal
fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini lebih menyinggung soal kemacetan parah yang
sering terjadi di Grand City Mall. Padahal dulu, sebelum bangunan itu berdiri, jalan yang ada
di kawasan Grand City Mall tidak pernah mengalami kemacetan.

“Kalau memang Grand City Mall berdiri di Surabaya ya harus mematuhi peraturan
yang ada di kota Surabaya. Karena akibat bangunan Grand City Mall, lalu lintas menjadi
macet. Padahal sebelum adanya Grand City Mall, jalan itu tidak pernah macet,” tambah
Sudirjo.

Sementara Ketua Komisi C Saifudin Zuhri hanya berharap Kasatpol PP Irvan


Widyanto menjelaskan kapan ada tindakan dan laporan penertibannya seperti apa. “Kan
sudah tiga bulan. Apa saja yang dilakukan Satpol PP kan kami juga perlu tahu. Kalau hanya
menyurati ya sampai kapan. Peringatan selalu ada batasnya,” cetusnya.

Terkait hal ini, Operation Manager Grand City Mall Surabaya, Stevi Widya beralasan,
bahwa pihaknya sudah mengurus untuk masalah IMB-nya. Namun, surat perijinan tersebut
masih ditahan Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya dengan alasan pihak Grand City Mall
harus menutup terlebih dahulu pintu bagian sisi barat, baru IMB bisa keluar.

“Kami memang untuk saat ini belum menutup pintu bagian barat itu dulu karena mau
mengajukan AMDAL LALIN. Kalau dulu waktu membangun kok gak masalah ya,” ujarnya
heran.

7
Gambar 2 Petugas Menyegel Grand City Mall

Sumber : lensaindonesia.com

2.3 Tinjauan Regulasi


Regulasi merupakan alat untuk mengendalikan terhadap suatu pola aktivitas kota yang
memiliki hirarki mulai dari tingkat paling tinggi seperti undang-undang, peraturan presiden,
peraturan menteri, hingga ke lingkup kota yang biasanya berupa peraturan daerah, peraturan
walikota hingga keputusan walikota. Regulasi-regulasi tersebut memiliki keterkaitan antar
tiap substansi yang dibahas dari lingkup makro hingga mikro atau dari konsep teoritis hingga
benar-benar teknis. Peraturan yang lebih rendah hirarkinya biasanya akan lebih mengikat dan
memiliki kedetailan yang lebih mikro di banding regulasi yang hirarkinya berada pada tingkat
undang-undang yang cenderung bersifat lebih umum dan sangat konseptual.

Berdasarkan hasil tinjauan regulasi terkait dengan kasus pelanggaran izin gangguan
dan andalalin Grand City Mall didapatkan beberapa regulasi yang terkait dengan masalah-
masalah yang teridentifikasi dalam kasus ini mulai dari hirarki yang paling tinggi hingga ke
regulasi yang lebih detil dan bersifat teknis. Adapun regulasi-regulasi yang dikumpulkan
berdasarkan kasus antara lain regulasi tingkat peraturan pemerintah, keputusan presiden,
peraturan daerah, peraturan walikota hingga keputusan walikota. Berikut adalah penjabaran
lebih lanjut terkait tinjauan regulasi atas kasus yang dibahas pada laporan ini.Peninjauan
didasarkan atas substansi-substansi yang terkait dengan kasus di atas antara lain terkait

8
dengan regulasi peti kemas atau terminal peti kemas, izin gangguan, andalalin, dan Izin
Mendirikan Bangunan.Substansi-substansi tersebut merupakan dasar-dasar permasalahan
yang muncul dalam studi kasus ini.Penjelasan mengenai regulasi dibahas pada tabel berikut.

9
Keputusan
Substansi Undang-undang Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah Peraturan Walikota Keputusan Walikota
Presiden
PERATURAN
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 112
TAHUN 2007
PERATURAN DAERAH
TENTANG
KOTA SURABAYA
PENATAAN
NOMOR 7 NOMOR 1 TAHUN 2010
DAN
TAHUN 2014 TENTANG
PEMBINAAN
TENTANG PENYELENGGARAAN
Grand City PASAR
PERDAGANGAN USAHA DI BIDANG
Mall TRADISIONAL
PERDAGANGAN DAN
PUSAT
Pasal 12 dan Pasal PERINDUSTRIAN
PERBELANJAAN
14
DAN TOKO
Pasal 33, Pasal 34, dan
MODERN
Pasal 35.
Pasal 3,
Pasal 4,
Pasal 5,
Pasal 6,
Pasal 12.
PERATURAN PERATURAN
PERATURAN DAERAH
PEMERINTAH WALIKOTA
KOTA SURABAYA
REPUBLIK SURABAYA
NOMOR 12 TAHUN
INDONESIA NOMOR 57 TAHUN
2006
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENT ANG
Andalalin - 2011 - TENTANG -
ANALISIS DAMPAK
TENTANG PELAKSANAAN
LALU LINTAS DI
MANAJEMEN DAN PERATURAN
JALAN
REKAYASA, DAERAH KOTA
ANALISIS SURABAYA
Pasal 1 – Pasal 10
DAMPAK, SERTA NOMOR 12 TAHUN

10
Keputusan
Substansi Undang-undang Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah Peraturan Walikota Keputusan Walikota
Presiden
MANAJEMEN 2006 TENTANG
KEBUTUHAN LALU ANALISIS DAMPAK
LINTAS LALU LINTAS DI
JALAN
Pasal 1, Pasal 4, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 47, TATA CARA
Pasal 49, Pasal 50 (1) PENGENAAN SANKSI
(2) (3), Pasal 51 (1) ADMNISTRASI
(2) (3), Pasal 52, Pasal
53 (1) (2), Pasal 54 (1)
(2), Pasal 55, Pasal 56
(1) (2), Pasal 57 (1)
(2) (3), Pasal 58 (1)
(2) (3).

PERATURAN DAERAH PERATURAN KEPUTUSAN


KOTA SURABAYA WALIKOTA WALIKOTA
NOMOR 4 TAHUN SURABAYA SURABAYA
2010 NOMOR 74 TAHUN NOMOR 188.45 / 87
TENTANG 2011 / 436.1.2/2010
IZIN GANGGUAN TENTANG TENTANG
Izin
- - - PELAKSANAAN PANITIA
Gangguan
PERATURAN DAERAH PERATURAN PERTIMBANGAN
KOTA SURABAYA DAERAH KOTA IZIN GANGGUAN
NOMOR 01 TAHUN SURABAYA (HO)
2004 NOMOR 4 TAHUN DI KOTA
TENTANG 2010 TENTANG IZIN SURABAYA
IZIN GANGGUAN GANGGUAN

11
A. Grand City Mall

Grand City merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang berada di kawasan Gubeng
yang terletak di Jalan Walikota Mustajab dan Jalan dan Jalan Kusuma Bangsa berdekatan
dengan Stasiun Gubeng. Dalam kaitannya dengan undang-undang dan regulasi, Grand City di
kategorikan sebagi pusat perbelanjaan dan memiliki peraturan yang mengikat dalam
pembangunannya.

UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN

Pasal 12

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama mengembangkan sarana Perdagangan berupa:

a. Pasar rakyat;

b. pusat perbelanjaan;

c. toko swalayan;

d. Gudang;

e. perkulakan;

f. Pasar lelang komoditas;

g. Pasar berjangka komoditi; atau

h. sarana Perdagangan lainnya.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha dalam mengembangkan sarana
Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

12
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT
PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

Pasal 3

(1) Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mengacu pada Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota,
termasuk Peraturan Zonasinya.

(2) Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut :

a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi);

b. Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2
(lima ribu meter per segi);

c. Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi);

d. Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi);

e. Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meterper segi).

(3) Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern adalah sebagai berikut :

a. Minimarket, Supermarket dan Hypermarket menjual secara eceran barang


konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya;

b. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk


sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau
tingkat usia konsumen; dan

c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.

Pasal 4

13
(1) Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:

a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar


Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;

b. Memperhatikan jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah


ada sebelumnya;

c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit
kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan
Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern; dan

d. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern


yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.

(2) Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan
berdasarkan kerjasama antara pengelola Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern dengan
pihak lain.

(3) Pedoman mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 5

(1) Perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri
atau kolektor primer atau arteri sekunder.

(2) Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan :

a. Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau
kolektor; dan

b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam
kota/perkotaan.

(3) Supermarket dan Department Store:

14
a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan

b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam


kota/perkotaan.

(4) Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam
kota/perkotaan.

(5) Pasar Tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem
jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten
atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten.

(6) Jalan arteri adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna.

(7) Jalan kolektor adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.

(8) Jalan lokal adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.

(9) Jalan lingkungan adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

(10) Sistem jaringan jalan primer adalah merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

(11) Sistem jaringan jalan sekunder adalah merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Pasal 6

15
Pusat Perbelanjaan wajib menyediakan tempat usaha untuk usaha kecil dengan harga jual
atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan Usaha Kecil, atau yang dapat dimanfaatkan
oleh Usaha Kecil melalui kerjasama lain dalam rangka kemitraan.

Pasal 12

Pasal 12

(1) Untuk melakukan usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,
wajib memiliki :

a. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional.

b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat
Perdagangan.

e. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk Minimarket, Supermarket,


Department Store, Hypermarket dan Perkulakan.

(2) IUTM untuk Minimarket diutamakan bagi pelaku Usaha Kecil dan Usaha Menengah
setempat.

(3) Izin melakukan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG


PENYELENGGARAAN USAHA DI BIDANG PERDAGANGAN DAN
PERINDUSTRIAN

Izin Usaha Pusat Perbelanjaan

Pasal 33

16
(1) Setiap orang atau badan yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang Pertokoan, Mall,
Plasa, atau Pusat Perdagangan wajib memiliki Izin Usaha Pusat Perbelanjaan.

(2) Permohonan Izin Usaha Pusat Perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Kepala Daerah dengan dilampiri persyaratan sebagai berikut :

a. fotocopy Izin Prinsip dari Kepala Daerah;

b. hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat serta rekomendasi dari instansi yang
berwenang;

c. fotocopy Izin lokasi;

d. fotocopy Izin Gangguan;

e. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan;

f. fotocopy Akte pendirian Perusahaan dan/atau perubahannya yang telah mendapat


pengesahan dari pejabat yang berwenang atau didaftarkan ke Instansi yang berwenang
apabila pemohon merupakan badan hukum/badan usaha;

g. rencana Kemitraan dengan Usaha Mikro dan Usaha kecil; dan

h. Surat Pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Usaha Pusat Perbelanjaan diatur
dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 34

Lokasi untuk pendirian Pusat Perbelanjaan wajib memperhatikan:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

b. Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota, termasuk peraturan zonasinya;

c. kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan; dan

d. jarak antara Pusat Perbelanjaan yang akan didirikan dengan Pasar Tradisional yang
telah ada sebelumnya.

17
Pasal 35

Setiap pemegang Izin Usaha Pusat Perbelanjaan wajib :

a. menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap 6 (enam) bulan sekali, meliputi :

1. jumlah gerai yang dimiliki;

2. omset penjualan seluruh gerai;

3. jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang bermitra dan pola
kemitraannya;

4. jumlah tenaga kerja yang terserap.

b. melaporkan setiap perubahan yang terkait dengan perusahaannya paling lambat 30


(tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepada Kepala Daerah;

mentaati peraturan perundang-

B. Andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas Di Jalan)

Andalalin merupakan salah satu analisis yang berkaitan dengan pengaruh suatu
aktivitas atau kegiatan terhadap kinerja suatu jalan.Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai
peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Untuk
mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diatur
mengenai manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu
lintas.Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan melalui penetapan kebijakan
penggunaan jaringan jalan, penetapan kebijakan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan
tertentu, serta optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas.

Strategi pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dilakukan dengan penetapan prioritas angkutan massal
melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus, pemberian prioritas keselamatan dan
kenyamanan pejalan kaki, pemisahan atau pemilihan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan
peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas, pemaduan berbagai moda angkutan,

18
pengendalian lalu lintas pada persimpangan dan ruas jalan serta perlindungan terhadap
lingkungan.

Ruang lingkup kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan
perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Kegiatan
perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan dilakukan oleh
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan untuk jalan nasional, menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan untuk jalan
nasional, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk jalan nasional, provinsi,
kabupaten/kota dan desa, gubernur untuk jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan
jalan desa, dan walikota untuk jalan kota.

Analisis dampak lalu lintas wajib dilakukan dalam setiap rencana pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Analisis dampak lalu
lintas paling sedikit memuat:

 analisis bangkitan dan tarikan lalu lintas dan angkutan jalan;


 simulasi kinerja lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan;
 rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
 tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan
dampak;
 rencana pemantauan dan evaluasi.

Adapun manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan sasaran meningkatkan


efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu
lintas.Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dilakukan dengan
membandingkan antara manfaat dan dampak terhadap penggunaan ruang lalu lintas, misalnya
penghematan penggunaan bahan bakar, kualitas dan daya dukung lingkungan, serta daya
dukung lalu lintas dan angkutan. Manajemen kebutuhan lalu lintas dilakukan secara simultan
dan terintegrasi melalui beberapa strategi antara lain dengan memberikan pilihan dan
menyiapkan fasilitas penggunaan kendaraan umum sebagai pengganti kendaraan
perseorangan, mendorong serta memfasilitasi penggunaan angkutan umum dan kendaraan
yang ramah lingkungan, serta mendorong dan memfasilitasi perencanaan terpadu antara tata
ruang dan transportasi.

19
Adapun pelaksanaan dari manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara
pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada
waktu tertentu meliputi pembatasan lalu lintas kendaraan barang, pembatasan lalu lintas
sepeda motor, pembatasan ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir
maksimal, dan/atau pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum. Pembatasan lalu
lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang dapat dikenai retribusi pengendalian
lalu lintas. Retribusi pengendalian lalu lintas dilakukan dengan kriteria tertentu dengan tetap
memperhatikan kualitas lingkungan.

Analisis ini diperlukan guna mengurangi dampak-dampak merugikan yang


ditimbulkan oleh berbagai penggunaan lahan terhadap kiinerja jalan sebagai prasarana public
dari pemerintah.Dalam kasus pelanggaran izin gangguan dan andalalin terminal peti kemas di
kawasan Jalan Walikota Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa Surabaya, teridentifikasi bahwa
dampak kemacetan yang terjadi di Jalan tersebut merupakan dampak yang ditimbulkan
karena terminal ini tidak memiliki izin andalalin.Akibatnya pembangunan terminal ini tidak
memperhitungkan pengaruhnya terhadap kinerja jalan disekitarnya.Adapun terkait dengan
kasus tersebut, regulasi regulasi yang mengaturnya telah dikumpulkan mulai dari tingkat
Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah sampai ke Peraturan Walikota. Berikut ini adalah
penjabaran keterkaitan tiap regulasi tersebut terhadap substansi permasalahan yang di bahas
dalam kasus pelanggaran izin andalalin di terminal peti kemas kawasan Jalan Walikota
Mustajab dan Jalan Kusuma Bangsa Surabaya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN


2011TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA
MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Pasal 1, Pasal 4, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 (1) (2) (3), Pasal 51
(1) (2) (3), Pasal 52, Pasal 53 (1) (2), Pasal 54 (1) (2), Pasal 55, Pasal 56 (1) (2), Pasal 57 (1)
(2) (3), Pasal 58 (1) (2) (3), Pasal 59.

Pasal 1 : Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Analisis dampak lalu lintas
adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat

20
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen
hasil analisis dampak lalu lintas.

Pasal 4 : Perencanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, meliputi:

identifikasi masalah lalu lintas;

inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas;

inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang

inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;

inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung kendaraan;

inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas;

inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas;

penetapan tingkat pelayanan; dan

penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas.

Pasal 17 : Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf g bertujuan untuk mengetahui dampak lalu lintas terhadap rencana pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 18 : Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 yang dilakukan oleh:

menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, meliputi: (1) inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (2)
analisis peningkatan lalu lintasakibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur.

21
menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan melalui inventarisasi dan analisis jalan yang
terganggu fungsinya akibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur;

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi: (1) inventarisasi pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang menimbulkan atau berpotensi terjadinya gangguan
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (2)
analisis peningkatan bangkitan dan tarikan lalu lintas akibat pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur.

gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya, meliputi: (1) inventarisasi dan
analisis jalan yang terganggu fungsinya akibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman,
dan infrastruktur; (2) inventarisasi pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
menimbulkan gangguan keselamatan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan (3)
analisis peningkatan lalu lintasakibat pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur.

Pasal 47 : Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
dan angkutan jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas.

Pasal 48 : (1) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berupa bangunan untuk:
kegiatan perdagangan; kegiatan perkantoran; kegiatan industri;nfasilitas pendidikan; fasilitas
pelayanan umum; dan/atau kegiatan lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan
lalu lintas. (2) Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berupa: perumahan dan
permukiman; rumah susun dan apartemen; dan/atau permukiman lain yang dapat
menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. (3) Infrastruktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 berupa: akses ke dan dari jalan tol; pelabuhan; bandar udara; terminal; stasiun
kereta api; pool kendaraan; fasilitas parkir untuk umum; dan/atau infrastruktur lainnya. (4)
Kriteria pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang dapat menimbulkan gangguan
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan diatur oleh
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan setelah mendapat pertimbangan dari: menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan;
dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

22
Pasal 49 : Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu persyaratan pengembang
atau pembangun untuk memperoleh:

a. izin lokasi;

b. izin mendirikan bangunan; atau

c. izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.

Pasal 50 : (1) Pengembang atau pembangun melakukan analisis dampak lalu lintas dengan
menunjuk lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. (2) Sertifikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara untuk memperoleh sertifikasi analisis dampak lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan setelah memperoleh pertimbangan dari
menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan dan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Pasal 51 : (1) Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
disusun dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (2) Dokumen hasil analisis
dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: analisis
bangkitan dan tarikan lalu lintas dan angkutan jalan akibat pembangunan; simulasi kinerja
lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan; rekomendasi dan rencana implementasi
penanganan dampak; tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam
penanganan dampak; rencana pemantauan dan evaluasi; dan gambaran umum lokasi yang
akan dibangun atau dikembangkan. (3) Tanggung jawab pengembang atau pembangun dalam
penanganan dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan dalam lokasi
pusat kegiatan, permukiman, atau infrastruktur yang dibangun atau dikembangkan.

23
Pasal 52 : Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 harus
mendapat persetujuan dari:

a. menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, untuk jalan nasional;

b. gubernur, untuk jalan provinsi;

c. bupati, untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa; atau

d. walikota, untuk jalan kota.

Pasal 53 : (1) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


pengembang atau pembangun harus menyampaikan hasil analisis dampak lalu lintas kepada
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, gubernur,
bupati, atau walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan persetujuan dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen hasil
analisis dampak lalu lintas secara lengkap dan memenuhi persyaratan.

Pasal 54 : (1) Untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2),
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya membentuk tim evaluasi
dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (2) Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, pembina
jalan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 55 : Tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 mempunyai tugas:

a. melakukan penilaian terhadap hasil analisis dampak lalu lintas; dan

b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam hasil analisis dampak lalu
lintas.

24
Pasal 56 : (1) Hasil penilaian tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
disampaikan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu
lintas dan angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya. (2)
Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi menyatakan hasil analisis dampak lalu lintas yang
disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi persyaratan, menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan,
gubernur, bupati, atau walikota mengembalikan hasil analisis kepada pengembang atau
pembangun untuk disempurnakan.

Pasal 57 : (1) Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi menyatakan hasil analisis dampak lalu
lintas yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) telah memenuhi
persyaratan, menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota meminta kepada pengembang atau
pembangun untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan
melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil analisis dampak lalu
lintas. (2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. (3) Kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus terpenuhi sebelum dan selama pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur dioperasikan.

Pasal 58 : (1) Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar pernyataan kesanggupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara
pelayanan umum; penghentian sementara kegiatan; denda administratif; pembatalan izin;
dan/atau pencabutan izin.

Pasal 59 : (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (2) huruf a dikenai sebanyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing

25
30 (tiga puluh) hari kalender. (2) Dalam hal pengembang atau pembangun tidak
melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ke 3 (tiga),
dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pelayanan umum dan/atau
penghentian sementara kegiatan selama 30 (tiga puluh) hari kalender. (3) Dalam hal
pengembang atau pembangun tetap tidak melaksanakan kewajiban setelah berakhirnya
jangka

waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai denda paling banyak 1% (satu per
seratus) dari nilai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang atau pembangun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3). (4) Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kalender
sejak tanggal pengenaan sanksi denda administratif atau 90 (sembilan puluh) hari kalender
sejak pembayaran denda, pengembang atau pembangun tidak melaksanakan kewajibannya,
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dibatalkan atau dicabut.

Dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN


2011TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA
MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS secara detil dijelaskan mengenai
ketentuan umum, teknis, prosedur dan hal-hal lain yang sudah cukup menggambarkan
pentingnya andalalin pada suatu aktivitas kegiatan. Regulasi ini juga sudah mencakup sanksi-
sanksi yang diberikan kepada pelanggar, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG


ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI JALAN

Pasal 1- Pasal 10

Dalam kasus yang dibahas di tulisan ini, studi wilayah di ambil di Kota Surabaya sehingga
seharusnya Kota Surabaya sendiri telah memiliki regulasi terkait dengan pengaturan
andalalin.Regulasi diatas merupakan regulasi yang digunakan sebagai pedoman dalam studi
andalalin khususnya pada penggunaan lahan di Kota Surabaya.Berikut ini adalah penjabaran
seluruh pasal yang berkaitan dengan studi diatas.

26
Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Analisis Dampak Lalu
Lintas, untuk selanjutnya disebut Andalalin adalah Studi / Kaj ian mengenai dampak lalu
lintas dari suatu kegiatan dan/atau usaha tertentu yang hasilnya

dituangkan dalam bentuk dokumen Andalalin atau Perencanaan pengaturan Lalu Lintas.
Dokumen Andalalin, adalah hasil Studi / Kaj ian mengenai dampak suatu kegiatan
dan/atau usaha tertentu terhadap lalulintas yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan, yang terdiri dari dokumen kerangka acuan, dokumen analisis kinerja lalu
lintas, serta dokumen manajemen dan rekayasa lalu lintas jalan.

Pasal 2 : (1) Setiap pemrakarsa yang akan melakukan suatu kegiatan

dan/atau usaha yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan lalu lintas jalan di
sekitarnya waj ib memiliki Andalalin yang meliputi :

a. Dokumen Andalalin yang telah memperoleh persetujuan Kepala Daerah; atau

b. Perencanaan pengaturan Lalu Lintas yang telah memperoleh persetujuan Kepala


Daerah.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah
berdasarkan hasil penilaian dari Tim. (3) Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan
untuk menetapkan persetujuan andalalin sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) kepada Kepala Dinas. (4) Penyusunan Andalalin dilakukan setelah
pemrakarsa mendapatkan syarat zoning / keterangan rencana kota dan sebelum memiliki
Izin Mendirikan Bangunan (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penyusunan
Andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah

Pasal 3 : (1) Kriteria kegiatan dan/atau usaha yang wajib memiliki andalalin

antara lain : a. perumahan; b. apartemen; c. Toko/rumah toko/kantor/rumah kantor; d. pusat


perbelanjaan/pasar/perkantoran; e. hotel/motel/penginapan; f. rumah sakit /klinik; g.
industri/pergudangan; h. sekolah/perguruan tinggi; i. tempat kursus; j. restoran/rumah makan;
k. gedung pertemuan/tempat hiburan/pusat olah raga; l. terminal/pool kendaraan/gedung

27
parkir; m. pelabuhan/bandara; n. bengkel kendaraan bermotor; o. Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum/Gas; p. Perpaduan/kombinasi antara huruf a sampai dengan o. (2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 4 : (1) Penyusun dokumen andalalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4), adalah tenaga ahli atau kelompok tenaga ahli yang ditunjuk oleh Pemrakarsa. (2)
Penyusun dokumen andalalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memiliki
pengetahuan dibidang teknik perencanaan transportasi, dan teknik manajemen dan
rekayasa lalu lintas.

Pasal 5 : Andalalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, disampaikan oleh Pemrakarsa


kepada Kepala Daerah melalui Kepala Dinas untuk dilakukan penilaian.

Pasal 6 : (1) Penilaian andalalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

dilakukan oleh Tim. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah dan sekurang – kurangnya beranggotakan :

a. Dinas Perhubungan

b. Unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia

c. Badan Perencanaan Pembangunan

d. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup

e. Dinas Tata Kota dan Permuki man

f. Dinas Bina Marga dan Pematusan

g. Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: Kondisi
kawasan/lokasi ; Konsep pembangunan/perkembangan kawasan/lokasi ; Kondisi kinerja lalu

28
lintas dan peramalannya ; Rencana manajemen dan rekayasa lalu lintas dalam konteks sistem
transportasi daerah. (4) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa
persetujuan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan
andalalin diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 7 : Persetujuan terhadap andalalin memuat kewaj iban yang harus dilaksanakan
oleh pemrakarsa.

Pasal 8 : (1) Evaluasi terhadap andalalin dilakukan secara berkala (2) Evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2).
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Dinas. (4) Berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah dapat
memberikan kewajiban-kewajiban baru yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa. (5)
Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan pemberian kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala Dinas.

Pasal 9 : (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan persetujuan Andalalin


dilakukan oleh Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan
pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan, diatur dengan Peraturan
Kepala Daerah.

Pasal 10 : (1) Kepala Daerah berwenang menghentikan pelaksanaan kegiatan

dan/atau usaha yang melanggar kewaj iban sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1), Pasal 3, Pasal 7 dan/atau Pasal 8 ayat (4). (2) Kepala Daerah berwenang
memberikan peringatan, membekukan dan/atau mencabut persetujuan Andalalin dalam
hal pemrakarsa melanggar kewaj iban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). (3)
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dilimpahkan
kepada Kepala Dinas. (4) Setiap pemrakarsa yang melakukan kegiatan dan/atau usaha

29
yang melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7 dan/atau Pasal 8 ayat (4) dapat
dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah).

Regulasi diatas pada dasarnya telah memuat hal-hal yang lebih teknis dibandingkan dengan
Peraturan Pemerintah tentang andalalin.Regulasi ini telah mencakup mengenai bagaimana
studi andalalin dilakukan, definisi andalalin dalam lingkup daerah, kualifikasi penyusun
dokumen andalalin, penilaian andalalin, pembinaan dan pengawasan, sanksi administrasi,
sanksi pidana, hingga ketentuan-ketentuan pidana yang lebih teknis dibandingkan peraturan
pemerintah.

Apabila ditinjau berdasarkan regulasi diatas, jelas bahwa pada kasus pelanggaran izin
andalalin yang terjadi pada terminal peti kemas di kawasan kalianak Kota Surabaya tela telah
mampu di wujudkan pengendaliannya dalam regulasi ini melalui sanksi-sanksi dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.

PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 57 TAHUN 2009 TENTANG


PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN
2006 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI JALAN

Regulasi Kota Surabaya terkait dengan andalalin telah sampai ke tingkat peraturan walikota
yang sifatnya sangat teknis dan lebih teknis di banding peraturan daerah. Dalam regulasi ini
benar-benar dijelaskan seluruh teknis mulai dari kriteria jenis andalalin, prosedur penyusunan,
perizinan hingga tata cara pengenaan sanksi yang berlaku. Dalam penjabaran kali ini hanya
akan ditampilkan mengenai tata cara sanksi-sanksi yang sekiranya relevan dengan kasus yang
di bahas dalam kasus ini dimana sang pemilik bangunan terminal peti kemas tidak memiliki
izin andalalin. Berikut ini adalah penjabaran pasal dalam regulasi yang berlaku.

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 15 :

30
(1) Orang atau Badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1)
dan/atau Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis
Dampak Lalu Lintas di Jalan dikenakan sanksi administrasi berupa : a. penghentian
pelaksanaan kegiatan dan/atau usaha; dan/atau b. denda.

(2) Orang atau Badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 dan/atau
Pasal 8 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis
Dampak Lalu Lintas di Jalan dikenakan sanksi administrasi berupa : a. peringatan; b.
membekukan dan/atau mencabut persetujuan Andalalin; c. penghentian pelaksanaan kegiatan
dan/atau usaha; dan/atau d. denda.

Pasal 16 :

(1) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
didahului dengan pemberian peringatan tertulis kepada orang atau badan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis Dampak Lalu Lintas di Jalan.

(2) Pemberian peringatan tertulissebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh
petugas Satuan Polisi Pamong Praja atau Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan
Pemerintah Daerah.

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perintah untuk
menghentikan pelaksanaan kegiatan dan/atau usaha.

(4) Apabila setelah diberikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), tidak menghentikan
kegiatan usahanya, maka Kepala Satuan Polisi Pamong Praja melakukan penghentian
kegiatan dan/atau usaha secara paksa dan kepada yang bersangkutan dikenakan denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

(5) Pengenaan dan kepastian besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

31
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan penerimaan daerah dan harus
disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 17 :

(1) Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a diberikan kepada
orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 dan/atau Pasal 8
ayat (4) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2006 tentang Analisis Dampak
Lalu Lintas di Jalan.

(2) Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala
Dinas Perhubungan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Polisi
Pamong Praja atau Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah.

(3) Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sebanyak 2 (dua) kali
secara berturut-turut yaitu peringatan tertulis I (kesatu) dan Peringatan tertulis II (kedua).

(4) Tenggang waktu antara peringatan tertulis I (kesatu) dengan Peringatan tertulis II
(kedua) paling lama 2 (dua) minggu sejak peringatan tertulis I (kesatu) diberikan.

(5) Peringatan tertulis II (kedua) diberikan apabila orang atau badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), belum melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam
peringatan tertulis I (kesatu).

(6) Peringatan tertulis I (kesatu) dan Peringatan tertulis II (kedua) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berisi perintah untuk melaksanakan kewajiban yang dimuatdalam persetujuan
andalalin atau melaksanakan kewajiban-kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala
Daerah.

(7) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sejak diberikan peringatan tertulis II
(kedua), orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum melaksanakan
kewajiban yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau belum melaksanakan kewajiban-
kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah, maka surat persetujuan andalalin
berupa surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan
lalu lintas yang telah diberikan kepada orang atau badan dimaksud dibekukan oleh Kepala
Dinas Perhubungan.

32
(8) Dalam hal surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan
pengaturan lalulintas dibekukan, maka orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melaksanakan kegiatan dan/atau usaha sebelum orang atau badan dimaksud
melaksanakan kewajiban yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau melaksanakan
kewajiban-kewajiban baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah.

(9) Apabila dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) minggu sejak tanggal pembekuan
surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan lalu
lintas, orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum melaksanakan kewajiban
yang dimuat dalam persetujuan andalalin atau belum melaksanakan kewajiban-kewajiban
baru berdasarkan hasil evaluasi Kepala Daerah, maka surat persetujuan andalalin berupa surat
persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan pengaturan lalu lintas
yang telah diberikan kepada orang atau badan dimaksud dicabut oleh Kepala Dinas
Perhubungan.

(10) Dalam hal surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan perencanaan
pengaturan lalu lintas dicabut, maka orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melaksanakan kegiatan dan/atau usaha.

(11) Apabila setelah surat persetujuan dokumen andalalin atau surat persetujuan
perencanaan pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dicabut, orang atau
badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih melaksanakan kegiatan dan/atau usaha,
maka Kepala Satuan Polisi Pamong Praja melakukan penghentian pelaksanaan kegiatan
dan/atau usaha secara paksa dengan cara memberikan segel pada pintu masuk dan pintu
keluar tempat kegiatan dan/atau usaha atau pada tempat/alat yang digunakan untuk
melakukan kegiatan dan/atau usaha dimaksud, dan kepada yang bersangkutan dikenakan
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(12) Pengenaan dan kepastian besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (11)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

(13) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (12) merupakan penerimaan daerah dan
harus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.

33
Penjabaran pasal-pasal diatas pada dasarnya merupakan regulasi penjelas dari peraturan
daerah. Artinya, hal-hal yang sifatnya lebih teknis dalam tata cara pengenaan sanksi yang
tidak dimuat di peraturan daerah akan dimuat di peraturan walikota bahkan hingga keputusan
walikota. Jelas bahwa kasus yang terjadi pada Jalan Kalianak harus diberi sanksi sesuai
dengan regulasi diatas guna memaksimalkan dan konsistensi regulasi dalam mewujudkan
pengendalian pemanfaatan ruang.

C. Izin Gangguan

Izin gangguan merupakan salah satu instrument regulasi yang mengatur terkait dengan
keberadaan suatu kegiatan dalam lingkup penggunaan lahan yang berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Izin gangguan ini harus dimiliki oleh berbagai
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan, bahaya ataupun ancaman yang dapat
memberikan kerugian bagi penggunaan lahan lain di sekitarnya.

Adapun kasus yang terjadi di jalan Kalianak yakni berupa berdirinya terminal peti kemas
tanpa izin gangguan memberikan dampak bahaya, ancaman maupun gangguan bagi aktivitas
disekitarnya.Saat ditelusuri ternyata ditemukan bahwa terminal peti kemas ini tidak memiliki
izin tersebut sehingga harus ditindak lanjuti berdasarkan regulasi yang ada dan berlaku
sekarang.Apa bila di tinjau dari regulasi tingkat yang paling tinggi hingga rendah yakni dari
UU hingga keputusan walikota, kasus ini dapat ditinjau mulai dari tingkat peraturan daerah
kota Surabaya hingga keputusan walikota. Berikut adalah penjabaran terkait dengan regulasi
yang berkaitan dengan kasus yang dibahas dalam kasus terminal peti kemas di kawasan jalan
kalianak. Penjabaran hanya akan ditinjau dari sisi sanksi dan teknis-teknis terkait dengan
kasus.

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG


IZIN GANGGUAN

KETENTUAN UMUM

34
Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Izin Gangguan yang
selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi
atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak
termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.

KRITERIA GANGGUAN

Pasal 2 :

(1) Kriteria gangguan dalam penetapan izin terdiri dari: a. lingkungan; b. sosial
kemasyarakatan; dan c. ekonomi.

(2) Gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut, udara dan gangguan yang bersumber
dari getaran dan/atau kebisingan.

(3) Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum.

(4) Gangguan terhadap ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
ancaman terhadap : a. penurunan produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau; b. penurunan
nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.

PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN

Pasal 5 :

Untuk dapat memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pemohon
harusmengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah.

Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan
yang terdiri dari : a. fotocopy Sertifikat atau bukti kepemilikan/penguasaan tanah dan/atau
bangunan yang sah sebagai lokasi tempat usaha; b. fotocopy Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) atau Surat Keterangan Izin Mendirikan Bangunan/Persetujuan Mendirikan Bangunan
dan/atau sertifikat laik fungsi; c. fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas

35
lainnya; d. fotocopy Akta Pendirian perusahaan (apabila usaha tersebut dilakukan oleh Badan
Usaha); e. fotocopy rekomendasi dokumen lingkungan; f. Gambar Denah dengan ukuran
skala paling besar 1 : 500 (satu banding lima ratus) dan Gambar Situasi (lay out) dengan
ukuran 1 : 2000 (satu banding dua ribu);

Jangka waktu penyelesaian permohonan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan
lengkap dan benar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin gangguan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 23 :

Kepala Daerah berwenang : a. melakukan penutupan/penyegelan dan/atau penghentian


kegiatan pada tempat usaha yang tidak memiliki izin gangguan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3; b. melakukan pencabutan izin, penutupan/penyegelan dan/atau penghentian tempat
usaha bagi pemegang izin gangguan yang melanggar ketentuan Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16
ayat (1) dan/atau melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat izin.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 24 : Apabila kegiatan usaha telah dihentikan dan/atau tempat usaha telah
ditutup/disegel tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha, maka atas keterlambatan perhari
untuk mematuhi ketentuan penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23, Kepala Daerah berwenang memberikan sanksi dengan menetapkan uang paksa sebesar
tarif retribusi yang seharusnya dibayar

KETENTUAN PIDANA

Pasal 26 :

36
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3, Pasal 12, Pasal 13 atau Pasal 16 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 01 TAHUN 2004 TENTANG


IZIN GANGGUAN

Pasal 1 : Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Izin Gangguan, adalah
Pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang
dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah ;

PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN

Pasal 4 :

(1) Untuk dapat memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pemohon
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk ;

(2) Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dilengkapi persyaratan yang terdiri dari : a. Foto copy Sertifikat atau bukti
kepemilikan/penguasaan tanah dan/atau bangunan yang sah sebagai lokasi tempat usaha ; b.
Foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lampiran gambar ; c. Foto copy Kartu
Tanda Penduduk (KTP) ; d. Akte Pendirian Badan Hukum (apabila usaha tersebut dilakukan
oleh Badan Hukum) ; e. Gambar Denah dengan ukuran skala paling sedikit 1 : 200 dan
Gambar Situasi (site plan) dengan ukuran 1 : 1000 sesuai dengan IMB; f. Surat Keterangan
Domisili Tempat Usaha diketahui oleh Camat .

Pasal 5 :

37
(1) Izin Gangguan diberikan atas nama pemohon ;

(2) Dalam Izin Gangguan memuatketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan dipatuhi
oleh pemegang izin ;

(3) Izin Gangguan dapat dialihkan kepada pihak lain atas persetujuan Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk ;

(4) Tata Cara pengalihan izin diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah ;

(5) Pendirian atau perluasan tempat usaha, pengalihan izin dan atau perubahan jenis
usaha dikenakan retribusi berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 6 : Setiap pemegang Izin Gangguan diwajibkan memasang plat nomor izin dan turunan
Surat Izin Gangguan .

PENOLAKAN PERMOHONAN IZIN

Pasal 7 :

(1) Permohonan Izin Gangguan dinyatakan tidak diterima apabila tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) ;

(2) Permohonan izin ditolak apabila tidak sesuai dengan syarat sebagai berikut : a.
Apabila tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 4 ayat
(2); b. Tempat usaha berada di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya ; c. Tempat
Usaha tersebut menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat sekitar
dan atau kerusakan lingkungan berdasarkan pertimbangan dari Instansi terkait .

MASA BERLAKU IZIN

Pasal 8 :

38
(1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan adalah selama usahanya masih berjalan
dengan ketentuan harus melakukan pendaftaran ulang setiap 3 (tiga)tahun sekali yang harus
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum batas waktu daftar ulang ;

(2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan Retribusi
berdasarkan Peraturan Daerah ini ;

(3) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian, apabila diperlukan sewaktu-waktu


dapat dilakukan pemeriksaan ke lapangan oleh instansi yang terkait .

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 27 : Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) dari besarnya
retribusi yang terutang yang tidak dan atau kurang dibayar setiap bulan sejak tanggal
ditetapkan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.

Pasal 28 : Kepala Daerah berwenang : a. melakukan penutupan/penyegelan dan atau


penghentian kegiatan pada tempat usaha yang tidak memiliki izin gangguan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 ; b. melakukan pencabutan izin, penutupan/penyegelan dan atau
penghentian kegiatan pada tempat usaha yang melanggar izin.

Pasal 29 : Apabila kegiatan usaha telah dihentikan dan atau tempat usaha telah
ditutup/disegel tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha, maka Kepala Daerah berwenang
memberikan sanksi dengan menetapkan uang paksa sebesar tarif retribusi yang harus
ditetapkan atau dibayar, atas keterlambatan perhari untukmematuhi ketentuan penghentian
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 30 :

39
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4
(empat) kali jumlah retribusi yang terutang ;

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 3 Peraturan Daerah ini, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) ;

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 2 adalah pelanggaran.

PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG


PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN
2010 TENTANG IZIN GANGGUAN

Dalam regulasi ini, lebih ditekniskan lagi dengan adanya pemebentukan panitia
penyelenggara dan pertimbangan izin gangguan yang akan diajukan oleh pemilik lahan.
Selain itu dejelaskan juga mengenai mekanisme dan jangka waktu permohonan izin
gangguan.Regulasi ini sangat teknis hingga ke pengaturan mengenai jenis dan bentuk
formulir.Berikut ini adalah penjabaran pasal-pasal yang berkaitan dengan kasus yang dibahas
dalam tulisan ini.

PANITIA PERTIMBANGAN IZIN GANGGUAN

Pasal 10 :

Pemberian IzinGangguan kepada tempatusaha dan/atau jenis usaha/kegiatan yang dapat


menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan terhadap lingkungan, sosial
kemasyarakatan dan/atau ekonomi yang termasuk gangguan berat diberikan oleh Kepala
Badan Lingkungan Hidup setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Pertimbangan Izin
Gangguan yang dibentuk dengan Keputusan Walikota.

(2) Panitia Pertimbangan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup

40
berkaitan dengan pemberian Izin Gangguan kepada tempat usaha dan/atau jenis
usaha/kegiatan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan
terhadap lingkungan, sosial kemasyarakatan dan/atau ekonomi yang termasuk gangguan berat
yang meliputi : a. pertimbangan mengenai kelayakan bangunan tempat usaha; b.
pertimbangan mengenai sistem pengamanan serta kelengkapan yang berkaitan dengan bahaya
kebakaran tempat usaha; c. pertimbangan mengenai jenis usaha di bidang perdagangan,
perindustrian dan penanaman modal; d. pertimbangan mengenai pengaruh tempat usaha
terhadap dampak lingkungan termasuk upaya pengendalian pencemaran lingkungan dan
kewajiban pemohon untuk mengelola lingkungan; e. pertimbangan mengenai higiene dan
sanitasi tempat usaha dan aspek lain yang berhubungan dengan bidang kesehatan; f.
pertimbangan lainnya sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan bidang usahanya.

JENIS DAN BENTUK FORMULIR

Pasal 13 :

(1) Jenis formulir yang digunakan dalam pemberian pelayanan izin gangguan adalah
sebagai berikut : a. surat permohonan izin gangguan; b. surat permohonan pendaftaran ulang,
pengalihan izin atau perubahan izin; c. surat izin gangguan (permohonan izin baru); d. surat
izin gangguan atas dasar pengalihan izin; e. surat izin gangguan atas dasar perubahan izin; f.
surat keterangan pendaftaran ulang.

(2) Bentuk formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam
Lampiran IIIPeraturan Walikota ini.

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 14 :

Kepala Daerah berwenang: a. melakukan penutupan/penyegelan dan/atau penghentian


kegiatan pada tempat usaha yang tidak memiliki izin gangguan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 Peraturan Daerah; b. melakukan pencabutan izin, penutupan/penyegelan dan/atau
penghentian tempat usaha bagi pemegang izin gangguan yang melanggar ketentuan Pasal 12,

41
Pasal 13, Pasal 16 ayat (1) Peraturan Daerah dan/atau melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Surat Izin Gangguan; c. menetapkan uang paksa.

Kewenangan untuk melakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dilimpahkan
kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup.

Kewenangan untuk melakukan penutupan/penyegelan dan/atau penghentian


kegiatan/tempatusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kepada Kepala
Satuan Polisi Pamong Praja.

KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 188.45 / 87 / 436.1.2/2010 TENTANG


PANITIA PERTIMBANGAN IZIN GANGGUAN (HO) DI KOTA SURABAYA

Keputusan walikota Surabaya terkait dengan izin gangguan ini merupakan perpanjangan dari
perda maupun perwali sebelumnya yang mengatur tentang izin gangguan.Adapun tujuan dari
keputusan ini adalah membentuk panitia pertimbangan izin ganggunan dalam rangka
pemberian pertimbangan terhadap permohonan izin gangguan.Regulasi ini mengatur tentang
pihak-pihak yang terlibat sebagai panitia pertimbangan izin gangguan dan tidak dapat
diganggu gugat.

2.4 Hasil Evaluasi Kasus terhadap Regulasi


Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan terhadap regulasi, maka seharusnya Grand
City Mall melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas yang ditimbulkan oleh aktivitas
perbelanjaan dikarenakan lingkungan sekitar Grand City Mall merupakan lingkungan yang
padat aktvitas perdagangan dan jasa.

Beban lalu lintas termasuk relatif tinggi yang berarti memiliki potensi terjadinya
tundaan.Keberadaan Grand City Mall dapat meningkatkan arus lalu lintas karena
menciptakan tarikan pergerakan bagi lingkungan.

Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan peringatan dengan
ancaman pengenaan sanksi kepada pemegang badan usaha agar melakukan analisis lalu lintas.
Sehingga pemerintah dapat mengetahui pelanggaran regulasi apa saja yang telah dilakukan
terkait pembangkitan arus lalu lintas.

42
43
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari penulisan makalah secara menyeluruh
adalah sebagai berikut,

1. Regulasi-regulasi terkait yang menaungi penyelesaian dari permasalahan yang terjadi


di wilayah studi berupa peraturan resmi pemerintah dari yang umum hingga yang
khusus. Peraturan-peraturan yang dimaksud jika diurutkan dari tinggi ke yang lebih
rendah antara lain adalah Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres),
Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Walikota (Perwali), dan Keputusan Walikota
(Kepwali).
2. Kasus pelanggaran izin gangguan dan andalalin secara umum tidak dimuat
regulasinya pda tingkat undang undang namun lebih diperjelas regulasinya pada
pasal-pasal dalam tingkat Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan
Daerah, Peraturan Walikota hingga Keputusan Walikota yang makin kebawah lebih
bersifat teknis.
3. Perlunya pengawasan dari pihak yang berwenang terhadap setiap pembangunan yang
terjadi yang didukung dengan adanya integrasi semua peraturan-peraturan yang ada.
Selain itu, sanksi yang tegas dari pemerintah terhadap setiap pelanggaran yang terjadi
mutlak diperlukan sehingga tercapai kepentingan bersama.

3.2 Saran

44

You might also like