You are on page 1of 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Menurut Djojodibroto, (2014:145) Penyakit tuberkulosis paru adalah

penyakit radang parenkim paru karena ineksi kuman Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis paur termasuk suatu pneumonia,

yaitu pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan

kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya

merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar.

Menurut Somantri, (2007) Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit

infeksi yang menyerang parenkrim paru-paru yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian

tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

Kesimpulan

2. Penyebab ilmu penyakit dalam buku 869

Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang,


berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen
M.Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme
ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh
karena itu M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberkulosis.

12
Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapatdorman,
tertidur lama selama beberapa tahun (Setiawati, dkk, 2014:865).

3. Tanda dan Gejala

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-


macam atau malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa
keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala
tambahan yang sering dijumpai :

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi
berat atau ringannnya infeksi kuman yang masuk. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.

2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus
pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Keadaan yang berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.

3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah

13
lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.

4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.

5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu
makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur (Setiawati, dkk, 2014:867).

4. Patofisiologi

a. Tuberkulosis (TBC) primer

Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman


dibatukan dan dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-
2 jam, tergantung pada adanya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam ruangan yang lembab dan gelap kuman dapat bertahan
berhari- hari bahkan berbulan-bulan. Bila kuman terhisap oleh orang yang
sehat, kuman akan menempel pada saluran napas dan jaringan paru. Bila
kuman berukuran < 5 mikrometer dia dapat masuk ke alveolar. Bila kuman
masuk ke paru-paru kuman akan di hadapi oleh neutrofil baru setelah itu
oleh makrofag. Makrofag akan membunuh Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi ..., Imam Satriadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015 11
kuman dan akan mengeluarkanya dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dan sekretnya. Akan tetapi bila masih ada kuman di jaringan
paru dan berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Dari sini kuman
dapat menginfeksi organ tubuh lain dari pleura maka terjadi efusi pleura,
bisa saja kuman masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe
orofaring, dan kulit. Bila bakteri masuk ke dalam vena ke organ yang
terinfeksi adalah otak ginjal dan tulang, Bila kuman masuk kedalam arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB
milier. Semua proses tuberkulosis primer ini memakan waktu 3-8 minggu.

14
b. Tuberkulosis (TBC) Sekunder/pasca primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-


tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis primer=TB pasca primer=TB sekunder) maoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti malnutrisi , alkohol, penyakit maligna, diabetes, aids, gagal ginjal.
Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarng dini yang berlokasi
diregio atas paru (bagian apikal sampai posterior lobus superior atau
inferior) sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia
kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia – langhans (sel
besar dalam banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuburkulosis) tergantung dari jumlah
kuman, virulensinnya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni : Sarang yang
sudah sembuh, sarang aktif eksudatif yang perlu pengobatan lengkap
dan sempurna, dan sarang yang berada antara aktif dan sembuh
(Setiawati, dkk, 2014:865)

5. Penatalaksanaan

Penderita TB harus diobati, dan pengobatannnya harus adekuat.

Pengobatan TB memakan waktu 6 bulan. Dalam memberantas penyakit

tuberkulosis, negara mempunyai pedoman dalam pengobatan TB yang disebut

program pemberantasan TB (National Tuberkulosis Programme). Prinsip

pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs; Hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Obat anti tuberkulosis

dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua. Yang

termasuk obat anti TB lini pertama adalah: Isoniazid (H), etambutol (E),

streptomisine (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R), dan tioasetazon (T); sedangkan

15
yang termasuk obat lini kedua adalah: etionamide, sikloserin, PAS, amikasin,

kanamisin, kapreomisin, siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin, dan rifabutin.

Terdapat 2 alternatif terapi pada TB paru, yaitu:

a. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)

Terapi ini menggunakan isoniazid, etambutol, striptomisin, pirazinamid

dalam jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun.

b. Terapi jangka pendek

Terapi ini menggunakan regimen rifampisin, isoniazid, pirazinamid dalam

jangka waktu minimal 6 bulan, dan terdapat kemungkinan bahwa terapi

dilanjutkan sampe 9 bulan. Terapi jangka pendek memerlukan biaya yang

mahal karena harga obat rifampisin yang tinggi sehingga tidak setiap

orang mampu membiayai pengobatannya. Pada kondisi seperti ini

diberikan terapi jangka panjang yang tidak terlalu berat pembiayaannya

dibandingkan terapi jangka pendek.

Dosis yang direkomendasikan


Nama obat Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian intermiten
mg/kgBB Maksimum mg/kgBB Maksimum
(mg) (mg)
Isoniazid (H) 5 mg 300 mg 15 mg 750 mg
(seminggu 2
kali)
Rifampisin 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg
(R) (seminggu 2
kali)
Pirazinamid 35 mg 2500 mg 50 mg
(Z)
Streptomisin 15-20 mg 750-1000 15-20 mg 750-1000
e (S) mg mg
Etambutol 15-25 mg 1800 mg
(E)
Tioasetazon 4 mg (anak) 150 mg

16
(T)

Nama obat Dosis yang direkomendasikan


Etionamide 250 mg 2-4 kali sehari
Sikloserin 250-1000 mg/hari dosis terbagi
PAS 12-16 gram/hari dosis terbagi
Amikasin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IV/IM
Kanamisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IM
Kapreomisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IM
Siprofloksasin 500-750 mg, 2 kali sehari
Ofloksasin 400 mg, 2 kali sehari
Klofazimin 200-300 mg/hari
Rifabutin 150-300 mg/hari

Dosis obat lini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi

multidrugs-resistant tuberculosis-

Pengobatan dilakukan dengan pengawasan yang ketat, disebut DOTS

(Directly Observed Treatment Short Course).

6. Cara penularan

B. Sikap

1. Definisi Sikap

17
Konsep sikap (attitude) sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam

bahasan ilmu sosial oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan

dan perubahan sosial. Thomas (1918) dan Znaniecki (1974) mengemukakan

mengenai sikap ini sebagai berikut : By attitude we understand a process of

individual consciousness which determines real or possible activity of the

individual in the social world. Melalui sikap, kita memahami proses

kesadaran yang menentukan tindakan yang mungkin dilakukan individu

dalam kehidupan sosialnya (Wawan dan Dewi, 2011:19-20).

Notoatmodjo (2010, dalam Lestari, 2015:11) mendefinisikan sikap

dengan sangat sederhana bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala

dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Campbel (1950, dalam

Wawan dan Dewi, 2011:29) mengemukakan bahwa sikap adalah “a syndrome

of response consistency with regard to social objects”. Artinya, sikap adalah

sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Penekanan

konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang

dikemukakan Campbel tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon

yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten.

Pengalaman memberikan kesempatan pada individu untuk belajar.

Aiken (1970, dalam Wawan dan Dewi, 2011:29-30) menambahkan

bahwa “A learned predisposition or tendency on the part of an individual to

respond positively or negatively with moderate intensity and reasonable

intensity to some object, situation, concept, or other person.” Sikap adalah

18
predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk

merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau

memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Predisposisi yang

diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. Definisi tersebut

menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan

respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh

individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda,

situasi, dan orang.

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sikap

(attitude) adalah suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap

suatu objek atau situasi yang disertai adanya perasaan tertentu dan

memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau

berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Lestari, 2015:12)

2. Komponen Sikap

Ada 3 komponen pokok tentang sikap yaitu: kepercayaan (keyakinan)

ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional dan evaluasi

terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (trend to be have).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berpikir,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Azwar (2000,

dalam Lestari, 2015:12) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang sangat

menunjang yaitu :

a. Komponen kognitif

19
Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki

oleh individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat

disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut

masalah isu atau masalah yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu yang menyangkut

aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah

sikap seseorang.

c. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan komponen perilaku yang berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi

terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

3. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmojo (1996, dalam Wawan dan Dewi, 2011) sikap

terdiri dari berbagai tingkatan yakni :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena

20
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang

itu menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga,

saudaranya, dan sebagainya) untuk menimbang anaknya ke posyandu

atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah

mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan

tantangan dari mertua atau orangtuannya sendiri (hlm 33-34).

4. Ciri-ciri Sikap

Menurut Purwanto (1998, dalam Wawan dan Dewi, 2011) ciri-ciri

sikap adalah:

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini

membedakannya dengan sifat biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan

akan istirahat.

21
b. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap itu dapat dipelajari dan sikap

dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu

yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (hlm 34-35).

5. Sifat Sikap

Menurut Purwanto (1998, dalam Wawan dan Dewi, 2011:34) sikap

dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif :

a. Sikap positif

Yaitu kecenderungan tindakan adalah mendekati, meyenangi,

mengharapkan objek tertentu.

b. Sikap negatif

Yaitu kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak

menyukai objek tertentu.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zainab, Riskiyah dan Nurhayati

tahun 2015 tentang “Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Tentang

22
HIV/AIDS Berdasarkan Karakteristik Usia dan Tingkat Pendidikan di

Lokalisasi Pembantuan Landasan Ulin Timur BanjarBaru”, didapatkan bahwa

sikap reponden tentang HIV/AIDS paling banyak yaitu pada kategori sikap

negatif sebanyak 42 responden (62,7%) dan paling sedikit ada kategori sikap

positif sebanyak 25 responden (37,3%).

6. Fungsi Sikap

Menurut Katz (1964, dalam Wawan dan Dewi, 2011) bahwa sikap

mempunyai empat fungsi yaitu:

a. Fungsi instrumental

Sikap disini merupakan sarana mencapai tujuan. Orang memandang sejauh

mana obyek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau sebagai alat dalam

rangka mencapai tujuan.

b. Fungsi pertahanan ego

Sikap ini diambil oleh seseoranng demi mempertahankan ego. Sikap ini

diambil oleh seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam

keadaan dirinya atau egonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Dengan

individu mengambil sikap tertentu terhadap nilai tertentu, ini

23
menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada individu yang

bersangkutan.

d. Fungsi pengetahuan

Sikap ini membantu individu untuk mengerti, dengan pengalaman-

pengalamannya, untuk memperoleh pengetahuan. Bila seseorang

mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang

pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan (hlm

23-24).

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Titik Lestari (2015) beberapa faktor yang ikut berperan

dalam membentuk sikap antara lain :

a. Pengalaman Pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stumulus sosial. Tanggapan

akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat

mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai

pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah

penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap yang positif ataukah

negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain.

b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen

sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap

24
penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak

tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan,

atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi

pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup

dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan

heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang mengutamakan kehidupan

berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negative

terhadap kehidupan indivisualisme yang mengutamakan kepentingan

perorangan.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan

orang. Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan-pesan sugesti yang dibawa

oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan membawa dasar afektif

dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tersebut.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

25
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar paling pengertian dan konsep moral dalam diri

individu.

f. Pengaruh Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman peribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau bentuk pengalihan mekanisme

pertahanan ego (hlm 14-16).

8. Sikap Waitress tentang HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh yang akan menyebabkan penyakit AIDS.

Sikap waitress yang baik bisa dilihat dari tingkat pemahaman yang baik

tentang HIV/AIDS yang dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui pernyataan atau pendapat terhadap suatu obyek untuk

mengetahui sejauh mana pemahaman dan persepsi terhadap sikap. Dengan

adanya pemahaman yang cukup baik maka waitress yang dalam hal ini bekerja

di bar/karaoke/diskotek /cafe/restoran, dan hotel/motel/cottage (wanita penjaja

seks tidak langsung) akan lebih yakin dan memahami tentang HIV/AIDS,

sebaliknya apabila waitress memiliki pemahaman yang rendah tentang

HIV/AIDS maka dampak yang ditimbulkan juga berpengaruh pada cara

pandang atau bersikap terhadap HIV/AIDS itu sendiri (Ikhniana, 2008, dalam

26
Nasir, 2011:3). Hal ini karena pengetahuan memegang peranan penting dalam

menentukan sikap.

Pada penelitian yang dilakukan Fitriana Yuliawati Lokollo tahun 2009

tentang “Studi Kasus Perilaku Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung dalam

Pencegahan IMS, HIV dan AIDS di Pub & Karaoke, Cafe, dan Diskotek di

Kota Semarang”, bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar subyek mengenai

HIV&AIDS buruk. Rata-rata subyek menjawab penyakit HIV&AIDS adalah

penyakit yang membahayakan, tetapi mereka tidak dapat mendeskripsikannya.

9. Pengukuran dan Skor Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap,

yaitu kalimatnya berisi mendukung atau memihak pada obyek sikap.

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya

pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap

yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.

Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourable.

Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan

favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan

demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua

27
negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama

sekali obyek sikap (Wawan dan Dewi, 2011:37).

Beberapa teknik pengukuran sikap salah satu diantaranya ialah

melalui Skala Likert/Method of Summateds Ratings. Untuk dapat melakukan

penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis

berdasarkan kaidah penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan

skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan

kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam empat

macam kategori jawaban yaitu, “sangat setuju” (SS), “setuju” (S), “tidak

setuju” (TS), “sangat tidak setuju” (STS). Pernyataan yang mengukur nilai

positif , jawaban nilai sebagai berikut: SS (4), S (3), TS (2), STS (1).

Sedangkan pernyataan yang mengukur nilai negatif, jawaban dinilai sebagai

berikut: STS (4), TS (3), S (2), SS (1). Rumus yang digunakan untuk

pengukuran sikap melalui skala likert yaitu :

T= 50 + 10 [ x −xs]
Keterangan :

T= Skor yang didapat

X= Skor responden

x = Rata-rata skor kelompok

S= Standar deviasi kelompok

Kriteria uji :

a. Sikap positif: jika skor T > mean skor T

b. Sikap negatif: jika skor T< mean skor T

28
Azwar (2011, dalam Subeki, 2011:52)

10. Kisi-Kisi Kuisioner Sikap

Tabel 2.1 Kisi-Kisi Kuisioner Sikap Terhadap HIV/AIDS

Materi Sifat Pernyataan No. Soal Jumlah Soal

Mengetahui Positif 1,2 3


Pengertian HIV Negatif 3
dan AIDS beserta
perbedaanya.

Mengetahui Cara Positif 4,5,6,8,11,12 14


penularan Negatif 9,10,13,14,15,16,1
penyakit HIV/AIDS 7

Sikap waitress Positif 19 3


tentang HIV/AIDS Negatif 7,18
Jumlah 20

29
Pada masing-masing sub pokok pembahasan akan diberikan beberapa

soal, jadi dalam kuisioner terdapat 20 soal. Dalam penelitian ini responden akan

diminta pendapatnya mengenai setuju atau tidak setuju terhadap sikap tentang

HIV/AIDS dalam berbagai tingkat persetujuan (1-4) terhadap isi pernyataan yang

telah disusun, yaitu, “sangat setuju” (SS), “setuju” (S), “tidak setuju” (TS),

“sangat tidak setuju” (STS).

C. Konsep Kepatuhan

1. Definisi

WHO (1969, dalam andarmoyo, 2012:3) Keluarga adalah kumpulan

anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah,

adopsi atau perkawinan.

Depkes RI (1988, dalam andarmoyo, 2012:4) Keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang

yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan dalam

keadaan saling ketergantungan.

a. Tanda dan Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami ansietas antara lain:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

30
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala (Lestari, 2015:32).

2. Rentang Respon Kecemasan

Tingkatan kecemasan dibagi menjadi 4, antara lain:

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Tingkat Kecemasan (Peplau & Hawari, 2001 dalam Lestari, 2015:32)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pirade, Kaunang dan Dundu

tahun 2014 tentang “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Wanita Pekerja

Seksual Usia Remaja di Kota Manado”, bahwa sebagian besar WPS remaja di

kota Manado memiliki tingkat kecemasan dan didapatkan 53,3% responden

mengalami kecemasan berat , 30% responden mengalami kecemasan sedang,

dan 16,7% responden mengalami kecemasan ringan.

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Manifestasi yang muncul pada tingkat

ini adalah: kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran

31
tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai

situasi.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu:

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan

meingkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume

tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak

optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, tidak

sabar, mudah lupa marah dan menangis.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal

lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah: pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,

tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan

keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, kecemasan tidak

berdaya, bingung, disorientasi.

32
d. Panik (Sangat Berat)

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror

karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan

gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil,

palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat

berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,

mengalami halusinasi dan delusi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Wibisono (1990, dalam Muslimah dan Aliyah, 2013:50) mengatakan

bahwa setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang

dapat menimbulkan keadaan stres disebut stressor. Stress yang dialami

seseorang dapat menimbulkan kecemasan, kecemasan merupakan manifestasi

langsung dari stress kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup.

Smeet (1990, dalam Muslimah dan Aliyah, 2013:50) menambahkan

faktor lain yang ikut mempengaruhi reaksi individu terhadap tekanan adalah

kondisi yang ada dalam diri individu, diantaranya tingkat pendidikan, usia,

serta jenis kelamin.

Menurut Sihombing & Hutagalung (2011:57) penyebab kecemasan

dapat disebabkan oleh faktor psikologis maupun biologis. Faktor psikologis

menghubungkan kecemasan dengan mekanisme id, ego, dan superego

33
sedangkan teori biologis menyatakan bahwa ada hubungan neurotransmitter

terhadap timbulnya kecemasan yaitu seperti norepinefrin, serotoin dan

gamma-aminobutyric acid (GABA).

Dalam penelitian Sihombing dan Hutagalung pada tahun 2011 tentang

“Gambaran Kecemasan pada Pekerja Seks Komersial (PSK) di Bandung”,

bahwa angka kecemasan pada pekerja seks komersial cukup tinggi dengan

faktor yang memungkinkan untuk terjadinya kecemasan tersebut adalah

faktor pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan agama.

4. Skala Pengukuran Kecemasan

Salah satu bentuk pengukuran kecemasan yang digunakan sebagai

alternatif pilihan dalam pemilihan daftar pertanyaan untuk mengukur tingkat

kecemasan adalah dengan Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS). Teknik

pengukuran kecemsan ini dibuat oleh William W. K. Zung salah seorang

psikologis dari universitas duke. Kuisioner ini berisi 20 item pertanyaan yang

berisi 4 kategori yaitu gejala kognitif, autonomik, motorik dan sistem syaraf

pusat. Kuisioner ini menggunakan penilaian sangat jarang, kadang-kadang,

sering dan selalu. Selanjutnya data yang diperoleh dikategorikan menjadi :

20-44 (normal), 45-59 (ringan), 60-74 (sedang), 75-80 (berat). Isian dibagian

dalam kategori 1,2,3, dan 4. Pertanyaan selalu diberikan skor 4 untuk

pertanyaan yang favourable dan 1 untuk pertanyaan unfavourable.

Kecemasan itu sendiri merupakan pengalaman respon emosional yang tidak

menyenangkan dengan gejala takut dan khawatir pada hal yang tidak spesifik.

ZSAS ini mampu membedakan dengan jelas penderita yang memiliki

34
kecemasan dengan diagnosa lain yang memiliki gejala hampir mirip dengan

kecemasan. Menurut William W. K. Zung instrument ini telah diuji cobakan

pada 137 orang cacat intelektual dan 96 pengasuhnya. Didapatkan

realiabilitas koefisien 0,8 dan validitas signifikansi sebesar 21-60 (Siti

Aspuah, 2013:86-87).

D. Konsep Dukungan Keluarga

1. Definisi

Menurut Friedman (1998, dalam muhith & siyoto, 2016:121), dukungan

keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita

yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Google book pendidikan keperawatan gerontik

2. Jenis Dukungan Keluarga

Menurut House (dalam hernilawati, 2013:28) setiap bentuk dukungan

sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:

a. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat

digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang

dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi

lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada

orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir

sama.

35
b. Perhatian Emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi

dari orang lain. Dukungan itu berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,

kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian, seseorang yang

menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri,

tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala

keluhannya, bersimpimpati dan empati terhadap persoalan yang

dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk

mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan

persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung

kesulitan yang dihadapinya. Misalnya, dengan menyediakan perlatan

lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang

dibutuhkan dan lain-lain.

d. Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan

seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari

penderita. Penilian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhya

sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga,

maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

(halaman 28 konsep dan proses keperawatan keluarga google book)

3. Konsep Keluarga

Pengertian keluarga menurut :

36
WHO (1969, dalam andarmoyo, 2012:3) Keluarga adalah kumpulan

anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah,

adopsi atau perkawinan.

Depkes RI (1988, dalam andarmoyo, 2012:4) Keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa

orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dan

dalam keadaan saling ketergantungan.

4. Fungsi Keluarga

a. Friedman(1998, dalam hernilawati, 2013:9)

Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:

1) Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain.

2) Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan

tempat melatih anak untuk kehidupan sosial sebelum

meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain

diluar rumah.

3) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan

generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat

untuk mengembangkan kemampuan individu dalam

37
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan, yaitu

fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

(halaman 9 konsep dan proses keperawatan keluarga google book)

5. Tugas Keluarga

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga

mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan.

Freeman (1981, dalam hernilawati, 2013:15) membagi 5 tugas keluarga

dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:

a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil

apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi

perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari

adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa

yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka

segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat

38
dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan

seyoganya meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.

c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau

kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar

masalah yang lebih parah tidak terjadi.

d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

(halaman 9 konsep dan proses keperawatan keluarga google book)

3. Hubungan Sikap Waitress Terhadap HIV/AIDS dengan Kecemasan

Tertular HIV/AIDS

“Waitress ialah seseorang yang menyajikan makanan dan minuman di

dalam sebuah restoran atau bar” (Marsum 2007:90). Pada wawancara yang

dilakukan peneliti dengan owner bahwa tugas waitress di Bar and Karaoke

Dahlia dan Sahara ialah melayani tamu yang datang dan menyajikan

minuman berupa bir, tamu yang datang ini nantinya akan berkaraoke dan

tugas waitress ialah mendampingi tamu yang minun sambil berkaraoke.

Peneliti juga melakukan wawancara pada pihak manager Bar and Karaoke

39
Dahlia dan Sahara bahwa ada beberapa waitress yang di booking diluar jam

kerja bahkan salah satu waitress mengaku sengaja berpakaian seksi agar

menarik minat tamu yang datang.

Melihat hal ini maka waitress yang dalam hal ini sebagai pelayan

wanita yang bekerja di tempat-tempat hiburan seperti bar atau karaoke juga

tidak luput dari transmisi HIV sehingga mempromosikan upaya pencegahan

HIV dan AIDS diantara mereka merupakan hal yang sangat penting untuk

mengontrol penyebaran epidemi HIV dan AIDS.

Pekerja seks bekerja dalam berbagai macam bentuk. Mereka dapat

bekerja di lokalisasi terdaftar di bawah pengawasan medis (direct sex

workers) atau dapat juga sebagai Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung

(indirect sex workers). Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung (indirect sex

workers), biasanya kelompok ini tidak mau disebut wanita penjaja sex,

mereka mendapatkan klien dari jalan atau ketika bekerja di tempat-tempat

hiburan seperti kelab malam, panti pijat, diskotik, café, tempat karaoke atau

bar (Setyowati,et al. 2015:820).

Sikap waitress (indirect sex worker) terhadap HIV/AIDS adalah salah

satu indikator pengukuran yang dapat dilakukan baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui pernyataan atau pendapat terhadap suatu obyek untuk

mengetahui sejauh mana pemahaman dan persepsi terhadap sikap (Wawan

dan Dewi, 2011:37), apabila WPS (direct & indirect sex worker) memiliki

pengetahuan yang rendah tentang HIV/AIDS maka dampak yang ditimbulkan

juga berpengaruh pada cara pandang atau bersikap terhadap HIV/AIDS itu

40
sendiri (Ikhniana, 2008, dalam Nasir, 2011:3). Hal ini karena pengetahuan

memegang peranan penting dalam menentukan sikap. Sikap juga merupakan

salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya

pada saat berhubungan seks yang tidak sehat, akhirnya dapat beresiko tertular

HIV/AIDS (Nasir, 2011:4) dan memunculkan stresor kecemasan. Salah satu

bentuk kecemasan tersebut adalah kecemasan tertular HIV/AIDS

(Anurmalasari, et al. 2009:4).

Dari wawancara sebagian waitress menyatakan kurang mendapat

sosialisasi mengenai HIV/AIDS dan terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka

sehingga peneliti berasumsi bahwa waitress beresiko kurang pengetahuan

terkait HIV/AIDS dan dapat berdampak pada sikap yang merupakan

predisposisi tindakan atau praktik sehingga dapat berefek pada kecemasan di

masa mendatang.

41

You might also like