You are on page 1of 33

BAB 1

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. A
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : kampung baru tatae
No. Registrasi : 221439
Umur : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal pemeriksaan : 14/3/2018
Pemeriksa : dr. Makmur, Sp. M, M.Kes

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur
Anamnesis terpimpin : Penglihatan kedua mata kabur dirasakan semakin
memberat sejak ± 2 tahun yang lalu, keluhan ini dirasakan meskipun pasien
menggunakan kacamata yang sudah digunakan sejak tahun 2011. Kadang-
kadang pasien mengeluhkan mata merah dan perih, sekret berlebih tidak ada,
mata terasa silau tidak ada, mata rasa berpasir tidak ada, mata rasa
mengganjal tidak ada, air mata berlebihan tidak ada, mata gatal tidak ada,
Keluhan juga tidak disertai adanya rambut atau lalat berterbangan, maupun
kilatan cahaya., mual dan muntah tidak ada, sakit kepala tida ada. Riwayat
mata merah, pemakaian kacamata, tidak ada dan riwayat keluarga memakai
kacamata ada yakni Ayah pasien. Pasien memiliki kebiasaan membaca sambil
berbaring sejak kecil. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus tidak ada.

I.3 PEMERIKSAAN FISIS :


A. Visus :
OD Visus OS

1
2/60 Visus jauh tanpa koreksi 2/60
∫ -6,00 C-2,25 x 200 Koreksi ∫ -6,00 C-2,75 x 1700
0,8 F Visus jauh dengan koreksi 0,6 F
terbaik
- Visus dekat -
- Koreksi -
- Visus dekat dengan koreksi -

B. Pemeriksaan Segmen Anterior :


OD Pemeriksaan OS
Normal Palpebra Normal
Normal Silia Normal
Normal Apparatus Lakrimalis Normal
Palpebra : Hiperemis (-) Konjungtiva Palpebra : Hiperemis (-)
Bulbi : Hiperemis (-) Bulbi : Hiperemis (-)
Kornea ( tes sensitivitas
Normal Normal
dan fluoresens jika ada)
Normal BMD Normal
Coklat, Kripte (+) Iris Coklat, Kripte (+)
Bulat, sentral Pupil Bulat, sentral
Refleks cahaya
+/+ langsung dan tidak +/+
langsung
Relative Afferent
- Pupillary Defect -
(RAPD)
Jernih Lensa Jernih

C. Tes Kesejajaran Bola Mata ;


Cover test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Uncover Test : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pergerakan Bola Mata :


OD/ OS/

2
D. Tes Lapangan Pandang :
OD/ OS/
+ +
+ + + +
+ +

E. Tekanan Intraokuler :
OD Metode Pemeriksaan OS
Tn Palpasi Tn

F. Palpasi :
OD Palpasi OS
Tidak ada Nyeri Tekan Tidak ada
Tidak ada Massa Tumor Tidak ada
Tidak ada Glandula Preaurikuler Tidak ada

G. Tes Buta Warna :


Tidak dilakukan pemeriksaan

H. Pemeriksaan Segmen Posterior (Funduskopi)


Gambaran Funduskopi
FOD : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR : 3/10, A : V
= 2 : 3, makula refleks kornea (+), retina perifer normal
FOS : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR : 3/10, A : V
= 2 : 3, makula refleks kornea (+), retina perifer normal

I.4 LABORATORIUM :
Tidak dilakukan pemeriksaan
I.5 DIAGNOSIS :
Compound miop astigmat + amblyopia anisoametrop

3
1.6 TERAPI DAN PENANGANAN :
R/ Kacamata monofocal
OD : ∫ -5,75 D, C-1,50 x 200
OS : ∫ -3,25 D, C-1,75 x 1700
C. Lyteers ED 4 x 1 gtt (ODS)

I.7 PROGNOSIS :
Quo ad Visam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Cometicam : Bonam
Quo ad Vitam : Bonam

I.8 FOTO KLINIS PASIEN

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 PENDAHULUAN
Prevalensi kelainan refraksi di Indonesia menempati tempat yang pertama
atau 24.72%, sedangkan sebagai penyebab kebutaan di Indonesia, kelainan
refraksi menempati urutan ketiga atau 0.11%. Menurunnya fungsi mata dapat
dikarenakan oleh kelainan refraksi, yaitu keadaan dimana bayangan tidak
terbentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Astigmatisma
merupakan salah satu kelainan refraksi mata.(1)
Astigmatisma adalah penyimpangan penglihatan yang disebabkan oleh
variasi dari berbagai kekuatan refraksi pada meridian yang berbeda-beda.
Kelainan tersebut terjadi apabila beberapa komponen refraksi mata letaknya tidak
di tengah, miring atau tidak bulat. Banyaknya kasus diakibatkan oleh
ketidakteraturan lengkung kornea, salah satunya adalah karena pasca bedah
katarak.(1)
Pada penderita astigmatisma biasanya ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut : penglihatan kabur, ketegangan mata, kelelahan mata, dan sakit kepala.(1)
Amblyopia disebut juga “mata malas” lazy eye. Merupakan kelainan yang
jarang terjadi (hanya mengenai 2-3 % populasi), namun jika tidak ditangani
sesegera mungkin dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.(2)
Hampir seluruh amblyopia bersifat reversibel namun dapat dicegah dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan resiko amblyopia hendaknya
dapat dikenali gejalanya sejak umur dini, sehingga prognosis keberhasilan terapi
akan lebih baik.(1)

II.1.1 Anatomi Dan Fisiologi


Terdapat beberapa struktur bola mata yang berperan dalam proses
perjalanan cahaya dari luar menuju retina, yaitu: (2)

5
Gambar. 1 Anatomi Mata(2)
1) Kornea
Kornea adalah jaringan biologis yang unik transparan terhadap cahaya dan
tidak terdapat pembuluh darah. Terdapat pada bagian depan dari mata dengan
kira-kira berdiameter 11 mm dan 500µm ketebalan pada bagian tengah dan
700µm pada bagian perifernya. Pada bagian paling ujung dari kornea, transparan
dari kornea sedikit demi sedikit menghilang setebal 1 mm dan dikenal sebagai
limbus, dimana disini kornea menyatu dengan sclera opak. Dengan fungsi utama
untuk meneruskan dan memfokuskan cahaya kedalam mata. Kornea terdiri dari
lima lapisan yang mana stroma merupakan 90% dari ketebalan lensa. Bagian ini
tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1µm. Keempat
lapisan lainnya yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, lapisan membrane
Descement dan lapisan endothelium menempati 10% dari lapisan kornea yang
lainnya. Lapisan epitelium kornea, seperti epitelium kulit, menyediakan
pertahanan dari bakteri atau patogen lainnya. Lapisan Bowman adalah membrane
yang sangat tipis (12µm) dibelakang epitelium. Pada aspek posterior dari kornea
terdapat membrane lain yang juga sangat tipis, mempunyai ketebalan 10-15µm,
yang juga memiliki fungsi sebagai media protektif. Endothelium adalah lapisan
tunggal pada aspek paling posterior dari kornea, berbatasan dengan humor
aqueous yaitu cairan yang mengisi ruangan mata.(2,3,4)

6
Gambar 2. Struktur kornea dan perikornea(2)
2) Humor Aquous
Cairan yang mengisi anterior chamber dari mata, yaitu area antara kornea
dan permukaan depan dari lensa, dinamakan humor aquous.

Gambar 3. Anterior chamber dan Corpus Cilliaris


Humor aquous ini diproduksi oleh sel epitel non-pigmen korpus siliaris.
Setelah memasuki bilik mata belakang, humor aquous melalui pupil masuk ke
bilik mata depan dan kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan dan
melalui kanalis Schlemm. Humor aquous ini memiliki fungsi sebagai

7
menyediakan nutrisi untuk kornea dan bagian dari jalur optic mata,menjaga
tekanan intraokuler dan merupakan cairan transparan yang memiliki salah satu
daripada fungsi media refrakter.(2,3)
3) Lensa
Lensa yang berkembang sempurna berbentuk bikonveks dan tidak berwarna
sehingga hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih konveks
dari permukaan anterior. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm dengan
diameter 9 mm. Lensa terletak di bilik mata belakang yaitu antara bagian posterior
iris dan bagian anterior dari korpus vitreous yang dinamakan sebagai fossa
hyaloid. Terdapat serabut-serabut yang dikenal sebagai zonula zinni (zonula
fibers) di sekitar ekuator lensa pada posisinya dan akan berkontraksi atau
mengendur pada saat otot siliaris berkontraksi atau berdilatasi saat proses
akomodasi.(2,3)

Gambar 4. Anatomi Lensa


4) Korpus Vitreous
Vitreous adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang
membentuk dua per tiga dari volume dan berat mata.Vitreous mengisi ruangan
yang dibatasi oleh kornea, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitrous
(membrane hyaloi ) normalnya kontak dengan struktur-struktur seperti kapsul
lensa posterior, serat-serat zonula pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
optic. Basis vitrous mempertahankan penempelan yang kuat ke lapisan epitel pars
plana da retina tepat di belakang ora serata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus
optikus kuat pada awal kehidupan tetapi akan segera menghilang. Vitreous berisi

8
air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam
hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreous
karena kemampuannya mengikat banyak air.(2,3,4)
Selain keempat struktur bola mata di atas, terdapat satu struktur lagi yang
penting pada proses masuknya cahaya ke retina, yaitu pupil. Pupil merupakan
lubang bundar di tengah iris yang sesuai dengan bukaan lensa pada sebuah
kamera. Pupil mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.
Ukuran pupil pada prinsip dasarnya diatur oleh keseimbangan antara kontriksi
akibat aktivitas parasimpatik yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan
dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik. Kebanyakan respon pupil diatur
oleh sinyal kompleks yang dikirim melalu otak tengah (khususnya nucleus
Edinger-Westphal) sebagai respon dari cahaya yang mengenai retina. Pada proses
miosis (konstriksi), otot sfingter pupil akan mengecilkan pupil. Hal ini terjadi
pada kondisi lingkungan yang terang dan selama proses akomodasi. Miosis
merupakan aktivitas daripada saraf parasimpatis. Proses midriasi (dilatasi), otot
dilator pupil akan melebarkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang
gelap. Midriasis merupakan aktivitas daripada saraf simpatis.

II.1.2 Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler Mm. siliaris.
Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat
zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara prosessus siliaris. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai
fokus baik untuk objek yang berjarak dekat maupun jauh dalam lapangan
pandang.1,5,6

Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :


a. Teori Helmholtz  jika Mm. Siliaris berkontraksi maka iris dan korpus
siliaris digerakkan ke depan bawah, sehingga zonula zinnia menjadi kendor,
lensa menjadi cembung.

9
b. Teori Schoen  terjadi akibat Mm.siliaris pada bola mata karet yang
dipegang dengan kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan
pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering jika Mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus
siliaris diegerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonula zinnia menjadi
tegang, bagian perifer lensa juga akan menjadi tegang, sedangkan bagian
tengahnya didorong ke sentral dan menjadi cembung.

Gambar 5. Skema terjadinya akomodasi mata

Punctum remotum (R) dalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata
tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tidak terhingga. Punctum
proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi
maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R dan titik P. lebar
akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan utnuk melihat daerah akomodasi.
Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama dengan kekuatan
lensa konveks yang harus diletakkan di depan mata yang menggantikan
akomodasi untuk punctum proksimum.
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan
punctum proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena
berkurangnya elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliaris.
II.1.3 REFRAKSI
Mata dapat dianggap sebagai kamera dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh
sel batang dan sel kerucut di retina, yang diteruskan melalui N.II ke korteks

10
serebri pusat penglihatan yang kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak.
Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel
pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk kedalam mata. Alat-alat refraksi mata
terdiri dari permukaan kornea, humor aquous, lensa dan korpus vitreous. Daya
refraksi kornea hampir sama dengan humor aquous, sedangkan daya refraksi lensa
hampir sama dengan korpus vitreous. Keseluruhan sistem refraksi mata ini
membentuk lensa cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian pada mata
yang emetrop, dalam keadaan istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata
akan dibiaskan tepat di fovea sentralis di retina. Fovea sentralis merupakan fokus
principal posterior dari sistem refraksi mata ini dimana cahaya datangnya sejajar,
setelah melalui sistem refraksi ini akan bertemu. Fovea sentralis letaknya 23 mm
di belakang kornea, tepat dibagian makula lutea. Pembiasan terbesar terdapat pada
permukaan anterior kornea, ditambah dengan permukaan anterior dan posterior
dari lensa.(3)
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya
juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai
medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.(3)
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif

11
total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah
berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.
(3,4)

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya


terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina
,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda
dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber
jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat didepan atau dibelakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus.
Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan
lensa, perubahan indeks bias dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga
pada bola mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak
terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia
(rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat) dan astigmat.(4)

II.2 DEFINISI

II.2.1 Astigmatisma

12
Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retinaakan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.(3,6)
Bayi yang baru lahir biasanya memiliki kornea yang bulat atau sferis yang
dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut sebagai astigmatisme with
the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal
bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan astigmat laim ini
diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 1800 untuk memperbaiki kelainan
refraksi yang terjadi. Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali
sehingga menjai againts the rule (astigmat tidak lazim).(3,6)

II.2.2 Amblyopia
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga lazy eye atau mata malas. Amblyopia merupakan
suatu keadaan penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi
yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.(2,4)

II. 3 INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


II.3.1 Astigmatisma
Frekwensi terjadi astigmatisma relatif sering. Menurut Maths
Abrahamsson dan Johan Sjostrand, angka kejadian astigmatisma bervariasi antara
30%-70%. Kira-kira 44% dari populasi menderita astigmatisma lebih dari 0.50 D,
10% lebih dari 1.00 D dan 1% lebih dari 1.50 D.(1)
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3
milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada
penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir
25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.(3)

II.3.2 Amblyopia

13
Prevalensi Amblyopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda
pada tiap literatur, berkisar antara 1-3,5% pada anak sehat sampai 4-5,3% pada
anak dengan kelainan mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2% dari
keseluruhan populasi menderita amblyopia.(3,5,6)
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya
amblyopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata, yakni dari usia 0
hingga maksimal berusia 7 tahun. Risiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat
keluarga amblyopia.(3)
II. 4 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
II.4.1 Etiologi dan Klasifikasi Astigmatisme
Astigmat terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang tidak
rata sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea
atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan dapat
terfokus di bagian depan retina sedang sebagian yang lain sinar difokuskan di
belakang retina.(6,7,8)
Astigmat terjadi karena kekuatan pembiasan yang tidak sama terjadi pada
kornea dan lensa kristalin yang menyebabkan wujudnya bayangan kabur pada
penderita astigmat.(6,7,8)
Pada umumnya salah satu meridian adalah meridian yang terkuat dan
meridian yang satunya adalah meridian yang terlemah. Sedangkan pada
compound myopia astigmat merupakan salah satu dari beberapa macam kelainan
astigmat dimana hasil pembiasan dari bidang meridian terkuat dan bidang
meridian terlemahnya berada didepan retina, adapun penyebab terjadinya
astigmatismus adalah :(1,6,7,8)
1. Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% - 90% dari penderita astigmat, sedangkan
media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi
karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini

14
terjadi karena kelainan genetik, kongenital, bayi yang lahir dengan prematur,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, tekanan dari palpebral, peradangan kornea,
keratokonus (kelainan degenerative dari mata dimana kornea secara bertahap
menipis dan berubah bentuk menjadi lebih konus), serta akibat pembedahan
kornea.
2. Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama-kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmus. Astigmatismus yang
terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga sebagai astigmatismus
lentikuler.(1,3,7)
Untuk mengetahui apakah penyebab astigmatis disebabkan oleh karena
adanya kelainan pada lensa kristalin atau kornea, salah satunya adalah dengan
melihat dari hasil pemeriksaan refraksi subjektif yaitu dengan menggunakan alat
test yang disebut cakram placido.

KLASIFIKASI ASTIGMATISMA
 Klasifikasi astigmat regular berdasarkan letak atau posisi principal meridian
i) Astigmat with-the-rule
Astigmat with-the-rule sering didapati pada anak-anak. Pada tipe ini,
meridian vertikal adalah paling curam dan silinder plus harus digunakan
pada atau berdekatan dengan aksis 90°.4
Jika meridian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meridian
horizontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl – pada axis vertikal atau
Cyl + pada axis horizontal.
ii) Astigmat against-the-rule
Tipe ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa dimana meridian
horizontal adalah paling curam dan silinder plus harus digunakan pada atau
berdekatan aksis 180°. Jika meridian horizontal memiliki daya bias lebih
kuat daripada meridian vertikal, astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl –
pada axis horizontal atau dengan Cyl + pada axis vertikal.

15
iii)Astigmat Oblik
Astigmat oblik adalah apabila principal meridian tidak berada atau
berdekatan dengan 90° atau 180°. Pada dasarnya, astigmat oblik adalah
apabila principal meridian adalah lebih dari 30° dari sudut 90° atau 180°.
Astigmat oblik jarang ditemukan.13
 Klasifikasi astigmat regular berdasarkan letak fokus bayangan atau sinar
kedua principal meridian :
Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya
bias terkuat akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah
akan disebut titik B.
i. Simpel Astigmat
– Simple miop astigmat
Jika 1 garis fokal berada di depan retina dan satunya lagi pada retina.
Koreksi akan dilakukan dengan lensa silinder minus (-).
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph 0,00 Cyl –Y atau Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y
memiliki angka yang sama.

Gambar 6. Simple Miop Astigmat.(10)

- Simple hipermetrop astigmat

16
Jika 1 garis fokal berada di belakang retina dan satunya lagi berada pada
retina. Koreksi dilakukan dengan menggunakan lensa silinder plus (+).
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B
berada tepat di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl –Y dimana X dan Y
memiliki angka yang sama.

Gambar 7. Simple Hipermetrop Astigmat.(10)


ii. Compound Astigmat
- Compound miop astigmat
Jika kedua garis fokal berada di depan retina. Koreksi dilakukan dengan
lensa sferis minus (-) dan lensa silinder minus (-).

Gambar 8. Compound Miop Astigmat. (10)


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph –X Cyl –Y.

17
- Compound hipermetrop astigmat
Jika kedua garis fokal berada di belakang retina. Koreksi dilakukan dengan
menggunakan lensa sferis plus (+) dan silinder plus (+).

Gambar 9. Compound Hipermetrop Astigmat.(10)


Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan titik A
berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl +
iii. Mixed Astigmat
Jika satu garis fokal berada didepan retina dan satunya lagi dibelakang
retina. Koreksi dilakukan dengan lensa sferis plus (+) dan silinder plus (+).

Gambar 10. Mixed Astigmat(10)


Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B
berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl –Y. atau Sph –X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi
sama-sama + atau -.

18
iv. Astigmat irregular
Bentuk astigmatisme ini, meridian-meridian utama bola mata tidak saling
tegak lurus.Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidak
beraturan kontur permukaan kornea dan lensa mata, juga bisa disebabkan oleh
adanya kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bola mata ataupun lensa
mata (misalnya pada kasus katarak stadium awal).Astigmatisme jenis ini sulit
untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak. Meskipun
bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang setara dengan
ketajaman penglihatan normal.

Gambar 11. Irreguler astigmat(11)

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidak beraturan kontur
permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup
besar, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku ( hard contact lens) atau dengan
tindakan operasi yang berupa LASIK atau keratotomi.
II.4.2 Etiologi dan Klasifikasi Amblyopia

Amblyopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan atau


kelainan yang menjadi penyebabnya:
a. Amblyopia strabismus
Sebagian besar amblyopia berkembang dengan terjadinya deviasi mata pada
anak-anak yang terus menerus dan tidak sejajar. Jenis esodeviasi adalah sebagian
besar menyebabkan amblyopia yang signifikan. Amblyopia strabismus adalah

19
hasil interaksi kompetitif atau inhibisi diantara 2 neuron yang membawa input
dari kedua mata, dengan peran penting dari dominasi pusat kortikal penglihatan
dengan fiksasi mata dan pengurangan respon pada mata yang tidak terfiksasi.
b. Amblyopia anisometropia
Amblyopia anisometropia adalah kelainan refraksi dari kedua mata yang
menyebabkan gambaran di satu retina menjadi fokus berlangsung lama. Kondisi
ini menghsilkan efek langsung dari kompetisi intraocular atau mirip inhibisi
(tetapi tidak serupa) respon strabismic amblyopia. Hyperopic ringan atau astigmat
anisometropia (1-2D) dapat menyebabkan amblyopia yang ringan. Myopia
anisometropia ringan (kurang-3 D) biasanya tidak menyebabkan amblyopia, tetapi
myopia yang tinggi pada unilateral (-6D atau lebih besar) menghasilkan
amblyopia.
c. Amblyopia ametropia
Amblyopia ametropik, penurunan ketajaman penglihatan bilateral yang
biasanya relative ringan, yang umumnya diakibatkan tidak terkoreksinya
kesalahan refraksi di kedua mata pada anak-anak masih kecil. Mekanisme
meliputi efek dari gambaran tunggal retina yang kabur. Hyperopia melebihi 5 D
dan myopia melebihi dari 10 D beresiko menginduksi amblyopia bilateral. Tidak
terkoreksinya astigmatisme bilateral secara dini pada anak-anak menghasilkan
kehilangan kemampuan sampai dengan garis meridian tampak kabur berlangsung
kronik (meridional amblyopia).
d. Amblyopia Deprivasi
Amblyopia deprivasi disebabkan oleh kurangnya stimulasi pada retina bisa
unilateral atau bilateral. Pada umumnya penyebabnya adalah katarak kongenital,
kekeruhan kornea dan perdarahan vitreus mungkin bisa juga terlibat. Amblyopia
deprivasi ditemukan sedikit namun sulit untuk dilakukan terapi.
Anak-anak kecil sampai 6 tahun dengan katarak kongenital yang terletak
disentral dengan ketebalan 3 mm atau lebih dari lensa mampu menyebabkan
amblyopia. Kekeruhan lensa yang didapat setelah umur 6 tahun secara umum
jarang mengalami amblyopia

20
II. 5 PATOFISIOLOGI

II.5.1 Patofisiologi Astigmatisma

Permukaan lensa astigmat berbeda dengan permukaan lensa sferikal.


Lensa sferis mempunyai permukaan kurvatur yang sama dan oleh sebab itu ia
mempunyai tingkat refraksi yang sama pada setiap meridian. Pada lensa astigmat
kurvatur bervariasi dari suatu nilai yang terendah ke suatu nilai yang tertinggi,
dimana kedua nilai ini terletak pada meridian dengan perbedaan 90°.Oleh karena
itu, terdapat perbedaan tingkat refraksi dari suatu meridian dengan satunya lagi
sehingga sinar cahaya tidak dapat membentuk suatu titik fokus, tetapi membentuk
2 jalur fokus. Lapisan 3-dimensi oleh sinar cahaya yang terbentuk dari lensa
astigmat (lensa sferosilidris) ini dikenal sebagai conoid of Sturm.(1)
Conoid of Sturm mempunyai 2 jalur fokal, setiap satunya sejajar dengan
salah satu dari principal meridian dari lensa sferosilindris. Potongan melintang
conoid of sturm biasanya membentuk suatu bentuk bujur, tetapi pada min dioptri
kedua jalur fokal tersebut terdapat potongan melintang conoid of Sturm yang akan
berbentuk bulat (circular). Sinar cahaya yang bulat ini dikenal sebagai circle of
least confusion. Circle of least confusion ini adalah tempat dimana fokus
keseluruhan lensa astigmat ini menjadi paling akurat. Secara teori dapat dikatakan
bahwa huruf paling jelas dilihat pada titik ini karena kekaburan yang berlaku
adalah sama pada setiap meridian.

II.5.1 Patofisiologi Amblyopia


Pada ambliopia terjadi kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah
penglihatan perifer tetap normal. Studi eksperimental pada hewan serta studi
klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan system penglihatan anak yang peka. Secara umum periode kritis
untuk ambliopia terjadi lebih cepat dibandingkan strabismus maupun
anisometropia. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia saat periode
kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun
anisometropia.

21
Periode keadaan kritis tersebut adalah:
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6)
yaitu pada saat lahir sampai usia 3 sampai 5 tahun.
2. Periode yang beresiko sangat tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi,
yaitu diusia beberapa bulan hingga usia 7 sampai 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia
dewasa.

II. 6 DIAGNOSIS
II.6.1 Diagnosis Astigmatisma

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmat tinggi menyebabkan


gejala-gejala sebagai berikut :
1) Memiringkan kepala atau disebut dengan “tilting his head”, pada
umumnya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmat oblik yang
tinggi.
2) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3) Menyempitkan mata seperti penderita miopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole. Penderita astigmat juga menyempitkan mata
pada saat bekerja dekat seperti membaca
4) Pada saat membaca, penderita astigmat ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang mendapatkan gambaran


klinis yang jelas dan ditunjang dengan pemeriksaan visus. Pemeriksaan untuk
mengukur astigmatis bagaimana mata fokus terhadap cahaya dan menentukan
kekuatan dari beberapa lensa optikal yang diperlukan untuk mengompensasi
penurunan penglihatan. Pemeriksaan itu termasuk :

22
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada
media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan
bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat
kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau
pun retina yang menggangu penglihatan.(4,5)
2) Uji refraksi
- Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial lens)
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’.
Jarak pemeriksaan 6 meter/20 feet. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu
dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam
penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan
lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis
negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak
tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai
kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan
(fogging technique).(4,7)
- Objektif
a) Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,
cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.
Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi
dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

23
b) Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk miopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa
spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90°
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan
lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-
lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.(4,7)

Gambar 12. Kipas Astigmat


4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien.

24
Pada astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada
astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.(4,7)

Gambar 13. Pemeriksaan dengan keratoskop/Placido disk


II.6.2 Diagnosis Amblyopia
Bila menemui pasien amblyopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
kelainan mata lainnya, karena hal ini merupakan predisposisi seorang anak
menderita amblyopia. Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang
rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada
kedua fungsi tadi, selalu subnormal. Telah diketahui bahwa penderita amblyopia
sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan
dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok
disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.

25
Terkadang mata amblyopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf
isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien
yang sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada
huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, amblyopia belum dikatakan
sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.
Menentukan tajam penglihatan mata amblyopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak – anak, tapi untungnya
penatalaksanaan amblyopia sangat efektif dan efisien pada anak– anak.

Gambar 14. Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen


2) Neutral Density (ND) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan amblyopia fungsional dan organik.
Filter desitas netral (Kodak No.96, ND 2,00 dan ),50) dengan densitas yang cukup
untuk menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40
jika ditempatkan di depan mata yang amblyopia. Bila pasien menderita
amblyopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau
sedikit membaik. Jika ada mblyopia organik tajam penglihatan menurun dengan
nyata bila digunakan filter, misalnya 20/100 menjadi counting finger atau hand
movement.

26
Gambar 15. Tes Filter Densitas Netral
3) Tes Tutup Alternatif (Cover/Uncover Test) untuk fiksasi Eksentrik Bilateral
Fikasasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan
terjadi pada pasien-pasien dengan amblyopia kongenital pada kedua mata.
Tes ini dilakukan sebagai berikut, bila mata kontralateral ditutup, mata
satunya tetap pada posisi fiksasi pada sebuah titik. Tes visuskop akan
menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata.

II. 7 PENATALAKSANAAN

II.7.1 Penatalaksanaan Astigmatisma

- Non- farmakologik
a) Pemberian lensa silinder
Pada astigmat suatu lensa cylinder diperlukan untuk koreksi. Lensa ini
mempunyai abilitas refraksi pada kedua meridian, tetapi lebih banyak pada
suatu meridian dibanding satunya lagi.
b) Pemakaian lensa kontak
Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standard medis dan
pemeriksaan secara medis.Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup
tinggi. Pada astigmat irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan

27
sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Soft Contact Lens toric disediakan
untuk mengkoreksi banyak tipe dari astigmat. Akibat dari kontak dengan
lensa kontak maka permukaan depan kornea akan tertutup rata dan tidak
terisi film air mata.
- Farmakologik
Pemberian obat tetes mata yang bisa digunakan untuk penderita adalah obat
tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata dan obat tetes
mata yang mengandungi Vitamin A
- Pembedahan
a) Radial Keratotomy (RK)
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul,
seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka
yang tidak sempurna, namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat
merasa silau saat malam hari.

Gambar 16. Radial Keratotomy

28
b) Laser Assisted in Situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12
dioptri.

Gambar 17. Operasi LASIK


Kriteria pasien untuk LASIK
a) Umur lebih dari 20 tahun.
b) Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
c) Motivasi pasien
d) Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 18. Prosedur LASIK

29
Kelebihan LASIK Kekurangan LASIK
- Minimimal atau tidak ada rasa - LASIK jauh lebih mahal
nyeri post operatif - Membutuhkan skill operasi para
- Kembalinya penglihatan lebih ahli mata.
cepat dibanding PRK. - Dapat terjadi komplikasi yang
- Tidak ada resiko perforasi saat berhubungan dengan flap, seperti
operassi dan ruptur bola mata flap putus saat operasi, dislokasi
karena trauma setelah operasi, flap postoperatif, astigmat
- Tidak ada gejala sisa kabur irreguler.
karena penyembuhan epitel.
- Baik untuk koreksi miopi yang
lebih dari -12 dioptri.

c) Photorefractive Keratectomy (PRK)


Pada photorefractive keratectomy (PRK), ‘excimer laser’ digunakan
untuk ‘photoablate’ kurvatur anterior jaringan stroma kornea. Epitelium
kornea dilepaskan sebelum ‘photoablation’ dan memerlukan 3-4 hari untuk
regenerasi, dimana dalam jangka waktu ini ‘bandage contact lense’ dipakai.

Gambar 19. Photorefractive Keratectomy (PRK)

30
II.7.1 Pentalaksanaan Amblyopia

Amblyopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif


selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah – langkah berikut :
a) Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak,dll
b) Koreksi kelainan refraksi
c) Mengaktifkan penggunaan mata ambliopia dengan membatasi
penggunaan mata yang lebih baik

- Koreksi refraksi
Bila amblyopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata
amblyopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila
dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk.
Amblyopia anisometropik dan amblyopia isometropik akan sangat membaik
walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan
- Oklusi dan degradasi optikal
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,
yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full
time) atau paruh waktu (part-time).
A. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but
one waking hour) hal ini sangat penting dalam pentalaksanaan amblyopia dengan

31
cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan
adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak, atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching
bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching
baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan
binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung
dalam hal penglihatan binokular.
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun usia, misalnya penderita amblyopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia pada mata yang baik.
B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dari derajat amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu
dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan amblyopia berat (tajam penglihatan
antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek sama
dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari
menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching
6jam/hari pada amblyopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan
aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3Idealnya, terapi amblyopia diteruskan
hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20
(6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang
terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan

32
II. 8 PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut
a) Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia
strabismik prognosisnya paling baik.
b) Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
c) Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam
penglihatan awal pada mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin
baik

33

You might also like