You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PRAKTIKUM V

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON (Ekstrak Rheum officinale L.)

Disusun oleh:

Mohammad Dzulkifli Maulana

201510410311118

FARMASI D

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
I. JUDUL

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON (Ekstrak Rheum officinale L.)

II. TUJUAN

Mahasisiwa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan antrakinon dalam tanaman.

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kelembak (Rheum officinale L.)

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivision : Spermatophyta

Class : Spermatophyta

Superorder : Caryophyllinae

Order : Caryophylllales

Family : Polygonaceae

Genus : Rheum L

Spesies : Rheum officinale Bill (www.itis.gov)

Kelembak (Rheum officinale L)ditemukan oleh para herbalis Cina ribuan tahun yang lalu.
Dan sampai sekarang digunakan untuk pengobatan. Bagian tanaman yang digunakan adalah
akarnya (Radix). Berdasarkan pengalaman empiris dan hasil penelitian. Kelembak mempunyai
khasiat memperlancar buang air besar (laxative). Kelembak atau Rheum officinale adalah
tanaman rempah yang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada obat tradisional/ jamu
tradisional. Bagaian tanaman yang digunakan adalah akarnya (Sastroamidjojo, 2001).
Deskripsi Tanaman

Semak tahunan, tinggi 25-80 cm. batang : pendek, terdapat di dalam tanah, beralur
melintang, massif, coklat. Daun : tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung dan berbulu, ujung
runcing, tepi rata, bertangkai 10-40 cm, pangkal tangkai daun memeluk batang, panjang 1-35 cm,
lebar 8-30 cm, hijau. Bunga : majemuk, berkelamin dua tau satu, benang sari Sembilan, bakal
buah bentuk segitiga, tangkai putik melengkung, kepala putik tebal, putih kehijauan. Buah :
padi, bersayap tiga, bulat telur, merah. Akar : tunggang, lunak, bulat, coklat muda. Bila dilihat
sekilas daun kelembak hampir seperti daun jati (Sastroamidjojo, 2001).

Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada akar dan daun kelembak mengandung flavonoida,
disamping itu akarnya juga mengandung gllikosida dan saponin, sedangkan daunnya juga
mengandung polifenol. Daun kelembak jenis rheum undulatum mengandung beberpa
antroglycoside. Tanaman rempah kelembak juga mengandung bahan yang membahayakan yaitu
anthrone, yang sangat beracun jika, walaupun sudah direbus terlebih dahulu. Kelembak
mempunyai kandungan antranoid, khususnya glikosida antrakinon seperti rhein (semosida A dan
B), aloe-emodin, physcion. Juga mengandung asam oksalat, tanin yaitu gallotanin, katekanin dan
prosianidin. Sedangkan kandungannya yang lain adalah pektin, asam fenolat(Sastroamidjojo,
2001).

Manfaat

 Memperlancar buang air besar (BAB). Senyawa aktif dari akar kelembak akan diuraikan dulu
oleh bakteri dalam usus sehingga menjadi bentuk senyawa yang dapat merangsang sistem
pencernaan, yang akhirnya dapat meningkatkan pergerakan usus sehingga buang air besar
menjadi mudah.
 Melancarkan haid.
 Membantu mengatasi sakit kuning.
 Membantu menghentikan perdarahan.
 Klembak diketahui sekarang juga mengandung bahan yang aktif dalam pengobatan Hepatitis
B.
3.2 Senyawa Antrakinon

Antrakinon merupakan senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi
oksidasi dari antarasena. Golongan ini memiliki anglikoh yang sekerabat dengan antrasena yang
memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya
C4 (antron) dan sampai marah sindur (orange), larut dalam air panas atau alcohol encer. Untuk
identifikasi digunakan reaksi borntraeger. Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang
khas dengan reaksi borntraeger jika ammonia ditambahkan : larutan berubah menjadi merah
untuk antrakuinon. Antrakuinon mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan
penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakuinon adalah antron
dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida (Stanitsky,2003).

Antrakinon

Sifat Fisika Kimia

Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah sindur
(oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi
Borntraeger.

Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika
Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron
dan diantron. Antron adalah bentuk kurang teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron
terbentuk dari 2 unit antron.

Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan


penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon
adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida.Antron bewarna
kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomernya,
yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar
(berfluoresensi) kuat.
Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol. Reaksi
Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan
menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex.

Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron, hasil
oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron
merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya
senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak
merupakan heterodiantron.

3.3 Identifikasi senyawa golongan antrakinon

Identifikasi senyawa golongan antrakinon adalah dengan cara ekstrak ditimbang sebanyak 30
mg kemudian dilarutkan dalam methanol sebanyak 3 ml.Fungsi penambahan methanol adalah
untuk melarutkan ekstrak sehingga ekstrak yang digunakan berupa cairan bukan padatan
sehingga saat ditotolkan pada plat KLT akan lebih mudah apabila dalam bentuk cairnya. Untuk
identifikasi, eluen yang digunakan adalah etil asetat : methanol : air dengan perbandingan 100 :
13,5 : 10. (Materia Medica Jilid 4)

Kromatografi

Kromatografi adalah teknik analisis yang paling sering digunakan dalam analisis farmasi.
Pemahaman mengenai parameter-parameter yang mengatur kinerja kromatografi telah
menghasilkan perbaikan pada sistem kromatografi sehingga kemampuan untuk mencapai
pemisahan beresolusi tinggi terus meningkat. Uji kesesuaian sistem yang dijelaskan pada bagian
akhir bab ini kini secara rutin dimasukkan dalam paket perangkat lunak kromatografi sehingga
kinerja kromatografi suatu sistem dapat dipantau secara rutin. Faktor-faktor yang menentukan
efisiensi kromatografi akan lebih dulu dibahas dalam hubungannya dengan kromatografi cair
tekanan tinggi (KCTT).(Watson,2010)
KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain


kromatograii kertas dan elektroforesis. KLT merupakan metode pemisahan campuran analit
dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen/analit yang
terpisah dengan penyemperotan atau pengecatan. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
lempeng-lempeng KLT dapat disiapkan di laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah
dengan ukuran yang sesuai, lalu kromatogram hasil dapat discanning secara visual. Dalam
bentuk yang lebih canggih, terdapat berbagai jenis lempeng KLT, teknik penotolan sampel,
termasuk alat penotol sampel yang telah diotomatisasi, tempat pengembangan, alat pendeteksi,
serta penjerap (fase diam) yang banyak tersedia di pasaran dengan berbagai jenis. Berbeda
dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium.(Gandjar,2013)

 Penjerap/ Fase diam KLT

Sifat- sifat umum penjerap pada KLT harus serupa dengan sifat- sifat pada penjerap dalam
kromatografi kolom (KCKT dan KG). dua sifat penjerap yang penting adalah ukuran partikel dan
fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam maka semakin
sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan
resolusinya.(Gandjar,2013)

Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara
mekanisme sorpsi-desorpsi (perpindahan analit dari fase diam ke fase gerak dan sebaliknya)
yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai
penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi,
dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Beberapa penjerap KLT serupa dengan
penjerap yang digunakan pada KCKT. Beberapa penjerap fase diam yang digunakan pada
KLT.(Gandjar,2013)

1. Silica gel
2. Keiselguhr (celit)
3. Alumina
4. Serbuk selulosa
Bahan Proses Senyawa Sistem Metode Keterangan
Penjerap sorpsi yang pelarut deteksi
yang dipisahkan
dominan

Silika Adsorpsi Asam amino Butanol- Ninhidrit atau Pengembangan 2


asam asetat- densitometer dimensi
air (4:1:1)
fenol-air
(3:1)

Asam lemak Dipropileter- Indikator pH Pengembangan 2


heksana(1:1) atau asam dimensi, pejerap
sulfat 50% dilengkapi
dengan pengikat
dan AgNO3

Asam-asam Petroleum Iodium atau


lemak tidak eter-dietil ete difenilkarbazol
jenuh

Lemak- Kloroform- Iodium ata Sesuai untuk


lemak metanol-air asam sulfat fosfolipid dan
(65:25:4) 50% lipid-lipid netral

Minyak Kloroform- Fluoresens ata


hidrokarbon benzena asam sulfat
pekat

Sterol Kloroform- Asam sulfat Penjerap


aseton (95:5) 50% dilengkapi
dengan pengikat
dan AgNO3

Gula-gula Etil asetat- Α-naftol-asam


asam asetat- sulfat
metanil-air
(60:15:15:10)
alumina Adsorpsi Asam-asam Butanol- Ninhidrit
amino etanol-air

Vitamin Heksan- Antimon Penjerapan


aseton klorida dalam dilengkapi
asam asetat dengan pengikat
dan AgNO3

Gula-gula Propanol-air- Α-naftol-asam


kloroform(6: sulfat
2:1)

Kaiselguhr Adsorpsi Disakarida Propanol-etil Α-naftol-asam


atau partisi asetat(65:35) sulfat

Karotenoid Propanol- Visual


petroleum
etr-dietil eter

Selulosa Partisi Asam Butanol-asam Ninhidrin


amino asetat(60:15:
25)

Karbohidrat Butanol- Ρ-anisidin


piridin- ftalat
air(6:4:3)

(Gandjar dan Rohman,2012).

 Fase Gerak pada KLT

Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam sistem fase
diam/ penjerap dan eluen tertentu. Profil pemisahan pada KLT dapat dimodifikasi dengan
mengubah rasio distribusi dengan mengubah komposisi fase gerak dengan memperhatikan
polaritas dan kekuatan eluasinya.(Gandjar,2013)

Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam
pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan
(Gandjar & Rohman, 2007).
4) Solut-solut ionik dan solut solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai
fase geraknya, seperti campuran air dan menthol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit etanoat dan atau amonia masing-masing akan meningkatkan
solut-solut yang bersifat basa dan asam.

Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam

Eluen Fase Keterangan


Diam
Heksan Etil asetat Silika Sistem umum yang digunakan
Gel
Petrol : Dietileter Silika Sistem umum yang digunakan untuk senyawa
Gel nonpolar seperti terpen dan asam lemak
Petrol :Kloroform Silika Berguna untuk pemisahan derivat asam
Gel sinamat dan kumarin
Toluen: Etil asetat Silika Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik
:Asamasetat(TEA) Gel untuk pemisahan metabolit asam
Kloroform Silika Sistem umum untuk produk dengan polaritas
:Aseton Gel sedang
n-Butanol : Asam Silika Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida
Asetat : Air Gel
Metanol : Air C18 Dimulai dengan metanol 100% dilanjutkan
dengan penambahan konsentrasi air
Asetonitril : Air C18 Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air Selulosa Memisahkan senyawa dengan kepolaran tinggi
seperti gula dan glikosida
Aplikasi (penotolan) sampel

Sampel harus diaplikasikan/ditotolkan pada lempeng KLT dengan sangat hati-hati dan
dengan pertimbangan bahwa gangguan yang mungkin timbul pada lempeng KLT dikendalikan
sekecil mungkin. Pada umumnya sampel secara manual ditotolkan melalui pipa
kapiler,mikropipet atau melalui penyuntik mikro kaca yang telah dikalibrasi sedemikian rupa
sehingga tetesan yang datang tepat menyentuh permukaan lempeng, sementara ujung alat
penotolan masih tetap diatas penjerap lempeng KLT (Gandjar dan Rohman,2012).
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika
penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam
prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis
lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih
dari 15µm (Gandjar dan Rohman,2012).

Deteksi Bercak
Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercah adalah dengan pencacahan
radioaktif dan fluoresensi menyebabkan ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk
senyawa yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat
berfluoresensi maka bahan penyerapnya diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian
bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi. Berikut ini
cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak:
a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia
dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak
menjadi berwarna
b. Mengamati lempeng di bawah lampu untra violet yang dipasang pada panjang gelombang
emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak
yang berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah deberi senyawa fluoresen
yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprotka lempeng dengan reagen fluorogenik
setelah dilakukan pengembangan.
c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat diikuti pemanasan
untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklatan.
d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup,
e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen
yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng
ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak (Gandjar dan Rohman,2012).
IV. PROSEDUR KERJA
a. Reaksi Warna
1. Uji Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 mL aquadest, saring, lalu
filtrat diekstraksi dengan 5 ml toluene dalam corong pisah.
2) Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali. Kemudian fase toluene dikumpulkan dan
dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB.
3) Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah ammonia pekat 1 ml dan
dikocok.
4) Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
2. Uji modifikasi Borntrager
1) Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 mL KOH 0.5N dan 1 mL
H2O2 encer.
2) Kemudian dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Filtrat ditambah asam
asetat glasial. Kemudian diekstraksi dengan 5 mL toluene.
3) Kemudian fase toluena diambil dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan
VIB
4) Larutan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah ammonia pekat 1 ml.
Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan
adanya senyawa antrakinon.

b. Kromatografi Lapis Tipis


1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi ini menggunakan :
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase gerak : Toluena - Etil asetat - Asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol
2. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu, atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
BAGAN ALIR

a. Reaksi warna
1. Uji Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram diekstraksi dengan 10 mL aquadest,


saring, lalu filtrat diekstraksi dengan 5 ml toluene dalam corong
pisah.

Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali. Kemudian fase toluene


dikumpulkan dan dibagi menjadi dua bagian, disebut sebagai
larutan VA dan VB.

Larutan VA sebagai blanko, larutan VB ditambah ammonia pekat 1


ml dan dikocok.

Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

b. Uji modifikasi Borntrager

Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 mL KOH 0.5N dan


1 mL H2O2 encer.

Kemudian dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Filtrat


ditambah asam asetat glasial. Kemudian diekstraksi dengan 5 mL
toluene.

Fase toluena diambil dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA dan
VIB

Larutan VIA sebagai blanko, larutan VIB ditambah ammonia pekat


1 ml. Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan
alkalis menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
c. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini
menggunakan:

Fase diam : Kiesel gel GF 254

Fase gerak :Toluena: etil asetat : asam asetat glasial (75:24:1)

Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol

Timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu, atau


hijau ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
SKEMA KERJA

a. ReaksiWarna
1. Uji Borntrager

+ Diekstraksi
dengan 10 ml aquadest

Ekstrak 0,3 gram Saringlalufiltratediekstraksi

dengan 5 ml toluene dan


corong pisah (ekstraksi
dilakukan sebanyak 2 kali)

VA VB

Fase toluena

Blanko Larutan VB ditambah ammonia pekat 1 mL dan


dikocok (timbulnya warna merah menunjukkan
adanya senyawa antrakinon)
2. Uji Modifiaksi Borntrager

Ekstrak 0,3 gram 5 ml KOH 0,5 N 1 ml H2O2encer

Disaring, filtrate ditambah


asam asetat glasial, lalu

Di ekstraksi dengan 5 ml
++
toluena
Dipanaskan selama 5 menit

VIA VIB Timbulnya warna merah atau


merah muda pada lapisan
alkalis
menunjukkanadanyaantrakino
n

Fase toluene Blanko Larutan VIB

ditambah ammonia

pekat 1ml
b. Uji KLT

Cek di panjang gelombang

254 nm & 365 nm

1. Dieluasi dicamber kemudian dilihat dipanjang gelombang 254 nm & 365 nm


Fase diam : Kiesel Gel254

Fase gerak : toluena-etilasetat-asam asetat glasial (75:24:1)

Penampak noda : larutan KOH 10% dalam methanol

2. Timbulnya noda berwarna kuning, kuningcoklat, merah ungu atau hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, ibnu gholib.2013.Analisi Obat Secara Spektrofotometri Dan


Kromatografi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gandjar dan Rohman. 2012. Analisis Obat. Yogjakarta : Pustaka Pelajar

Sastroamidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta

Stanitsky, Conrad L. 2003. Chemistry in context. New york: Mc Graw-Hill

Watson, G. david. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi
Kimia Farmasi.Jakarta:EGC
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=27240#null

You might also like