Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang
ditandai dengan fluktuasi abnormal kadar glukosa darah akibat gangguan produksi
merupakan satu penyakit kronis yang paling umum di hampir semua negara, dan
terus meningkat dalam jumlah yang signifikan. Diabetes mellitus type 2 (DMT2)
fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun
dari waktu ke waktu karena usia atau gaya hidup. DMT2 sifatnya bukan bawaan
dari lahir tetapi disebabkan oleh faktor gaya hidup dan makanan yang dikonsumsi
setiap hari serta faktor degenaratif, sehingga pada umumnya penderita DMT2
2
adalah mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, DMT2 sering tidak
2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah
1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen meninggal sebelum usia 70
dunia pada tahun 2015 mencapai 415 juta orang kenaikan empat kali lipat dari
108 juta pada tahun 1980an dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat
menjadi 642 juta orang pada tahun 2040. Sedangkan Indonesia merupakan negara
urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA,
Brazil, Rusia dan Mexico. Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2035 akan
(2007) menjadi 6,9 % (2013) dan 2/3 orang dengan diabetes di Indonesia tidak
2016).
3
sebesar 5,8% atau sekitar 9,1 juta orang, dan jumlah penderita DMT2 ini
diperkirakan akan meningkat sampai 6,67% pada tahun 2035 atau sekitar 14 juta
orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah orang
yang didiagnosa DMT2 di daerah Sumatera Utara sekitar 57 ribu orang atau
sekitar 1,8% dari jumlah populasi penduduk yang berusia ≥ 15 tahun (Sindonews,
2014).
DMT2 dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh
terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh
terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa komplikasi yang sering terjadi dari
diabetes antara lain : meningkatnya risiko penyakit jantung dan sroke, neuropati
(kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan ulkus kaki dan penyebab utama
kebutaan, diabetes mellitus juga merupakan penyebab utama gagal ginjal dan
serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes
mellitus menderita hipertensi. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada penderita
DMT2 antara lain penyakit pembuluh darah perifer, gangguan pada hati, penyakit
Banyaknya komplikasi yang dapat terjadi pada DMT2 yang sebagian besar
mengenai organ vital dan untuk menurunkan angka kesakitan serta angka
intervensi farmakologis, untuk itu dapat juga partisipasi penderita dalam mengatur
gaya hidup secara kompleks seperti: minum obat secara teratur, pengaturan diet,
seringkali timbul dengan tanpa gejala klinis, yang menyebabkan penderita berobat
secara tidak teratur. Walaupun penderita berobat secara teratur, penyakit diabetes
tidak dapat disembuhkan dan hal ini menyebabkan penderita bosan atau jenuh
sangat penting, karena sifatnya menahun, jika muncul komplikasi maka biaya
5
stres. Stres dapat menyebabkan kadar gula darah seseorang meningkat, ini
kerja insulin pada jaringan target sehingga produksi gula hati meningkat dan
Penanganan DM di rumah sakit yang ada selama ini masih sebagian besar
sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien. Apabila stres yang dialami
penderita diabetes dibiarkan saja, dengan kadar gula darah tetap tinggi dan tidak
dikelola dengan baik, ditakutkan komplikasi akut sampai komplikasi kronik dapat
teknik relaksasi nafas dalam, teknik relaksasi otot progresif, terapi musik, terapi
respon emosi-rasional, yoga, dan pendekatan agamis (Wade & Tavns, 2007).
produksi gula hati dapat terkontrol dengan baik, dengan begitu gula darah dapat
stabil normal. Salah satu bentuk cara meredakan ketegangan emosional yang
cukup mudah dilakukan adalah relaksasi otot progresif (Suyamto, Prabandari &
Machira, 2009). Terapi relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk
mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi komplementer
(Moyad, 2009).
2015). Latihan relaksasi otot progresif dapat dilakukan sebagai salah satu latihan
fisik bagi pasien DM. Latihan ini dilakukan untuk mendapatkan relaksasi dengan
glukosa menjadi lebih efektif sehingga kadarnya dapat mendekati normal atau
stabil.
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik relaksasi yang mudah
dan sederhana serta sudah digunakan secara luas. PMR merupakan suatu prosedur
untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan
2007).
7
fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeltzer, Bare, Hinkle, and Cheever,
2010).
berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari
yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan dengan ketika otot
resistensi perifer dan menaikkan elastisitas pembuluh darah (Sucipto, 2014 dalam
Shiela, 2016). Orang yang stres, secara emosional tegang dan mengalami
ketegangan otot. Teknik ini berusaha meredakan ketegangan otot dengan harapan
bahwa ketegangan emosionalpun berkurang, maka dari itu teknik relaksasi otot
8
progresif ini dapat digunakan untuk mendampingi teknik konvensional yang biasa
diberikan.
aktivitas sistem saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, frekuensi nafas,
denyut nadi, ketegangan otot, tekanan darah, serta gelombang alfa dalam otak
kondisi stress akan meyebabkan sakit atau merusak fungsi otak. Penyebab
utamanya karena kadar glukokortikoid naik. Pada pasien yang mengalami stres,
saraf otonom akan distimulasi, khususnya saraf simpatis (Johonson at al, 1992).
nonadrenalin sehingga organ yang diatur oleh saraf otonom akan bekerja sesuai
peningkatan gula darah (Roy at al : 1993, Van Doornen and orlbeke, 1990). Stres
pihak kortisol juga mempengaruhi fungsi insulin terkait dalam hal sensitivitas,
Gula darah tanpa ada intervensi nonfarmakologi. Dilihat dari jumlah pasien DM
teknik relaksasi otot progresif perlu dipertimbangkan. Selain mudah dan praktis
dilakukan, relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk terapi sehari-hari yang
penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, sehingga perlu penanganan yang
teknik relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah pada pasien Diabetes
1.3.1 Untuk mengetahui kadar gula darah pada saat pengobatan tidak
1.3.2 Untuk mengetahui kadar gula darah pada saat pengobatan didampingi
1.3.4 Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap gula darah
farmakologi.
penurunan kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dan diharapkan
dan dapat pula dipraktekkan di rumah untuk tetap menjaga kadar gula darah
pasien Diabetes Mellitus tipe 2 tetap stabil serta meningkatkan kualitas hidup
pasien.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
(PERKENI, 2011).
terjadinya resistensi tubuh terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel β
yang dihasilkan tidak cukup atau tidak bekerja sebagaimana mestinya di dalam
tubuh sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh. DM tipe 2
umumnya diderita pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas
2.1.2 Etiologi
hormonal yang kerjanya berlawanan dengan insulin (Suyono & Subekti, 2009).
dan terjadinya DMT2, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, penyakit penyerta,
faktor keturunan, faktor demografi yaitu ras / etnis (misalnya, Afrika Amerika,
Hispanik, penduduk asli Amerika, Asia Amerika, kepulauan Pasifik) dan faktor
kegemukan/ Obesitas (yaitu, Berat badan ≥ 20% dari berat badan yang diinginkan
a. Usia
sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin
semakin tinggi. DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia lanjut
(Levitt, 2008; Sustrani, et al., 2010). Sekitar 6% individu berusia 40-64 tahun dan
sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang
adalah sel β pankreas penghasil insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan
glukosa, sistem saraf pusat dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa
darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun
b. Jenis kelamin
2 hal ini diakibatkan karena secara fisik memiliki peluang peningkatan index
masa tubuh yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),
c. Penyakit penyerta
peningkatan angka rawat inap bagi pasien DM tipe 2 (Smeltzer, Bare, Hinkle, and
jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih
terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina
dari pada pasien non DM (Waspadji, 2009). Kalau sudah terjadi penyulit, usaha
penyakit tersebut kearah normal sangat sulit, kerusakan yang sudah terjadi
d. Lama menderita DM
karena itu kontrol terhadap kadar gula darah sangat diperlukan untuk mencegah
dikaitkan dengan komplikasi akut maupun kronis. Hal ini didasarkan pada
e. Keturunan
dengan baik. Tetapi resiko terjadinya DM juga tergantung pada kelebihan berat
lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau dalam
peta, sehingga disebut pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau ini berisi sel alpa
Insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam
sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau
jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga
jumlah insulin kurang atau dalam keadaan normal, tetapi jumlah reseptor insulin
dipermukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang
kunci pintu masuk ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak,
namun karena jumlah lubang kuncinya (reseptor) berkurang, maka jumlah glukosa
glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah
gula darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih
banyak untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan
insulin akan berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak
mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang cukup
pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas terjadinya hiperglikemia
kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi insulin oleh beta sel
pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin bertambah berat
polifagi (meningkatkan hasrat untuk makan) dan polidipsi (banyak minum akibat
17
meningkatnya tingkat kehausan) (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle,
and Cheever, 2010). Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL,
maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami
tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes melitus
akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia), tetapi berat
badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak minum
tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitus seperti tersebut
diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan akibat
komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan keputihan
akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta adapula yang
datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh (Sarwono, 2006).
18
2.1.6 Diagnosis
klinis berupa poliuri, polifagi, polidipsi, dan penurunan berat badan yang tidak
adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan
pruritus pada wanita (Soegondo, 2009). Apabila ada keluhan khas dan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau pemeriksaan glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. untuk
kelompok tanpa keluhan yang khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
kali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari lain (Soegondo, 2009).
2.1.7 Komplikasi
diakibatkan oleh kadar glukosa yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama.
pada ginjal (nefropati) yang bisa berakibat pada gangguan kaki diabetes sampai
2.1.8 Penatalaksaan
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah sebagi upaya untuk
PERKENI (2011) dan Smeltzer, Bare Hinkle, and Cheever (2010) terdiri dari lima
komponen, yang terdiri dari : 1) Edukasi, 2) Terapi Gizi Medis (TGM) atau
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien harus belajar untuk
mengatur keseimbangan berbagai faktor seperti diet, aktivitas fisik, stres fisik, dan
stres emosional yang dapat mempengaruhi pengendalian diabetes. Oleh karena itu
merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa
darah secara mendadak dan perilaku preventif dalam gaya hidup yang dapat
20
Cheever, 2010).
Terapi gizi Medis atau Perencanaan Makan. Terapi Gizi Medis (TGM)
TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
darah dan tonus otot juga dapat diperbaiki dengan latihan (olah raga) (Smeltzer,
Latihan jasmani secara teratur (3- 4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Kegiatan
sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat
latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
21
menurut Arsa, Lima, Santos, Cambri, Campbell, Lewis, dan Simoes (2015) adalah
mencakup diet yang benar, olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang
diminum atau suntikan insulin. Penderita DMT2 umumnya perlu minum obat anti
diabetes secara oral atau tablet. Sedangkan suntikan insulin diperlukan pada
kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet. Pada sebuah
perubahan gaya hidup intensif yaitu rekomendasi gaya hidup standar (diet rendah
kalori, rendah lemak dan aktivitas fisik sedang) ditambah metformin (850 mg, 2 x
sehari) efektif mengurangi risiko kejadian DMT 2 sebesar 50% (Black & Hawks,
2009).
penatalaksanaan yang dianjurkan kepada pasien DMT 2. Monitor level gula darah
dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk
diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi penderita DMT2
yang tidak stabil dan cenderung untuk mengalami ketosis atau hiperglikemia,
serta hipoglikemia tanpa gejala ringan (Smeltzer, Bare, Hinkle, and Cheever,
2010).
2.2.1 Pengertian
Glukosa darah adalah jumlah glukosa atau gula yang ada dalam darah
manusia yang disediakan oleh makanan yang kita makan. Ketika karbohidrat
Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah
(Dorland & Newman, 2010). Glukosa secara normal bersirkulasi dengan jumlah
tertentu di dalam darah. Sumber utama glukosa berasal dari penyerapan makanan
di saluran pencernaan dan pembentukan glukosa oleh hati dari zat makanan
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di
bantuan insulin, hormon yang diproduksi oleh sel-sel beta di pulau Langerhans
pankreas. Glukosa adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh (Williams &
Hopper, 2007). Glukosa adalah satu-satunya nutrisi yang dalam keadaan normal
dapat digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinal dari gonad. Kadar glukosa
darah harus dijaga dalam konsentrasi yang cukup untuk menyediakan nutrisi bagi
organ – organ tubuh. Namun sebaliknya, konsentrasi glukosa darah yang terlalu
tinggi juga dapat memberikan dampak negatif seperti diuresis osmotik dan
dehidrasi pada sel. Oleh karena itu, glukosa darah perlu dijaga dalam konsentrasi
yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen
aliran darah, hingga meningkatkan kadar gula darah. Apabila kadar gula darah
hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas.
24
Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosa DM (mg/dL)
pengendoran otot-otot dan saraf yang terjadi atau bersumber dari objek tertentu
(Thantawy, 1997). Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik
dan mental individu, sementara aspek bawah sadar tetap bekerja. Dalam keadaan
relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan seimbang, keadaan tenang tapi tidak
tertidur dan seluruh otot dalam keadaan rileks dan posisi tubuh yang nyaman.
memberikan kenyamanan (Snyder, Pestka & Bly, 2006). Sebagai contoh, relaksasi
otot sering menjadi bagian dari guided imagery. Banyak teknik yang ditawarkan
untuk memberikan relaksasi otot. Salah satu yang sering digunakan adalah tehnik
yang ada pada diri individu dan menurunkan ketegangan tersebut. Kesadaran
fokus terhadap otot tersebut dan membayangkan otot tersebut bebas dari
mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam
Pestka & Bly, 2006). Ketika otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan
pada otot wajahpun akan berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini
2011).
serangkaian 200 latihan relaksasi otot yang berbeda dan program pelatihan yang
teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15-20 latihan dasar, yang telah
ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan gerakan aslinya jika
dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Snyder, Pestka & Bly, 2006).
tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan pungung,
(Davis, 1995). Target yang tepat dan jelas dalam memberikan Progressive Muscle
Relaxation pada keadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi
Jacobson (1938) dalam Snyder, Pestka & Bly, (2006) mengatakan bahwa
jenis penyakit dan gangguan pada pasien yang dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan dua kali tindakan PMR, maka tingkat ansietas pasien dengan penyakit
Muscle Relaxation pada pasien rehabilitasi pasca operasi jantung dan berhasil
pasien kanker payudara (Mollasiotis, Yam, Chan & Mok, 2002). Pasien yang
Relaxation rutin selama dalam proses rehabilitasi efektif untuk mengatasai cemas
pada pasien rehabilitasi pada pasien gangguan pernafasan penyakit paru (Lee,
cuping dan Progressive Muscle Relaxation pada pasien chronic neck pain yang
dilakukan selama 12 minggu dan memperoleh hasil bahwa pasien yang menerima
massase cuping hidung tetap mengalami nyeri dan peningkatan tekanan darah
28
angka penurunan nyeri dan stabil hingga minggu ke 12. Sehingga dapat diketahui
kronis leher pasien dari pada massase cuping. Vancamport (2012) meneliti
penyakit skizofrenia.
dengan kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 di Jambi mendapatkan hasil bahwa
memaknai hidup pasien pasien kanker dan menjadi alternatif dalam terapi
endorphin yang dapat menenangkan sistem syaraf. Tubuh yang rileks membuat
stress yang dihadapi penderita menurun sehingga produksi hormon stress yang
insulin oleh sel-sel karena sirkulasi darah penderita DM sering terganggu karena
efek dari peningkatan kadar gula darah pada sel-sel tubuh (Thomson, 2012).
adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan
disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan kontraksi dari
pemanjangan dari serat serat otot tersebut yang dapat menghilangkan sensasi
antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan diterapkan pada semua
a. Mengisolasi kelompok otot yang terpilih saat fase kontraksi dan otot lain
b. Mengontraksikan kelompok otot yang serupa pada kedua sisi tubuh secara
Kontraksi dari serat otot rangka mengarah kepada sensasi dari tegangan
otot yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari sistem saraf pusat
dan sistem saraf tetapi dengan otot dan sistem otot rangka. Dalam hal ini, saraf
pusat melibatkan sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Beberapa
organ dipengaruhi oleh kedua sistem saraf ini. Walaupun demikian, terdapat
perbedaan antara efek sistem saraf simpatis dan para simpatis yang berasal dari
otak dan saraf tulang belakang (Andreassi, 2000 dalam Conrad dan Roth, 2007).
Antara simpatik dan para simpatik bekerja saling timbal balik. Aktifasi dari sistem
saraf simpatik disebut juga erotropic atau respon figh or flight (Cannon, 1929
dalam Conrad dan Roth, 2007) dimana organ diaktifitas untuk keadaan stress.
31
Respon ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati lebih banyak
melepaskan glukosa untuk menjadi bahan bakar otot sehingga metabolisme juga
efek dari saraf simpatis, yaitu meningkatkan denyut nadi, tekanan darah,
tegang.
dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat, dan perbaikan fisik tubuh. aktivas ini
merupakan dasar yang disebut Benson (1972) dalam Condrad dan Roth (2007)
yaitu respon relaksasi. Respon parasimpatik meliputi penurunan denyut nadi dan
tekanan darah serta meningkatkan aliran darah (Conrad dan Roth, 2007). Oleh
sebab itu melalui latihan relaksasi dapat memunculkan respon relaksasi sehingga
dikarenakan latihan relaksasi otot progresif akan menghambat jalur umpan balik
stress dan membuat tubuh pasien rileks. Sistem parasimpatis akan mendominasi
pada keadaan seseorang yang rileks dimana beberapa efek yang ditimbulkan
sel, sehingga kadar gula darah yang tinggi akan menurun dan kembali dalam batas
hilangnya ketegangan otot secara rileks. Untuk hasil yang maksimal, dianjurkan
selama satu minggu dengan waktu 20-30 menit (Davis, 2005). Greenberg (2002)
pengaruh yang signifikan setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Waktu yang
menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu sampai dua minggu dan
dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15 menit per hari (Davis, 1995).
Saat ini ini serangkaian teknik tersebut telah disederhanakan menjadi 15-20
latihan dasar yang telah ditemukan dan memberikan efek yang sama dengan
33
gerakan aslinya jika dilakukan secara teratur (Jacobson, 1938 dalam Conrad &
Roth, 2007).
secara bergantian, enam belas kelompok otot tubuh yang berbeda. Tekniknya
merasakan perasaan rileks dan santai selama 15-20 detik dan rasakan perubahan
kondisi tegang dan rileks (Jacobson, 1938). Jika sudah berada dalam kondisi yang
a. Untuk memulai awali denga tarik nafas dalam sebanyak 3 kali, tarik nafas
b. Kepalkan tangan, tahan selama 7-10 detik dan kemudian lepaskan selama 15-
20 detik. Gunakan interval waktu yang sama untuk semua kelompok otot lain.
c. Kencangkan otot bisep Anda dengan menggambar lengan Anda ke arah bahu
dan "membuat otot" dengan kedua tangan. Tahan dan kemudian relaks.
d. Kencangkan trisep, otot pada sisi bawah lengan atas dengan memperpanjang
lengan Anda keluar lurus dan mengunci siku Anda. Tahan dan kemudian
relaks.
e. Tegangkan otot-otot di dahi Anda dengan menaikkan alis Anda sejauh yang
Anda bisa. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan otot dahi Anda menjadi
f. Tegang otot-otot di sekitar mata Anda dengan menutup kelopak mata Anda
tertutup rapat. Tahan dan kemudian relaks. Bayangkan sensasi relaksasi yang
g. Kencangkan rahang dengan membuka mulut Anda begitu lebar bahwa Anda
relaks. Biarkan bibir Anda dan bagian rahang Anda untuk longgar dan rileks.
punggung Anda (semampu anda dan tidak untuk dipaksakan). Fokus hanya
l. Kencangkan otot perut Anda dengan mengecilkan perut Anda masuk Tahan
perut Anda.
35
bagian ini kalau ada nyeri punggung). Tahan dan kemudian relaks.
lemas.
o. Remas otot-otot di paha Anda semua jalan ke lutut. Anda mungkin harus
p. Kencangkan otot betis Anda dengan menarik jari-jari kaki ke arah Anda
kemudian relaks .
seluruh tubuh Anda, mulai dari kepala Anda dan secara bertahap menembus
kelompok otot utama yang meliputi (1) kelompok otot pergelangan tangan, (2)
kelompok otot lengan bawah, (3) kelompok otot siku dan lengan atas, (4)
kelompok otot bahu, (5) kelompok otot kepala dan leher, (6) kelompok otot
36
wajah, (7) kelompok otot punggung, (8) kelompok otot dada, (9) kelompok otot
mandiri di rumah dengan melihat buku panduan dalam durasi waktu 30 menit per
dengan bantal. Setiap kelompok otot di tegangkan selama 5-7 detik dan di
relaksasikan selama 10-20 detik. Prosedur ini diulang paling tidak satu kali.
Petunjuk progressive muscle relaxation dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian
pertama dengan mengulang kembali pada saat praktek sehingga lebih mengenali
bagian otot tubuh yang paling sering tegang, dan bagian kedua dengan prosedur
relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu singkat. Adapun urutan pelaksanaannya
kencang, sekuat dan semampu yang anda bisa. Rasakan ketegangan pada
2) Lepaskan kepalan tangan anda dan rasakan tangan anda menjadi lemas
dan semua ketegangan pada tangan anda menjadi hilang. Rasakan hal
2) Lemaskan dan luruskan kembali tangan bagian bawah anda pada posisi
yang nyaman. Rasakan lengan bawah dan telapak tangan anda menjadi
lemas dan seya ketegangan hilang. Rasakan hal tersebut selama 10-20
detik.
anda, rasakan perbedaan pada saat tegang dan lemas serta rasakan lengan
dan tegang. Lakukanlah sebisa dan semampu anda. Lakukan selama 5-7
detik.
2) Luruskan siku dan jari-jari anda, rasakan lengan atas anda menjadi lemas
dan ketegangan pada lengan atas sudah hilang. Rasakan hal tersebut 10-20
detik.
38
3) Ulangi lagi gerakan menegangkan otot siku dan lengan atas anda, rasakan
perbedaan antara saat tegang dan lemas serta rasakan otot siku dan lengan
detik.
2) Lemaskan bahu anda hingga semua ketegangan pada bahu anda tadi
3) Ulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu anda semakin lemas.
1) Tekuk leher dan kepala anda ke belakang hingga menekan bantal, rasakan
2) Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua ketegangan
pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam 10-20 detik.
4) Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada, rasakan
ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama 5-7 detik.
5) Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua ketegangan
pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam 10-20 detik.
1) Kerutkan dahi anda ke atas dan rasakan ketegangan pada dahi anda
2) Lemaskan dahi anda sehingga ketegangan pada dahi anda akan hilang,
4) Tutup mata anda sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan
20 detik.
semakin lemas.
7) Katupkan rahang dan gigi anda secara bersamaan sekuat dan semampu
lemas.
10) Monyongkan bibir anda ke depan sekuat dan semampu yang anda bisa,
11) Lemaskan bibir dan hilangkan ketegangan pada bibir selama 10-20 detik.
1) Jika anda dalam posisi tidur, maka bangunlah dan jadikan posisi anda
sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangan pada punggung
1) Tarik nafas dalam dan tahan semampu anda. Rasakan ketegangan pada
1) Tekuk telapak kaki ke arah atas, tekuk sebisa mungkin, dan rasakan
4) Tekuk telapak kaki ke arah bawah, sehingga otot betis menjadi tegang,
variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah pada
DMT2 sebelum dan setelah mendapat relaksasi otot progresif. Variabel bebas
(independent) dalam penelitian ini adalah relaksasi otot progresif pada pasien
adalah usia, jenis kelamin, penyakit penyerta dan lamanya menderita diabetes.
Hubungan antara variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1
42
Variabel Penggangu
Confounding
Usia
Jenis kelamin
Penyakit penyerta
Lamanya menderita DM
BAB 3
METODE PENELITIAN
quantitative design dengan pendekatan desain quasi eksperimen (Polit & Beck,
intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa pembanding namun dalam
kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan intervensi (Polit & Beck, 2012).
Kelompok Kontrol O1 O2
Keterangan:
otot progresif
otot progresif
seminggu dipandu oleh peneliti selama 3 minggu dengan durasi waktu 15 menit.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Labura sebagai tempat penelitian, namun
karena kondisi responden yang sedang menjalani pengobatan rawat jalan dan
lokasi rumah sakit jauh dari tempat tinggal, sedangkan untuk ikut kegiatan
waktu yang cukup dari responden, sehingga membuat responden sulit untuk
lain yaitu masyarakat yang menderita penyakit diabetes mellitus cukup tinggi di
wilayah tersebut dan terus meningkat tiap tahunnya, partisipasi masyarakat cukup
kemudahan bagi peneliti, dan juga di tempat tersebut belum ada riset keperawatan
yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian akan dilakukan pada
bulan Januari 2018 selama 6 minggu dengan kegiatan intervensi penelitian selama
3 minggu.
3.3.1. Populasi
3.3.2. Sampel
dari populasi yang ada yang memenuhi kriteria kelayakan selama interval waktu
tertentu atau sampai ukuran sampel ditetapkan (Polit & Beck, 2012). Consecutive
sampling adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih
semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan (kriteria inklusi),
kriteria ekslusi dan kriteria drop out yang dbuat oleh peneliti. Kriteria inklusi dari
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1). Usia penderita DMT2 ≥ 36
46
tahun, 2). Penderita DMT2 tanpa penyakit penyerta, 3). Bersedia menjadi peserta
dalam penelitian, 4). Mampu mengikuti program relaksasi otot progresif, 5).
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu 1). Penderita DMT2 menderita
penyakit jantung, 2). Mengalami nyeri sendi, dan 3). Kadar glukosa darah
sewaktu ≤ 100 mg/dl, dan kriteria drop out dalam penelitian ini yaitu 1).
Menderita sakit lainnya dalam waktu kegiatan penelitian, 2). Absen dari kegiatan
penelitian.
jauh berbeda dari Gay & Diehl, Roscoe (1975) dalam Gay dan Diehl (1992)
eskperimen, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil
antara 10 sampai dengan 20. Frankel dan Wallen (1993) mengatakan, Penelitian
dalam penelitian adalah 20 orang tiap groupnya dengan estimasi dropout 5 orang.
lembar observasi hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pretest dan posttest,
peralatan glukometer (alat dengan merk Gluko DR) dan tensi meter. Kemudian
pelaksanaan penelitian dari STIKes Flora Medan dan selanjutnya surat izin
nilai kadar glukosa darah sebelum intervensi penelitian) dan dilanjutkan dengan
jelas dengan program penelitian yang akan dilakukan, tanpa unsur paksaan
dicatat dan diurutkan dengan nomor urut 1, 2, 3, dst. Pasien dengan nomor urut
ganjil menjadi kelompok kontrol dan dengan nomor urut genap menjadi kelompok
Petunjuk menggunakan alat ini yaitu : ujung jari disuntikkan jarum lancet
tersebut dimasukkan ke alat glukometer dan angka kadar glukosa darah pun
akan tertera pada layar glukometer, check strip hanya digunakan untuk sekali
pakai pada seorang penderita diabetes yang akan diukur glukosa darahnya.
c. Responden diberikan tindakan yaitu 2 kali dalam satu minggu dengan durasi
pencapaian target latihan relaksasi otot progresif yang telah dilakukan oleh
responden.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 1). Variabel bebas (independent) yaitu
tehnik relaksasi otot progresif, 2). Variabel terikat (dependent) yaitu kadar
glukosa darah.
glukometer, kapas alkohol, alat penusuk dan jarum penusuk dan test strip.
progresif
Dengan alat ini peneliti dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya
3.7.1 Editing.
Pada penelitian ini editing yang dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan isi
relaksasi otot progresif, dan lembar observasi hasil pemeriksaan kadar glukosa
3.7.2 Coding.
data. Data diberi koding sesuai dengan yang dijelaskan dalam definisi operasional
dan kebutuhan pengolahan data. Setiap data diberikan kode supaya memudahkan
pengolahan data.
52
frekuensi atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. Data yang diolah
dalam penelitian ini adalah seluruh data primer yang diperoleh dari responden
penelitian.
komputer pengolahan data statistik. Data yang sudah dientri dilakukan uji
normalitas data dengan menggunakan uji Sapiro Wilk untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak, jika p value > 0.05 maka data berdistribusi
dan variabel terikat. Analisa statistik univariat menguji frekuensi atau rata-rata
nilai dari variabel-variabel (Polit & Beck, 2012). Hasil analisa data univariat
normalitas data untuk menentukan data setiap variabel berdistribusi normal. Data
tetapi bila distribusi data tidak normal maka teknik statistik parametrik tidak dapat
normalitas data dalam penelitian ini yaitu menggunakan program pengolahan data
komputer dengan uji normalitas Sapiro wilk, uji ini digunakan karena jumlah
sampel kurang dari 30. Kriteria hasil uji Sapiro Wilk adalah jika nilai sig
(signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05 maka distribusi data tidak normal,
sedangkan jika nilai sig (signifikansi) atau nilai probabilitas > 0.05 maka
diantara dua variabel (Polit & Beck, 2012). Analisa data bivariat dilakukan untuk
membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Uji hipotesis
ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik dependent t-test untuk menguji
pengaruh tehnik relaksasi otot progresif terhadap kadar glukosa darah. Hasil
analisa uji dependent t-test diinterpretasikan dengan nilai signifikan (p), jika nilai
p kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti terdapat pengaruh atau dapat
bahwa ada pengaruh tehnik relaksasi otot progresif terhadap kadar glukosa darah
pada kelompok intervensi dan jika nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti tidak
informasi tentang judul penelitian, tujuan, bentuk intervensi yang diberikan serta
meminta kesediaan pasien untuk menjadi subjek penelitian. Dalam hal ini juga
disampaikan manfaat dari intervensi yang dilakukan. Pada pasien yang setuju
Pasien yang mengundurkan diri tersebut akan dihargai haknya, tidak dipaksa
untuk melanjutkan penelitian serta tidak dikenakan sangsi dan dinyatakan drop
out..
Dalam penelitian ini dijaga privasi pasien terhadap informasi yang sudah
diberikan dengan memberikan kode pada identitas responden kepada orang lain.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek.
penelitian. Semua pasien memiliki peluang yang sama masuk dalam kelompok
intervensi.
Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada agar
memberikan manfaat bagi responden. Keuntungan yang didapat oleh pasien dalam
penelitian ini adalah penurunan Kadar Gula darah sebagai efek dari pemberian
DAFTAR PUSTAKA
Black, J., & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes. 6th Edition. Singapore : Elsevier Saunders
Chang, S.H., Lin, M.S., Chao, P.C., Yu, C.L.,& Chen, T.C. (2014). The
effectiveness of a diabetes self- management program for diabetes patients
in Taiwan. International Journal of Research In Medical and Health
Sciences, 4(4).
Conrad, A., & Roth, W. T. (2007). Muscle relaxation for anxiety disorder: It
works but how?. The Journal of Anxiety Disorder, 22, 243-264.
Davis, M., Eshelman, E. R.., & MacKay, M. (1995). Panduan relaksasi & reduksi
stres. Jakarta: EGC
Gay, L. R. dan Diehl, P. L., (1992), Research Methods for Business and
Management, MacMillan Publishing Company, New York
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Textbook of medical physiology. 9th Edition.
Philadelphia : WB Saunder Company.
Lauche, R., Materday, S., Cramer, H., Haller, H., Stange, R., et al. (2013).
Effectiveness of home-based cupping massage compared to progressive
muscle relaxation in patients with chronic neck pain-a randomized
controlled trial.Plos ONE, 8(6), 121-131.
Ndara, S. (2014). Diabetes mellitus tipe 2 dan tatalaksana terkini. 27, (2).
http://www.cme.medicinus.co/../LEADINGARTICLE_Diabetes_Mellitus_T
ipe 2. Diakses tanggal 22 November 2017
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: Generating and assessing
evidence for nursing practice. (9th ed). Philadelphia, PA : Lippincott
Williams & Wilkins.
Price, S.A., & Wilson, M.W. (2005). Patofisiologi konsep klinik proses-proses
penyakit (cetakan ke-2). Jakarta : EGC
Rochmah, W., 2006, Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi Ketiga, Editor Suyono, S., 1857, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., and Cheever, K.H. (2010), Brunner &
Suddarth’s Textboox of Medical Surgical Nursing. 10th ed. Lippincott
Williams& Wilkins.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K. & Setiati, S. (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Suyamto., Prabandari, Y.S. & Machira, C.R. (2009). Pengaruh Relaksasi Otot
Dalam Menurunkan Skor Kecemasan T-TMAS Mahasiswa Menjelang
Ujian Akhir Program Diakademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta.
Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 25, No. 3, hal 142-149.
59
Williams, L.S & Hopper, P.D. (2007). Understanding medical surgical nursing.
3th Edition. Philadelphia : FA Davis.
KUESIONER PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk pengisian isilah data dibawah ini dengan lengkap. Berilah tanda cek list
(√ ) pada tanda kurung yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat
ini.
Inisial Resonden : ...................... (diisi peneliti)
Umur :.................. Tahun
Suku :
□ Jawa □ Aceh
□ Batak □ Melayu
□ Padang □Lain-lain
Jenis Kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan
Agama :
□Islam □Hindu
□Kristen □Budha
□ Kepercayaan lain
Pendidikan terakhir :
□Tidak sekolah □SMU/ Sederajat
□SMP/Sederajat □Magister
Pekerjaan :
□Pegawai swasta □Petani
□Wiraswasta □Ibu rumah tangga
□ Buruh/karyawan□ Pedagang
□ Pegawai negeri
62
LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN