You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

1. Konsep Teori Penyakit Tuberkulosis

a. Pengertian Tuberkulosis Paru

Menurut Djojodibroto (2014:145) Penyakit tuberkulosis paru

adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu

pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan

kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya

merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar.

Berdasarkan WHO (2012) Tuberkulosis paru merupakan

penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.

Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Bakteri ini

merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga mmerlukan

waktu lama untuk mengobatinya dan lebih sering menginfeksi organ

paru-paru di bandingkan bagian lain tubuh manusia.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai TB paru di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa tuberculosis atau TB paru adalah suatu

penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium

tuberculosis yang menyerang parenkim paru dimana penyebarannya

11
12

lewat udara melalui droplet dari pasien TB paru yang menyebar

ketika penderita batuk, bersin dan berbicara.

b. Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman

berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6

mm. Sebagian besar komponen M.Tuberculosis adalah berupa

lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta tahan

terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah

bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh

karena itu Mikroorganisme Tuberculosis senang tinggal di daerah

apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut

menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.

Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman,

tertidur lama selama beberapa tahun (Setiawati, dkk, 2014:865)

c. Klasifikasi

Menurut zulkifli Amin, Asril Bahar ( 2014), klasifikasi dapat dibagi

dapat dibagi tiga antara lain:

1) Pembagian secara patologis

a) Tuberkolusis primer (Childhood Tubercolusis)


13

b) Tuberkolusis post-primer ( Adulttubercolusis)

2) Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkolusis paru (Koch

Pulmonum aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang

memulai membaik)

3) Pembagian secara radiologis (luas lesi)

a) Tuberkolusis minimal.

b) Moderately advanced tuberkolusis. Ada kavitas dengan

diameter tidak lebih dari satu bagian paru.

c) For advanced tuberkolusis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang

melebihi keadaan pada moderattely advanced tuberkolusis.

d. Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat

bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan Tb paru

tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala

tambahan yang sering dijumpai seperti berikut :

1) Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Akan

tetapi, kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Keluhan ini

sangat dipengaruhi berat atau ringannnya infeksi kuman yang

masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, sehingga

pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.


14

2) Batuk Darah

Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan

untuk membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan

bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan

paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan

peradangan bermula. Keadaan yang berupa batuk darah karena

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah

pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi

pada ulkus dinding bronkus.

3) Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum

dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada

penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

4) Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik/melepaskan napasnya.

5) Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun.

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada


15

nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit

kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa

aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi

hilang timbul secara tidak teratur (Setiawati, dkk, 2014:867).

e. Patogenesis dan patologi

Menurut Djojodibroto, (2014) Penyakit tuberkolusis ditularkan

melalui udara secar langsung dari penderita TB kepada orang lain.

Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan

dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya

berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Droplet

yang mengandung basil TB yang dihasilkan dari batuk dapat

melayang di udara, hingga kurang lebih dua jam tergantung pada

kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain

yang sehat, droplet akan terdampar pada dinding sistem pernapasan.

Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas,

droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun;tidak

ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Basil TB yang

masuk tadi akan mendapatkan perlawanan tubuh tergantung kepada

pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau belum.

1) Infeksi Primer

Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya, pada

mulanya hanya memberikan reaksi seperti jika terdapat benda


16

asing di saluran pernafasan; hal ini disebabkan, karena tubuh

tidak mempunyai pengalaman dengan basil TB.

2) Tuberkulosis Pasca Primer ( Tuberkolusis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkolusis primer akan muncul

bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkolusis dewasa (tuberkolusis post primer =TB pasca primer

=TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%, tuberkolusis

sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,

alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,gagal ginjal.

f. Penatalaksanaan

Penderita TB harus diobati, dan pengobatannnya harus

adekuat. Pengobatan TB memakan waktu 6 bulan. Dalam

memberantas penyakit tuberkulosis, negara mempunyai pedoman

dalam pengobatan TB yang disebut program pemberantasan TB

(National Tuberkulosis Programme). Prinsip pengobatan TB adalah

menggunakan multidrugs; Hal ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Obat anti tuberkulosis

dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini

kedua. Yang termasuk obat anti TB lini pertama adalah: Isoniazid

(H), etambutol (E), streptomisine (S), pirazinamid (Z), rifampisin

(R), dan tioasetazon (T); sedangkan yang termasuk obat lini kedua

adalah: etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin,

kapreomisin, siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin, dan rifabutin.


17

Terdapat 2 alternatif terapi pada TB paru, yaitu:

1) Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin); Terapi ini

menggunakan isoniazid, etambutol, striptomisin, pirazinamid

dalam jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun.

2) Terapi jangka pendek; Terapi ini menggunakan regimen

rifampisin, isoniazid, pirazinamid dalam jangka waktu minimal

6 bulan, dan terdapat kemungkinan bahwa terapi dilanjutkan

sampai 9 bulan. Terapi jangka pendek memerlukan biaya yang

mahal karena harga obat rifampisin yang tinggi, sehingga tidak

setiap orang mampu membiayai pengobatannya. Pada kondisi

seperti ini diberikan terapi jangka panjang yang tidak terlalu

berat pembiayaannya dibandingkan terapi jangka pendek.

Tabel 2.1 Dosis yang direkomendasikan jangka panjang

Dosis pemberian setiap Dosis pemberian


Nama obat hari intermiten
mg/kgBB Maksimum mg/kgBB Maksimum
(mg) (mg)
Isoniazid (H) 5 mg 300 mg 15 mg 750 mg
(seminggu 2
kali)
Rifampisin (R) 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg
(seminggu 2
kali)
Pirazinamid (Z) 35 mg 2500 mg 50 mg
Streptomisine 15-20 mg 750-1000 15-20 mg 750-1000
(S) mg mg
Etambutol (E) 15-25 mg 1800 mg
Tioasetazon (T) 4 mg (anak) 150 mg
18

Tabel 2.2 Dosis yang direkomendasikan jangka pendek

Nama obat Dosis yang direkomendasikan

Etionamide 250 mg 2-4 kali sehari

Sikloserin 250-1000 mg/hari dosis terbagi

PAS 12-16 gram/hari dosis terbagi

Amikasin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IV/IM

Kanamisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IM

Kapreomisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IM

Siprofloksasin 500-750 mg, 2 kali sehari

Ofloksasin
D 400 mg, 2 kali sehari

Klofazimin
o 200-300 mg/hari

Rifabutin
s 150-300 mg/hari

Dosis obat ini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi

multidrugs-resistant tuberculosis- Pengobatan dilakukan dengan

pengawasan yang ketat, disebut DOTS (Directly Observed

Treatment Short Course).

g. Cara penularan

Kita semua telah mengetahui bahwa penyakit TB

disebabkan oleh mikrobakterium tuberkolosis yang mempunyai daya

tahan yang luar biasa; dan bahwa infeksi terjadi melalui penderita

TB yang menular. Penderita TB yang menular adalah penderita


19

dengan basil TB di dalam dahaknya dan bila mengadakan ekspirasi

paksa berupa batuk-batuk, bersin, ketawa keras, dsb. Akan

menghembuskan keluar percikan- percikan dahak halus (droplet

nuclei), yang berukuran kurang dari 5 mikron dan akan melayang-

layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB.

Bilamana hinggap di saluran pernafasan ini, namun,

biamana berlendir hasil masuk sampai ke dalam alveolus ataupun

menempel pada mukosa bronkeulus, droplet nuclei akan menetap

dan basil-basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang

baik setempat. Oleh karena itu, infeksi TB akan mendapat

kesempatan untuk berkembang biak setempat. Oleh karena itu

infeksi TB berhasil (US PHS, 1991; CROFTON et, al, 1992).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi

ini. Pertama- tama ialah jumlah basil dan virulensinya. Dapat

dimengerti bahwa makin banyak basil di dalam dahak seseorang

penderita, makin bersalah bahaya penularan. Dengan demikian, para

penderita dengan dahak yang sudah positiff pada pemerikaan

langsung dengan microsof (untuk ini minimal harus ada 100.000

basil dalam 1 ml sputum) akan jauh lebih berbahaya dari mereka

yang baru positif pada perbenihan, yang jumlah basilnya di dalam 1

ml sputm (WHO, 1974).

Cara batuk memegang peranan penting, kalau batuk

ditahan, hanya akan di kelurakan sedikit basil, apalagi kalau pada


20

saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue. Faktor lain

ialah cahaya matahari dan ventilasi, karena basil TB tidak ditahan

cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari

sangat kecil

Juga mudah dimengerti bahwa pentilasi yang baik, dengan

adanya pertukaran udar dari dalam rumah dengan udara segar dari

luar, dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni –

penghuni lain yang serumah. Dengan demikian, bahaya penularan

terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat

dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari kurang / tidak

dapat masuk.

2. Konsep Motivasi

a. Definisi Motivasi

Motivasi merupakan suatu aktivitas yang menempatkan

seseorang atau suatu kelompok yang mempunyai kebutuhan tertentu

dan pribadi (Titik Leastari,2015). untuk bekerja menyelesaikan

tugasnya. Motivasi merupakan kekuatan, dorongan, kebutuhan,

tekanan, dan mekanisme psikologis yang dimaksudkan merupakan

akumulasi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal

bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, sedangkan faktor

eksternal bersumber dari luar individu. Faktor internal dapat juga

dikatakan sebagai akumulasi aspek-aspek internal individu, seperti


21

kepribadian, intelegensi, ciri-ciri fisik, kebiasaan, kesadaran, minat,

bakat, kemauan, spirit, antusiasme, dan sebagainya. Faktor eksternal

bersumber dari lingkungan, apakah itu lingkungan fisik,sosial,

tekanan dan regulasi keorganisasian. Faktor internal dan eksternal itu

berinteraksi dan diaktualisasikan oleh individu dalam bentuk

kapasitas untuk kerja.

Motivasi adalah semua halverbal, fisik atau psikologis yang

membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon.Motivasi

adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan kontribusi

pada tingkat komitmen seseorang (Titik Lestari,2015). Hal ini

termasuk faktor-faktor yang menyebabkan dan mempertahankan

tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu.

Motivasi merupakan dorongan dasar yang menggerakan

seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang

yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan

dorongan dalam dirinya (Hamzah B. Uno, 2015). Oleh karena itu,

perbuatan yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema

sesuai dengan motivasi yang mendasarnya.

Motivasi merupakan tenaga penggerak dan kadang-kadang

dilakukan dengan mengenyampingkan hal-hal yang dianggap kurang

bermanfaat dalam mencapi tujuan. Dengan motivasi, manusia akan

lebih cepat dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan.


22

Suatu motivasi murni yang betul-betul didasari akan pentingnya

suatu perilaku dan didasarkan sebagai suatu kebutuhan.

b. Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbulkeinginandan

kemauannya untuk melakukan sesuatu, sehingga dapat memperoleh

hasil atau tujuan tertentu. Disini akan disebutukan tujuan-tujuan dari

motivasi adalah seperti berikut.

a. Meningkatkan moral dan kepuasan pekerja

b. Meningkatkan produktivitas

c. Mempertahan kestabilan pekerja

d. Meningkatkan kedisiplinan

e. Menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang baik

f. Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya

c. Sumber-Sumber Motivasi

Sumber-sumber motivasi dibagi menjadi 3 seperti berikut.

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu

sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman

pada ibu nifas ketika dia berada di rumah bersalin.


23

2) Motivasi Ekstrin

Motivasi yang datangnya dari luar individu, misalnya

saja dukungan verbal dan non verbal yang diberikan oleh teman

dekat atau keakraban sosial.

3) Motivasi Tertdesak

Motivasi yang muncul dalan kondisi/ keadaan terjepit

dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

a. Pengukuran Motivasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur yakni

dengan kuisioner, dimana kuisioner atau angket adalah sejumlah

pertanyaan tertulis yang dibaca dan dijawab oleh responden

penelitian. Sedangkan skala pengukuran yang digunakan yaitu

skala ordinal (Suyanto, 2011).

Setiap pernyataan mempunyai empat pilihan jawaban yaitu

sangat setuju = 4, setuju = 3, kurang setuju = 2 dan tidak setuju = 1.

Setelah responden mengisi kuisioner sesuai dengan penelitian

responden tentang dirinya dan sesuai dengan petunjuk yang telah

diberikan lalu jawaban dari responden dimasukkan ke dalam

rumus, maka didapatkan tingkatan motivasi dalam melakukan

kontrol menurut (Setiadi, 2007) yaitu :

a. Motivasi tinggi 44-64;

b. Motivasi sedang 22-43; dan

c. Motivasi kurang 1-21;


24

Materi Sifat Pernyataan No. Soal Jumlah Soal


Mengetahui Positif 1,2 4
pengertian TB Negatif 3,4
Paru
Mengetahui Positif 5,6,7,8,9,10 9
Penatalaksanaan Negatif 11,12,13
TB Paru
Mengetahui cara Positif 14 2
penularan TB Negatif 15
Paru
Jumlah 15

3. Konsep Kontrol

a. Definisi Kontrol

Kontrol merupakan kebijakan utama bagi prilaku bermoral,

tetapi tidak semua orang pasti memiliki kebijakan itu. Kontrol yang

mencegah kita melakukan dorongan-dorongan tertentu, kontrol yang

tidak berkembang baik membuat menjadi sulit. Kontrol diri

membantu mengendalikan perilaku sehinga dapat bertindak benar

berdasarkan pikiran dan hati nurani. (Borba, 2011: 96).

b. Tiga Langkah Membangun Kontrol Diri

Ada 3 langkah penting dalam membangun kontrol diri,

karena memberi contoh cara terbaik mengajari kontrol diri, lankah

pertama adalah memperbaiki prilaku sehingga dapat memberi

contoh kontrol diri yang baik dan menunjukan bahwa hal tersebut
25

merupakan prioritas. Contoh yang diberikan merupakan hal terbaik

untuk membuat menyerap nilai moral kontrol diri.

Langkah kedua adalah membantu menumbuhkan sistem

regulasi internal sehingga dapat menjadi motivator bagi diri

mereka sendiri. Langkah ketiga mengajarkan cara membantu

menggunakan kontrol diri ketika menghadapi godaan dan

stres,mengajarkan mereka untuk berpikir sebelum bertindak

sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan baik.

Berikut ketiga langkah yang dapat dipelajari untuk

menumbuhkan kebajikan utama yang ketiga ini dalam diri dan

membangun kecerdasan moralnya

1) Langkah 1 : beri contoh kontrol diri dan jadikan hal tersebut

sebagai prioritas.

2) Langkah 2 : doronglah agar memotivasi diri.

3) Langkah 3 : ajarkan cara mengontrol dorongan agar berpikir

sebelum bertindak.

c. Empat kebiasaan keluarga yang dapat menumbuhkan kontrol diri

Sebagian besar kemampuan mengontrol diri itu dapat

dipelajari, bukan diturunkan, dan tempat terbaik melatih kemampuan

tersebut adalah keluarga. Berikut ada empat kebiasaan yang dapat

diterapkan untuk membangkitkan kontrol diri

1) Mengajarkan Makna dan Nilai Kontrol Diri


26

Jelaskan makna kebajikan “kontrol diri adalah kemampuan

tubuh dan pikiran untuk melakukan apa yang semestinya

dilakukan. Inilah yang membuat kita mampu mengambil pilihan

yang tepat ketika menghadapi godan, walaupun pada saat itu

muncul pikiran dan ide buruk di kepala kita. Kontrol diri

membuat kita memikirkan apa yang terjadi jika kita mengambil

pilihan yang berbahaya. Kontrol diri menjauhkan kita dari

persoalan dan mambantu kita bertindak tepat. Ketika berhasil

menahan godan, tunjukanlah bahwa itulah yang dimaksud kontrol

diri dan dorong agar iya terus melakukannya.

2) Tekadkan mengajarkan kontrol diri

Jika ingin mempunyai kontrol diri yang kuat, tetapkan niat

untuk memupuk sipat tersebut dalam diri mereka. Kemudian

berpegang teguh pada tekad sampai mereka menunjukan adanya

kemajuan. Catatan seperti itu mendorongnya terus berusaha dan

memegang janji terhadap diri sendiri sehingga mereka dapat

memperbaiki kontrol diri.

3) Buatlah motto kontrol diri dalam keluarga

Buatlah moto keluarga untuk mengingatkan mereka bahwa

kontrol diri merupakan sikap yang sangat penting.

4) Buat aturan bahwa hanya boleh bicara dalam keadaan terkontrol.

Aturan bagus yang diterapkan dalam beberapa keluarga

adalah “kami hanya mau bicara dalam keadaan terkontrol.” Kalau


27

seseorang merasa akan kehilangan kendali, iya akan minta waktu

sebentar: ini berarti ia hendak menenangkan diri dulu, kemudian

ia pergi lalu kembali setelah merasa lebih tenang. Tekankan juga,

setelah aturan ditetapkan, semua harus menghormatinya (Borba,

2011: 111-114)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol

1) Kontrol bergantung pada banyak faktor, termasuk motivasi individu,

variabel lingkungan, kualitas intruksi kesehatan dan kemampuan

mengakses sumber yang ada (carpenito dalam wahyuni, 2013).

2) Notoatmodjo dalam wahyuni (2013), merumuskan bahwa prilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus.

3) Notoatdmojo dalam Wahyuni (2013), menyatakan prilaku

manusia dari tingkat kesehatan ditentukan dari dua faktor, yaitu:

a) faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam penegetahuan,

motivasi dan sebagainya; dan

b) faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya: puskesmas, jarak/jangkauan ke fasilitas

kesehatan dan sebagainya.

e. Pengukuran kontrol

Salah satu jenis instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat kepatuhan, yaitu: dengan menggunakan kuesioner, berupa

closendended question dan purposive sampling (Nursalam, 2014).


28

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 15 pertanyaan dan 2 alternatif

jawaban, yaitu: Ya atau Tidak. Skor yang diperoleh berupa skala ordinal,

yaitu: Kontrol nilainya 1 dan tidak kontrol nilainya 0 (Setiawati, 2014).

Intrerpretasi dari skor tersebut adalah:

1) kontrol tinggi: 11-15;

2) kontrol sedang:5-10; dan

3) kontrol rendah : 1-5.

4. Konsep Kekambuhan

a. Definisi Kekambuhan

Kekambuhan (relapse) adalah kondisi kemunculan kembali

tanda dan gejala satu penyakit setelah mereda (Dorland dalam Fadli

& Mitra, 2013; 467). Kekambuhan secara umum didefinisikan

sebagai peningkatan keparahan gejala yang signifikan, berkurangnya

fungsi sosial, atau terjadinya perubahan pola perawatan yaitu klien

harus dioptame kembali yang sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dengan rawat jalan (Haro, 2006).

Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah nampaknya

mereda. Kekambuhan menunjukkan kembalinya gejala-gejala penyakit

sebelumnya cukup parah dan menganggu aktivitas sehari-hari dan

memerlukan perawatan inap dan rawat jalan yang tidak terjadwal

Dorlan ( 2002, dalam Fitra 2013:5).

Kekambuhan (relapse) diartikan sebagai suatu keadaan

apabila seorang pasien mengalami skizofrenia yang telah menjalani

rawat inap di rumah sakit dan diperbolehkan pulang kemudian


29

kembali menunjukkan gejala-gejala sebelum dirawat inap. Apabila

relapase terjadi, maka pasien kembali melakukan perawatan inap di

rumah sakit umum daerah (rehospitalisasi) untuk ditangani oleh

pihak yang berwenang (Amelia dan Anwar, 2013:55).

Kekambuhan dapat didefinisikan secara luas mapun sempit

tergantung dari persepsi penyedia kesehatan. Kekambuhan dalam

arti sempit bermakna munculnya kembali gejala psikotik dengan

adanya penurunan fungsi dan aktivitas sosial secara bermakna.

Penentuan kekambuhan biasanya dapat diukur dengan alat ukur

Possitive and Negative Syndrome Scale (PANSS), Clinical Global

Impressions (CGI), dan Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS).

Alat ukur dan persepsi yang beragam sering menimbulkan

ketidaksamaan dalam penelitian, sehingga banyak pakar dan peneliti

menilai kekambuhan dari “rehospitalisation”atau masuk rumah

sakit kembali (Hui, 2011; 8).

b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kekambuhan

Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di

rumah sakit menurut Sullinger (1988 dalam Yosef; 320).

1) Klien; Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan

obat secara teratur mempunyai kecendrungan untuk kambuh.

2) Dokter (pemberi resep); Makan obat yang teratur dapat

mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptik yang

lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang


30

dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak

terkontrol. Dokter yang memberi resep diharapkan tetap waspada

mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh

dan efek samping.

3) Penanggung jawab klien; Setelah klien pulang kerumah maka

perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program

adaptasi klien dirumah.

4) Keluarga; Berdasarkan penelitian di Inggris (Vaugh, 1976) dan di

AS (Synder, 1981) memperlihatkan bahwa keluarga dengan

ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) banyak

melibatkan diri dengan klien diperkirakan kambuh dalam waktu 9

bulan, hasilnya 57% kembali dirawat dari keluraga dengan

ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari

keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu

klien juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan

(naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian,

kecelakaan). Dengan terapi keluarga klien dan kelurga dapat

mengatasi dan mengurangi stress.

Menurut Herz dan Menville (1980) dikutip oleh

Sullinger,1988 dalam Yosef, (2011; 320) mengkaji beberapa

gejala kambuh yang didentifikasi oleh klien dan keluarganya

yaitu :
31

a) Nervous,

b) Tidak nafsu makan,

c) Sukar konsentrasi,

d) Sulit tidur,

e) Depresi,

f) Tidak ada minat, dan

g) Menarik diri.

C. Penilainan Tingkat Kekambuhan

Penentuan kekambuhan biasanya dapat diukur dengan alat ukur

Possitive and Negative Syndrome Scale (PANSS), Clinical Global

Impressions (CGI), dan Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS). Namun

test PANSS sendiri hanya dimiliki lembaga atau ahli yang telah memiliki

kompetensi untuk memeberikan tes ini, karena test ini termasuk test yang

sangat konfidensial, yang tidak dapat diberikan oleh setiap orang selain

mereka yang telah dilatih secara khusus. Alat ukur dan persepsi yang

beragam sering menimbulkan ketidaksamaan dalam penilainan, sehingga

banyak pakar dan peneliti menilai kekambuhan dari “rehospitalisation”

atau masuk rumah sakit kembali (Hui,2011;8). Sehingga peneliti tidak

bisa menggunakan PANSS sebagai instrumen penelitian.

Alat ukur tingkat kekambuhan, yaitu dokumentasi dengan

menggunakan lembar penilaian berdasarkan cacatan medis klien selama


32

satu tahun terakhir, dikatakan kambuh jika dalam kurun waktu satu tahun

klien yang telah rawat jalan kembali opname (Hui, 2011:8).

E. Hubungan Motivasi Dan Kontrol dengan Kekambuhan Pada Pasien TB

paru.

1) Hubungan Motivasi dengan kekambuhan pada pasien TB Paru

Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh penderita TB paru

adalah kurangnya pengetahuan, motivasi atau keinginan dan kepatuhan

dari pasien sendiri untuk minum obat sehingga kekambuhan dapat

dicegah (Kurniawati, 2007). Pengetahuan yang kurang mempunyai

pengaruh yang besar dalam progam penanggulangan suatu penyakit,

termasuk juga rendahnya pengetahuan penderita TB paru (Nugroho,

2011). Semakin tinggi motivasi seseorang untuk mencapai sesuatu, maka

semakin tinggi pulalah usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan (Mamik, 2010). Saat ini TB paru dapat disembuhkan

(Depkes RI, 2010). Kesembuhan atau keberhasilan pengobatan ini

ditentukan oleh beberapa faktor, terutama adalah faktor perilaku dan

lingkungan dimana penderita tersebut tinggal, kepatuhan dalam minum

obat, pengetahuan, serta dukungan orang-orang sekitar juga merupakan

faktor penting (Joniyansah, 2009).

2) Hubungan Kontrol dengan Kekambuhan Pada Pasien TB paru.

Tuberkulosis paru hingga saat ini masih menjadi masalah utama bagi

kesehatan masyarakat di semua negara. Hasil evaluasi program

penanggulangan TB paru di BKPM tahun 2011penderita kambuh 37


33

(6,7%) dan tahun 2012 penderita kambuh 39 (6,08%). Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

kekambuhan TB paru di BKPM Semarang.Penelitian ini menggunakan

pendekatan case control. Populasi penelitian meliputi populasi kasus dan

populasi kontrol. Sampel penelitian ini terdiri atas sampel kasus

sebanyak 26 orang dan sampel kontrol sebanyak 26 orang yang diperoleh

dengan menggunakan teknik simple random sampling. Analisis data

dilakukan secara analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan

uji chi square. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang

berhubungan dengan kekambuhan TB paru yaitu pendidikan (p=0,046;

OR = 3,889), pengetahuan penderita (p=0,0001; OR = 17,250), sikap

penderita (p=0,004; OR = 7,500), status gizi (p=0,001; OR = 9,048),

riwayat minum obat (p=0,001; OR = 9,450). Saran kepada kepada

penderita untuk teratur dalam minum obat, berobat sesuai dengan jadwal

yang ditentukan agar tidak terjadi kegagalan pengobatan yang dapat

mengakibatkan timbulnya resistensi terhadap obat

3. Hubungan motivasi dan kontrol pada pasien TB paru.

Peran perawat dalam memberikan health education sangat penting

dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan penderita Tuberculosis

Paru. Pasien dengan cermat diinstruksikan tentang pentingnya tindakan

hygienis termasuk perawatan mulut, menutup mulut ketika batuk atau

bersin, mencuci tangan. Memberikan motivasi atau dukungan pada

keluarga pentingnya kontrol secara teratur. Untuk masalah ini diperlukan


34

kerja sama dan kesiapan pemerintah, tenaga kesehatan serta masyarakat

itu sendiri dalam mencegah penyebaran TBC yang tidak terkendali.

Kepatuhan disini meliputi datang kembali kontrol secara rutin,

olahraga teratur, dan apabila tidak patuh akan menyebabkan komplikasi

yang lebih berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Kepatuhan disini

dipengaruhi oleh berberapa faktor antara lain : faktor eksternal dan faktor

internal (Carpenito, 2000). Faktor eksternal meliputi: pendidikan,

pengetahuan, sosial ekonomi sedangkan faktor internal meliputi : pola

kebutuhan umum, kemauan, motivasi, persepsi terhadap kerentanan diri

sendiri terhadap penyakit, persepsi bahwa penyakitnya serius.

Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adanya ”Hubungan

yang signifikan antara Motivasi dan Kontrol Dengan Kekambuhan pada

pasien TB Paru”.
35

B. Kerangka Teori
Penatalaksanaan terapi jangka
Konsep Tuberkulosis Paru
Manifestasi
panjang:
klinis: -Terapi jangka panjang
-Terapi jangka pendek
-Demam

Klasifikasi TB -Batuk
etiologi berdarah
Paru
-Nyeri Cara penularan
Konsep Kontrol Dada
Konsep Motivasi -Melaise

Tiga langkah
kontrol diri
Sumber Motivasi
Pengukuran
1.Motivasi Intrinsik Konsep kekambuhan
kontrol
2.Motivasi ekstrinsik

Faktor yang mempengaruhi Faktor-faktor yang


mempengaruhi kekambuhan
motivasi
-Klien
1. Faktor Intrinsik :
a. Kebutuhan fisik -dokter

b. Tingkat Pengetahuan -penanggung jawab

c. Pengalaman masa lalu -keluarga


d. Keinginan atau harapan
masa depan. Skema 2.1

Sumber : Hidayat, ( 2009), Setiadi, ( 2007), Hui, (2011).

You might also like