You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Varicella adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang disertai gejala konstitusi
dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral tubuh. (Prof. Dr.
Maswali Harahap, 2000:94).

Varicella pada umumnya menyerang anak-anak; di negara-negara bermusim 4, 90% kasus


Varicella tejadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak, pada umumnya penyakit ini tidak begitu
berat. Namun, di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang
dewasa yang terserang varicella. 50% kasus varicella terjadi di atas usia 15 tahun. Dengan
demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varicella semakin
bertambah berat.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar dan teori penyakit varicella.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit varicella.

C. Manfaat
1. Agar lebih mengetahui tentang penyakit varicella.
2. Agar terhindar dari bahayanya penyakit varicella.
3. Agar meningkatkan pengetahuan asuhan keperawatan varicella bagi perawat.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi
permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga, lubang-
lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. Kulit
tersusun dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan sub-kutan. Setiap lapisan akan
semakin berdiferensiasi (menjadi masak dan memiliki fungsi yang lebih spesifik) ketika tumbuh
dari lapisan stratum germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya paling luar.

1. Epidermis

Ada dua jenis sel yang lazimnya terdapat dalam epidermis, yaitu sel-sel Merkel dan Langerhans.
Fungsi sel Merkel belum dipahami dengan jelas, tetapi diperkirakan berperanan dalam lintasan
neuroendokrin epidermis. Sel Langerhans diyakini mempunyai peranan yang signifikan dalam
respons antigen-antigen kutaneus.

Epidermis mengalami modifikasi pada berbagai daerah tubuh yang berbeda. Lapisan ini paling
tebal pada daerah telapak tangan serta kaki, dan mengandung keratin dalam jumlah yang lebih
besar. Ketebalan epidermis dapat meningkat jika bagian tersebut banyak digunakan dan bisa
mengakibatkan pembentukan kalus pada tangan atau klavus (corns) pada kaki.Epidermis terdiri
dari beberapa lapisan sel, yaitu:

1. Stratum Korneum. Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati,
dan mengandung zat keratin. Keratin merupakan protein fibrosus insolubel yang
membentuk barrier paling luar kulit dan memliki kemampuan untuk mengusir
mikroorganisme patogen serta mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh.
Keratin merupakan unsur utama yang mengeraskan rambut dan kuku.
2. Stratum Lusidum. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus
sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan
terlihat seperti suatu pita yang bening dan batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat.
3. Stratum Granulosum. Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma,
terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan
keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal da daat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum
karena jika kita lihat di bawa mikroskop bahwa sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal/banyaknya sudut dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena
sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel yang lain
yang disebut intercelulair bridges atau jembatan inter seluler.
5. Stratum Basal / Stratum Germinativum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak
di bagian basal/ basis, stratum germinativum menggantikan sel-sel yang diatasnya dan
merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di
dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut
disusun seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran
yang disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas
terbawah dari pada epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tapi
bergelombang, pada waktu korium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila
kori (papila kulit). Dipihak lain epidermis menonjol ke arah korium, tonjolan ini disebut
Rete Ridges atau rete pegg = Prosesus inter papilaris.
2. Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran
basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutan tapi batas ini tidak jelas, hanya kita
ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari 2 lapisan:

1. Bagian atas: Pars Papilaris (stratum papilar), berada langsung di bawah epidermis dan
tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk
kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat.
2. Bagian bawah: Retikularis (stratum retikularis), terletak di bawah lapisan papilaris dan
juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut elastik.Dermis juga tersusun dari
pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar
rambut. Dermis sering disebut sebagai ”kulit sejati”.

3. Hypodermis (Jaringan Subkutan)

Ini merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa
yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.
Jaringan ini memungkinkan mobolitas kulit, perubahan kontur tubuh, dan penyekatan panas
tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar meurut jenis kelamin seseorang dan secara
parsial menyebabkan bentuk tubuh laki-laki dan perempuan berbeda. Makan yang berlebihan
akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit.

Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan
suhu tubuh. Subkutan terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantar gerombolan ini
berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya
terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikuus
adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan
perempuan tidak sama. Guna penikulus adiposus adalah sebagai shok breker, yaitu pegas / bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan
suhu tubh, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.

A. Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai banyak fungsi. Bahan lemak yang bisa larut dapat menembus kulit melalui
folikel rambut dan kelenjar sebasea. Kulit yang atropi atau senil mengandung lebih sedikit folikel
rambut, jadi permeabilitas bahan lemak yang bisa larut melalui kulit berkurang pada saat sudah
lanjut usia. Secara umum, fungsi kulit adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan

Kulit yang menutupi sebagaian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm saja, padahal
kulit memberikan perlindungna yang sangat efektif terhadap invasi bakteri dan benda asing
lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap
pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di daerah tersebut.
2. Sensibilitas

Ujung-ujung reseptor serabut pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus-
menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk
mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan tekanan (atau sentuhan yang berat). Berbagai ujung
saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda. Meskipun tersebar
diseluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan
bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi ketimbang kulit
pada bagian punggung tangan.

3. Keseimbangan Air

Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan
mencegah hilangnya air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Bila kulit mengalami kerusakan,
misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah besar dalam hilang dengan cepat
sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta kemati

4. Pengaturan Suhu

Tubuh secara terus-menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang
memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama lewat kulit. Tiga proses fisik yang penting
terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan. Proses pertama, yaitu radiasi,
merupakan pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah dan berada pada suatu
jarak tertentu. Proses kedua, yaitu konduksi, merupakan pemindahan panas dari tubuh ke benda
lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi
ke udara yang melingkupi tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang
terdiri atas pergerakan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.

Pengeluaran keringat merupakan proses lannya yang digunakan tubuh untuk mengatur laju
kehilangan panas. Pengeluaran keringat tidak akan tejadi sebelum suhu internal tubuh melampaui
37 derajat Celcius tanpa tergantung pada suhu kulit. Pada hawa lingkungan yang sangat panas,
laju produksi keringat dapat setinggi 1L/jam. Dalam keadaan tertentu,misalnya pada stres
emosional, pengeluaran keringat dapat terjadi secara refleks dan tidak ada hubungannya dengan
keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh.

5. Produksi Vitamin

Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia,
suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang
menyebabkan deformita tulang.

6. Fungsi Respon Imun


Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sel dermal merupakan komponen penting
dalam sistem imun. Penelitian yang masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan
sel-sel dermal ini dalam fungsi imun.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Varisela

Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Penyakit varisela di Indonesia dikenal dengan istilah
cacar air, sedangkan diluar negeri terkenal dengan nama Chicken-pox.

Varisela adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus Varicella zoster, ditandai
dengan erupsi yang khas pada kulit.

Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular, dengan gejala-gejala demam
dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

Varisela adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang disertai gejala konstitusi
dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Prof. Dr.
Maswali Harahap, 2000 : 94)

Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel di kulit dan selaput lendir
yang disebabkan oleh virus varisella. Varisela adalah infeksi akut prime yang menyerang kulit
dan mukosa secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox (Kapita Selekta, 2000).

2. Etiologi

Virus Varicella zoster, termasuk family herpes virus. Menurut Richar .E, varisela disebabkan
oleh herpes virus varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes
zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa
setelah ada kontak dengan virus V-Z akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis)
dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z
dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas
paru embrio manusia.

3. Klasifikasi

Menurut Siti Aisyah (2003), klasifikasi varisela dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Varicella Conginetal
Varicella conginetal adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi ekstremitas, serta
kelaian mata dan susunan saraf pusat. Sering terjadi ensefalitis sehingga menyebabkan kerusakan
neuropatiki. Risiko terjadinya varicella congenital sangat rendah (2,2%). Walaupun pada
kehamilan trimester pertama ibu menderita varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua jarang
sekali menyebabkan kematian bayi pada saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela
intrauterin. Tidak diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah
kelainan fetus.

1. Varicella Neonatal

Varicella neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum sampai 2 hari
sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita varisela neonatal.
Sebelum penggunaan varicella-zoster immuneglobulin (VZIG), kematian varisela neonatal
sekitar 30%. Namun, neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam 5 hari pertama sejak lahir
jarang menderita varisela berat karena mendapat antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula
tertular dari anggota keluarga lainnya selain ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa resiko
tinggi harus diberikan profilaksis VZIG pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila
timbul dalam 2 hari setelah lahir. Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun
telah diberikan VZIG. Bila terjadi varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varicella, hepatitis,
diatesis, pendarahan) harus diobati dengan acyclofir intravena. Bayi yang terpajan dengan
varisela neonatal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis untuk
memberikan antivirus pada varisela neonatal atau acyclofir profilaksis bila terpajan varisela
maternal.

Manifestasi Klinis

1. Masa tunas penyakit berkisar antara 8-12 hari.


2. Didahului stadium prodromal yang ditandai:

 Demam
 Malaise
 Sakit kepala
 Anoreksia
 Sakit punggung
 Batuk kering

3. Stadium: erupsi yang ditandai dengan terbentuknya verikula yang khas, seperti tetesan embun
(teardrops) vesikula akan berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi kusta, sementara
proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.

4. Penyebaran lesi terutama adalah di daerah badan kemudian menyebar secara satrifugal ke
muka dan ekstremitas (Prof. Dr. Marwali Harahap, 2000: 94-95).

5. Patofisiologi
Menyebar hematogen. Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit disekitar Neuron pada
gang lion akar darsal sumsum tulang belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala
dalam bentuk herpes zoster. Sekitar 250-500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian
tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian
tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu, lesi tersebut akan
mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1-3 minggu bekas pada kulit
yang mengering akan terlepas. Virus varicella zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah
dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita
dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Virus ini
masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar ke bagian tubuh melalui kelenjar getah
bening.

Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit.
Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa.
Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.

Varisela pada umumnya menyerang anak-anak; di negara-negara bermusim 4, 90% kasus


varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak, pada umumnya penyakit ini tidak begitu
berat, namun di negara-negara tropis seperti Indonesia lebih banyak remaja dan orang dewasa
yang terserang varisela. 50% kasus varisela terjadi di atas usia 15 tahun. Dengan demikian
semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

6. Komplikasi
– Komplikasi tersering terjadi secara umum:

 Pnemonia
 Kelainan ginjal
 Ensefalitis
 Meningiti

– Komplikasi yang langka:

 Radang sumsum tulang


 Hepatitis
 Sindrom reye

-Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit,
sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa randang paru-
paru atau pnemonia 10-25 lebih tinggi dari anak-anak.

7. Treatment

Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus
selain istrahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi
masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan, jari kita tentu
ingin segera menggaruknya. Masalahnya, bila jari tergaruk sampai hebat, dapat timbul
jaingan parut pada bekas gelembun yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.

Umum:

1. Isolasi untuk mencegah penularan


2. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik
pada air mandi
5. Upayakan agar vesikeltidak pecah
o Jangan menggaruk vesikel
o Kuku jangan diberikan panjang
o Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pada kulit, jangan
digosok.

8. Farmakoterapi
– Antivirus dan Asiklovir

Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukimia atau
penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh.

– Antipiretik dan untuk menurunkan demam


o Parasetamol atau ibuprofen
o Jangan berikan aspirin pada anak anda, pemakaian aspirin pda infeksi virus
(termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu
syndrom reye

– Salep antibiotik

 Untuk mengobati ruam yang terinfeksi


 – Antibiotik
 Bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit

3. 9. Hindari kontak dengan penderita


4. Tingkatkan daya tahan tubuh
5. Imunoglobulin Varicella Zoster

o Dapat mencegah atau setidaknya meringankan terjadinya cacar air. Bila diberikan
dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar
o Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar air beberapa
saat sebelum atau sesudah melahirkan

You might also like