Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Sobur Setiaman
Pendahuluan
B. Pengertian
1. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas
lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan
kebutaan (Quigley dan Broman, 2006).
2. Cacat Netra dalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak
yang dikarenakan oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan
sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun penyakit
(Marjuki, 2009)
1
3. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra
ialah tidak dapat melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan
tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena
adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak berfungsinya
penglihatan(Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
C. Etiologi
Dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor
yang erat hubungannya selama bayi masih dalam kandungan
seperti: kurang gizi, terkena infeksi, keracunan, aborsi yang
gagal, ataupun adanya penyakit kronis.
2. Faktor eksternal adalah faktor ketika lahir atau maupun faktor
setelah lahir. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit syphilis
yang mengenai matanya saat dilahirkan, kelahiran yang lama
sehingga kehabisan cairan, kelahiran yang dibantu alat yang
mengenai syaraf, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus
trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan
mata karena penyakit, bakteri ataupun virus.
2
2. Tuna netra golongan kurang lihat (low vision) yang terbagi lagi
menjadi 3 kelompok , yakni:
a) Mereka yang memiliki persepsi benda-benda yang berukuran
besar sehingga mereka masih membutuhkan sistem Braille;
b) Mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran
sedang dimana ada diantaranya yang membutuhkan sistem
Braille dan ada juga yang dapat menggunakan huruf dan tanda
visual yang diperbesar;
c) Mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran kecil
dimana mereka pada umunya mampu menggunakan huruf dan
tanda visual sebagai media baca dan pengajaran.
3. Tuna netra golongan ganguan Persepsi Cahaya (Light
Perception) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang
dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
3
c) Segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan
anak normal pada umumnya,dimana ada anak yang cerdas,
ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut Kirley
(1975), berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan
Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak
tunanetra berkisar antara 45- 160, dengan distribusi12,5%
memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas
120 dan 50% dengan IQ antara 80-120.
d) Segi perkembangan emosi, anak tunanetra sedikit mengalami
hambatan dibandingkan dengan anak yang normal.
e) Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-
kanak, akan melakukan proses belajar untuk mencoba
menyatakan emosinya, hal ini tetap dirasakan tidak efisien
karena mereka tidak dapat melakukan pengamatan terhadap
reaksi lingkungan secara tepat. Akibatnya pola emosi yang
ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya
f) Segi perkembangan sosial, tunanetra memiliki lebih banyak
hambatan.
g) Hal tersebut muncul sebagai akibat langsung maupun tidak
langsung dari ketunanetraannya.
h) Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial
yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri,
malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak
menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, sikap tak
acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya
kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah
laku yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang
dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya amenjadi
terhambat.
4
i) Jadi, perkembangan sosial dari penderita tunanetra sangat
tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan
lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap penderita
tunanetra itu sendiri
5
Kecenderungan rasa kasih sayang pada seseorang timbul apabila
kehadiran seseorang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
lingkungan.
Kehadiran seorang tunanetra di tengah keluarga dan lingkungan
pasti tidak diharapkan. Tidak ada orang tua yang mengharapkan
kelahiran anaknya menderita tunanetra. Karena itu kehadirannya
menimbulkan kekecewaan. Biasanya kekecewaan orang tua dan
lingkungan dimunculkan dalam bentuk sikap tidak menyayangi
dan tidak memiliki.
4. Kebutuhan akan penghargaan
Setiap manusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai
oleh lingkungan. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi
juga berbentuk penghargaan phsikologis. Seseorang akan
dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi dirinya
maupun pada lingkungan, begitu juga penderita tuna netra.
5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Ketidaktergantungan pada pertolongan orang lain merupakan
perwujudan dari kemampuan tunanetra dalam
mengaktualisasikan dirinya ditengah-tengah lingkungannya.
Seorang tunanetra yang mampu mewujudkan dan merealisasikan
aktualisasi dirinya, berarti ia telah memperoleh kebebasan.
Kebebasan dan kemandirian inilah yang selalu didambakan oleh
setiap orang termasuk tunanetra.
6
keterampilan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menolong diri
sendiri, serta kebutuhan akan pendidikan dan bimbingan khusus.
3. Sosial: Dengan adanya pandangan ketunanetraan sebagai
fenomena sosial, maka kebutuhan dari segi social adalah adanya
hubungan yang baik antar personal (personal relationship),
interaksi yang baik antar anggota keluarga, interaksi dan
hubungan dengan teman-temannya, dan membutuhkan pula
untuk ikut berpartisipasi dengan berbagai kegiatan dalam
lingkungannya.
7
kesempatan mengajar melalui indera-indera tersebut. Guru harus
dapat melibat semua indera untuk membantu indera penglihatan.
5. Krayon, kertas, pensil, tanah liat, dan cat air semuanya dapat
membantu anak yang memiliki kelemahan pada penglihatan
untuk mengekspresikan emosi mereka. Bantulah mereka untuk
mengekspresikannya melalui seni dan keterampilan. Meskipun
untuk melakukannya mereka membutuhkan bimbingan yang
lebih daripada anak-anak lain.
8
Tuna netra memiliki kelebihan berupa sensasi taktil dan
pendengaran yang tajam. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat
tunanetra umumnya menggunakan sistem Braille untuk membaca
informasi baru. Sistem Braille adalah salah satu metode yang
diperkenalkan secara luas bagi masyarakat tunanetra yang
digunakan untuk membaca dan menulis.
Sistem ini diperkenalkan pada tahun 1821 oleh Louis Braille,
seorang tunanetra yang berasal dari Prancis. Setiap karakter atau
sel didirikan dari 6 posisi titik, yang disusun segitiga dan mencakup
2 kolom setiap tiga titik. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan
dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol
matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan
adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan
vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.
K. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat kesehatan
2. Keadaan umum
3. Riwayat sosial
4. Kemampuan kemandirian
5. Pada pemeriksaan berfocus pada mata
L. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan (persepsi sensori) penglihatan total berhubungan
cacat sejak lahir.
2. Defisit kemandirian berhubungan dengan keterbatasan aktifitas
fisik
9
LAPORAN KASUS
Pada hari Kamis Tanggal 21 April 2016, kami mengunjungi SLB Kota
S, Hasil pengamatan terhadap perilaku anak tuna netra dan cara bimbingan
guru SLB terhadap siswa dengan tunanetra. Pada saat berkunjung sedang
di adakan kegiatan membuat sate dan cara memanggang sate. Asuhan
keperawatan yang dilakukan pada anak dengan tunanetra, meliputi:
pengkajian, diagnose keperawatan, rencana tindakan, implementasi dan
evaluasi.
A. Pengkajian
a. Identitas klien: Umur: 13 tahun, jenis kelamin: laki-laki kelas: 5 SD.
b. Riwayat kesehatan: menurut cerita klien ini seperti yang dituturkan
oleh ibunya, dia menderita kelainan mata dimana kedua kelopak
matanya tidak bisa membuka dan bola mata kecil dari sejak lahir,
mejelang besar anak tidak mampu mnelihat apa-apa.
c. Keadaan umum: tampak berpenampilan gempal, tinggi 90 cmm
dengan berat badan 40 kg dan berpakaian bersih.
d. Riwayat sosial: Kedua orang tua masih hidup dan hidup bersama
dengan kedua orang tuanya. Saat kesekolah di antar jemput oleh
ibunya. Sejak kecil selalu di bantu ibunya untuk melakukan aktifitas
sehari hari, saat ini klien mampu mengganti pakaian sendiri, dan
mandiri terhadap kebutuhan eliminasi. Kebutuhan makan disediakan
oleh ibunya, klien mampu makan dan minum sendiri.
e. Kemampuan kemandirian: Ketersedian baju ganti oleh orang tuanya,
klien bisa memakai baju sendiri. Klien masih minta bantuan untuk
mengenali tempat eliminasi yang ada di samping kelas. klien mampu
mengganti pakaian sendiri, dan mandiri terhadap kebutuhan
eliminasi.
f. Pada pemeriksaan berfocus pada mata: tampak kedua bola mata
kecil, kelopak mata atas tidak bisa di buka hanya ada kernyitan,
10
kedua kornea mata tampak keputihan, tidak bisa mengidentifikasi
objek di depan matanya.
B. Analisa
DATA DIAGNOSA
DS: Menurut cerita klien ini seperti yang dituturkan oleh Gangguan (persepsi
ibunya, dia menderita kelainan mata dimana kedua sensori) penglihatan
kelopak matanya tidak bisa membuka dan bola mata total berhubungan
kecil dari sejak lahir, mejelang besar anak tidak mampu dengan cacat sejak
mnelihat apa-apa. lahir
DS: Sejak kecil selalu di bantu ibunya untuk melakukan Defisit kemandirian
aktifitas sehari hari. Kebutuhan menuju tempat eliminasi berhubungan dengan
masih di bantu guru. keterbatasan aktifitas
DO: fisik.
11
C. Rencana Asuhan Keperawatan
DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
Manajemen Lingkungan
Ciptakan lingkungan
yang aman bagi pasien.
Pindahkan benda-
benda. berbahaya dari
lingkungan pasien
Tempatkan benda
+benda pada tempat
yang dapat dijangkau
pasien.
12
berhias, toileting dan
makan.
Sediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien / keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
13
Daftar Kepustakaan
Irham Hosni. (1995). Buku Ajar Orientasi Mobilitas. Ditjen Dikti, Depdikbud.
Ishartiwi. (1991). Keefektifan Penggunaan Media Audio (Tolking
Book) dalam
Sutjihati, T., Somantri (2006). Psikologi Anak luar Biasa. Refika Aditama.
Bandung.
14