You are on page 1of 7

Nama : Fifi

Nim : 1532220121

Kelas : Pendidikan Biologi 3

Mata Kuliah : Biologi Lingkungan

Analisa SWOT Kawasan Konservasi Mangrove Sulawesi Selatan, Wonorejo,


Kepulauan Riau
Analisa yang digunakan adalah untuk mengetahui kekuatan, kelemahan,
kesempatan serta ancaman pada kawasan konservasi mangrove Sulawesi Selatan,
Wonorejo, Kepualauan Riau. Adapun analisa yang dilakukan berupa deskriptif
dengan SWOT adalah sebagai berikut:
1. Strengths
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove
terluas di dunia (Onrizal, 2010). Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh
pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang
mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada
aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008). Hutan
mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau
dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan
yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Hogarth,
1999). Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang
sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan
(Waas dan Nababan, 2010).
Sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam, pemanfaatan mangrove
diarahkan untuk kesejahteraan umat manusia dan untuk mewujudkan
pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka ekosistem mangrove perlu
dikelola dan dijaga keberadaannya. Kerangka pengelolaan hutan mangrove
terdapat dua konsep utama. Pertama, perlindungan hutan mangrove yaitu suatu
upaya perlindungan terhadap hutan mangrove menjadi kawasan hutan mang-rove
konservasi. Kedua, rehabilitasi hutan mangrove yaitu kegiatan penghijauan yang
dilakukan terhadap lahan-lahan yang dulu merupakan salah satu upaya rehabi-litasi
yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, tetapi yang paling
utama adalah untuk mengembali-kan fungsi ekologis kawasan hutan mang-rove
yang telah ditebang dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain.
Kawasan konservasi mangrove Wonorejo yang juga dialokasikan sebagai
kawasan konservasi di pantai Timur Surabaya dan dijadikan sebagai ekowisata
merupakan kekayaan lingkungan yang perlu dilestarikan keberlanjutannya untuk
memberikan manfaat baik pada segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Kawasan
mangrove wonorejo yang dinilai memiliki banyak manfaat bagi lingkungan pesisir
maupun masyarakat ini turut dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya. Adanya
kawasan yang dijadikan sebagai kawasan wisata sekaligus edukasi ini jelas
mengundang banyak perhatian masyarakat untuk mengunjunginya. Banyaknya
pengunjung disertai dengan aksesibilitas yang mudah untuk menuju kawasan
mangrove merupakan suatu daya dukung positif terhadap keberadaan mangrove.
Banyaknya pengunjung yang datang dan memberikan biaya untuk masuk ke area
ekowisata mangrove dapat memberikan income tersendiri untuk perekonomian
pihak pengelola khusus kawasan ekowisata mangrove Wonorejo.
Selain kekuatan daya tariknya terhadap pengunjung, kekuatan lain yang
dimiliki oleh kawasan mangrove Wonorejo adalah keanekaragaman mangrove
yang ada di kawasan konservasi Mangrove Wonorejo tergolong banyak dan bisa
dikembangkan. Selain fungsi ekologis mangrove sebagai tempat hidup biota pesisir
dan penahan abrasi pantai, mangrove juga memiliki banyak manfaat ditinjau dari
segi ekonomi. Pengelolaan konservasi mangrove Wonorejo secara berkelanjutan
juga banyak mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga sekitar ataupun
pengelola. Ditinjau dari segi ekonomi, kayu mangrove merupakan bahan baku kayu
bakar, bangunan dan arang yang sangat baik. Selain itu, kayu mangrove juga dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri tekstil, kertas, pengawetan makanan
dan insektisida. Hal tersebut dapat mengembangkan perekonomian dengan
memanfaatkan mangrove sebagai bahan baku industry atau dijual sebagai kayu
bakar dan arang. Selain itu, buah mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan. Buah Avicennia dapat dimanfaatkan sebagai keripik; buah Sonneratia
untuk bahan sirup dan dodol; buah Nypa untuk pembuatan es teler, permen, dan
manisan; buah Rhizopora dapat dijadikan agar-agar. Hal tersebut juga dapat
mendatangkan keuntungan jika bagian mangrove yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pangan diolah dengan baik dan benar. Dalam hutan mangrove juga terdapat
beberapa ekosistem ikan yang bernilai ekonomi tinggi diantaranya seperti kakap,
belanak, kuwe, tembang, teri dll. Jika dimanfaatkan dengan penangkapan yang
benar, ikan tersebut juga mampu mendatangkan nilai ekonomis tersendiri.
Di wilayah pesisir dan laut Kepri terkandung kekayaan alam yang sangat
besar dan beragam, baik berupa SDA terbarukan seperti perikanan, terumbu
karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi, juga
terdapat SDA tak terbarukan di antaranya minyak dan gas bumi, timah, bijih besi,
bauksit, dan mineral lainnya. Juga terdapat energi kelautan seperti pasang-surut,
gelombang, angin, dan ocean thermal energy conversion (OTEC) maupun jasa-jasa
lingkungan kelautan untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber
keragaman hayati serta plasma nutfah.
A. Masyarakat melakukan penanaman mangrove
B. Penanaman melalui swadaya masyarakat
C. Peran pemerintah dalam pengelolaan mangrove
D. Terdapat organisasi kemasyarakatan yang mengelola mangrove
E. Dapat memperbaiki perekonomian daerah
2. Weakness
Meningkatnya kecenderungan pengrusakan ekosistem hutan mangrove
seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat lokal seperti,
penebangan pohon mangrove yang dijadikan kayu bakar untuk kebutuhan rumah
tangga dan bara arang untuk diperdagangkan, tanpa memperhatikan daya dukung
dan daya pulih-nya, serta meningkatnya aktivitas pencari kepiting (pasodok) yang
mencari kepiting ke wilayah ekosistem mangrove juga me-micu peningkatan
kerusakan hutan mang-rove.
Kawasan konservasi mangrove Wonorejo yang mengundang banyak
pengunjung dan bermanfaat dari segi ekonomi memiliki kelemahan dalam
pengembangannya sampai saat ini. Adanya wilayah konservasi yang rusak
membuat sebagian ekosistem mangrove juga ikut berkurang serta rusak dan tidak
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan kembali oleh pengelola ataupun
masyarakat. Selain itu, banyaknya sampah yang ditemui baik di sungai ataupun di
kawasan konservasi mangrove juga menjadi kelemahan kawasan tersebut.
Kawasan yang kurang bersih karena sampah terkesan tidak terawat dan
menghilangkan rasa nyaman bagi pengunjung. Hal tersebut dapat mengurangi
jumlah pengunjung yang datang ke kawasan konservasi mangrove Wonorejo
karena banyaknya sampah dan lingkungan yang kurang terawat, pengurangan
pengunjung yang mau berkunjung ke kawasan mangrove otomatis juga berdampak
pada nilai ekonomi yang dihasilkan dari kunjungan wisatawan. Kelemahan yang
lain adalah di kawasan mangrove wonorejo sebagai kawasan konservasi masih
sering menjadi perdebatan terkait kepemilikan lahannya. Masih ada wilayah
konservasi yang lahannya masih milik warga sekitar sehingga terkadang terdapat
sengketa akan lahan. Kawasan konservasi seharusnya dilakukan pembebasan lahan
dari pemerintah sehingga pengelolaan dan pengembangannya dapat optimal dan
terhindar dari sengketa.
Kepri memiliki sejarah bahari yang epik, tentang pertempuran bala tentara
hebat, pintu – pintu niaga dan Lingua Franca yang bertiup bersama angin laut.
Sampai bangsa ini melihat laut sebagai tidak penting untuk tidak mengatakannya
laksana wadah raksasa pembuangan limbah dan sampah. Kita melupakan jati diri
sebagai bangsa serba bahari, wajah kita dipalingkan untuk mencukupi perburuan
rempah – rempah hingga tanam paksa. Mereka yang kemudian merantau ke ranah
Kepulauan Riau dengan membawa kultur kontinental, - yang sudah pula
bertransformasi dari agraris ke industrialis - membentuk mindset yang tidak klop.
Orientasi Orang Darat ini pula telah bersarang sekian lama di himpunan birokrasi,
sehingga pengambilan keputusan – keputusan pembangunan selalu berorientasi
kontinen.
Contoh utamanya adalah Batam. Pulau istimewa yang berada tepat di depan
hidung Singapura. Batam berkutat kepada industri manufaktur, peningkatan area
komersial, wisata dan galangan kapal, yang berfokus ke daratan. Bahkan ketika
daratan Batam sudah tidak cukup, luasnya dicukupi dengan menambah enam buah
jembatan megah. Bagaimana dengan laut? Hampir semua potensi jasa kelautan
berada dalam genggaman Singapura.
Jangankan berangan – angan menyaingi Singapura, sebagai komplementer
pun kita belum sampai ke tahap meyakinkan. Gara-gara kekuatan ekonomi,
transportasi, dan hankam di laut kita lemah, biaya logistik Indonesia menjadi yang
termahal di dunia, mencapai 26% Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, negara-
negara lain lebih rendah dari 15% PDB - nya. Sementara lebih dari 75% barang
yang kita ekspor harus melalui Pelabuhan Singapura karena hampir semua
pelabuhan Indonesia terutama Batam belum jadi hub port yang memenuhi sejumlah
persyaratan internasional. Itu baru fenomena permukaan.
A. Masyarakat melakukan penebangan mangrove
B. Mangrove digunakan untuk kayu bakar
C. Belum tersentuh teknologi
D. Bantuan yang diberikan masyarakat dalam pengelolaan mangrove
E. Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah

3. Opportunities
Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang masih memiliki hutan mangrove
yang cukup luas adalah Kabupaten Sinjai. Pengelolaan hutan mangrove di daerah
ini telah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, mengingat beberapa waktu
yang lalu ketika mereka melaut ke berbagai daerah, maka pada saat kembali
mereka membawa bibit mangrove untuk selanjutnya ditanam di sekitar pantai
karena mereka meyakini bahwa tanaman mangrove memiliki banyak fungsi, di
antaranya da-pat menahan angin kencang, ombak yang besar dan sebagainya.
Selanjutnya, wila-yah di Kabupaten Sinjai yang masih me-miliki hutan mangrove
yang cukup luas adalah Desa Tongke-Tongke dan Kelurah-an Samataring. Pada
tahun 1995 Desa Tongke-Tongke dan Lingkungan Pangasa Kelurahan Samataring
Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai telah melakukan penanaman kembali
terhadap hutan mang-rove yang telah mengalami degradasi aki-bat penebangan
secara sembarangan.
Hutan mangrove yang telah ditanam oleh masyarakat tersebut tumbuh dan
berkembang sesuai dengan yang diharapkan, dan setelah 18 tahun kemudian,
tanaman mangrove tersebut sudah dapat dimanfaatkan, dan setelah tanaman
tersebut ingin dimanfaatkan oleh masyarakat, timbul Peraturan Pemerintah
Kabupaten Sinjai tentang pelarangan penebangan hutan mangrove. Luas hutan di
Kelurahan Tongke-Tongke merupakan hutan terluas yang ada di Kabupaten Sinjai,
ternasuk hutan mangrovenya.
Upaya pelestarian kembali hutan mang-rove yang telah mengalami
kerusakan beberapa waktu lalu, telah menjadi perhatian oleh masyarakat Desa
Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabu-paten Sinjai dengan melakukan
penanam-an kembali terhadap hutan mangrove yang rusak melalui swadaya
masyarakat.
Kesempatan pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi mangrove
Wonorejo antara lain adalah adanya dukungan dari warga sekitar baik untuk
menjaga dan melestarikan kawasan mangrove wonorejo ataupun untuk mengolah
hasil mangrove sebagai bahan pembuatan batik, makanan ataupun pemanfaatan
kayu mangrove yang mendatangkan nilai ekonomi. Selain itu, kawasan konservasi
yang dikelola oleh pemerintah kota dan swadaya masyarakat dan mampu
mendatangkan banyak pengunjung ke kawasan konservasi tersebut juga merupakan
kesempatan bagi pengembangan kawasan konservasi mangrove Wonorejo sebagai
kawasan konservasi yang mendukung wisata dan edukasi dan mendatangkan
manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.
Visi untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu poros maritim dunia
patut diapresiasi dengan banyak catatan. Budayawan dan Pemerhati Ekonomi
Maritim Kapri Rida K Liamsi menegaskan bahwa kebijakan Poros Maritim dapat
terlaksana jika pendekatan pembangunan nasional berubah haluan dari populis
sentris ke potensi wilayah sentris. Itu artinya potensi kelautan distrik harus dapat
dikerahkan demi kebangkitan ekonomi daerah (baca: menderek kesejahteraan
masyarakat).
Kemudian secara implisit Rida mengingatkan agar proyek Poros Maritim
tidak menjadi kebijakan populis-propaganga sebuah rezim, tapi ditingkatkan secara
jangka panjang dalam skema garis besar haluan negara. Dengan demikian arah
kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang ingin kembali berkiblat pada
kekuatan laut, harus menjadi solusi untuk menyerap bonus demografi yang
tentunya dengan memberi stimulus pada peningkatan SDM bidang maritim, tidak
semata memproduksi para nakoda kapal tentunya.
A. Potensi pengembangan mangrove besar
B. Adanya larangan penebangan hutan mangrove
C. Penanaman mangrove tidak menlanggar kebiasaan dan adat istiadat
D. Memperbaiki ekonomi masyarakat
E. Peran lembaga masyarakat

4. Threats
Walters et al. (2008) menyatakan bahwa hutan mangrove di sepanjang
pesisir pantai dan sungai secara umum menyediakan habitat bagi berbagai jenis
ikan. Hutan mangrove sebagai salah satu lahan basah di daerah tropis dengan akses
yang mudah serta kegunaan komponen biodiversitas dan lahan yang tinggi telah
menjadikan sumberdaya tersebut sebagai sumberdaya tropis yang kelestariannya
akan terancam (Valiela et al., 2001) dan menjadi salah satu pusat dari isu
lingkungan global. Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk dijadikan
lahan pertanian atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan penurunan
produktivitas ekosistem tersebut (Dave, 2006).
Masalah berikutnya adalah penebangan secara liar baik digunakan sebagai
kayu bakar, atau dijadikan arang untuk dijual, perluasan areal tambak secara tidak
ter-kendali, sehingga apabila hal ini tidak segera dihentikan, maka suatu saat kita
tidak melihat lagi hutan mangrove di Kabupaten Sinjai dan hal ini merupakan ben-
cana besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi hutan mang-
rove serta strategi pengelolaan hutan mangrove yang terbaik untuk dilaksanakan di
Kabupaten Sinjai.
Kawasan konservasi mangrove Wonorejo merupakan salah satu kawasan
yang rawan akan pencemaran sungai karena banyaknya sampah rumah tangga yang
dibuang sembarangan ke sungai dan bermuara ke kawasan mangrove Wonorejo
sebagai tempat pembuangan terakhir. Hal tersebut menandakan bahwa masih
banyak masyarakat yang tidak peduli lingkungan baik masyarakat permukiman
sekitar sungai, masyarakat sekitar ataupun masyarakat pengunjung yang juga
membuang sampah sembarangan. Selain itu, aktivitas pengunjung kawasan
konservasi mangrove juga dapat merusak sebagian ekosistem mangrove oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab, hal tersebut menjadi ancaman
pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi mangrove Wonorejo.
Poros Maritim dengan Tol Laut sebagai agenda nasional belum terlihat
pencapaiannya. Banyak tahapan yang harus dilewati dalam pembangunan
infrastruktur dan berbagai macam lompatan kebijakan baik secara sosial, politik,
kapital dan konsistensi. Apalagi diskursus Poros Maritim tidak secara kongkret
membicarakan tentang penyerapan tenaga kerja. Yang lebih diutamakan hanyalah
sektor PAD, yang tidak memiliki dampak langsung terhadap pendapatan perkapita.
Untuk wilayah Kepri, Poros Maritim mendapat cobaan berat karena
menghadapi tekanan politik regional Singapura, minimnya pendanaan dari pusat
dan daerah serta mindset masyarakat urban yang begitu abai terhadap laut. Poros
Maritim juga terancam hanya semata menjadi proyek kapitalisme global serta
agenda – agenda ekonomi yang tidak berbasis kerakyatan. Sedangkan idealnya
pembangunan ekonomi maritim Kepri adalah sinergi dari pendekatan kesejahteraan
dan hankam.
A. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan masih kurang
B. Masyarakat melakukan penanaman hanya untuk membangun tambak
C. Adanya ketidakpatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tentang
pelarangan penebangan hutan mangrove
D. Munculnya komplik pemanfaatan mangrove
DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, Hendra. (2006). Kondisi Mangrove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya
Terhadap Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 14.

Dave, R., 2006. Mangrove ecosystem of south, west Madagascar: an ecolo-ical, human
impact, and subsistence value assessment. Tropical Res. Bulletin 25: 7 – 13

Harold, J. D., H.J.D. Waasp, dan B. Nababan, 2010. Pemetaan dan ana-lisis index
vegetasi mangrove di Pulau Saparua, Maluku Tengah. e - J. Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis 2 (1): 50 – 58,

Hogarth, P.J., 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford.

Onrizal, 2010. Perubahan tutupan hutan mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara
Periode 1977-2006. J. Biologi Indonesia 6(2): 163 – 172.

Onrizal, A. Purwoko, dan M. Mansor. 2009. Impact of mangrove forests degradation on


fisherman income and fish catch diversity in eastern coastal of North Sumatra,
Indonesia. International Conference on Natural and Environmental Sciences 2009
(ICONES’09) at the Hermes Palace Hotel Banda Aceh on May 6-8, 2009.

Soegianto, Agoes. 2010. Ekologi Perairan Tawar. Surabaya: Airlangga


University Press.

Tarigan, M. S. 2008. Sebaran dan luas hutan mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising
Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika Laut, Pusat
Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta 14430, Indonesia. Makara, Sains 2: 108 –
112.
Utomo, dan Sri. 2017. “Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tanggul Tlare
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara”. Jurnal Ilmu Lingkungan, (15) :
hal. 117-123. Diakses pada Kamis, 8 Maret 2018 pukul 17.53 WIB.

Valiela, I., J.L. Bowen, dan J.K. York. 2001. Mangrove Forest: One of the World’s
Threatened Major Tropical Environments. Bioscience 51 (10): 807 – 815.

Walters, BB., P. Ronnback, JM. Kovacs, B. Crona, S.A. Hussain, R. Badola, J.H.
Primavera, E. Barbier, dan F. Dahdouh-Guebas, 2008. Ethnobio-logy, Socio-
Economic and Manage-ment of Mangrove Forests: a review. Aquatic Botany 89:
220 – 236.

You might also like