Professional Documents
Culture Documents
Nim : 1532220121
3. Opportunities
Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang masih memiliki hutan mangrove
yang cukup luas adalah Kabupaten Sinjai. Pengelolaan hutan mangrove di daerah
ini telah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, mengingat beberapa waktu
yang lalu ketika mereka melaut ke berbagai daerah, maka pada saat kembali
mereka membawa bibit mangrove untuk selanjutnya ditanam di sekitar pantai
karena mereka meyakini bahwa tanaman mangrove memiliki banyak fungsi, di
antaranya da-pat menahan angin kencang, ombak yang besar dan sebagainya.
Selanjutnya, wila-yah di Kabupaten Sinjai yang masih me-miliki hutan mangrove
yang cukup luas adalah Desa Tongke-Tongke dan Kelurah-an Samataring. Pada
tahun 1995 Desa Tongke-Tongke dan Lingkungan Pangasa Kelurahan Samataring
Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai telah melakukan penanaman kembali
terhadap hutan mang-rove yang telah mengalami degradasi aki-bat penebangan
secara sembarangan.
Hutan mangrove yang telah ditanam oleh masyarakat tersebut tumbuh dan
berkembang sesuai dengan yang diharapkan, dan setelah 18 tahun kemudian,
tanaman mangrove tersebut sudah dapat dimanfaatkan, dan setelah tanaman
tersebut ingin dimanfaatkan oleh masyarakat, timbul Peraturan Pemerintah
Kabupaten Sinjai tentang pelarangan penebangan hutan mangrove. Luas hutan di
Kelurahan Tongke-Tongke merupakan hutan terluas yang ada di Kabupaten Sinjai,
ternasuk hutan mangrovenya.
Upaya pelestarian kembali hutan mang-rove yang telah mengalami
kerusakan beberapa waktu lalu, telah menjadi perhatian oleh masyarakat Desa
Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabu-paten Sinjai dengan melakukan
penanam-an kembali terhadap hutan mangrove yang rusak melalui swadaya
masyarakat.
Kesempatan pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi mangrove
Wonorejo antara lain adalah adanya dukungan dari warga sekitar baik untuk
menjaga dan melestarikan kawasan mangrove wonorejo ataupun untuk mengolah
hasil mangrove sebagai bahan pembuatan batik, makanan ataupun pemanfaatan
kayu mangrove yang mendatangkan nilai ekonomi. Selain itu, kawasan konservasi
yang dikelola oleh pemerintah kota dan swadaya masyarakat dan mampu
mendatangkan banyak pengunjung ke kawasan konservasi tersebut juga merupakan
kesempatan bagi pengembangan kawasan konservasi mangrove Wonorejo sebagai
kawasan konservasi yang mendukung wisata dan edukasi dan mendatangkan
manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.
Visi untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu poros maritim dunia
patut diapresiasi dengan banyak catatan. Budayawan dan Pemerhati Ekonomi
Maritim Kapri Rida K Liamsi menegaskan bahwa kebijakan Poros Maritim dapat
terlaksana jika pendekatan pembangunan nasional berubah haluan dari populis
sentris ke potensi wilayah sentris. Itu artinya potensi kelautan distrik harus dapat
dikerahkan demi kebangkitan ekonomi daerah (baca: menderek kesejahteraan
masyarakat).
Kemudian secara implisit Rida mengingatkan agar proyek Poros Maritim
tidak menjadi kebijakan populis-propaganga sebuah rezim, tapi ditingkatkan secara
jangka panjang dalam skema garis besar haluan negara. Dengan demikian arah
kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang ingin kembali berkiblat pada
kekuatan laut, harus menjadi solusi untuk menyerap bonus demografi yang
tentunya dengan memberi stimulus pada peningkatan SDM bidang maritim, tidak
semata memproduksi para nakoda kapal tentunya.
A. Potensi pengembangan mangrove besar
B. Adanya larangan penebangan hutan mangrove
C. Penanaman mangrove tidak menlanggar kebiasaan dan adat istiadat
D. Memperbaiki ekonomi masyarakat
E. Peran lembaga masyarakat
4. Threats
Walters et al. (2008) menyatakan bahwa hutan mangrove di sepanjang
pesisir pantai dan sungai secara umum menyediakan habitat bagi berbagai jenis
ikan. Hutan mangrove sebagai salah satu lahan basah di daerah tropis dengan akses
yang mudah serta kegunaan komponen biodiversitas dan lahan yang tinggi telah
menjadikan sumberdaya tersebut sebagai sumberdaya tropis yang kelestariannya
akan terancam (Valiela et al., 2001) dan menjadi salah satu pusat dari isu
lingkungan global. Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk dijadikan
lahan pertanian atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan penurunan
produktivitas ekosistem tersebut (Dave, 2006).
Masalah berikutnya adalah penebangan secara liar baik digunakan sebagai
kayu bakar, atau dijadikan arang untuk dijual, perluasan areal tambak secara tidak
ter-kendali, sehingga apabila hal ini tidak segera dihentikan, maka suatu saat kita
tidak melihat lagi hutan mangrove di Kabupaten Sinjai dan hal ini merupakan ben-
cana besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi hutan mang-
rove serta strategi pengelolaan hutan mangrove yang terbaik untuk dilaksanakan di
Kabupaten Sinjai.
Kawasan konservasi mangrove Wonorejo merupakan salah satu kawasan
yang rawan akan pencemaran sungai karena banyaknya sampah rumah tangga yang
dibuang sembarangan ke sungai dan bermuara ke kawasan mangrove Wonorejo
sebagai tempat pembuangan terakhir. Hal tersebut menandakan bahwa masih
banyak masyarakat yang tidak peduli lingkungan baik masyarakat permukiman
sekitar sungai, masyarakat sekitar ataupun masyarakat pengunjung yang juga
membuang sampah sembarangan. Selain itu, aktivitas pengunjung kawasan
konservasi mangrove juga dapat merusak sebagian ekosistem mangrove oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab, hal tersebut menjadi ancaman
pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi mangrove Wonorejo.
Poros Maritim dengan Tol Laut sebagai agenda nasional belum terlihat
pencapaiannya. Banyak tahapan yang harus dilewati dalam pembangunan
infrastruktur dan berbagai macam lompatan kebijakan baik secara sosial, politik,
kapital dan konsistensi. Apalagi diskursus Poros Maritim tidak secara kongkret
membicarakan tentang penyerapan tenaga kerja. Yang lebih diutamakan hanyalah
sektor PAD, yang tidak memiliki dampak langsung terhadap pendapatan perkapita.
Untuk wilayah Kepri, Poros Maritim mendapat cobaan berat karena
menghadapi tekanan politik regional Singapura, minimnya pendanaan dari pusat
dan daerah serta mindset masyarakat urban yang begitu abai terhadap laut. Poros
Maritim juga terancam hanya semata menjadi proyek kapitalisme global serta
agenda – agenda ekonomi yang tidak berbasis kerakyatan. Sedangkan idealnya
pembangunan ekonomi maritim Kepri adalah sinergi dari pendekatan kesejahteraan
dan hankam.
A. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan masih kurang
B. Masyarakat melakukan penanaman hanya untuk membangun tambak
C. Adanya ketidakpatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tentang
pelarangan penebangan hutan mangrove
D. Munculnya komplik pemanfaatan mangrove
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya, Hendra. (2006). Kondisi Mangrove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya
Terhadap Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 14.
Dave, R., 2006. Mangrove ecosystem of south, west Madagascar: an ecolo-ical, human
impact, and subsistence value assessment. Tropical Res. Bulletin 25: 7 – 13
Harold, J. D., H.J.D. Waasp, dan B. Nababan, 2010. Pemetaan dan ana-lisis index
vegetasi mangrove di Pulau Saparua, Maluku Tengah. e - J. Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis 2 (1): 50 – 58,
Hogarth, P.J., 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford.
Onrizal, 2010. Perubahan tutupan hutan mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara
Periode 1977-2006. J. Biologi Indonesia 6(2): 163 – 172.
Tarigan, M. S. 2008. Sebaran dan luas hutan mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising
Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika Laut, Pusat
Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta 14430, Indonesia. Makara, Sains 2: 108 –
112.
Utomo, dan Sri. 2017. “Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tanggul Tlare
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara”. Jurnal Ilmu Lingkungan, (15) :
hal. 117-123. Diakses pada Kamis, 8 Maret 2018 pukul 17.53 WIB.
Valiela, I., J.L. Bowen, dan J.K. York. 2001. Mangrove Forest: One of the World’s
Threatened Major Tropical Environments. Bioscience 51 (10): 807 – 815.
Walters, BB., P. Ronnback, JM. Kovacs, B. Crona, S.A. Hussain, R. Badola, J.H.
Primavera, E. Barbier, dan F. Dahdouh-Guebas, 2008. Ethnobio-logy, Socio-
Economic and Manage-ment of Mangrove Forests: a review. Aquatic Botany 89:
220 – 236.