Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yaitu upaya kesehatan jiwa
yang bertujuan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual
maupun sosial. Pelayanan “Tri Upaya Bina Jiwa” dalam pelayan kesehatan jiwa
meliputi usaha promotif yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa yaitu
pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa. Upaya
kesehatan jiwa tesebut dapat di lakukan perorangan, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang di dukung
sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga serta lingkungan
sosial.
Menurut WHO 2013, skizofrenia merupakan bentuk yang parah dari penyakit
mental yang mempengaruhi sekitar 7 dari per seribu dari populasi orang dewasa,
terutama dari kelompok usia 15 – 35 tahun. Prevalensi penderita skizofrenia antara
laki – laki dan perempuan sama. Tetapi dua jenis kelamin tersebut menunjukkan
perbedaan dalam onset lebih tinggi dan perjalanan penyakit. Laki – laki mempunyai
onset lebih awal dari pada perempuan. Meskipun insiden rendah (3 – 10.000),
prevalensinya tinggi disebabkan oleh kronisitas. Skizofrenia diseluruh dunia di
derita kira – kira 24 juta orang. Lebih dari 50% pasien skizofrenia tidak
mendapatkan penanganan dan 90% penderita berada di negara berkembang.
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen
Kesehatan dan World Health Organization (WHO) 2010 memperkirakan tidak
kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan
berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari
kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) menderita gangguan jiwa.
1
150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional, sedangkan 4
% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya
layanan untuk penyakit kejiwaan ini.
Penyakit gangguan jiwa skizofrenia ini juga merupakan masalah kesehatan umum
di seluruh dunia. Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima
perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang
akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu
juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang
serius (Sulistyowati, 2006 dalam Isnaeni,2008).
2
Peneliti Yosep,(2009) halusinasi merupakan persepsi sensorik yang salah dimana
tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya dimana dapat berwujud
penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi
pendengaran (auditory) dan halusinasi penglihatan (visual) seperti merasa
mendengar suara suara yang mengajak berbicara padaha tidak ada atau melihat
sesuatau yang pada kenyataan nya tidak ada. Pasien merasakan stimulus suara tidak
ada, melihat bayangan orang atau sesuatu padahal tidak ada, membaui bauan
tertentu padahal tidak ada, merasakan sensasi rabaan padahalal tidak ada.
Peneliti Damayanti, (2008) halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
di mana klien mengalami perubahan sensorik persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidua. Klien merasakan
stimulus yang sebetul nya tidak ada.
3
Halusinasi pendengaran disebut sebagai berbicara atau tertawa sendiri tanpa lawan
bicara, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah kearah tertentu
dan menutup-nutup telinga. Dan tanda-tanda halusinasi pendengaran ini seperti
mendengarkan suara-suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya (Keliat, 2011).
Berdasarkan survey awal, data bulan Maret tahun 2017 diruang rawat inap Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan 2017 , terhitung jumlah pasien
dengan gangguan halusinasi sebanyak564 orang pasien , hargadiri rendah sebanyak
290 orang pasien, menarik diri ebanyak 418 orang pasiendan resiko perilaku
kekerasan terhadap sebanyak 257, waham terdapat banyak 198 orang,deficit
perawatan iri terdapat sebanyak 440 orang . Dan tercatat total jumlah pasien di
rumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan sumatra utara adalah 2.167
orang.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik mengambil judul penelitian
“Apakah ada hubungan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan kemampuan
klien mengontrol halusinasi pendengaran di RSJ Prof.Dr. Muhammad Ildream
medan Tahun 2017”.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah peneliti adalah,
“Apakah ada hubunganpelaksanaan tindakan keperawatan halusinasi dengan
kemampuan klien mengontrol halusinasi pendengaran di rumah sakit jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem medan tahun 2017?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubunganpelaksanaan tindakan keperawatan
dengankemampuan mengotrol halusinasi pendengaran klien di rumah sakit
jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasipelaksanan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi
pendengaran di rumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan
tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi klien
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penderita agar mempercepat
penyembuhan halusinasi pendengaran di mana biasanya klien mendengar suara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu dapat mengetahui serta klien tahu
cara menangani, merawat, dan mencegah kekambuhan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran. .
5
2. Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan atau kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengankejiwaan khususnya dalam memberikan tindakan pada
pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Landasan Teoritis
1. Halusinasi
a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal (pikiran) dan ransangan eksternal (dunia luar).Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang berbicara (Kusumawati, 2011).
Halusinasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang paralel dengan indra
manusia.Halusinasi visual melibatkan indra penglihatan, atau “melihat
sesuatu.” Halusinasi pendengaran umumnya melibatkan pendengaran
suara, jenis paling umum dari halusinasi. Kadang-kadang, halusinasi dapat
mencakup pengalaman suara dan visual profesional kesehatan mental
menggambarkannya sebagai “halusinasi auditori-visual.” Mencium adanya
bau atau merasakan ada sesuatu di kulit seseorang yang sebenarnya tidak
ada adalah bentuk-bentuk halusinasi somatik (berasal dari soma, kata
Yunani untuk tubuh). Perbedaan halusinasi dengan delusi adalah bahwa
delusi merupakan kesalahpahaman atas hal-hal yang secara objektif hadir.
7
Halusinasi merupakan pengamatan yang sebenarnya tidak ada, namun
dialami sebagai suatu realitas. Dalam hal ini mempunyai ciri-ralitas nyata
yang betul-betul dialami atau dihayati oleh subjek.
8
dirinya. Semua gambaran itu segaris dengan fantasi-fantasi kecemasannya.
Maka apabila si penderita menjadi sembuh, akan hilanglah semua
halusinasi dan pseudo-halusinasinya.
Gejala psikis yang dekat atau mirip dengan halusinasi ialah mimpi. Dalam
mimpi, kita melihat orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang tidak ada;
dan hanya ada dalam mimpi itu sendiri. Namun pada peristiwa mimpi itu
tidak menunjukkan adanya penyakit jiwa atau gangguan fungsi serta
gangguan adaptasi. Mimpi itu bahkan mempunyai arti tertentu bagi
adaptasi yaitu sebagai penyaluran atau peletupan bagi kecemasan-
kecemasan dan harapan-harapan tertentu.
2. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran disebut sebagai berbicara atau tertawa sendiri tanpa
lawan bicara, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah
kearah tertentu dan menutup-nutup telinga. Dan tanda-tanda halusinasi
pendengaran ini seperti mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya (Keliat, 2011)
9
waktu lama sebelum halusinasi baik secara individu maupun suport keluarga
(Yosep, 2011).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak
lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan
penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Anggriani 2012).
Pelaksanaan pengenalan dan pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu secara kelompok dan individu. Secara kelompok selama ini
10
dikenal dengan istilah Terapi Aktivitas kelompok (TAK) dan secara individu
dengan cara face to face (Gunderson, 1984 dikutip dari Anggriani,2012).
3. Etiologi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasiadalah:
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stres.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
11
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit.
b. Faktor presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketkutan,perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik
diri,kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidakdapat membedakan keadaan nyat dan tidak nyata. Menurut
Rawlins& Heacock 1988 (Damaiyanti, 2012).Etiologi halusinasi dapat
dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar
biasa. Pengguna obat-obatan, demam tinggi hingga terjadi
delirium, intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk tidur
dan dalam jangka waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebih yang tidak dapat diatasi. Isi
halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan yang tidak
dapat dikontrol dan menentang, sehingga menyebabkan klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi
merupakanusaha ego sendiri melawan implus yang menekandan
12
menimbulkan kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil
seluruh perhatian klien.
d) Dimensi sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri,
harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga
klien cenderung menyendiri dan hanya bertuju pada diri sendiri.
e) Dimensi spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama
sirkandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangaun terbangun merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya. Sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
13
Keterangan rentang respon menurut Yosep (2010) yaitu :
a. Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
daripengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
danlingkungan
f. Proses Pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkangangguan
g. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentangpenerapan
yang benar-benar terjadi karena rangsangan panca indra
h. Emosi berlebihan atau berkurang
i. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
j. Menarik Diri adalah percobaan untuk mengindari interaksi dengan orang
lain
k. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
l. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsieksternal
yangtidak realita atau tidak ada
m. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
n. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
o. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterimasebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
14
5. Jenis-jenis halusinasi
a. Halusinasi pendengaran:
Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang
kurang jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak
berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan:
Stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan
yang rumit dan kompleks.Bayangan biasa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidungan:
Membantu bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, fases, farfum, atau
bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke,
kejang atau, dimensia
d. Halusinasi pengecapan:
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, fases, atau yang lainnya.
e. Halusinasi perabaan:
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidak amanan tanpa
stimulus yang jelas.
f. Halusinasi cenesthetic:
Merasa fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetika:
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerakan.(Kusumawati,
2011).
15
6. Tahapan Halusinasi Pendengaran
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
a. Sleep disorder (Fase awal sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah dikampus, drop out. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan tersebut sebagai pemecahan masalah.
16
e. Conquering panic level of anxiety (Klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya pengalaman sensorinya terganggu).
Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara - suara terutama bila
klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karekteristik:
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jada dominan. Mulai dirsakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
17
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karekteristik:
bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halisinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase kempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien: perilaku terror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonik, tidak mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan
tidak mampu merespons lebih dari satu orang (Kusumawati, 2012).
18
9. Tindakakan Keperawatan Pasien Halusinasi
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a. Pasien mengenal halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
d. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasi
e. Klien memamfatkan obat sesuai program
19
3. Mengatur jadwal aktivitas:
Mengatur kegiatan sesuai dengan kegiatan sehari - hari dan
sesuai dengan kegiatan yang disukainya sehingga tidak ada
kesempatan klien sendiri.
4. Menggunakan obat secara teratur:
5. Menganjurkan klien untuk tidak putus obat dan efek jika obat
harus dijelaskan.
SP 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
SP 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
20
5. Tingkatkan harga diri
a. Identifikasi kemampuan klien dan beri kegiatan yangsesuai.
b. Beri kesempatan sukses dan beri pujian atas kesuksesanklien.
c. Dorong berespons pada situasi nyata.
21
3) Mekanisme penilaian dan perbaikan perbandingan jumlah perawat
klien disesuaikan agar standar dapat dilaksanakan pada sarana
pelayanan kesehatan.
b. Kriteria proses:
Perawat:
1) Memastikan bahwa kebutuhan klien dipenuhi melalui tindakan
keperawatan atau bantuan.
2) Bertindakan sebagai advocate klien jika diperlukan untuk
memfasilitasi pencapaian kesehatan.
3) Meninjau dan memodifikasi tindakan berdasarkan perkambangan
klien.
c. Kriteria hasil:
1) Catatan tindakan/pelaksanaan keperawatan berasal dari
rencana/rencana keperawatan.
2) Tindakan/pelaksanaan keperawatan divalidasi bersama klien dan
perawatan/tim kesehatan lain yang terlibat.
3) Perawat dan sejawat memastikan bahwa tindakan asuhan keperawatan
dilakukan sesuai tindakan/rencana tindakan keperawatan dan bersifat
teraupetik.
22
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi “hubungan
pelaksanaan tindakan keperawatan dengan kemampuan mengontrol
halusinasipendengaran klien di rumah sakit jiwa Prof.Dr. Muhammad Ildream
medan tahun 2015”.
Skema 2.1
Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Ha : “Ada Hubungan pelaksanakan tindakan keperawatan dengan kemampuan
mengontrol halusinasi pendengaran klien di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildream medan Tahun 2017”.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi dengan metode cross
sectional. Penelitian Cross Sectional adalah pengumpulan data yang hanya
dilakukan satu kali pada populasi tertentu dan hasilnya merupakan tentang apa yang
terjadi hari itu tanpa ada follow up (Notoadmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasikan hubungan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran klien Di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr. Muhammad Ildream Medan 2017.
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek di mana akan dilakukan suatu penelitian
(Notoadmojo, 2010). Populasi pada penelitian ini yaitupasien halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildream medan Tahun 2017 sebanyak
564orang.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga danwaktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.Apa
yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (mewakili) (Sugiyono, 2013).
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan, pada bulan Maret 2017. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan merupakan Rumah Sakit yang memiliki
lokasi yang strategis dan memiliki kapasitas yang memadai dan sesuai dengan
kriteria sampel yang di inginkan untuk penelitian ini serta Rumah Sakit
pendidikan.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan pada bulan maret 2017
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasinal Penelitian
Variabel Defenisi Alat Ukur Skor Skala Ukur
Independen Merupakan Kuesioner Meningkat Ordinal
Pelaksanaan standar dari - Sangatsering skor
tindakan standar asuhan (SS): 4 - SangatSetuju :
keperawatan yang berhubungan - Sering(S): 3 55-65
dengan aktivitas - Kadang-kadang - Setuju:45-54
keperawatan (KK):2 - Kadang-kadang:
yang dilakukan oleh - Tidakpernah 35-44
perawat, di (TP): 1 - Tidak pernah:
mana pelaksanaan 25-34
dilakukan pada
pasien berdasarkan
rencana keperawatan
yang dibuat.
Dependen Berbicara atau Observasi Baik>20 (21-28) Nominal
Mengontrol tertawa sendiri tanpa - Ya Tidak Baik<20
halusinasi lawan bicara, marah- - Tidak (14-20)
pendengaran aaran tanpa sebab,
mencondongkan
telinga, mendengar
suara-suara yang
menyuruh
melakukan sesuatu y
ang berbahaya, dan
mendengar suara
yang mengajak
bercakap-cakap
E. Aspek Pengukuran
1. Tindakankeperawatan
1. Pengambilan data
Pengambilan data pada penelitian ini diperoleh dari:
a. Data primer, adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini data primer
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner responden
pada saat mengontrol halusinasi pendengaran klien.
b. Data sekunder, adalah teknik pengumpulan data dengan cara yang tidak
langsung memberikan data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini data sekunder yang di dapat
berasal dari institusi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan 2017.
Peneliti mendapatkan surat pengantar dari Universitas Sari Mutiara Medan untuk
kemudian diserahkan kepada Direktur dan pendidikan Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildream Medan dan diteruskan kepada kepala instalasi rawat
inap, mengeluarkan surat izin studi pendahuluan dan penelitian kepada kepala
instalasi rawat inap di setiap ruangan di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr. Ildream Medan.
Setelah mendapat persetujuan dari ruangan, makan peneliti memulai untuk studi
pendahuluan untuk melengkapi data-data. Kemudian setelah disetujui oleh
pembimbing, peneliti melakukan rivisi terakhir sebelum diajukan untuk siap
diujikan.Oleh karena itu peneliti memahami prinsip-prinsip etika penelitian supaya
tidak melanggar hak-hak otonomi perawat yang juga menjadi klien (Nursalam,
2008). Terdapat tiga prinsip utama dalam etik keperawatan, meliputi :
1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia.
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menuntukan pilihan ikut atau
menolak penelitian (autonomy). Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu
memberikan informasi kepada calon responden yaitu : tentang pelaksanaan
penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasiaan
informasi. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan
dengan baik, responden diberikan informed consent.
2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek (respect for privacy and
confidentiality)
Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi responden
yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh
orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas subjek
dan diganti dengan kode tertentu.
H. Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui bebrapa
tahapan:
1. Editing, tahap ini dilakukan untuk memeriksa data yang telah di peroleh,
kelengkapan identitas dan memastikan tidak ada pernyataan yang tidak di
jawab.
2. Coding, pada tahap ini di lakukan pengkodean kuesioner.
3. Scoring, pada tahap ini di tentukan nilai tertinggi dan nilai terendah setiap
pernyataan (menentukan kriteria pada tiap pernyataan).
4. Tabulating, pada tahap ini mengolah data dengan menggunakan teknik
komputerisasi dengan program SPSS for Windows.
I. Analisa Data
1. Uji validitas
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrument dalam mengumpulkan data instrument harus dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Instrument harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada dua hal penting yang
harus dipenuhi dalam menentukan validitas pengukuran, yaitu (1) relevan
isi instrument yaitu isi istrumen harus disesuaikan dengan tujuan penelitian
(tujuan khusus) agar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, (2)
relevan sasaran subjek dan cara pengukuran yaitu instrument yang di
susuun harus dapat memberikan gambaran terhadap perbedaan subjek
penelitian (Nursalam, 2013).
Hasil uji validitas dalam statistik disajikan dakam item-total statistics yang
ditunjukkan melalui kolom corrected item-total correlation. Untuk
mengetahui soal mana yang valid dan yang tidak vallid dapat dilakukan
dengan membandingkan koefisien validitas (Sugiono, 2011).
2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati sama-sama memengang
peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu di perhatikan bahwa
reliable belum tentu akurat. Dalam suatu penelitian non sosial, reliabilitas
suatu pengukuran ataupun pengalaman lebih mudah dikendalikan daripada
penelitian keperawatan, terutama dalam aspek psikososial (Nursalam,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jogyakarta : Graha Ilmu
Petunjukpengisian :
1. Semua pernyataan harus dijawab
2. Berilah tanda checklist ()
3. Setiap pentanyaan di isi dengan satu jawaban
4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat pada penelitian
Keterangan :
1. Sangatsering (SS)
2. Sering (S)
3. Kadang-kadang (KK)
4. Tidakpernah (TP)
No OBSERVASI SS S KK TP
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1. Menghardikhalusinasipendengaran
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardikhalusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
SP 2. Bercakap – cakapdengan orang lain
9. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
10. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengancara
bercakap-cakap dengan orang lain
11. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan bercakap-
cakap kedalam jadwal kegiatan harian
SP 3. Melakukanaktivitas yang terjadwal
12. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
13. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
14. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan untuk
mengendalika halusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
SP 4. Menggunakanobatsecarateratur
15. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
16. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
17. Menganjurkan pasien memasukkan aktivitas minum obat
kedalam jadwal kegiatan harian
TOTAL
OBSERVASI PENELITIAN DUKUNGAN PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN DENGAN MENGONTROL HALUSINASI
PENDENGARAN KLIEN DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA TAHUN 2017
Petunjukpengisian :
1. Semua pernyataan harus dijawab
2. Berilah tanda checklist ()
3. Setiap pentanyaan di isi dengan satu jawaban
4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat pada penelitian
Kuesioner Data Demografi
Isilah data dengan baik serta jawablah semua pertanyaan yang ada sesuai dengan
petunjuk
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
Keterangan :
1. Ya
2. Tidak