You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yaitu upaya kesehatan jiwa
yang bertujuan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual
maupun sosial. Pelayanan “Tri Upaya Bina Jiwa” dalam pelayan kesehatan jiwa
meliputi usaha promotif yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa yaitu
pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa. Upaya
kesehatan jiwa tesebut dapat di lakukan perorangan, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang di dukung
sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga serta lingkungan
sosial.

Menurut WHO 2013, skizofrenia merupakan bentuk yang parah dari penyakit
mental yang mempengaruhi sekitar 7 dari per seribu dari populasi orang dewasa,
terutama dari kelompok usia 15 – 35 tahun. Prevalensi penderita skizofrenia antara
laki – laki dan perempuan sama. Tetapi dua jenis kelamin tersebut menunjukkan
perbedaan dalam onset lebih tinggi dan perjalanan penyakit. Laki – laki mempunyai
onset lebih awal dari pada perempuan. Meskipun insiden rendah (3 – 10.000),
prevalensinya tinggi disebabkan oleh kronisitas. Skizofrenia diseluruh dunia di
derita kira – kira 24 juta orang. Lebih dari 50% pasien skizofrenia tidak
mendapatkan penanganan dan 90% penderita berada di negara berkembang.
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen
Kesehatan dan World Health Organization (WHO) 2010 memperkirakan tidak
kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan
berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari
kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) menderita gangguan jiwa.

Gangguan jiwa menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010,


menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari

1
150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional, sedangkan 4
% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya
layanan untuk penyakit kejiwaan ini.

Keliat, (2010) mengatakan, skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang


ditandai dengan gangguan realitas (halusinasi dan waham), di mana ketidak
mampuan berkomunikasi dan efek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif
(tidak mampu berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas
sehari-hari.

Penyakit gangguan jiwa skizofrenia ini juga merupakan masalah kesehatan umum
di seluruh dunia. Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima
perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang
akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu
juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang
serius (Sulistyowati, 2006 dalam Isnaeni,2008).

Di mana menurut data Riskesdas 2013, Indonesia menyebutkan rata – rata


prevalensi gangguan jiwa berat dan kronis atau skizofrenia yang dicerita
masyarakat Indonesia tanpa batas umur sekitar menunjukkan bahwa penderiata
gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 1,7 per 1.000 orang. Penelitiaan yang sama
mencatat dari total populasi beresiko besar 1.093.150 orang, hanya 3.5% atau
38.260 orang yang terlayani dengan perawatan yang memadai di berbagai fasilitas
kesehatan. Kondisi tersebut berkolerasi langsung dengan perawatan yang salah
terhadap penyakit tersebut, Riskesdas 2013, turut mencatat proporsi rumah tangga
dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berart
dan pernah di pasung mencapai 18,2 % di daerah pedesaan. Sementara di daerah
perkotaan, proporsinya mencapai 10,7 %.

2
Peneliti Yosep,(2009) halusinasi merupakan persepsi sensorik yang salah dimana
tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya dimana dapat berwujud
penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi
pendengaran (auditory) dan halusinasi penglihatan (visual) seperti merasa
mendengar suara suara yang mengajak berbicara padaha tidak ada atau melihat
sesuatau yang pada kenyataan nya tidak ada. Pasien merasakan stimulus suara tidak
ada, melihat bayangan orang atau sesuatu padahal tidak ada, membaui bauan
tertentu padahal tidak ada, merasakan sensasi rabaan padahalal tidak ada.

Peneliti Damayanti, (2008) halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa
di mana klien mengalami perubahan sensorik persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidua. Klien merasakan
stimulus yang sebetul nya tidak ada.

Terjadinya halusinasi berdasarkan penelitian Suryani (2013) dengan judul proses


terjadinya halusinasi : sebagian diungkapkan oleh penderita skizoprenia dengan
pendekatan collaixi diketahui bahwa terdapat lima proses individu mengalama
halusinasi yaitu : adanya serangkaian masalah yang difikirkan, adanya situasi/
kondisi sebagai pencetus, terjadi nya secara bertahap, membutuhkan waktu lama
sebelum terjadi halusinasi, adanya theme pendekatan spiritual dan penggunaan
koping yang konstruktif sebagai upaya pencegahan halusinasi bagai secara individu
maupun suport keluarga (Yosep, 2012).

Peneliti Kusumawati (2011) mengatakan halusinasi merupakan hilangnya


kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
ransangan exkternal (dunia luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa adaobjek atau ransangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara.

3
Halusinasi pendengaran disebut sebagai berbicara atau tertawa sendiri tanpa lawan
bicara, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah kearah tertentu
dan menutup-nutup telinga. Dan tanda-tanda halusinasi pendengaran ini seperti
mendengarkan suara-suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya (Keliat, 2011).

Tindakan mengontrol halusinasi keperawatan untuk membantu klien mengatasi


halusinasi di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Saling
percaya sangat penting di jalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.Pertama –
tama klien harus di fasilitasi untuk memperoleh rasa nyaman untuk menceritakan
pengalaman halusinasinya sehingga informasi tentang halusinasinya dapat
konprehensif. Hindari menyalahkan atau respon tertawa saat klien menceritakan
pengalaman aneh yang mengelikan di mana tahap tahap dalam mengontrol
halusinasi seperti dengan menghadik halusinasi, berbicara dengan orang lain,
mengatur jadwal aktifitas harian, menggunakan obat secara teratur (Kusumawati,
2011).

Berdasarkan survey awal, data bulan Maret tahun 2017 diruang rawat inap Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan 2017 , terhitung jumlah pasien
dengan gangguan halusinasi sebanyak564 orang pasien , hargadiri rendah sebanyak
290 orang pasien, menarik diri ebanyak 418 orang pasiendan resiko perilaku
kekerasan terhadap sebanyak 257, waham terdapat banyak 198 orang,deficit
perawatan iri terdapat sebanyak 440 orang . Dan tercatat total jumlah pasien di
rumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan sumatra utara adalah 2.167
orang.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik mengambil judul penelitian
“Apakah ada hubungan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan kemampuan
klien mengontrol halusinasi pendengaran di RSJ Prof.Dr. Muhammad Ildream
medan Tahun 2017”.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah peneliti adalah,
“Apakah ada hubunganpelaksanaan tindakan keperawatan halusinasi dengan
kemampuan klien mengontrol halusinasi pendengaran di rumah sakit jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem medan tahun 2017?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubunganpelaksanaan tindakan keperawatan
dengankemampuan mengotrol halusinasi pendengaran klien di rumah sakit
jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan tahun 2017.

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasipelaksanan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi
pendengaran di rumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan
tahun 2017.

b. Untuk mengidentifikasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi


pendengaran di rumah sakit jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem medan
tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi klien
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penderita agar mempercepat
penyembuhan halusinasi pendengaran di mana biasanya klien mendengar suara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu dapat mengetahui serta klien tahu
cara menangani, merawat, dan mencegah kekambuhan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran. .

5
2. Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan atau kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengankejiwaan khususnya dalam memberikan tindakan pada
pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

3. Bagi Profesi Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan khususnya
tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien dan sebagai bahan masukan dan
informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit jiwa Prof.Dr.muhammad
Ildream dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
khususnya dengan kasus gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Landasan Teoritis
1. Halusinasi
a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal (pikiran) dan ransangan eksternal (dunia luar).Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang berbicara (Kusumawati, 2011).

Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra (yaitu penglihatan,


pendengaran, perasa, penciuman, atau perabaan). Meskipun halusinasi
adalah bagian dari banyak penyakit, ada juga saat-saat di mana ia dianggap
normal atau umum, misalnya ketika tertidur atau selama pengalaman
religius.

Halusinasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang paralel dengan indra
manusia.Halusinasi visual melibatkan indra penglihatan, atau “melihat
sesuatu.” Halusinasi pendengaran umumnya melibatkan pendengaran
suara, jenis paling umum dari halusinasi. Kadang-kadang, halusinasi dapat
mencakup pengalaman suara dan visual profesional kesehatan mental
menggambarkannya sebagai “halusinasi auditori-visual.” Mencium adanya
bau atau merasakan ada sesuatu di kulit seseorang yang sebenarnya tidak
ada adalah bentuk-bentuk halusinasi somatik (berasal dari soma, kata
Yunani untuk tubuh). Perbedaan halusinasi dengan delusi adalah bahwa
delusi merupakan kesalahpahaman atas hal-hal yang secara objektif hadir.

7
Halusinasi merupakan pengamatan yang sebenarnya tidak ada, namun
dialami sebagai suatu realitas. Dalam hal ini mempunyai ciri-ralitas nyata
yang betul-betul dialami atau dihayati oleh subjek.

Halusinasi tersebut dialami sebagai satu pengamatan sedangpseudo-


halusinasi dialamiorangsebagai tanggapan.Orang yang mengalami
halusinasi itu melihat dan mendengar peristiwa-peristiwa tertentu; namun
perangsang fisik dari peristiwa tadi sama sekali tidak ada.halusinasi
biasanya berlangsung pada: orang yang sakit berat, terkena racun-racun
tertentu (candu, alkohol, bahan narkotik), dan penderita psikosa berat.

Pseudo-halusinasi adalah peristiwa yang dihayati sebagai tanggapan, dan


bukan sebagai sebagai “sepertinya satu pengamatan” (pengamatan semu)
merupakan satu tanggapan spontan.

Pseudo-halusinasi ini siring muncul sendiri diluar kontrol kemauan kita,


dengan bagian-bagian detail indrawi yang sangat jelas. Pseudo-halusinasi
itu pada umumnya dimuati oleh emosi-emosi yang kuat. Jadi padanya ada
nilai perasaan yang tinggi sekali.

Seorang penderita pseudo-halusinasi itu mengetahui bahwa segala sesuatu


yang dilihat atau didengar itu bukanlah kenyataan. Akan tetapi dia tidak
bisa melepaskan diri dari belenggu-belenggu tanggapan tersebut.
Contohnya, seorang pasien deprsif dengan kecemasan-kecemasan kronis,
selalu melihat iringan-iringan kranda orang mati, melihat api neraka yang
menyala berkobar-kobar yang akan membakar dirinya, melihat orang yang
dirobek-robek dan dianiaya, mendengar suara-suara ancaman yang
mengandung maut, dan lain-lain. Dia menyadari bahwa gambaran-
gambaan tanggapan tadi tidak ada, dan bukan merupakan kenyataan; akan
tetapi dia tidak bisa melepaskan diri dari “tangkapan” cakar-cakar
tanggapan yang serba mengerikan yang tampaknya akan menerkam

8
dirinya. Semua gambaran itu segaris dengan fantasi-fantasi kecemasannya.
Maka apabila si penderita menjadi sembuh, akan hilanglah semua
halusinasi dan pseudo-halusinasinya.

Gejala psikis yang dekat atau mirip dengan halusinasi ialah mimpi. Dalam
mimpi, kita melihat orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang tidak ada;
dan hanya ada dalam mimpi itu sendiri. Namun pada peristiwa mimpi itu
tidak menunjukkan adanya penyakit jiwa atau gangguan fungsi serta
gangguan adaptasi. Mimpi itu bahkan mempunyai arti tertentu bagi
adaptasi yaitu sebagai penyaluran atau peletupan bagi kecemasan-
kecemasan dan harapan-harapan tertentu.

2. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran disebut sebagai berbicara atau tertawa sendiri tanpa
lawan bicara, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga ke arah
kearah tertentu dan menutup-nutup telinga. Dan tanda-tanda halusinasi
pendengaran ini seperti mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya (Keliat, 2011)

Halusinasi pendengaran adalah paling sering di jumpai bunyi menderingi atau


suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di tunjukkan
pada penderita sehingga tidak jarang pejnderita bertengkar dan berdebat
dengan suara-suara tersebut (Yosep, 2007).

Terjadinya halusinasi berdasarkan penelitian Suryani (2013) dengan proses


terjadinya halusinasi : sebagai di ungkapkan oleh penderita skizoprenia dengan
pendekatan collazi diketahui bahwq terdapat lima proses individu mengalami
halusinasi, yaitu : adanya rangkaian masalah byang difikirkan, adanya
situasi/kondisi sebagai pencetus, terjadinya secara bertahap membutuhkan

9
waktu lama sebelum halusinasi baik secara individu maupun suport keluarga
(Yosep, 2011).

Dampak yang dapat di timbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi


adalah kehilangan kontrol diri. Dimana pasien mengalami panik dan
perilakunya di kendalikan oleh halusinasi nya. Dalam situasi ini pasien dapat
melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan
merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang di timbulkan di
butuhkan penangana halusinasi yang tepat (Hawari, 2009 di kutip dari
anggriani, 2012).

Cenderung menghindari dari interaksi agar dirinya terhindar dari stressor -


stressor yang mengancap pada akhirnya individu merasa sangat nyaman
dengan kondisi menyendiri sehingga dapat mengganggu metabolism
neukokimia seperti Bufotamin dan Dimetyltransferase hal ini merangsang
timbulnya halusinasi (Sunaryo 2004, Yosep 2010).

Cenderung menghindari dari interaksi agar dirinya terhindar dari stressor -


stressor yang mengancap pada akhirnya individu merasa sangat nyaman
dengan kondisi menyendiri sehingga dapat mengganggu metabolism
neukokimia seperti Bufotamin dan Dimetyltransferase hal ini merangsang
timbulnya halusinasi (Sunaryo 2004, Yosep 2010).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak
lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan
penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Anggriani 2012).
Pelaksanaan pengenalan dan pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu secara kelompok dan individu. Secara kelompok selama ini

10
dikenal dengan istilah Terapi Aktivitas kelompok (TAK) dan secara individu
dengan cara face to face (Gunderson, 1984 dikutip dari Anggriani,2012).

3. Etiologi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasiadalah:
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stres.

2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

3. Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.

4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.

11
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit.

b. Faktor presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketkutan,perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik
diri,kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidakdapat membedakan keadaan nyat dan tidak nyata. Menurut
Rawlins& Heacock 1988 (Damaiyanti, 2012).Etiologi halusinasi dapat
dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar
biasa. Pengguna obat-obatan, demam tinggi hingga terjadi
delirium, intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk tidur
dan dalam jangka waktu yang lama.

b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebih yang tidak dapat diatasi. Isi
halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan yang tidak
dapat dikontrol dan menentang, sehingga menyebabkan klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c) Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi
merupakanusaha ego sendiri melawan implus yang menekandan

12
menimbulkan kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil
seluruh perhatian klien.

d) Dimensi sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri,
harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga
klien cenderung menyendiri dan hanya bertuju pada diri sendiri.

e) Dimensi spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama
sirkandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangaun terbangun merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya. Sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

4. Rentang Respon Halusinasi


Rentang adaptif
Respons maladaptif

- Pikiran logis - Distorsi pikiran - Waham


- Persepsi Akurat ilusi - Halusinasi
- Emosi konsistensi - Menarik diri - Sulit berespons
denganpengalaman - Reaksi emosi >/< - Perilaku disorganisasi
- Perilaku sesuai - Perilaku tidak biasa - Isolasi sosial
- Hubungan sosial

13
Keterangan rentang respon menurut Yosep (2010) yaitu :
a. Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
daripengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
danlingkungan
f. Proses Pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkangangguan
g. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentangpenerapan
yang benar-benar terjadi karena rangsangan panca indra
h. Emosi berlebihan atau berkurang
i. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
j. Menarik Diri adalah percobaan untuk mengindari interaksi dengan orang
lain
k. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
l. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsieksternal
yangtidak realita atau tidak ada
m. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
n. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
o. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterimasebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.

14
5. Jenis-jenis halusinasi
a. Halusinasi pendengaran:
Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang
kurang jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak
berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan:
Stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan
yang rumit dan kompleks.Bayangan biasa menyenangkan atau
menakutkan.

c. Halusinasi penghidungan:
Membantu bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, fases, farfum, atau
bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke,
kejang atau, dimensia

d. Halusinasi pengecapan:
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, fases, atau yang lainnya.

e. Halusinasi perabaan:
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidak amanan tanpa
stimulus yang jelas.

f. Halusinasi cenesthetic:
Merasa fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urine.

g. Halusinasi kinestetika:
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerakan.(Kusumawati,
2011).

15
6. Tahapan Halusinasi Pendengaran
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
a. Sleep disorder (Fase awal sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah dikampus, drop out. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan tersebut sebagai pemecahan masalah.

b. Comforting (halusinasi secara umum ia diterima sebagai sesuatu yang


alami)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.

c. Condemning ( secara umum halusinasi sering mendatangi klien)


Klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.

d. Controling severe level of anxiety (Fungsi sensori menjadi tidak relevan


dengan kenyataan)
Klien mencoba melawan suara- suara atau sensori abnormal yang datang.
Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasi nya berakhir. Dari sini lah
dimulai fase gangguan psikotik.

16
e. Conquering panic level of anxiety (Klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya pengalaman sensorinya terganggu).
Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara - suara terutama bila
klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.

7. Proses terjadinya halusinasi pendengaran


Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karekteristik: klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, salah bersalah, kesepian
yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal - hal yang tidak menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karekteristik:
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jada dominan. Mulai dirsakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.

17
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karekteristik:
bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halisinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase kempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien: perilaku terror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonik, tidak mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan
tidak mampu merespons lebih dari satu orang (Kusumawati, 2012).

8. Proses terjadinya halusinasi


Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping yang
tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi yang timbul
karena kondisi di atas adalah klien cenderung akan menarik diri dari
lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika berlangsung
lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien akan semakin
menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena adanya hal yang tidak
nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh klien merusak diri sendiri dan
lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk, 2005).

18
9. Tindakakan Keperawatan Pasien Halusinasi
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a. Pasien mengenal halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
d. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasi
e. Klien memamfatkan obat sesuai program

10. Rencana Tindakan Keperawatan


Dimana Strategi pelaksanaan tindakan keperawatn yang akan di lakukan.
SP 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
SP 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Isi halusinasi: halusinasi pendengaran, pengelihatan, dan lain
sebagainya.
a. Waktu munculnya halusinasi : waktu sebelum tidur, pagi hari,
saat sendiri, atau saat makan.
b. Frekuensi: seberapa banyak halusinasi muncul dalam satu hari.
c. Hal yang menimbulkan halusinasi muncul : saat melamun, saat
sendirian, dan saat klien marah.
SP 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Beberapa cara untuk mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi cara yang dilakukan klien untuk
mengendalikanhalusinasi.
b. Diskusikan cara yang digunakan klien untuk
mengendalikanhalusinasi.
c. Diskusikan cara mengendalikan halusinasi.
1. Menghardik halusinasi:
Contoh :“Saya tidak mendengar kamu, pergi dari saya".
2. Berbicara dengan orang lain:
Saat halusinasi dating klien mengabaikan dan langsung
mengajak berbincang orang di sekitarnya atau di dekatnya.

19
3. Mengatur jadwal aktivitas:
Mengatur kegiatan sesuai dengan kegiatan sehari - hari dan
sesuai dengan kegiatan yang disukainya sehingga tidak ada
kesempatan klien sendiri.
4. Menggunakan obat secara teratur:
5. Menganjurkan klien untuk tidak putus obat dan efek jika obat
harus dijelaskan.
SP 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
SP 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Peran serta keluarga dalam merawat halusinasi adalah sebagai berikut :


1. Bantu mengenal halusinasi.
a. Bina saling percaya.
b. Diskusikan kapan muncul situasi yang menyebabkan (jikasendiri), isi
dan frekuensi.
2. Meningkatkan kontak dengan realitas.
a. Berbicara tentang topik yang nyata, tidak mengikutihalusinasi.
b. Bicara dengan klien secara sering dan singkat.
c. Buat jadwal kegiatan sehari-hari untuk menghindarikesendirian.
d. Ajak bicara jika tampak klien sedang berhalusinasi.
e. Diskusikan hasil observasi anda.
3. Bantu menurunkan kecemasan dan ketakutan.
a. Temani, cegah isolasi, dan menarik diri.
b. Terima halusinasi klien tanpa mendukung danmenyalakan, misalnya:
"saya percaya anda mendengar,tetapi saya sendiri tidak dengar.
c. Beri kesempatan untuk mengungkapkan. Tetap semagat,empati,
kalem, dan lemah lembut
4. Mencegah klien melukai diri sendiri dan orang lain.
a. Lakukan perlindungan
b. Kontak yang sering secara personal.

20
5. Tingkatkan harga diri
a. Identifikasi kemampuan klien dan beri kegiatan yangsesuai.
b. Beri kesempatan sukses dan beri pujian atas kesuksesanklien.
c. Dorong berespons pada situasi nyata.

B. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Pengertian Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan merupakan suatu tindakan yang dilakukan langsung
kepala klien, keluarga, dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang
dibuat. Perawat kesehatan jiwa membuat rencana tindakan/intervensi
keperawatan bertujuan spesifik dan unik untuk setiap kebutuhan klien.
(Damaiyanti, 2008).

Dalam mengimplementasikan tindakan, perawat kesehatan jiwa menggunakan


tindakan yang luas dan dirancang untuk mencegah penyakit meningkatkan,
mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental. Kebutuhan
klien terhadap pelayanan keperawatan dan dirancang pemenuhan kebutuhannya
melalui standar peleyanan dan asuhan keperawatan. Pedoman tindakan
keperawatan dibuat untuk tindakan pada klien baik secara individual,
kelompok maupun yang terkait dengan ADL atau Activity Daily Living (Keliat
dan Kemat, 2009).

Dengan adanya perincian kebutuhan waktu, diharapkan pada setiap perawat


memiliki jadwal harian untuk masing masing klien sehingga waktu kerja
perawat menjadi lebih efektif dan efisiensi (Keliat dan Akemat, 2009).
a. Kriteria struktur:
1) Tindakan keperawatan secara mandiri dipromosikan pada sarana
pelayanan keperawatan.
2) Pola penetapan tentang di sarana pelayanan keperawatan ditemukan
sesuai dangan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

21
3) Mekanisme penilaian dan perbaikan perbandingan jumlah perawat
klien disesuaikan agar standar dapat dilaksanakan pada sarana
pelayanan kesehatan.

b. Kriteria proses:
Perawat:
1) Memastikan bahwa kebutuhan klien dipenuhi melalui tindakan
keperawatan atau bantuan.
2) Bertindakan sebagai advocate klien jika diperlukan untuk
memfasilitasi pencapaian kesehatan.
3) Meninjau dan memodifikasi tindakan berdasarkan perkambangan
klien.

c. Kriteria hasil:
1) Catatan tindakan/pelaksanaan keperawatan berasal dari
rencana/rencana keperawatan.
2) Tindakan/pelaksanaan keperawatan divalidasi bersama klien dan
perawatan/tim kesehatan lain yang terlibat.
3) Perawat dan sejawat memastikan bahwa tindakan asuhan keperawatan
dilakukan sesuai tindakan/rencana tindakan keperawatan dan bersifat
teraupetik.

2. Tujuan tindakan keperawatan


Tujuan keperawatan adalah perubahan perilaku kien yang diharapkan oleh
perawat setelah tindakan berhasil dilakukan. Kriteria tujuan (standar V asuhan
keperawatan) meliputi: rumusan singkat dan jelas, disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan, spesifik, dapat diukur /diobservasi, realistik/dapat
dicapai, terdiri dari subjek, perilaku pasien, kondisi, dan kriteria tujuan
(Damaiyanti, 2012).

22
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi “hubungan
pelaksanaan tindakan keperawatan dengan kemampuan mengontrol
halusinasipendengaran klien di rumah sakit jiwa Prof.Dr. Muhammad Ildream
medan tahun 2015”.

Skema 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Pelaksanaan Tindakan Halusinasi Pendengaran


Keperawatan 1. Mengenal halusinasi
1. SP.1 : Menghardik 2. Mengenal halusinasi
halusinasi Pasien pendengaran
2. SP. : Berbicara dengan 3. Jenis-jenis halusinasi
orang lain 4. Penyebab halusinasi
3. SP 3 : Mengatur jadwal pendengaran
aktivitas 5. Tanda dan gejala
4. SP 4 : Menggunakan halusinasi
Obat secara teratur

D. Hipotesis
Ha : “Ada Hubungan pelaksanakan tindakan keperawatan dengan kemampuan
mengontrol halusinasi pendengaran klien di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildream medan Tahun 2017”.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi dengan metode cross
sectional. Penelitian Cross Sectional adalah pengumpulan data yang hanya
dilakukan satu kali pada populasi tertentu dan hasilnya merupakan tentang apa yang
terjadi hari itu tanpa ada follow up (Notoadmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasikan hubungan pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran klien Di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr. Muhammad Ildream Medan 2017.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek di mana akan dilakukan suatu penelitian
(Notoadmojo, 2010). Populasi pada penelitian ini yaitupasien halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildream medan Tahun 2017 sebanyak
564orang.

2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga danwaktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.Apa
yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (mewakili) (Sugiyono, 2013).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive


sampling dimana purposive sampling suatu metode pemilihan sampel yang
dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang ditentukan oleh
peneliti, berdasarkan ciri dan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya dengan jumlah seluruh pasien halusinasi yang ada di Rumah Sakit
Jiwa Prof.Dr. Muhammad Ildrem Medan sebanyak 2.167 orang. Kriteria inklusi
merupakan kriteria di mana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang
memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat, 2009). Kriteria inklusi yang diambil
oleh peneliti yaitu pasien yang masih aktif di rumah sakit jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildream medan Tahun 2017

Rumus dalam pengambilan sampel berdasarkan rumus Arikunto (2006) apabila


populasi lebih dari 100 maka dapat diambil rumus antara 10-15% atau 20-25%
atau 30 %. Dari populasi diambil 20 % sehingga jumlah sampelnya adalah 20%x
564orang = 113 orang.

C. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan, pada bulan Maret 2017. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan merupakan Rumah Sakit yang memiliki
lokasi yang strategis dan memiliki kapasitas yang memadai dan sesuai dengan
kriteria sampel yang di inginkan untuk penelitian ini serta Rumah Sakit
pendidikan.

2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan pada bulan maret 2017
D. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasinal Penelitian
Variabel Defenisi Alat Ukur Skor Skala Ukur
Independen Merupakan Kuesioner Meningkat Ordinal
Pelaksanaan standar dari - Sangatsering skor
tindakan standar asuhan (SS): 4 - SangatSetuju :
keperawatan yang berhubungan - Sering(S): 3 55-65
dengan aktivitas - Kadang-kadang - Setuju:45-54
keperawatan (KK):2 - Kadang-kadang:
yang dilakukan oleh - Tidakpernah 35-44
perawat, di (TP): 1 - Tidak pernah:
mana pelaksanaan 25-34
dilakukan pada
pasien berdasarkan
rencana keperawatan
yang dibuat.
Dependen Berbicara atau Observasi Baik>20 (21-28) Nominal
Mengontrol tertawa sendiri tanpa - Ya Tidak Baik<20
halusinasi lawan bicara, marah- - Tidak (14-20)
pendengaran aaran tanpa sebab,
mencondongkan
telinga, mendengar
suara-suara yang
menyuruh
melakukan sesuatu y
ang berbahaya, dan
mendengar suara
yang mengajak
bercakap-cakap

E. Aspek Pengukuran
1. Tindakankeperawatan

Untuk mendapatkan informasi dari responden tentang pelaksanaan tindakan


keperawatan dengan mengontrol halusinasi pendengaran klien di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan. Peneliti menggunakan data berupa
kuesioner yang dimodifikasi sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada
konsep dan tinjauan pustaka. Adapun kuesioner yang digunakan adalah terdiri
dari: bagian pertama instrumen penelitian adalah kuesioner pelaksanaan tindakan
keperawatan dimana jumlah kuesioner sebanyak 17 dengan pilihan jawaban tidak
perna (TP=1), kadang- kadang (KK=2), sering (S=3), sangat sering (SS=4).Nilai
terendah yang akan dicapai adalah 15 dan nilai tertinggi 65 dengan menggunakan
rumus interval :
R
p=
BK
65 − 25
p=
4
p = 10
Keterangan :
P = panjang kelas
R = rentang (skor tertinggi-skor terendah)
BK = banyak kelas (banyak kategori)
Berdasakan hasil di atas maka variabel pola asuh orang tua dapat dikategorikan
menjadi :
a. SangatSetuju : 55-65
b. Setuju:45-54
c. Kadang-kadang:35-44
d. Tidak pernah:25-34

2. Mengontrol halusinasi pendengaran

Untuk mengukur mengontrol halusinasi pendengaran yang terdiri dari 10


pernyataan. Masing-masing kuisioner terdiri dengan menggunakan 2 pilihan
jawabanya dan tidak. Jawaban untuk pernyataan positiif adalah ya diberi skor
2dan tidak diberi skor 1. Jawaban untuk pernyataan negatif (nomor ganjil) adalah
ya diberi skor 1dan tidak diberi skor 2. Nilai terendah yang akan dicapai adalah
14 dan nilai tertinggi 28 dengan menggunakan rumus interval:
R
p=
BK
28 − 14
p=
2
p=7
Keterangan :
P = panjang kelas
R = rentang (skor tertinggi – skor terendah)
BK = banyak kelas (banyak kategori)

Berdasakan hasil di atas maka variabel sibling rivalry dapat dikategorikan


menjadi :
a. BAik : jika skor >20
b. Tidak Baik : jika skor <20
F. Metode Pengambilan Data& Pengumpulan Data

1. Pengambilan data
Pengambilan data pada penelitian ini diperoleh dari:
a. Data primer, adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini data primer
yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner responden
pada saat mengontrol halusinasi pendengaran klien.

b. Data sekunder, adalah teknik pengumpulan data dengan cara yang tidak
langsung memberikan data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini data sekunder yang di dapat
berasal dari institusi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Medan 2017.

2. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data
tersebut meliputi wawancara berstruktur, observasi, angket, pengukuran, atau
melihat data statistic (data sekunder) seperti dokumentasi (Hidayat, 2010).

Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan


sebelumnya. Pengumpulan data di lakukan di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildrem Medan, dengan sebelumnya mengutarakan tujuan,
manfaat dan cara pengisian kuesioner penelitian. Kemudian calon responden
yang bersedia di minta untuk menandatangani informed consent. Selanjunta
peneliti memberi kuesioner yang telah di persiapkan untuk diisi oleh
responden. Selama pengisian kuesioner, responden di beri kesempatan jika ada
yang kurang jelas, setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan
perhitungan statistika deskriptif untuk pelaksanaan tindakan keperawatan.
G. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan


dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak responden harus dilindungi.
Pada penelitian ini, maka peneliti pertama mengajurkan judul kepada pembimbing.
Setelah disetujui oleh pembimbing, maka peneliti mangajukan skripsi dari Bab 1
sampai Bab 3, sebelumnya penelitian disertai dengan studi pendahuluan dengan
konsultasi kepada pembimbing.

Peneliti mendapatkan surat pengantar dari Universitas Sari Mutiara Medan untuk
kemudian diserahkan kepada Direktur dan pendidikan Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildream Medan dan diteruskan kepada kepala instalasi rawat
inap, mengeluarkan surat izin studi pendahuluan dan penelitian kepada kepala
instalasi rawat inap di setiap ruangan di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr. Ildream Medan.
Setelah mendapat persetujuan dari ruangan, makan peneliti memulai untuk studi
pendahuluan untuk melengkapi data-data. Kemudian setelah disetujui oleh
pembimbing, peneliti melakukan rivisi terakhir sebelum diajukan untuk siap
diujikan.Oleh karena itu peneliti memahami prinsip-prinsip etika penelitian supaya
tidak melanggar hak-hak otonomi perawat yang juga menjadi klien (Nursalam,
2008). Terdapat tiga prinsip utama dalam etik keperawatan, meliputi :
1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia.
Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menuntukan pilihan ikut atau
menolak penelitian (autonomy). Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu
memberikan informasi kepada calon responden yaitu : tentang pelaksanaan
penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasiaan
informasi. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan
dengan baik, responden diberikan informed consent.
2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek (respect for privacy and
confidentiality)
Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi responden
yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh
orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas subjek
dan diganti dengan kode tertentu.

3. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (respect for justice inclusiveness)


Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian
dilakukan secara jujur, tepat, cermat dan hati-hati serta professional. Sedangkan
prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan
dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

H. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui bebrapa
tahapan:
1. Editing, tahap ini dilakukan untuk memeriksa data yang telah di peroleh,
kelengkapan identitas dan memastikan tidak ada pernyataan yang tidak di
jawab.
2. Coding, pada tahap ini di lakukan pengkodean kuesioner.
3. Scoring, pada tahap ini di tentukan nilai tertinggi dan nilai terendah setiap
pernyataan (menentukan kriteria pada tiap pernyataan).
4. Tabulating, pada tahap ini mengolah data dengan menggunakan teknik
komputerisasi dengan program SPSS for Windows.

I. Analisa Data

Di lakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dan variabel


dependen dilakukan uji satistik dengan analisa data menggunakan uji statistic yaitu
spearman's rho (p < 0,05) dengan hipotesis sebagai berikut: (Sugiyono, 2012).
Ha : Ada hubungan pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap mengontrol
halusinasi pendengaran klien di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad
Ildrem Medan 2017.

J. Uji validitas dan Uji Reliabilitas

1. Uji validitas
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrument dalam mengumpulkan data instrument harus dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Instrument harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada dua hal penting yang
harus dipenuhi dalam menentukan validitas pengukuran, yaitu (1) relevan
isi instrument yaitu isi istrumen harus disesuaikan dengan tujuan penelitian
(tujuan khusus) agar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, (2)
relevan sasaran subjek dan cara pengukuran yaitu instrument yang di
susuun harus dapat memberikan gambaran terhadap perbedaan subjek
penelitian (Nursalam, 2013).

Validitas ini akan dilaksanakan sebelum melakukan pengumpulan data.


Apabila ada pernyataan dalam kuesioner tidak valid maka pernyataan itu
tidak digunakan dalam penelitian. Pernyataan yang valid akan
dimodifikasi dan digunakan untuk penelitian.

Hasil uji validitas dalam statistik disajikan dakam item-total statistics yang
ditunjukkan melalui kolom corrected item-total correlation. Untuk
mengetahui soal mana yang valid dan yang tidak vallid dapat dilakukan
dengan membandingkan koefisien validitas (Sugiono, 2011).

2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati sama-sama memengang
peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu di perhatikan bahwa
reliable belum tentu akurat. Dalam suatu penelitian non sosial, reliabilitas
suatu pengukuran ataupun pengalaman lebih mudah dikendalikan daripada
penelitian keperawatan, terutama dalam aspek psikososial (Nursalam,
2008).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Riset Keperawatan dan teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba


medica

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Kesehatan: Paradigma


Kuantitatif. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat. B. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC

Keliat. B. 2007.Keperwatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Keliat. B. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat.B. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati F. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medica


Noor. 2008. Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta

Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmojo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medica

Purwaningsih, W dan Karlina. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :


Nuha Medika

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jogyakarta : Graha Ilmu

Sugioyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif &


Kualitatif. Bandung; Penerbit ALFABETA

Videbeck. 2008. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Wahyuni, dkk. 2011.Hubungan Lama Rawat Dengan Kemampuan Pasien Dalam


Mengontrol Halusinasi
Yosep. 2010. Keperawatan Jiwa Cetakan kedua. Bandung : PT Rafika Aditama
KUESIONER PENELITIAN DUKUNGAN PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN TERHADAP MENGONTROL
HALUSINASI PENDENGARAN KLIEN DI RUMAH SAKIT JIWA
Prof.Dr. ILDREAM MEDAN TAHUN 2017

Petunjukpengisian :
1. Semua pernyataan harus dijawab
2. Berilah tanda checklist ()
3. Setiap pentanyaan di isi dengan satu jawaban
4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat pada penelitian

Kuesioner Data Demografi


Isilah data dengan baik serta jawablah semua pertanyaan yang ada sesuai dengan
petunjuk
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :

Keterangan :
1. Sangatsering (SS)
2. Sering (S)
3. Kadang-kadang (KK)
4. Tidakpernah (TP)
No OBSERVASI SS S KK TP
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1. Menghardikhalusinasipendengaran
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardikhalusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
SP 2. Bercakap – cakapdengan orang lain
9. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
10. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengancara
bercakap-cakap dengan orang lain
11. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan bercakap-
cakap kedalam jadwal kegiatan harian
SP 3. Melakukanaktivitas yang terjadwal
12. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
13. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
14. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan untuk
mengendalika halusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
SP 4. Menggunakanobatsecarateratur
15. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
16. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
17. Menganjurkan pasien memasukkan aktivitas minum obat
kedalam jadwal kegiatan harian
TOTAL
OBSERVASI PENELITIAN DUKUNGAN PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN DENGAN MENGONTROL HALUSINASI
PENDENGARAN KLIEN DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SUMATERA UTARA TAHUN 2017

Petunjukpengisian :
1. Semua pernyataan harus dijawab
2. Berilah tanda checklist ()
3. Setiap pentanyaan di isi dengan satu jawaban
4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat pada penelitian
Kuesioner Data Demografi
Isilah data dengan baik serta jawablah semua pertanyaan yang ada sesuai dengan
petunjuk
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
Keterangan :
1. Ya
2. Tidak

No. OBSERVASI YA TIDAK


1. Mengenal jenis halusinasi
2. Mengenal isi halusinasi
3. Mengenal waktu halusinasi
4. Mengenal frekuensi halusinasi
5. Mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mampu menghardik halusinasi
7. Mampu bercakap-cakap jika terjadi halusinasi
8. Membuat jadwal kegiatan harian
9. Melakukan kegiatan harian sesuai jadwal
10. Menggunakan obat secara teratur
TOTAL

You might also like