You are on page 1of 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat terdiri dari beraneka ragam individu dalam alam merdeka yang
penuh dengan perjuangan hidup. Manusia dalam usahanya untuk memperoleh
sesuap nasi dan melindungi kehidupan keluarganya serta mempertahankannya
dari bahaya ataupun bencana baik yang datangnya dari alam maupun dari
manusia itu sendiri yang ada disekelilingnya mau tidak mau harus terikat pada
lingkungannya. Kita menerima dengan sadar bahwa manusia mempunyai cara
masing-masing, umpamanya saja dalam memenuhi kebutuhan akan makan,
jelas seribu satu macam cara akan dilaksanakan oleh setiap orang, bahkan
tidak jarang kita melihat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut manusia itu
menjadi penjahat dalam bentuk seperti mencuri, merampok, membunuh,
menipu dan sebagainya. Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
tanpa memandang jenis kelaminnya, akan membawa seseorang masuk ke
dalam penjara dan mengakibatkan dirinya menjadi seorang narapidana
(Hamdan, 2005).

Di awal menjalani masa hukuman di Lapas, narapidana akan mengalami fase


penyesalan, mereka juga cenderung membandingkan kebebasan dirinya
dengan kebebasan teman-teman lain sebayanya yang hidup bebas diluar
Lapas. Sementara pada saat akhir menjalani masa hukuman di Lapas, mereka
mendapatkan stressor tersendiri mengenai persiapan mental untuk masuk
kembali dalam masyarakat, mereka akan mengalami rasa malu dan cemas
mengenai apakah mereka akan diterima kembali oleh masyarakat.

Perasaan sedih pada narapidana setelah menerima hukuman dan hal lain
seperti rasa bersalah, hilang kebebasan, perasaan malu, sanksi ekonomi dan
sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh dengan tekanan psikologis
dapat memperburuk stresor yang dialami narapidana (Hidayat, 2006). Semua
tekanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan menjadi penyebab utama stres

1
2

pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan apabila tidak tertahankan


dapat menyerang orang lain ataupun menyebabkan bunuh diri
(Odger,Burnette, & Chauchan, 2005).

Narapidana yang berada di lingkungan lapas rentan menggalami gangguan


kesehatan mental. Penelitian yang dilakukan oleh University of South Wales
menunjukkan bahwa 36% mengalami gangguan kesehatan mental berupa
stres dan perempuan lebih tinggi tingkat kejadiannya dibandingkan dengan
laki-laki yaitu 61% : 39%. Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup 22.
790 narapidana menemukan tiap 6 bulan terjadi prevalensi psikosis pada laki-
laki 3,7% dan perempuan 4% stress mayor pada laki-laki 10% dan perempuan
12% serta gangguan kepribadian pada laki-laki 65% dan perempuan 42%
(WHO Conference on Women’s Health in Prison, 2008).

Stres pada individu menimbulkan dampak berupa upaya individu melakukan


reaksi terhadap stres (respon terhadap stresor). Respon terhadap stresor terdiri
dari respon psikologis dan fisiologis. Respon psikologis narapidana meliputi
cemas, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, pemurung atau menutup
diri. Respon fisiologis narapidana meliputi sering pusing atau sakit kepala,
batuk, terkena penyakit kulit dan susah tidur (Siswati, 2007).

Stres diibaratkan seperti penyakit flu, sebab stres dapat terjadi di semua
kalangan. Stres dapat dipicu oleh kejadian kejadian yang seringkali
berhubungan dengan masalah dan konflik keluarga. Kejadian kejadian yang
menimbulkan stres dan kurangnya dukungan sosial dari teman sebaya dan
keluarga juga dapat memicu munculnya kondisi stres pada narapidana
(Nevid, Rathus, & Greene, 2005).
3

Hasil penelitian Rahmawati, dkk (2015) menyatakan terdapat hubungan


yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi remaja di
Lembaga Pemasyarakatan. Penelitian yang dilakukan Permana (2013)
didapatkan bahwa ada hubungan anatara dukungan keluarga dengan tingkat
stress pada lansia. Penelitian Sholichatun (2011) menunjukkan bahwa
masalah yang menjadi stressor bagi para anak didik di Lapas adalah
kerinduan pada keluarga, kejenuhan di Lapas karena bosan.

Survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas II A Binjai narapidana mengatakan tidak betah tinggal
di lapas, memikirkan keluarga di rumah, sering memikirkan keadaan
anaknya, sering menangis jika teringat keluarganya, tidak menangis tetapi
selalu teringat dengan keluarga dan orang terdekat, susah tidur waktu awal
masuk lapas, tidak nafsu makan waktu awal masuk lapas serta jenuh tinggal
di lapas.

Hasil wawancara yang didapatkan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A


Binjai, satu narapidana jarang dikunjungi oleh keluarga karena tempat tinggal
orang tua berada di Jambi membuatnya ingin sekali berkomunikasi dengan
keluarganya namun karena keadaan di Lapas tidak membenarkan untuk
menggunakan alat komunikasi hal itu semakin membuat keadaanya stress
karena keluarga mengunjungi 3-4 bulan sekali, satu narapidana dikunjungi
keluarga 1-2 kali dalam satu bulan namun hal itu juga membuatnya sangat
merindukan keadaan anak-anak dan istrinya. Semua narapidana mengatakan
keluarga memberikan dukungan dengan cara meminta narapidana bersabar
dan banyak berdoa dalam menjalani hukuman. Jumlah kunjungan keluarga
pada narapidana masih rendah yaitu lebih dari 2 minggu sekali, jadwal
kunjungan untuk narapidana adalah tiga kali dalam seminggu. Kunjungan
keluarga mempengaruhi kondisi narapidana, dari pertanyaan yang diajukan
oleh peneliti, semua narapidana mengaku sangat senang dan mengurangi
kejenuhan ketika keluarga berkunjung.

Narapidana di Lapas membutuhkan motivasi agar terhindar dari stres seperti


memotivasi seorang narapidana oleh keluarga atau orang terdekat. Solusi
4

untuk mengatasi stres yang dialami narapidana adalah dengan meningkatkan


peran keluarga melalui dukungan keluarga. Dengan meningkatkan dukungan
keluarga, diharapkan stres yang dialami narapidana berkurang atau mendekati
normal.

Strategi pencegahan stres yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pada
pencegahan tersier dengan menangani dampak stres yang terlanjur ada,
meminta bantuan dukungan sosial (social-network) atau bantuan profesional,
keluarga berperan sebagai jaringan suporti (Gunarya, 2008). Dukungan
keluarga berarti bagi narapidana, yaitu agar tetap semangat menjalani hidup
dan terhindar dari stres. Namun terkadang narapidana tidak mendapatkan
dukungan keluarga dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi narapidana, dikarenakan keluarga sudah terlanjur kesal dengan
perbuatannya yang melanggar hukum yang berkaitan dengan dukungan
penilaian. Keluarga tidak memberikan saran yang baik dan semakin
menjatuhkan semangat narapidana yang berhubungan dengan dukungan
informasional. Keluarga berpikir bahwa di Lapas narapidana sudah terpenuhi
kebutuhan pangan dan sandang, sehingga terkadang keluarga meminta
narapidana memenuhi kebutuhannya sendiri yang berkaitan dengan dukungan
instrumental. Keluarga membenci narapidana dengan tindakan yang telah
dilakukan sehingga membuat keluarga tidak peduli lagi dengan narapidana
yang berkaitan dengan dukungan emosional. Semakin tinggi dukungan
keluarga maka semakin tinggi kesehatan mental narapidana. Sebaliknya
semakin rendah kebermaknaan hidup dan dukungan keluarga, maka semakin
rendah kesehatan mental narapidana (Isnaini, 2011).

Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan


dukungan keluarga dengan tingkat stres pada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Binjai, dan diharapkan hasilnya dapat membantu
pihak Lapas agar meningkatkan kesehatan mental para narapidana melalui
peran keluarga.
5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan


penelitian adalah apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat
stres pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai
Provsu.Medan tahun 2017?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stres
pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai
Provsu.Medan Tahun 2017?

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui dukungan keluarga di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Binjai Provsu.Medan Tahun 2017.
b. Untuk mengetahui tingkat stres di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Binjai Provsu.Medan Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan, arahan dan


informasi tentang kesehatan khususnya tentang dukungan keluarga dan
manfaatnya bagi keluarga narapidana dapat memberikan dukungan untuk
mengurangi stres narapidana.
1.4.2 Bagi Layanan Masyarakat
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Binjai untuk lebih memperhatikan kesehatan mental narapidana,
dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi narapidana terkait
stres dengan cara memfasilitasi keluarga untuk memberikan dukungan
pada narapidana.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
6

Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan
melakukan penelitian yang berbeda terhadap masalah yang berhubungan
dengan tingkat stress.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Narapidana
2.1.1 Pengertian narapidana
Warga binaan pemasyarakatan atau narapidana adalah orang yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan narapidana atau warga binaan (Dephum, 1995).
2.1.2 Hak-Hak Narapidana
Hak-hak warga binaan diatur dalam Pasal 14 ayat Nomor Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang isinya :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan.
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
e. Menyampaikan keluhan.
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak terlarang.
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
h. Menerima kunjungan keluarga penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
7

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti, mengunjungi


keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.1.3 Konsep Stres Narapidana


Menurut Diagnosis and StatisticalManual of Mental Disorder (DSM-IV-
TR) dalam (Sadock dan Virginia, 2010) suatu reaksi maladaptif atau
kelainan penyesuaian individu terhadap stressor psikososial akan nampak
dalam 3 bulan semenjak onset stressor. Gejala gangguan penyesuaian
tersebut dapat pulih dalam waktu 6 bulan setelah munculnya stressor,
namun reaksi maladaptif dapat berlangsung lebih lama jika ditimbulkan
oleh stressor yang kronis ataujika dengan akibat yang berlangsung lebih
lama. Berdasarkan ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden yang telah menjalani masa hukuman di Lapas selama < 1 tahun
berkemungkinan besar sedang mengalami reaksi maladaptif terhadap
stressor psikososial yang mereka alami.
2.1.4 Dampak Stres Narapidana
Terminology stres mengacu pada keadaan internal (individu) yang
disebabkan karena adanya sesuatu yang secara fisik berpengaruh pada
tubuh (penyakit, perubahan temperatur, dan sebagainya) atau oleh
lingkungan dan situasi sosial yang dinilai mengancam atau
membahayakan.Stresor tertentu mengakibatkan keadaan stres yang
mengarahkan pada munculnya respon-respon tertentu baik berupa respon
fisik pada tubuh (sakit perut, pusing, jantung berdebar dan sebagainya),
atau respon psikologis seperti kecemasan dan depresi (Clifford dkk,
1986). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh (Tanti, 2007)
kepada 345 responden dalam penelitiannya Stres pada Penghuni Lapas,
diketahui bahwa respon atau reaksi individu terhadap peristiwa yang
8

menekan (stres) dapat berupa berbagai aspek atau level, meliputi aspek
fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.

Gangguan sakit (fisik) dapat ditandai oleh adanya masalah fisik yang
sesungguhnya, tetapi dapat pula disebabkan dan diperparah oleh adanya
faktor-faktor emosional termasuk di dalamnya stres. Seringkali gangguan
psikologis akan menyebabkan dan diikuti oleh keluhan-keluhan, secara
fisik juga akan makin parah jika disertai oleh adanya gangguan
psikologis. Pada level fisiologis, keluhan yang paling menonjol dialami
responden adalah keluhan badan pegal-pegal, sakit kepala, dan fatique
atau rasa lelah yang amat sangat. Untuk emosi negatif yang prevalensi
kejadiannya cukup sering dialami oleh responden yang tertinggi adalah
perasaan khawatir, perasaan sedih, perasaan takut tanpa alasan jelas dan
mudah marah.

Gangguan psikologis juga berdampak pada perubahan cara berpikir atau


aspek kognitif individu. Stres dapat diakibatkan oleh keadaan tak
berdaya, tetapi dapat pula mengakibatkan seseorang menjadi tak berdaya,
kehilangan kepercayaan diri dan putus asa. Pada level kognitif, gejala
yang paling menonjol yang dialami oleh responden adalah perasaan
bersalah yang berlebihan dan bahkan menyatakan selalu dihantui
perasaan bersalah, kemudian perasaan tidak berharga dan dengan
persentase terendah adalah perasaan putus asa.

Gangguan psikologis pada level fisik, emosi dan kognitif akan dapat
terlihat pada level individu. Pada level perilaku, gangguan psikologis
dapat termanivestasi dalam bentuk perilaku sulit tidur atau bahkan tidur
berlebihan, tidak bersemangat, keinginan untuk menyendiri, bahkan
keinginan untuk melukai sampai keinginan untuk mengakhiri hidup yang
dapat mengarahkan seseorang pada tindakan perilaku sulit tidur. Pada
aspek ini, perilaku sulit tidur atau terjaga dari tidur di malam hari
memiliki persentase tertinggi, kemudian perilaku berikutnya adalah ingin
9

melukai diri sendiri dan 5,5% responden menyatakan sering dan selalu
ingin mengakhiri hidupnya (Tanti, 2007).

Gejala stres yang sering dialami oleh narapidana berdasarkan analisis


Office for National Statistic dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
mentaldi penjara adalah masalah tidur, mimpi buruk, gangguan
konsentrasi dan pelupa, sakit kepala, pusing, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, gangguan penglihatan, jantung berdebar-debar,
gelisah, kecemasan (panik & fobia), bicara sendiri, menarik diri/anti-
sosial, lesu, kebingungan, kemarahan yang tidak rasional, depresi dan
ketergantungan alkohol (O’Brien et al., 2001 dalam Rickford, 2003).

2.2 Konsep Stres


2.2.1 Pengertian Stres
Stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya (Hawari, 2001). Menurut Suliswati, et.al (2005)
mendefenisikan stres sebagai gangguan pada tubuh dan fikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, sedangkan stres
adalah suatau keadaan dimana terlalu sedikit tuntutan yang merangsang
individu yang menyebabkan kebosanan dan frustasi.

2.2.2 Faktor Predisposisi Stres


Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya
sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu
untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan sosiokultural.
2.2.3 Faktor presipitasi Stres
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor
presipitasi ini bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultral. Adapun faktor
presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut (Stuart, 2005):
Kejadian yang menekan (stressful)., Ketegangan hidup.
2.2.4 Penilaian terhadap Stresor
10

Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman


terhadap pengaruh situasi penuh degan stres bagi individu. Penilaian ini
meliputi (Stuart & Laraia, 2005) : Respon kognitif.,Respon
afektif.,Respon fisiologis.,Respon perilaku., dan respon social.
2.2.5 Sumber Koping
(Stuart, 2005) menyebutkan sumber-sumber koping terdiri dari
kemampuan dan bakat, motivasi, teknik pertahanan dan dukungan
sosial, aset materi.

2.3 Konsep Keluarga


2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat. Keluarga terdiri atas
beberapa individu, pria maupun wanita, muda atau tua, terkait secara
hukum atau tidak, terkait secara genetik atau tidak, yang dianggap satu
sama lain sebagai orang terdekat (Kozier, 2010).
2.3.2 Fungsi Keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan
yaitu sebagai berikut (Mubarak, 2009): Fungsi biologis., Fungsi
psikologis., Fungsi sosialisasi.,Fungsi ekonomi.,Dan fungsi pendidikan.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat
dijalankan yaitu sebagai berikut (Mubarak, 2009):
a. Fungsi biologis
1) Untuk memeruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) memenuhi kebutuhan gizi keluarga
b. Fungsi psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga
2) Memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga
3) Memberikan perhatian dalam keluarga
4) Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi sosialisasi
11

1) Membina sosialisasi anak


2) Membentuk norma-norma tinkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan masing-masing
3) Menentukan nilai-nilai budaya
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses
intreraksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga
merupakan tmpat individu untuk belajar bersosialisasi (Setiawati,
2008).

d. Fungsi ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
2) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga
dimasa yang akan datang
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk sandang, pangan dan
papan (Setiawati, 2008).
e. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahan,
keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan
bakat dan minat yang di milikinya
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenui peerasaannya sebagai orang dewasa
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Sumber ekonomi yang diperlukan oleh keluarga dijamin oleh anggota


keluarga dewasa. Keluarga melindungi kesehatan fisik anggotanya
dengan menyediakan nutrisi serta layanan kesehatan yang adekuat.
Praktik nutrisi dan praktik gaya hidup keluarga juga langsung
memengaruhi perilaku sehat dan praktik gaya hidup anak-anak (Kozier,
2010).
12

2.3.3 Tugas-tugas keluarga


Ada delapan tugas pokok sebagai berikut (Mubarak, 2009): Pemeliharaan
fisik keluarga dan para anggotanya.,Memelihara sumber-sumber daya yag
ada dalam keluarga.,Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai
dengan kedudukannya masing-masing.,Sosialisasi antar anggota.,
Pengaturan jumlah anggota keluarga.,Pemeliharaa ketertiban anggota
keluarga.,Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas.,Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

2.3.4 Bentuk-bentuk Dukungan Keluarga


Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, Bowden,
& Jones 2010) yaitu:
a. Dukungan Penilaian
Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami
kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi
koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.Dukungan
ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian
yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang
dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
pengaharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat,
persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang
yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu
meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi
alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek
yang positif.

b. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata
(instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda
13

atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di


dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi
atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan
merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu
memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai
oleh individu dan mengurangi depresi individu.Pada dukungan nyata
keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan
nyata.

c. Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari
masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik
tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat
menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi
yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk
melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari
masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari
keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi
ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

d. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara
emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi
mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai.
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman,
merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk
semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang
menerimanya merasa berharga.Pada dukungan emosional ini
keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
14

Kategori dukunagn keluarga dikategorikan berdasarkan cut of point


(nilai batas), dimana (Tam, 2001) membuat sebuah metode untuk
memastikan derajat kebutuhan kriteria. Hasil uji normalitas
didapatkan distribusi data tidak normal sehingga dibagi berdasarkan
median menjadi 2 kategori yaitu tinggi dan rendah.

Dukungan keluarga dikatakan tinggi bila sikap, tindakan dan


penerimaan keluarga terhadap anggotanya diwujudkan dengan
berupa dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan
informasional, dan dukungan emosional (Friedman, Bowden, &
Jones 2010). Maka begitu juga sebaliknya dikatakan dukungan
keluarga rendah apabila kurang terwujudnya dari beberapa
komponen dukungan keluarga tersebut.

2.4 Kerangka Konsep


Skema 2.1
Kerangka Konsep Peneliti
Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga Tingkat Stres

2.5 Hipotesa
Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stres narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai (p value = 0,000 <α 0,05). Ha
diterima jika hasil p value < α 0,05.
Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stres narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai (p value = 0,000 >α 0,05). Ha
ditolak p value > α 0,05.
15

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Analitik Corelasi dengan
menggunakan desain Cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stres Narapidana Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan.
3.2 Popoulasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dari penelitian ini adalah narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara
Medan yang berjumlah 824 orang pria (Data Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan per Mei 2017).

3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua narapidana remaja di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan sampel
sebanyak 264 narapidana yang telah menjalani 1/3 dari tahap pembinaan
yang menjadi responden sesuai kriteria yang diinginkan peneliti.
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Narapidana yang sudah mengikuti 1/3 dari tahap pembinaan
b. Narapidana yang bisa membaca dan menulis
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Dapat dilakukan pengukuran tingkat stress
16

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus Slovin, yaitu :

N.
n=
1+ N . d 2

264
n=
1+ 264( 0,1 )2

n=72

Sampel pada penelitian ini adalah narapidana di Lapas Kelas II A


Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan, sebanyak 72 orang.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai
Provinsi Sumatera Utara Medan.
3.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan April s/d Juni 2018.
3.5. Definisi Operasional
Tabel Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
1 Variabel Seluruh bantuan Kuisioner a. Tinggi ≥ 39 Ordinal
Independen yang diterima (Wijaya, b. Rendah < 39
: dari anggota 2015)
Dukungan keluarga untuk
Keluarga narapidana yang
sudah menjalani
1/3 dari tahap
pembinaan baik
berupa dukungan
17

informasional,
penilaian,
instrumental
maupun
dukungan
emosional
2 Variabel Warga binaan Kuisioner a. Berat >42 Ordinal
Dependen : pemasyarakatan DASS 42 b. Sedang = 28 –
Tingkat yang sudah 42
Stres menjalani 1/3 c. Ringan < 28
Narapidana dari tahap
pembinaan dan
yang mengalami
gangguan
kesehatan mental
seperti stres
karena adanya
sesuatu yang
berpengaruh
terhadap
pemikirannya.

3.6. Aspek Pengukuran


3.6.1 Dukungan Keluarga
Untuk mengukur dukungan keluarga dengan memberikan kuesioner
kepada responden sebanyak 14 pernyataan Pada pernyataan positif nilai
untuk jawaban selalu = 4 sering = 3, jarang = 2, tidak pernah = 1. Pada
pernyataan negatif nilai jawaban selalu = 1, sering = 2, jarang = 3, tidak
pernah = 4. Semua hasil dari nilai tersebut kemudian akan dikategorikan
berdasarkan distribusi data (cut of point). Kuesioner dukungan keluarga
disusun berdasarkan jenis dukungan keluarga menurut Friedman, Bowden,
& Jones (2010). Maka skor tertinggi dan terendah berdasarkan teori
(Hidayat, 2009) adalah :
18

Rumus :
R
p=
BK

64−14
p=
2

50
p=
2

p=25

Keterangan :
p : Panjang Kelas
R : Rentang (Skor tertinggi – Skor terendah)
BK : Banyak Kelas

Dukungan keluarga:
a. Dukungan keluarga Tinggi jika responden memiliki skor ≥ 39
b. Dukungan keluarga Rendah jika responden memiliki skor < 39

3.6.2 Tingkat Stres


Untuk mengukur tingkat stres digunakan kuesioner DASS 42. Kuesioner
Depression Anxiety and Stres Scale (DASS) terdiri dari 42 pertanyaan yang
terdiri dari tiga skala yang didesain untuk mengukur tiga jenis keadaan
emosional, yaitu depresi, kecemasan, dan stres pada seseorang. Setiap
skala terdiri dari 14 pertanyaan. Setiap pertanyaan dinilai dengan skor
antara 1-4. Setiap penyataan dari 4 skor yaitu 1 = tidak pernah, 2 =
kadang-kadang, 3 = sering dan 4 = selalu. Maka skor tertinggi dan
terendah berdasarkan teori (Hidayat, 2009) adalah :

Rumus :
R
p=
BK
19

64−14
p=
3

50
p=
3
p=16,6
p=17
Keterangan :
p : Panjang Kelas
R : Rentang (Skor tertinggi – Skor terendah)
BK : Banyak Kelas
Maka panjang kelas = 17 sehingga Tingkat Stres dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Tingkat Stres berat jika responden memiliki skor > 42
b. Tingkat Stres sedang jika responden memiliki skor 28 – 42
c. Tingkat Stres ringan jika responden memiliki skor < 28
3.7 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan etika penelitian
untuk melindungi responden. Setelah mendapatkan persetujuan penelitian
dari institusi pendidikan (Program Studi Ners Sari Mutiara Indonesia)
serta mendapatkan ijin penelitian dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan, maka peneliti melakukan
penelitian dengan menekankan pertimbangan etik (Polit & Beck, 2012)
yang meliputi;
1. Informed consent
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy
and confidentiality)
3. Memperhitungkan keadilan dan inklutivitas (respect for justice and
inclusive ness)
3.8 Pengolahan Data
Seluruh data yang telah terkumpul kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi menurut Notoatmojo (2010) pengolahan
dengan menggunakan :
20

3.8.1 Editing
3.8.2 Coding
3.8.3 Entry data
3.8.4 Tabulating
3.9 Analisa Data
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini adalah mencari distribusi
frekuensi dari variabel independen dan variabel dependen.

3.9.2 Analisis Bivariat


Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian.Jenis variabel independen dan dependen adalah ordinal
(katagorik) sehingga dilakukan analisis data dengan menggunakan
uji spearman rank dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu untuk
mengukur hubungan berdasarkan rangking 2 variabel skala atau
ordinal dan tingkat kemaknaan α = 0,05 menggunakan program
komputer.
21

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi dari penelitian ini adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan yang berjumlah 824 orang pria (Data
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan per
Mei 2017) serta Sampel dalam penelitian ini adalah semua narapidana remaja di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provinsi Sumatera Utara Medan
sampel sebanyak 264 narapidana yang telah menjalani 1/3 dari tahap pembinaan
yang menjadi responden sesuai kriteria yang diinginkan peneliti.
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo,
2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Narapidana yang sudah mengikuti 1/3 dari tahap pembinaan
b. Narapidana yang bisa membaca dan menulis
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Dapat dilakukan pengukuran tingkat stress
Perhitungan besar sampel menggunakan rumus Slovin, yaitu :

N.
n=
1+ N . d 2

264
n=
1+ 264( 0,1 )2

n=72

Sampel pada penelitian ini adalah narapidana di Lapas Kelas II A Binjai Provinsi
Sumatera Utara Medan, sebanyak 72 orang.
Sedangkan untuk mengukur dukungan keluarga dengan memberikan kuesioner
kepada responden sebanyak 14 pernyataan Pada pernyataan positif nilai untuk
jawaban selalu = 4 sering = 3, jarang = 2, tidak pernah = 1. Pada pernyataan
22

negatif nilai jawaban selalu = 1, sering = 2, jarang = 3, tidak pernah = 4. Semua


hasil dari nilai tersebut kemudian akan dikategorikan berdasarkan distribusi data
(cut of point). Kuesioner dukungan keluarga disusun berdasarkan jenis dukungan
keluarga menurut Friedman, Bowden, & Jones (2010). Maka skor tertinggi dan
terendah berdasarkan teori (Hidayat, 2009) adalah :
Rumus :
R
p=
BK

64−14
p=
2

50
p=
2

p=25

Keterangan :
p : Panjang Kelas
R : Rentang (Skor tertinggi – Skor terendah)
BK : Banyak Kelas

Dukungan keluarga:
a. Dukungan keluarga Tinggi jika responden memiliki skor ≥ 39
b. Dukungan keluarga Rendah jika responden memiliki skor < 39

Untuk mengukur tingkat stres digunakan kuesioner DASS 42. Kuesioner


Depression Anxiety and Stres Scale (DASS) terdiri dari 42 pertanyaan yang terdiri
dari tiga skala yang didesain untuk mengukur tiga jenis keadaan emosional, yaitu
depresi, kecemasan, dan stres pada seseorang. Setiap skala terdiri dari 14
pertanyaan. Setiap pertanyaan dinilai dengan skor antara 1-4. Setiap penyataan
dari 4 skor yaitu 1 = tidak pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = sering dan 4 = selalu.
Maka skor tertinggi dan terendah berdasarkan teori (Hidayat, 2009) adalah :
23

Rumus :
R
p=
BK

64−14
p=
3

50
p=
3
p=16,6
p=17
Keterangan :
p : Panjang Kelas
R : Rentang (Skor tertinggi – Skor terendah)
BK : Banyak Kelas
Maka panjang kelas = 17 sehingga Tingkat Stres dapat dikategorikan
sebagai berikut :
c. Tingkat Stres berat jika responden memiliki skor > 42
d. Tingkat Stres sedang jika responden memiliki skor 28 – 42
e. Tingkat Stres ringan jika responden memiliki skor < 28

Uji spearman rank digunakan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel.
Hasil analisa data menggunakan uji speamran rank diperoleh nilai p sebesar 0,000.
Nilai p menunjukkan < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara dukungan
keluarga dengan tingkat stres narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Binjai Provsu.Medan tahun 2017 dengan tingkat korelasi sedang (koefisien
korelasi sebesar -0,541). Sumber koping bagi narapidana untuk mengatasi stres
bisa berasal dari keluarga dengan memberikan dukungan keluarga bagi
narapidana.
24

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan dukungan keluarga
dengan tingkat stres narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Binjai Provsu.Medan tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan
pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai Provsu.Medan
meningkatkan frekuensi kunjungan keluarga dan memberikan psikoedukasi
pada keluarga narapidana tentang pentingnya dukungan keluarga bagi
narapidana, sehingga keluarga bisa memberikan dukungan yang dapat
mengurangi stres yang dialami narapidana.
5.2 Saran

5.2.1 Bagi Subjek Penelitian

Diharapkan dapat memberi pengetahuan, arahan dan informasi tentang


kesehatan khususnya tentang dukungan keluarga dan manfaatnya bagi
keluarga narapidana dapat memberikan dukungan untuk mengurangi stres
narapidana.

5.2.2 Bagi Layanan Masyarakat

Diharapkan untuk lebih memperhatikan kesehatan mental narapidana,


dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi narapidana
terkait stres dengan cara memfasilitasi keluarga untuk memberikan
dukungan pada narapidana.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk dapat melakukan penelitian lebih mendalam, dalam
melakukan penelitian yang berbeda terhadap masalah yang
berhubungan dengan tingkat stress.
25

You might also like