You are on page 1of 10

Asuhan Keperawatan Urolithiasis

Menurut sumber buku Gangguan pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan


Keperawatan (Nian Afrian dkk, 2017)

Pengkajian

1. Anamnesa
a. Data demografi
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, agama, suku bangsa klien dan keluarga penanggung
jawabnya.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran
batu, dan penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan
tekanan hidrostatik di daerah abdomen bagian bawah yakni
berawal dari area renal meluas secara anterior dan pada wanita ke
bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati
testis. Nyeri yang dirasakan bisa berupa nyeri kolik atupun non
kolik. Nyeri kolik hilang timbul akibat spasme otot polos ureter
karena peningkatan aktivitas untuk mengeluarkan batu. Sedangkan
nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena
hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Apabila urolithiasis disertai
dengan adanya infeksi maka demam juga akan dikeluhkan.
Keluhan kencing seperti disuria, retensi urin atau gangguan miksi
lainnya dikeluhkan klien saat pertama datang ke tenaga kesehatan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi urin
yang dialami (oliguria, disuria, hematuria). Biasanya seiring
berjalannya waktu dan tingkat keparahan penyakit maka nyeri
mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif. Respon dari nyeri
itu sendiri yakni munculnya gangguan gastrointestinal, seperti
keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang menimbulkan
manfestasi penurunan asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa lama
dan berapa kali keluhan tersebut dirasakan, apa yang dilakukan,
kapan keluhan tersebut muncul adalah penting untuk mengetahui
riwayat perjalanan penyakit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami
gangguan haluaran urin sebelumnya, riwayat ISK, riwayat
hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat hiperparatiroidisme,
riwayat penyakit kanker (berhubungan dengan adanya malignansi),
dan riwayat hipertensi yang bisa menjadi faktor penyulit pada
kasus urolithiasis, penderita osteoporosis yang menggunakan obat
dengan kadar kalsium yang tinggi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK,
riwayat hipertensi, riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit
ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidisme.
5. Riwayat penggunaan obat
Adanya riwayat pengunaan obat-obatan tinggi kalsium, antibiotik,
opioda, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
2. Mata: Mata normal
3. Hidung: Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan
pernapasan cuping hidung.
4. Telinga: Fungsi pendengaran kien baik.
5. Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada
peradangan pada mulut, mulut dan lidah bersih.
6. Dada:
a. Inspeksi: Dada klien simetris.
b. Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya
benjolan.
c. Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret,
cairan atau darah di daerah paru.
d. Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara
jantung.
7. Abdomen
a. Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.
b. Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
c. Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
d. Perkusi: -
8. Genetalia: Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia
tidak ditemukan adanya keluhan atau kelainan bentuk anatomi.
9. Pola aktifitas: Perkejaan yang dilakukan monoton seperti sopir bus.
10. Pola sirkulasi: Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal
ginjal). Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
11. Pola eliminasi: Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi
sebelumnya (kalkulus). Terjadi penurunan haluaran urin yang
ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar, oliguria, hematuria,
piuria, perubahan pola berkemih.
12. Pola intake makanan dan cairan: Klien mual dan muntah, nyeri
tekan pada abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan
fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan
cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan suara
bising usus.
13. Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik.
Lokasi nyeri tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di
region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat menyebar ke seluruh
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain yang ditandai dengan prilaku
distraksi, terjadi demam dan menggigil.

Pemeriksaan fisik dengan metode ROS:

1. B1 (breathing)
Pola napas cepat dan dalam pada kussmaul menunjukkan adanya asidosis
metabolik. Jika memberat, edema paru bisa ditemukan menjadi penyakit
paru uremik (edema paru nonkardiogenik). Ronkhi terdengar karena beban
volume berlebihan pada paru sebagai akibat dari retensi natrium dan air.
Klien sering mengalami infeksi karena imunosupresi pada gagal ginjal
terminal.
2. B2 (blood)
Gagal ginjal kronik bisa memicu gagal jantung kongestif. Sedangkan gagal
ginjal terminal dapat menimbulkan manifestasi anemia karena eritopoiesis.
Keadaan hidrasi klien penting diperiksa pada semua klien dengan masalah
kesehatan yang berhubungan dengan sistem perkemihan.
3. B3 (brain)
Periksa adanya anemia dan ikterus (jarang ditemukan) sebagai akibat dari
retensi nitrogen yang menyebabkan hemolisis. Fetor uremikum (bau
amoniak hasil pemecahan urea di dalam saliva). Stomatitis dan ulkus dapat
dijumpai karena ada penurunan aliran saliva sehingga memunculkan risiko
infeksi. Pada sistem persarafan sendiri, pada klien kronis berat adalah
somnolen sampai koma karena retensi nitrogen atau toksik.
4. B4 (bladder)
a. Inspeksi
1. Amati pembesaran pada daerah pinggang dan abdomen yang
mungkin terlihat karena adanya hidronefrosis.
2. Pemeriksaan eliminasi urin
Perubahan yang terjadi biasanya adalah perubahan pancaran miksi
akibat dari obstruksi pada saluran kemih atau kelainan neurologis
atau pascatrauma pada saluran kemih.
3. Pemeriksaan genitalia eksterna
Mencakup genitalia eksternal dan cincin. Melalui inspeksi,
perhatikan adanya kelainan pada penis dan uretra, misalnya
mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis
pada meatus eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretrokutan,
ulkus, tumor, dan keganasan penis.
4. Maturitas seksual
Mengkaji kematangan seksual klien, dari ukuran dan bentuk penis
dan testis, warm dan tekstur kulit skrotum dengan karakternya, dan
distribusi rambut pubis. Inspeksi juga kulit yang menutup genitalia
untuk kutu,ruam, ekskoriasi, ataupun lesi.
5. Penis
Inspeksi struktur penis, termasuk batang, korona, prepusium, glans,
dan meatus uretra untuk mengkaji adanya lesi. Vena dorsalis harus
terlihat saat inspeksi. Lakukan palpasi untuk mengkaji adanya
nyeri ataupun kondisi abnormal.
6. Skrotum
Inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan juga adanya lesi dan
edema.
b. Auskultasi
Kaji adanya bruit renal dan paling terdengar tepat di atas umbilikus
sekitar 2cm dari sisi kanan atau sisi kiri garis tengah.
c. Perkusi
Memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (CVA). Pada klien
dengan pielonefritis, batu ginjal pada pelvis, dan batu ureter akan
terasa nyeri.
d. Palpasi
Pemeriksaan kandung kemih dengan palpasi dan perkusi kandung
kemih dilakukan untuk menentukan batasnya dan adanya nyeri tekan
pada area suprasimfisis. Perhatikan adanya benjolam atau masa atau
jaringan parut di suprasimfisis. Masa yang teraba mungkin merupakan
kandung kemih yang penuh sebagai akibat dari retensi urin yang
dialami.
5. B5 (bowel)
Stomatitis dan bau amonia pada klien dengan masalah ginjal dapat
menimbulkan anoreksia yang berpotensi pada penurunan pemenuhan
nutrisi tubuh. Selain itu, ulkus mukosa mulut dan lambung dapat
memperberat anoreksia lebih lagi. Kaji adanya asites di abdomen akibat
berkumpulnya cairan karena sindrom nefrotik sebab hipoalbuminemia.
6. B6 (bone)
Kulit dapat kekuningan akibat gagal ginjal kronis atau abu-abu sampai
merah tua akibat desposisi zat besi pada klien yang melakukan transfusi
darah multipel. Sedangan kuku klien biasanya ada leukonikia karena
hipoalbumin, yang ditandai dengan proteinuria berat (>3,5 gr/24jam),
kadar albumin serum rendah (<30 g/l) dan edema karena kerusakan pada
glomerulus. Edema ekstremitas (pitting edema) juga mungkin ditemui.

3. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi dorongan dan gesekan pada saluran
kemih
2. Retensi urin b.d obstruksi saluran kemih
3. Risiko infeksi b.d prosedur invasif (Sistoskopi atau penggunaan kateter)

4. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut Tujuan: MANAJEMEN NYERI
b.d peningkatan Setelah dilakukan perawatan (KONTROL NYERI)
frekuensi dorongan 2x24 jam klien melaporkan 1. Kaji nyeri secara
gesekan pada saluran nyeri berkurang atau hilang. komprehensif meliputi
kemih lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil: onset, frekuensi, kualitas,
1. Nyeri terkontrol yang intensitas atau beratnya
dilihat dari indikator: nyeri dan faktor
1) Klien menuliskan presipitasi.
gejala nyeri berkurang 2. Observasi ekspresi klien
(skala 1-5). secara non verbal agar
2) Klien dapat mengetahui tingkat nyeri.
menjelaskan faktor 3. Kolaborasi pemberian
penyebab nyeri. analgesik sesuai advis
3) Klien dapat mengetahui dokter dan monitoring
intervensi yang respon klien.
dilakukan untuk 4. Kaji pengetahuan dan
mengurangi nyeri perasaan klien mengenai
(farmaka dan non nyerinya.
farmaka). 5. Kaji dampak nyeri
4) Klien melaporkan terhadap kualitas hidup
perubahan gejala nyeri klien (ADL).
yang terkontrol pada 6. Ajak klien untuk
tim medis. mengkaji faktor yang
5) Klien mengetahui onset dapat memperburuk
nyeri. nyeri.
2. Level nyeri: 7. Kontrol faktor
a. Laporan nyeri. lingkungan yang dapat
b. Durasi nyeri. mempengaruhi
c. Ekspresi wajah ketidaknyamanan klien.
klien. 8. Ajarkan teknik
d. Tidak terjadi nonfarmakologi
diaporesis. (relaksasi, terapi musik,
e. TTV dalam batas distraksi, terapi aktifitas,
normal (TD: 120/80 masase).
mmHg, Nadi: 16-
20x/menit).
2. Retensi urin Tujuan: Urinary Retention Care
b.d obstruksi saluran Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan
kemih keperawatan 3x24 jam retensi output.
urin klien dapat teratasi. 2. Monitor penggunaan obat
antikolinergik.
Kriteria Hasil: 3. Monitor derajat distensi
1. Kandung kemih kosong bladder.
secara penuh. 4. Instruksikan pada klien
2. Tidak ada residu urin dan keluarga untuk
>100-200 cc. mencatat output urine.
3. Intake cairan dalam 5. Sediakan privasi untuk
rentang normal. eliminasi.
4. Bebas dari ISK. 6. Stimulasi refleks bladder
5. Tidak ada spasme dengan kompres dingin
bladder. pada abdomen.
6. Balance cairan 7. Kateterisaai jika perlu.
seimbang. 8. Monitor tanda dan gejala
7. Level nyeri: ISK (panas, hematuria,
a. Laporan nyeri; perubahan bau dan
b. Durasi nyeri; konsistensi urine).
c. Ekspresi wajah 9. Monitoring kadar
klien; albumin, protein total.
d. Tidak terjadi 10. Lakukan perawatan
diaporesis. perineal dan perawatan
8. Eliminasi urin optimal selang kateter.
dilihat dari indikator: 11. Dorong klien untuk
a. Pola berkemih; berkemih tiap 2-4 jam
b. Jumlah urin; dan bila tiba-tiba
c. Warna urin; dirasakan.
d. Intake cairan; 12. Ajarkan serta
e. Kejernihan urin; demonstrasikan kepada
f. Bau urin. klien dan anggota
keluargatentang teknik
berkemih yang akan
digunakan di rumah.
Sehingga klien dan
keluarga mampu
melakukannya dengan
mandiri.
13. Kolaborasikan obat
diuretik
3. Risiko infeksi b.d Tujuan: KONTROL INFEKSI
prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik
(Sistoskopi atau keperawatan selama 1x24 aseptif.
penggunaan kateter) jam infeksi pada klien dapat 2. Cuci tangan setiap
terkontrol sebelum dan sesudah
Faktor-faktor tindakan keperawatan.
risiko : Kriteria Hasil: 3. Gunakan baju, sarung
1. Prosedur invasif. 1. Klien bebas dari tanda tangan sebagai alat
2. Inadekuat dan gejala infeksi pelindung.
pertahanan (tumor, dolor, rubor, 4. Gunakan kateter
sekunder kolor, fungsio laesa). intermiten untuk
(penurunan Hb, 2. Menunjukkan menurunkan infeksi
Leukopenia, kemampuan untuk kandung kemih.
penekanan respon mencegah timbulnya 5. Tingkatkan intake nutrisi.
inflamasi) infeksi. 6. Dorong klien untuk
3. Jumlah leukosit dalam memenuhi intake cairan.
batas normal 7. Berikan terapi antibiotik.
(400010.000/mm3).
4. Status imunitas baik PROTEKSI TERHADAP
dilihat dari indikator: INFEKSI
a. Suhu tubuh; 1. Monitoring tanda dan
b. Fungsi respirasi; gejala infeksi sistemik
c. Fungsi dan lokal.
gastrointestinal; 2. Inspeksi kulit dan
d. Fungsi membran mukosa
genitourinaria terhadap kemerahan,
e. Integritas kulit; panas, drainase.
f. Integritas 3. Monitoring adanya luka.
mukosa. 4. Batasi pengunjung bila
perlu.
5. Dorong klien untuk
istirahat.
6. Ajarkan klien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi.
7. Kaji suhu badan pada
klien neutropenia setiap 4
jam.
8. Laporkan kecurigaan
infeksi.

Daftar pustaka

Bulechek, M Gloria. Buthcer, K Howard Dkk. 2013. Nursing Interventions


Classification ( NIC ) : 6thedition. Singapore : Elsevier

Herdman, T Heather. Kamitsuru, Shigemi . 2014. Nursing Diagnoses :


Definitions & Classification 2015 – 2017. UK : Wiley Blackwell

Hoorhead, Sue. Johnson, Marion. Dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (


NOC ) : 5th edition. Singapore : Elsevier

Afrian, Nian dan Dhina Widayati. 2017. Gangguan pada Sistem Perkemihan
dan Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta:Deepublish

You might also like