You are on page 1of 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Trauma akibat sengatan listrik merupakan jenis trauma yang bisa berakibat fatal bagi
manusia karena mempunyai nilai resiko kematian yang tinggi. Sekitar 50% dari jumlah
korban sengatan listrik akan mengalami kematian.

Banyaknya kasus trauma atau kematian akibat sengatan listrik dikarenakan banyak
kasus trauma sering terjadi di lingkungan keluarga dimana sumber listrik bertegangan
rendah digunakan sebagai sumber listrik pada alat-alat kehidupan sehari-hari.

Trauma tersebut biasanya disertai adanya tetani otot pada daerah kontak fisik dan
gangguan pada jantung yang akan menyebabkan gangguan pada tubuh dan bahkan kematian.

Di Amerika Serikat data korban akibat trauma listik mencapai angka 1000 kasus
berakibat fatal per tahunnya dan hampir 3-5% dari jumlah korban mengalami kematian.
Data lainnya menyebutkan trauma bakar listrik di Inggris diperkirakan mencapai sekitar
3-4% dengan mortalitas terdapat 2 pasien dengan trauma serius dan 36 pasien dilaporkan
mengalami syok elektrik. Kematian akibat trauma listrik pada karena petir mencapai 7000
kematian pada 34 tahun terakhir di Amerika Serikat.

Listrik merupakan suatu aliran elektron yang mempunyai kemampuan untuk


berjalan atau melewati dengan baik melalui media yang bersifat konduktor dan melewati
dengan buruk pada benda atau material yang bersifat isolator. Salah satu konduktor yang baik
dalam menghantarkan arus listrik adalah air.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa definisi trauma sengatan listrik?

2. Apa etiologi trauma listrik?


3. Bagaimana patofisiologi trauma listrik ?

4. Bagaimana manifestasi trauma listrik ?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostik/penunjang untuk trauma listrik ?

6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari trauma listrik?

7. Bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada pasien trauma listrik?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar para pembaca, mahasiswa keperawatan pada khususnya dapat mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar serta asuhan keperawatan klien dengan trauma listrik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini bagi para pembaca dan mahasiswa
keperawatan yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari trauma listrik.

2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari trauma listrik.

3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari trauma listrik.

4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari trauma listrik.

5. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik/ penunjang untuk trauma


listrik.

6. Untuk mengetahui dan memahami pentalaksanaan medis daritrauma listrik.

7. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma
listrik.
1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu bagi para pembaca selain dapat menambah
wawasan, juga agar pembaca lebih mendalami tentang konsep dari aritmia Selain itu, bagi
mahasiswa keperawatan khususnya, makalah ini dapat dijadikan bahan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan
dan dapat tercapai.
BAB II
L ANDAS AN T E O RI

2.1 Konsep Dasar

1. Pengertian

Cedera akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir

ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebebkan

terganggunya fungsi suatu organ dalam.

Tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak langsung dengan

arus listrik dapat berakibat fatal. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia

akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan jaringan tubuh.

Meskipun luka bakar tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan

organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak.

Di Indonesia luka bakar merupakan masalah yang berat karena perawatan

dan rehabilitasinya sukar, perlu ketekunan, tenaga terlatih dan terampil serta biaya

yang mahal. Luka bakar juga memerlukan penanganan yang serius secara tim yang

meliputi dokter, perawat, fisioterapis, ahli gizi, psikiater, dan pekerja sosial.

Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical Surgical

Nursing, menyatakan bahwa : “Burns are injuries caused by thermal (liquid or

flame), chemical, or electrical agents”. Menurut terjemahan penulis berdasarkan

kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah luka pada jaringan yang disebabkan oleh

panas, (cairan atau api), kimia, atau radiasi energi listrik dan pergesekan.

Pengertian luka bakar sendiri adalah luka yang disebabkan oleh kontak

dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh

sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan
kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (

Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).

Anatomi Fisiologi

Anatomi kulit yang utama adalah tersusun dari tiga lapisan; yaitu epidermis,

dermis dan jaringan subkutan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. Lapisan Epidermis

Tersusun dari keratinosit, yang tersusun atas beberapa lapisan, yaitu :

1). Lapisan Corneum atau lapisan tanduk

Terdiri dari atas sel-sel tipis melekat satu dengan yang lain. Merupakan

barrier tubuh paling luar dan memiliki kemampuan mengusir organisme

patogen dan mencegah kehilangan cairan.

2). Lapisan Lucidum

Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng tanpa inti.

3). Lapisan Granulosum

Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbatas kasar dan

inti terdapat diantaranya, butir-butir kasar ini terdiri dari keratohyalin.

4). Lapisan Spinosum

Terdiri atas beberapa lapisan sel yang berbentuk poligonal yang besarnya

berbeda-beda karena adanya amitosis.

5). Stratum Basale

Terdiri dari atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar

(palisade).

b. Lapisan Dermis
Lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1). Lapisan papilaris tersusun dari sel fibroblast yang menghasilkan bentuk

kolagen merupakan komponen utama jaringan ikat.

2). Lapisan retikularis terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut

kolagen dan berkas serabut elastik.

Dermis juga tersusun oleh pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar

keringat serta sebasea dan akar rambut.

c. Jaringan Subkutan

Jaringan subkutan berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara

lapisan kulit dan struktur internal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorsi,

eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan

vitamin D, dan keratinisasi. Fungsi proteksi, kulit melindungi tubuh dari

segala pengaruh luar, misalnya terhadap bahan-bahan kimia, mekanis,

bakteriologis dan lingkungan sekitarnya. Fungsi absorbsi, penyerapan dapat

berlangsung melalui cerah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui

muara saluran kelenjar. Fungsi eksresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan

zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa

NaCl, urea, asam urat. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis

dan subkutis. Untuk merasakan rasa nyeri gatal, panas, dingin, rabaan dan

tekanan. Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan fungsi ini dengan cara

mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit. Pembentukan

pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basale

epidermis. Pembentukan vitamin D, dengan bantuan sinar matahari, pro

vitamin D diubah menjadi vitamin D. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai

dari sel basale mengadakan pembelahan, sel basale yang lain akan berpindah
ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel

menjadi gepeng dan bergranulosum. Makin lama ini menghilang dan

keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.

2.2 Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh kontak langsung antara anggota tubuh dengan

faktor penyebab luka bakar seperti api, listrik, bahan kimia ataupun radiasi ( Effendi.

C, 1999 ).

Cedera listrik dapat terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel

maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang. Cedera bisa

berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada :

a. Jenis dan kekuatan arus listrik

Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan

dengan arus bolak balik (AC). Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung

kepada kecepatan berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan

siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari

arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan

(voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama.

DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, seringkali

mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber arus. AC sebesar 60 hertz

menyebabkan otot terpaku pada posisinya sehingga korban tidak dapat

melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena

sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat.

Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar

kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Kekuatan arus

listrik diukur dalam ampere. 1miliampere (mA) sama dengan 1/1,000 ampere.
Pada arus serendah 60-100 mA dengan tekanan rendah (110-220 volt), AC 60

hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa

menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal.

Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA. Jika arus

langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa

terjadi gangguan irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah

(kurang dari 1 mA).

b. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik

Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikn atau

memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada

kulit dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit dan

sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan

lembab.

Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir

yang lembab (misalnya mulut, rektum, atau vagina), hanya separuh dari

resistensi kulit utuh yang lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau

telapak kaki yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang tipis.

Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang

dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka

bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai

dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.

Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka

bakar.

c. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam aliran tubuh


Arus lstrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala, dan

paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan

ke tingkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik

yang mengalir dari tungkai ke tanah.

Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan kejang, perdarahan otak,

kelumpuhan pernapasan, perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka

pendek, perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur), irama

jantung yang tidak beraturan, kerusakan pada mata dapat menyebabkan karatak.

d. Lamanya terkena arus listrik

Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang

mengalami kerusakan. Seorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka

bakar yang berat. Tetapi, jika seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka

bakar yang berat (luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat

cepat sehingga arus listrik cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan

kerusakan jaringan dalam yang luas.

Meskipun demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada

jantung dan paru-parudan melumpuhkan serta bisa menyebabkan kerusakan

pada syaraf atau otak

2.3 Patofisiologi luka bakar

Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut dan disfungsi

serebral. Kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/akut/syok yang biasanya

berlangsung sampai 72 jam pertama. Kehilangan kulit sebagai sawar tubuh membuat

luka mudah terinfeksi selain itu kehilangan kulit yang luas menyebabkan penguapan
cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan pengeluaran protein dan energi

sehingga terjadi gangguan metabolisme.

Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein

kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan

disfungsi dan kegagalan fungsi organ seperti paru dan hepar yang berakhir dengan

kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan kerapuhan jaringan

dan struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan parut yang tidak beraturan,

kontraktur dan deformitas sendi. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 ).


2.4 PATHWAY
Kerusakan Jaringan Kulit

Merangsang Saraf
Nyeri Dikulit

Therm Nyeri Edema Mukosa


al Trakhea Bronkhial
Injury
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Permiabel

Kapiler
meningkat
Volume
Edema
Plasma
Hemokonsentrasi

& Kulit Terbuka

Viscosity Darah
Cardiac
Hubungan Langsung Dengan
Output
Dunia Luar

Aliran Darah

Transport Lambat Resiko Tinggi


Infeksi
Oxygen
Perubahan Perfusi
Terganggu
Jaringan

Resiko Tinggi Kurang Evaporasi


Volume Cairan Meningkat
2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis luka bakar( Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. Derajat satu (superfisial)

Penyebab tersengat matahari dan terkena api dengan intensitas yang

rendah. Melibatkan hanya epidermis, gejala yang dirasakan kesemutan,

hiperestesia (supersensitivitas) dan nyeri mereda bila didinginkan. Luka

tampak merah muda terang sampai merah dengan edema minimal dan putih

ketika ditekan. Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu disertai

pengelupasan kulit.

b. Derajat dua (partial thickness)

Penyebab tersiram air mendidih dan terbakar oleh nyala api.

Melibatkan epidermis dan bagian dermis, gejala nyeri, hiperestesia dan sensitif

terhadap udara dingin. Keadaan melepuh, dasar luka berbintik – bintik merah,

epidermis retak, permukaan basah dan edema. Kesembuhan dalam waktu 2

hingga 3 minggu disertai pembentukan jaringan parut dan bila ada infeksi dapat

berubah menjadi derajat tiga.

c. Derajat tiga (full thickness)

Penyebab terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu

lama dan tersengat arus listrik. Melibatkan semua lapisan kulit, gejala tidak

terasa nyeri, syok, (hematuria ada dalam urin) dan kemungkinana hemolisis

(destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk atau keluar

(pada luka bakar listrik). Kesembuhan dengan pembentukan eskar, diperlukan

pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontour serta fungsi kulit.

Pada fase yang lebih berat dapat terjadi amputasi pada daerah jari atau

ekstremitas.
Gambaran klinis tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus

listrik. Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya hingga dia

terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut

bisa mengakibatkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa

mengakibatkan dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul.

Kesadaran bisa menurun, pernapasan dan denyut jantung bisa lumpuh. Arus

listrik bertegangan tinggi bisa membunuh jaringan diantara titik masuk dan titik

keluarnya, sehingga terjadi luka bakar pada daerah otot yang luas. Akibatnya,

sejumlah besar cairan dan garam (elektrolit) akan hilang dan kadang menyebabkan

tekanan darah yang sangat rendah. Serat-serat otot yang rusak akan melepaskan

mioglobin, yang bisa melukai ginjal dan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

Dalam keadaan basah, kita dapat mengalami kontak dengan arus listrik. Pada

keadaan tersebut, resistensi kulit mngkin sedemikian rendah sehingga tidak terjadi

luka bakar tetapi terjadi henti jantung (cardiac arrest) dan jika tidak segera mendapat

pertolongan, korban akan meninggal.

Petir jarang menyebabkan luka bakar di titik masuk dan titik keluarnya, serta

jarang menyebabkan kerusakan otot ataupun pelepasan mioglobin ke dalam air

kemih. Pada awalnya bisa terjadi penurunan kesadaran yang kadang diikuti dengan

koma atau kebingungan yang sifatnya sementara, yang biasanya akan menghilang

dalam beberapa jam atau beberapa hari. Penyebab utama dari kematian akibat petir

adalah kelumpuhan jantung dan paru-paru (henti jantung dan paru-paru).

6. Luas luka bakar

Perhitungan luas luka bakar berdasarkan rule of nine (

Keperawatan Klinis, 2003 ).

a. Kepala dan leher : 9%

b. Ekstremitas atas (2 x 9%) : 18% (kiri dan kanan)

c. Dada, perut, punggung dan bokong

(4 x 9%) : 36%
d. Paha dan betis – kaki(4 x 9%) : 36% (kiri dan kanan)

e. Genetalia/perineum : 1%

Total keseluruhan : 100%

Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif

permukaan kepala jauh lebih besar dan relatif permukaan kaki lebih kecil digunakan

rumus 10 untuk bayi dan rumus 10 – 15 – 20 dari lund dan browder untuk anak. Dasar

presentasi yang digunakan dalam rumus – rumus tersebut diatas adalah luas telapak

tangan dianggap 1%. ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 )

7. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor

( Engram B, 1999 ).

a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

b. Kedalaman luka bakar.

c. Anatomi lokasi luka bakar.

d. Umur klien.

e. Riwayat pengobatan yang lalu.

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

8. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

Beberapa indikasi klien dengan luka bakar yang harus menjalani rawat inap ( Kapita

Selekta Kedokteran, 2000 )

a. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau

> 15% pada orang dewasa.

b. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap, udara hangat.

c. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah,

mata, tangan, kaki dan perineum.


2.5 Pemeriksaan diagnostik.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien luka bakar (

Brunner & Suddarth, 2002 ).

a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.

b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini

terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam

pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,

khususnya pada cedera inhalasi asap.

d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan

kerusakan otot pada luka bakar.

f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka

bakar masif.

h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2.6 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera

mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada

kulit yang vital dan elemen didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan

parut ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000).

Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan

korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air.

Pada trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses

koagulasi protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung
terus menerus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses

tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu,

merendam bagian yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat.

Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi

hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :

a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan

(breathing) dan sirkulasi (circulation).

b. Periksa jalan napas.

c. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan

jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau

intubasi.

d. Berikan oksigen.

e. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk

mengatasi syok.

f. Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.

g. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.

h. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk

pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.

i. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya

cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis

cairan dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan

lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau

pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral
dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk

menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :

1). Cara Evans.

Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah Berat

badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)

Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)

2000 cc glukosa 5% (3)

Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama.

Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan

cairan setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan

setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan

penghitungan diuresis.

2). Cara Baxter.

Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah

cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x

4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama,

sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan

larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan

setengah dari jumlah hari pertama.


BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA LISTRIK

3.1 Primary Survey


1) Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look
atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa
agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan
perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit
perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher,
keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau
mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu
suara napas tambahan obstruksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,
crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang
berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada tahap ini perawat
merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

2) Breathing
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan
frekuensinya. Pada tahap listen (mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya
vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap terakhir yaitu feel, merasakan
pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru
dan jantung dengan menggunakan stetoskop.

3) Circulation
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah
untuk memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau
melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama
berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya
keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya,
ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat
dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak
berdenyut. Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat
dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

4) Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil
dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis,
melebar: dilatasi. Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi
sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak
harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra
kranial.
5) Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian
dari mencari cidera.
2) Secondary survey

a. Aktifitas/istirahat :

Tanda :

Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;

gangguan massa otot, perubahan tonus.

b. Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :

Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan

(semua luka bakar).

c. Integritas ego:

Gejala:

Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda :

Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d. Eliminasi :

Tanda :

Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam

kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis

(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan

bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%

sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e. Makanan/cairan :

Tanda :

Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f. Neurosensori:

Gejala:

Area batas; kesemutan.

Tanda:

Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada

cedera ekstremitas.
g. Nyeri/kenyamanan :

Gejala :

Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk

disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang

derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat

kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h. Pernafasan :

Gejala :

Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda :

Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan

sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin

terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi

(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:

gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam

(ronkhi).

i. Keamanan:

Tanda:

Kulit umum :

Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan

dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar

mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya

penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera Api :
Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas

yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut

kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan / atau lingkar

nasal.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d disfungsi neuromuskular

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d kekurangan volume cairan

3. Hipovolumia b.d kegagalan mekanisme regulasi

4. Resiko cedera b.d terpapar zat kimia toksik

3.3 INTERVENSI

DIAGNOSA KEP NOC NIC

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas

Nafas Tidak Efektif b.d keperawatan selama 2x24 1. buka jalan nafas dengan

disfungsi neuromuskular jam diharapkan masalah teknik chin lift / jaw thrust

pasien teratasi dengan sebagaimana mestinya.

kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk

1. frekuensi memaksimalkan ventilasi.

pernafasan (5) 3. Motivasi pasien untuk

2. irama pernafasan bermafas pelan ,dalam

(5) ,berputar dan batuk.

3. ansietas (5) 4. Instruksikan agar bisa

4. pernafasan cuping melakukan batuk efektif

hidung (5) 5. Kelola udara ataun

5. kedalaman oksigen yang

inspirasi (5)
dilembabkan,sebagaimana

mestinya.

6. Regulasi asupan cairan

untuk mengoptimalkan

keseimbangan cairan.

7. Posisikan untuk

meringankan sesak nafas

pasien.

2. Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi :

perifer tidak efektif b.d keperawatan selama 2x24 insufisiensi arteri

kekurangan volume cairan jam diharapkan masalah 1. Lakukan pemeriksaan

klien teratasi dengan fisik sistem

kriteria hasil : kardiovaskular secara

1. Aliran darah komprehensif.

melalui pembuluh 2. Inspeksi kulit untuk

darah hepar (5) adanya luka pada arteri

2. Aliran darah 3. Monitor ketidaknyamanan

melalui pembuluh atau nyeri saat melakukan

darah serebral (5 aktifitas dimalam hari.

) 4. Ubah posisi pasien

3. Aliran darah setidaknya setiap 2 jam

melalui pembuluh dengan tepat.

perifer (5) 5. Pelihara hidrasi yang

memadai untuk
menurunkan kekntalan

darah.

6. Monitor jumlah cairan

yang masuk dan yang

keluar

7. Lakukan perawatan luka

dengan tepat.

3.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat

untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang

lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam

Potter & Perry, 1997).

Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari

implementasi keperawatan, antara lain:

a) Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan

tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk

klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim

keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan

sesuai kebutuhan, dan lain lain.

b) Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,

meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal

personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai

advokasi klien, role model, dan lain lain.


c) Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,

melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien,

mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,

kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.

3.5 Evaluasi

Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang

diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan dalam

rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk

menentukan seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan bagaimanan selama proses

terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dalam evaluasi.

Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil

yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien

siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).

Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat mengasumsikan perawatan

tersebut telah efektif saat hasil yang diharapkan untuk perawatan dapat terjadi. (Wong,

2002:366).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cedera akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir ke dalam tubuh
manusia dan membakar jaringan ataupun menyebebkan terganggunya fungsi suatu organ
dalam.
Menurut Billings and Stokes (1999) dalam bukunya Medical Surgical Nursing, menyatakan
bahwa : “Burns are injuries caused by thermal (liquid or flame), chemical, or electrical agents”.
Menurut terjemahan penulis berdasarkan kutipan diatas yaitu: Luka bakar adalah luka pada
jaringan yang disebabkan oleh panas, (cairan atau api), kimia, atau radiasi energi listrik dan
pergesekan.

4.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan makalah ini adalah :
a) Bagi Perawat
Harus berusaha untuk memahami penyakit yang dialami oleh klien sehingga
terjadi peningkatan pengetahuan dan dapat membantu mencegah kompleksitas masalah
yang mungkin terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap masalah yang timbul
akibat trauma listrik.
b) Bagi Institusi Pendidikan
Agar lebih banyak memberikan masukan yang berguna bagi mahasiswa saat
melakukan asuhan keperawatan baik secara konsep teori maupun teknik pengkajian
fisik terfokus persistem terutama sistem kardiovaskuler dan berorientasi pada masalah
atau keluhan klien khususnya klien dengan aritmia mengingat kondisi klien yang cukup
kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

 Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Sidhi, Hertian S, et


al. Ilmu Kedokteran Forensik, First edition. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997
 Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakkan Hukum. Jakarta:
Bagian kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2003
 Idries AM, Tjiptomartono AL, editors. Penerapan Ilmu Kedokteran forensik dalam
Proses Penyidikan. Jakarta: CV Sagung Seto;2008
 Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine Twelfth Edition. Great Britain: Arnold;2003
 Knight B. Forensic Pathology. Second Edtion. Hgreat Britain. Arnold.204.
 Di Maio VJ, Di Maio D. Forensic Pathology. Second Edtion. USA; CRC.Press;2001
 Staf Pengajar FK UI. Tekhnik Autopsy Forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2000

You might also like