You are on page 1of 7

Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus?

Anamnesis
Anamnase pada pasien kusta sering menjadi tidak informatif, namun hal ini tetap
kita lakukan. Tanyakan pada pasien mengenai adanya kebas, rasa seperti tersayat
atau terbakar, perubahan lesi pada kulit, kesulitan untuk menggenggam atau
berjalan, masalah pada mata, kontak keluarga dengan kusta, riwayat pengobatan
dengan dapson (Bryceson et al, 1990).
Inspeksi Jika diperlukan, minta pasien untuk berdiri dan membuka pakaiannya.
Perhatikan lesi kulit yang ada pada tubuh pasien di bawah cahaya yang cukup
(Bryceson et al, 1990).
Tes fungsi saraf
a. Rasa raba Dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk
memeriksa perasaan dengan menynggung kulit.
b. Rasa nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan
ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan
penderita harus mengakatan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
c. Rasa suhu Dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi
airpanas (40 C) yang lainnya air dingin (20 C) ditempelkan pada daerah kulit yang
dicurigai dengan sebelumnya melakukan kontrol pada kulit yang sehat. Jika pada
daerah kulit yang dicurigai penderita salah menyebutkan suhu pada tabung yang
ditempelkan, maka dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut
terganggu.
d. Tes motoris: Voluntary Muscle Test (Amirudin et al, 1997).
Pemeriksaan Bakteriologis
Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh lewat
irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudiaan diberi pewarnaan Ziehl Nielsen
untuk melihat M. Leprae. Pemeriksaan ini beberapa tahun terakhir ini tidak
diwajibkan dalam program Nasional. Namun demikian menurut penelitian,
pemeriksaan skin smear banyak berguna untuk mempercepat penegakan
diagnosis, karena sekitar &-10% penderita yang datang dengan lesi Pba,
merupakan kasus MB yang dini. Pada kasus yang meragukan harus dilakukan
pemeriksaan apusan kulit (skin smear). Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas
terlatih. Karena cara pewarnaan yang sama dengan pemeriksaan TBC maka
pemeriksaan dapat dilakukan di puskesmas (PRM) yang memiliki tenaga serta
fasilitas untuk pemeriksaan BTA (Amirudin et al, 1997).
Pemeriksaan Histopatologik
Diagnosis penyakit kusta biasanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinik,
secara teliti dan pemeriksaan bakterioskopik. Pada sebagian kecil kasus, bilamana
diagnosis masih meragukan, pemeriksaan histopatologik dapat dilakukan.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit Universitas
Sumatera Utara kusta, Khisusnya pada anak-anak, bilaman pemeriksaan saraf
sensoris tidak mudah dilakukan pada lesi dini, contohnya pada tipe indeterminate,
juga untuk menentukan klasifikasi yang tepat (Amirudin et al, 1997)
Faktor Risiko Karakteristik Penduduk yang mempengaruhi kejadian kusta
a. Sosial Ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita kusta di dunia menyerang
kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara
kemiskinan dengan penyakit kusta bersifat timbal balik. Kusta merupakan
penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita kusta.
Kondisi sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan
secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti
adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, hygiene
sanitasi yang kurang dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga
menurun
kemampuannya.
Tingkat pekerjaan dan jenis pekerjaan sangat mempengaruhi terjadinya
kasus kusta atau keberhasilan pengobatan, status sosial ekonomi keluarga
diukur dari jenis, keadaan rumah, kepadatan penghuni per kamar, status
pekerjaan dan harta kepemilikan (Scoeman, 1991). Masyarakat dengan
sosial ekonomi yang rendah sering mengalami kesulitan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik, sehingga penyakit kusta menjadi ancaman
bagi mereka (Soewasti, 1997). Penyebab terbesar menurunnya kasus kusta
adalah meningkatnya tingkat sosial ekonomi keluarga tetapi faktor lain
akibat sosial ekonomi adalah pengaruh lingkungan rumah secara fisik baik
38pada, pencahayaan, ventilasi, kepadatan rumah, dan pemenuhan
kebutuhan
gizi dapat terpenuhi.
Faktor sosial ekonomi ini merupakan salah satu karakteristik tentang
faktor orang, perlu mendapat perhatian tersendiri. Status sosial ekonomi
sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan jenis pekerjaan serta
besarnya pendapatan keluarga juga hubungan dengan lokasi tempat
tinggal,
kebiasaan hidup keluarga, termasuk kebiasaan makan, jenis rekreasi
keluarga, dan lain sebagainya. Status sosial ekonomi erat pula hubungannya
dengan faktor psikologi individu dan keluarga dalam masyarakat. Status
ekonomi sangat sulit dibatasi, hubungan dengan kesehatan juga kurang
nyata, yang jelas bahwa kemiskinan erat hubungannya dengan penyakit
hanya sulit dianalisa managemen sebab, dan yang mana akibat. Status
ekonomi menentukan kwalitas makanan, hunian, kepadatan gizi, taraf
pendidikan, tersediannya fasilitas air bersih, sanitasi kesehatan lainnya,
besar kecil keluarga, dan tehnologi

b. Umur
Kebanyakan peneliti melaporkan distribusi penyakit kusta menurut
umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden,
karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata
lain
kejadian penyakit sering terkait umur pada saat ditemukan dari pada saat
timbulnya penyakit. Kusta diketahui terjadi pada semua umur mulai bayi
sampai umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun), namun yang
terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Berdasarkan penelitian di
RSK Sitanala Tangerang oleh Tarusaraya dkk (1996), dinyatakan bahwa
dari 1153 responden diperoleh hasil bahwa kecacatan lebih banyak terjadi
pada usia prosuktif 19-55 tahun (76,1%).12) Ghimire (1996), menyatakan
bahwa terjadi kecacatan sekunder pada usia dibawah 30 tahun. Hal ini
disebabkan oleh bahaya yang terpapar pada saat beraktifitas.
c. Jenis kelamin
Penyakit kusta dapat mengenai dari semua jenis kelamin, baik laki
laki mupun perempuan. Sebagian besar Negara di dunia kecuali dibeberapa
Negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang kusta
dari pada wanita. Rendahnya kejadian kusta pada wanita disebabkan
karena
beberapa faktor antara lain faktor lingkungan dan faktor biologis (Ghimire,
1996).
Tarusaraya, dkk, (1996) tingkat kecacatan pada laki-laki lebih besar
daripada wanita. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan, kebiasaan keluar
rumah, dan merokok. Ghimire (1996) penelitian yang dilakukan di Nepal
67% wanita mengalami kecacatan sekunder.
d. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki semangat spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri dari pendidikan dasar (SD/SMP/Sederajat), pendidikan
menengah (SMA/Sederajat) serta pendidikan tinggi
(Diploma/sarjana/magister/spesialis) (UU No 20 tahun 2003 Tentang Sistem
pendidikan Nasional). Status pendidikan berkaitan denga tindakan
pencarian
pengobatan penderita kusta. Rendahnya tingkat pendidikan dapat
mengakibatkan lambatnya pencarian pengobatan dan diagnosis penyakit,
hal
ini dapat mengakibatkan kecacatan pada penderita kusta semakin parah.
Ghimire (1996), diperoleh hasil bahwa kelompok tidak terpelajar
(64%) lebih banyak mengalami kecacatan sekunder. Hal ini disebabkan
pada kelompok terpelajar lebih mengerti dan mengikuti instruksi tenaga
kesehatan.
e. Pekerjaan
Sebagian besar penderita kusta di dunia berada di negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia, sebagaian besar penduduk
Indonesia mencari penghasilan dengan bercocok tanam atau bertani. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap terjadinya cacat pada kusta.(7) Penelitian
yang
dilakukan di Nepal oleh Ghimire (1996), membagi responden dalam dua
kategori, yaitu mereka yang bekerja secara “manual worker” dan “non
manual worker”. Diperoleh hasil, 64% pada “manual worker” mengalami
kecacatan sekunder, hal ini disebabkan karena Nepal adalah Negara
pertanian, banyak yang bekerja sebagai petani. Selain itu karena pasien
pasien kusta lebih suka menyendiri sehingga kegiatan sehari-hari juga
dilakukan sendiri.
Penyebab badan merah
Eksim (Dermatitis) : Gejala utama yang dirasakan penderita eksim adalah
rasa gatal yang berlebihan pada kulit. Lalu disertai dengan kulit memerah,
bersisik dan pecah-pecah, timbul gelembung-gelembung kecil yang
mengandung air atau nanah. Bagian tubuh yang sering terkena eksim
biasanya tangan, kaki, lipatan paha dan telinga.
Kurap : Kurap terjadi karena jamur, biasanya yang menjadi gejalanya adalah
kulit menjadi tebal dan pada kulit timbul lingkaran-lingkaran yang semakin
jelas, bersisik, lembab dan berair dan terasa gatal. Kemudian pada
lingkaran-lingkaran akan timbul bercak-bercak putih. Kurap timbul karena
kurang menjaga kebersihan kulit
Psoriasis :Gejala psoriasis adalah timbulnya bercak-bercak merah yang di
atasnya terdapat sisik-sisik putih tebal dan menempel berlapis-lapis. Bila
digaruk, sisik-sisik tersebut akan rontok. Mula-mula, luas permukaan kulit
yang terkena hanya kecil, dan semakin lama semakin melebar
Panu : Panu adalah salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.
Penyakit panu ditandai dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa
gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat
atau merah tergantung warna kulit si penderita
KOMPLIKASI
Anggota gerak : Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan
tidak sensitif dan myopati. Tidak sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri
dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf ulna yang
mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot
untuk mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk
meraba. Infeksi lepra ke saraf medianus menyebabkan ketidak mampuan
untuk menggerakan jempol dan mengenggam. Apabila gangguan mengenai
saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan tangan
yang jatuh.
Hidung: Infeksi mikrobakteri ke mukosa hidung dapat menyebabkan
pembengkakan dan perdarahan hidung yang terus menerus. Tanpa
pengobatan yang baik infeksi akan menjalar dan merusak tulang rawan
hidung dan penderita akan kehilangan hidungnya. Mata Infeksi pada mata
tidak hanya terjadi pada mata sendiri yang mengakibatkan kekeruhan dari
cairan mata dan gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi
pada saraf-saraf penghlihatan mata yang mengakibatkan penglihatan akan
berkurang dan juga pada saraf otot-otot penggerak bola mata yang
menyebabkan gangguan koordinasipenglihatan kedua mata.
Testis: Infeksi lepra dapat terjadi pada testis dan menyebabkan infeksi dari
saluran testis dan apabila tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan
kerusakan permanen dari saluran dan penghasil sperma sehingga penderita
akan steril.
Abses Saraf: Pada beberapa kondisi infeksi lepra di saraf tidak saja
menyebabkan kerusakan dari sistem saraf, tetapi menyebabkan abses
(bisul) di sekitar saraf, dengan gambaran benjolan kemerahan, panas dan
terasa nyeri.

You might also like