You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang hubungan status

sosial ekonomi dan gaya hidup modern berbelanja konsumen ritel modern

Carrefour ITC BSD. Peneliti tertarik meneliti masalah ini karena melihat kegiatan

berbelanja saat ini tidak hanya menjadi sebuah kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan semata melainkan telah menjadi gaya hidup yang terus dipelihara dan

dipraktekkan secara intens oleh para konsumen. Gaya hidup tidak hanya meliputi

cara berbelanja semata namun bisa dilihat dari cara berpakaian, cara bersikap dan

lainnya.
Konsep gaya hidup sendiri menurut David Chaney adalah pola-pola

tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain (Chaney, 1996:

40). Pola-pola kehidupan sosial sering kali disederhanakan dengan istilah budaya

yakni kebiasaan/adat istiadat, sikap, dan nilai-nilai serta pemahaman yang sama

yang menyatukan individu sebagai suatu masyarakat. Namun, menurutnya gaya

hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural pemakainya yang masing-masing

merupakan gaya, tata krama, ataupun cara menggunakan barang-barang, tempat,

dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok, namun bukan

berarti keseluruhan pengalaman sosial mereka. Gaya hidup adalah seperangkat

praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu.


Modernitas merupakan salah satu faktor yang membuat gaya hidup

manusia berbeda-beda. Hal ini dikarenakan modernitas menuntut adanya tatanan

sosial yang modern yang lebih terstruktur dibandingkan tatanan sosial masyarakat

tradisional. Jika di masyarakat tradisional struktur sosial cenderung lebih

1
homogen, maka di struktur masyarakat modern diferensiasi terasa lebih kompleks

karena pembedaan tersebut didasarkan atas spesialisasi yang dimiliki oleh

individu.
Setidaknya David Chaney mendeskripsikan tatanan sosial modern

memiliki dua aspek penting yakni prosedur regulasi birokrasi dan struktur kelas.

Prosedur regulasi birokrasi merupakan suatu jaringan ikatan impersonal yang

berada di luar individu sebagai kerangka kerja masyarakat. Selain itu struktur

kelas juga menunjukkan adanya kekuatan yang mendominasi dan didominasi.

Terdapat pihak yang dapat mengambil keputusan dan ada pula yang merasa

menjadi subjek kekuasaan (Chaney, 1996: 42).


Dalam masa Kapitalisme global, industri yang tumbuh tidak hanya

memproduksi berbagai komoditas untuk memenuhi kebutuhan semata namun juga

menghasilkan berbagai jenis komoditas yang memiliki makna simbolis. Simbol-

simbol tersebut menawarkan prestise lebih dan menjadi pembeda antara kelompok

yang memakainya dan yang tidak memakainya. Mazhab Frankfurt meyakini

bahwa masyarakat di era kapitalisme mengonsumsi produk-produk budaya tidak

hanya berdasarkan kebutuhannya semata, namun lebih disebabkan oleh konstruksi

dan logika hasrat yang dibentuk oleh daya tarik kebudayaan populer.
Di era kapitalisme, kebudayaan dapat diproduksi secara tak terbatas karena

didukung oleh perkembangan teknik-teknik produksi industri dan teknologi

informasi yang semakin masif, sehingga pada suatu titik tertentu terjadilah

komersialisasi budaya (Strinati dalam Suyanto, 2013: 117). Berbeda dengan

budaya sebagai kultur, budaya dalam masyarakat kapitalisme adalah budaya

populer atau budaya pop yang dihasilkan dari teknik-teknik industrial produksi

massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan bagi pemilik modal. Tujuan

2
dari produksi budaya massa ini menurut Adorno (dalam Suyanto, 2013: 117)

adalah mendapatkan keuntungan.


Menjamurnya berbagai ritel modern merupakan bukti bahwa

industrialisasi budaya populer sedang berkembang dengan pesat. Berdasarkan

data, omzet penjualan di pasar modern merupakan yang paling tinggi diantara

yang lainnya. Selain itu pada setiap tahunnya, omzet penjualan di pasar modern

juga terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 2004 sampai

2008 omzet penjualannya mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.


Grafik 1.A.1 Perkembangan Omzet Ritel Modern (Rp Triliun)

Sumber: Economic Review No. 125, 2009


Hal ini sebanding dengan nilai pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia

di perkotaan. Pada seluruh lapisan masyarakat baik golongan rendah sampai

golongan tinggi, semua mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun

2000 sampai 2008. Bahkan peningkatan selama kurun waktu delapan tahun

tersebut dapat mencapai empat kali lipat. Hal ini menunjukkan bagaimana tingkat

konsumsi masyarakat Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat cepat

khususnya pada masyarakat yang tinggal di perkotaan.


Tabel 1.A.2 Nilai Pengeluaran Konsumsi Menurut Golongan Rumah Tangga
(miliar rupiah), 2000, 2005, dan 2008)
Golongan Rumah Tangga 2000 2005 2008

3
Rumah tangga golongan rendah di 160.897,1 343.911,0 633.498,9
kota
Rumah tangga bukan angkatan kerja 68.413,4 115.875,3 213.768,1
di kota
Rumah tangga golongan atas di kota 156.139,5 361.730,4 672.628,6
Sumber: www.bps.go.id
Data tersebut memberikan gambaran bagaimana konsumsi budaya populer

semakin lama semakin berkembang dan menjadi gaya hidup masyarakat

khususnya masyarakat yang memiliki status sosial kelas atas. Masyarakat kelas

atas merupakan objek utama dari para pengusaha ritel modern karena mereka

memiliki sumber daya yang lebih banyak dibandingkan masyarakat kelas di

bawahnya. Produsen mengonstruksi makna bahwa prestise yang lebih diberikan

kepada siapa saja yang mengonsumsi budaya populer yang ia ciptakan dan

menjadi pembeda bagi kelas lainnya.


Akibatnya, aktifitas berbelanja di tempat-tempat yang dianggap populer ini

menjadi semacam gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dari para konsumen. Hal

ini dikarenakan mereka ingin merasa berbeda dibandingkan dengan kelas sosial di

bawahnya yang tidak bisa melakukan aktifitas yang seperti mereka lakukan.

Meskipun secara logika harga-harga yang ditawarkan lebih mahal, namun

masyarakat kelas atas tetap akan berbelanja di ritel modern karena yang mereka

beli tidak hanya sebuah kebutuhan semata namun juga sebuah citra diri dan

penguat status sebagai masyarakat kelas atas.


Kegiatan ini kemudian menjadi sebuah gaya hidup baru bagi masyarakat

kelas atas. Seperti yang dikatakan Piliang (dalam Suyanto, 2013: 138) bahwa sifat

umum dari gaya hidup antara lain: (1) gaya hidup merupakan sebuah pola, yaitu

sesuatu sesuatu yang dilakukan atau ditampilkan secara berulang-ulang; (2) yang

mempunyai massa dan pengikut sehingga tidak ada gaya hidup yang sifatnya

4
personal; dan (3) mempunyai daur hidup (life cycle) , artinya ada masa kelahiran,

tumbuh, puncak, surut, dan mati.


Berdasarkan fenomena sosial tersebut, maka dalam hal ini peneliti tertarik

untuk meneliti hubungan antara status sosial ekonomi dan gaya hidup modern

berbelanja konsumen ritel modern Carrefour ITC BSD.

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang diuraikan di atas, penelitian ini

memfokuskan masalah penelitian pada pertanyaan-pertanyaan berikut:


1. Bagaimanakah tingkat status sosial ekonomi konsumen ritel modern

Carrefour ITC BSD?


2. Bagaimanakah tingkat gaya hidup modern berbelanja konsumen ritel

modern Carrefour ITC BSD?


3. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dan gaya hidup

modern berbelanja konsumen di ritel modern Carrefour ITC BSD?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui tingkat status sosial ekonomi konsumen ritel

modern Carrefour ITC BSD.


b. Mengetahui tingkat gaya hidup modern berbelanja konsumen

ritel modern Carrefour ITC BSD.


c. Mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara status sosial

ekonomi dan gaya hidup modern berbelanja konsumen ritel

modern Carrefour ITC BSD.


2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

wawasan baru terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu

sosiologi, terutama sosiologi ekonomi dalam pengujian teori

gaya hidup berupa gaya hidup modern berbelanja di ritel

5
modern. Sehingga dapat memberikan informasi sejauh mana

hubungan antara status sosial ekonomi terhadap gaya hidup

modern.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

gambaran dan pelajaran kepada masyarakat tentang gaya hidup

yang sebenarnya dikonstruksi oleh produsen untuk mendapatkan

keuntungan. Selain itu juga diharapkan melalui penelitian ini

masyarakat dapat lebih selektif untuk membeli barang-barang

yang memang sangat diperlukan tanpa terpengaruh oleh faktor

lainnya.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Purwanti dkk (2013) dengan judul

MENGKAJI PERBANDINGAN POLA PERILAKU KONSUMEN DI PASAR

MODERN (RITEL) DAN DI PASAR TRADISIONAL. Tujuan dari penelitian ini

adalah menganalisis perbandingan pola perilaku konsumen yang berbelanja di

pasar modern (Ritel) dan di pasar tradisional, sehingga dapat diketahui faktor-

faktor yang mendorong dan yang membuat konsumen enggan berbelanja di pasar

modern saja atau pasar tradisional saja dengan pendekatan kuantitatif. Populasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat (konsumen) yang

ada di wilayah Surabaya dengan tekhnik sampel purposive sampling dengan

jumlah 150 responden dengan metode kuantitatif . Dari hasil analisis faktor

perilaku konsumen yang berupa kepuasan konsumen berbelanja di pasar

tradisional diketahui ada 2 faktor penting yaitu faktor 1: pelayanan, kualitas

produk, infrastruktur, fasilitas, kemudahan parkir dan kebersihan, sedangkan

faktor 2: harga, keakraban dengan pedagang, kedekatan lokasi, jam buka tutup,

6
kendaraan umum menuju pasar dan isu kesehatan. Sedangkan dari hasil analisis

perilaku konsumen yang berupa kepuasan konsumen berbelanja di pasar modern

diketahui ada 3 faktor penting yaitu faktor 1: pelayanan, infrastruktur, fasilitas,

kemudahan parkir dan kebersihan, sedangkan faktor 2: keakraban dengan

pedagang, kedekatan lokasi, jam buka tutup, kendaraan umum menuju pasar, dan

terakhir faktor 3 yang kurang penting adalah harga dan isu kesehatan.
Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Ivane Eka Chriesmaya (2013)

dengan judul PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEPUTUSAN

KONSUMEN DALAM MEMILIH MINIMARKET ALFAMART DI MALANG.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh simultan dan parsial atas gaya

hidup yang terdiri dari tiga variabel, yaitu : (1) Activity, (2) Interest, (3) Opinion

terhadap keputusan konsumen dalam memilih Minimarket Alfamart sebagai

tempat berbelanja di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak

41 orang dengan metode kuantitatif. Sedangkan pengambilan sampel

menggunakan teknik purposive sampling. Dari hasil analisis terlihat bahwa ketiga

variabel berpengaruh secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam

memilih Minimarket Alfamart sebagai tempat berbelanja di Kota Malang.

Sedangkan secara parsial variabel activity dan opinion berpengaruh secara

signifikan, dan hanya variabel interest yang tidak berpengaruh secara siginifkan.

Variabel activity adalah variabel yang berpengaruh dominan terhadap keputusan

konsumen dalam memilih Minimarket Alfamart sebagai tempat berbelanja di Kota

Malang.
Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Wahidah dkk( 2014)

dengan judul PENGARUH PERILAKU KONSUMTIF TERHADAP GAYA HIDUP

7
MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI FKIP UNTAN. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh perilaku konsumtif terdahap gaya hidup mahasiswa

pendidikan ekonomi FKIP Untan. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode asosiatif/hubungan dengan bentuk penelitiannya adalah hubungan kausal.

Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah

mahasiswa aktif pendidikan ekonomi FKIP Untan tahun 2009-2012. Hasil analisis

data menunjukkan terdapat pengaruh perilaku konsumtif terhadap gaya hidup

mahasiswa pendidikan ekonomi FKIP Untan. Perhitungan regresi linier sederhana

diperoleh persamaan Y = 9,699 + 0,529X. Koefisien Determinasi pada penelitian

ini menunjukkan kontribusi pengaruh variabel bebas (X) yaitu perilaku konsumtif

terhadap variabel terikat (Y) yaitu gaya hidup sebesar 51,4%.


Dari beberapa penelitian sebelumnya diatas maka terdapat perbedaan dan

persamaan antara penelitian tersebut dan penelitian yang akan dilakukan. Pertama

penelitian Ivane Eka Chrismaya memiliki persamaan yakni meneliti variabel gaya

hidup dengan menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan perbedaanya adalah

indikator yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan indikator dari David

Chaney yakni surface, selves, dan sencibilities sedangkan penelitian sebelumnya

menggunakan indikator gaya hidup milik Kotler dan Keller activity, interest, dan

opinion. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Purwanti memiliki

persamaan yakni meneliti tentang Ritel modern dan pasar tradisional dengan

menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan perbedaanya adalah penelitianya

menggunakan teori perilaku konsumen Kotler dan Keller sedangkan penelitian ini

menggunakan teori gaya hidup David Chaney. Ketiga, penelitian yang dilakukan

oleh Nurul Wahidah memiliki persamaan yaitu menggunakan Variabel Gaya

8
Hidup David Chaney dengan metode kuantitiaf. Sedangkan perbedaanya adalah

pada Variabel bebas yakni pada penelitianya menggunakan Variabel perilaku

konsumtif sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel status sosial

ekonomi.

E. Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur hubungan antara status sosial

ekonomi dan gaya hidup modern berbelanja konsumen ritel modern Carrefour

ITC BSD dengan menggunakan teori gaya hidup dari David Chaney. Dalam buku

Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif, gaya hidup merupakan ciri sebuah

dunia modern atau yang biasa disebut modernitas. Gaya hidup adalah pola-pola

tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pengertian

gaya hidup menurut David Chaney tergantung pada bentuk-bentuk kulturalnya,

masing-masing merupakan gaya, tata krama, cara menggunakan barang-barang,

tempat, dan waktu-waktu tertentu yang merupakan karakteristik kelompok, tetapi

bukanlah keseluruhan pengalaman sosial mereka. Gaya hidup merupakan

seperangkat praktek dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu (Chaney,

1996: 40-41).
Struktur sosial tercermin dalam setiap bentuk masyarakat, namun

karakteristiknya menjadi lebih bermakna khususnya setelah adanya perubahan

sosial menuju masyarakat modern. Hal ini dikarenakan perbedaan yang terbangun

dengan kekakuannya pada masyarakat tradisional kini semakin sulit

dipertahankan dalam era mobilitas sosial dan fisik yang sangat cepat. Sementara

bentuk-bentuk pembedaan baru di masyarakat modern terus menerus dielaborasi,

karakteristik dari bentuk baru pembedaan ini juga semakin kompleks dan berubah

9
dengan cepat. Oleh karena itu, saat ini gaya hidup sebagai pembeda seperti yang

dikatakan sebelumnya menjadi konsep yang sangat penting dalam dunia modern.
Gaya hidup merupakan bentuk khusus pengelompokan status sosial modern.

Modernitas saat ini terletak pada bagaimana cara status dihargai melalui

keanggotaan kelompok, bukan muncul begitu saja dari pekerjaan yang sama-sama

dijalani, atau bahkan dari hak-hak istimewa yang mereka miliki; melainkan lebih

kepada bagaimana mereka memanfaatkan hak-hak istimewa dan sumber daya atas

status sosial yang mereka miliki tersebut sehingga dapat mereka nikmati (Chaney,

1996: 53). Jelaslah bahwa gaya hidup ini berarti juga memiliki hubungan secara

langsung dengan bagaimana status sosial dihargai.


Secara tradisional Weber menggunakan kata “status” sebagai lawan dari

“kelas”. Jika kelas menunjukkan perbedaan berdasarkan cara menghasilkan

sumber daya, maka status lebih menunjukkan kepada cara penggunaan sumber

daya (Chaney, 1996: 42). David Chaney menggunakan konsep status untuk

menunjukkan bagaimana warga masyarakat modern berbicara dan

mengidentifikasi ciri-ciri kehidupan dunia yang berupa pengelompokan sosial

yang terpola secara struktural dan bagaimana wacana gaya hidup ini

menginformasikan, membentuk dan memotivasi pemahaman mereka mengenai

pengertian umum tatanan sosial.


Pengertian status sosial sendiri menurut Narwoko dan Suyanto (2004: 156)

disebut dengan kedudukan sosial yang artinya tempat seseorang secara umum

dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan

pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Kedudukan

sosial dapat mempengaruhi kedudukan individu tersebut dalam kelompok sosial

yang berbeda. Untuk mengukur status sosial seseorang, Pitirim Sorokin

10
memberikan alternatif yang lebih rinci yaitu: 1. Jabatan dan pekerjaannya, 2.

Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan, 3. Kekayaan, 4. Politis, 5. Keturunan,

dan 6. Agama.
FX. Sudarsono (1990) memberikan alternatif indikator status sosial ekonomi

untuk menghindari kesalahan dan bias pengukuran. Pertama, indikator pendidikan

yang bisa dilihat dari segi kepemilikan ijazah yang diperoleh dari jenjang

pendidikan formal dan nonformal, tahun belajar yang telah dilalui, dan tingkatan

kelas yang dicapai. Kedua, indikator pekerjaan yang bisa diklasifikasikan menurut

Balitbang Dikbud tahun 1875 yaitu profesional, pegawai negeri sipil, tentara dan

polisi, pensiunan, perkantoran, pekerja terlatih, petani, salesman, pekerja tidak

terlatih, dan pekerjaan tidak terklasifikasi. Ketiga indikator penghasilan yang

dapat ditanyakan langsung kepada responden dalam bentuk angka. Keempat

adalah kepemilikan barang-barag berharga serta binatang dan hewan peliharaan

yang dapat mendeskripsikan status sosial ekonomi seseorang oleh orang lain.

Kepemilikan logam mulia misalnya belum dapat dikatakan menjadi barang

berharga jika belum dijadikan perhiasan dan dipakai oleh pemiliknya sehingga

orang lain bisa mendeskripsikan status sosial ekonomi pemiliknya tersebut.


Sedangkan menurut Bagong Suyanto (2013: 138) gaya hidup adalah

adaptasi aktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan

untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Gaya hidup mencakup

sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respon terhadap hidup, serta

terutama perlengkapan untuk hidup. Menurut Piliang (Adlin, 2006: 81; Suyanto,

2013: 138) bahwa sifat umum dari gaya hidup antara lain: (1) gaya hidup

merupakan sebuah pola, yaitu sesuatu sesuatu yang dilakukan atau ditampilkan

11
secara berulang-ulang; (2) yang mempunyai massa dan pengikut sehingga tidak

ada gaya hidup yang sifatnya personal; dan (3) mempunyai daur hidup (lice cycle)

, artinya ada masa kelahiran, tumbuh, puncak, surut, dan mati.


Gaya hidup sendiri mengacu pada seluruh tipe aktivitas sosial yang orang

lakukan sehingga bisa dipakai untuk mencirikan dan mengenali status sosial

mereka selain apa yang mungkin mereka “lakukan” untuk hidup. Konsumsi juga

memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan proses produksi, karena

konsumsi juga mempengaruhi mereka yang tidak bekerja seperti pemuda, lansia,

remaja, pengangguran, dan yang paling penting adalah perempuan yang dalam

ekonomi modern umumnya tidak diharapkan menjadi produsen ekonomi dan

justru menjadi objek utama pemasaran (Chaney, 1996: 54)


Perubahan ini terus berlanjut kepada bagaimana cara konsumsi ini tidak

hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan alamiah semata, namun juga telah

dielaborasi sedemikian rupa oleh produsen untuk mendapatkan keuntungan.

McKendrick (dalam Chaney, 1996: 55) menyebutkan metode-metode baru

produsen masa kini seperti pameran (display), manipulasi fashion melalui

keusangan artifisial (artifisial obsolescence), pembangunan tempat-tempat dan

agen-agen baru penjualan, telah memanipulasi persaingan sosial yang membuat

manusia memburu “kemewahan” (luxuries) padahal mereka sebelumnya telah

membeli “kepantasan” (decencies), dan “kepantasan” padahal mereka sebelumnya

telah membeli “kebutuhan” (necessities). Oleh karena itu, pencarian akan makna

gaya hidup modern tak akan pernah ada ujungnya karena hal ini terus

diperbaharui oleh produsen sebagai bagian dari cara mereka untuk bertahan hidup.
David Chaney menggunakan istilah “situs dan strategi” untuk menjelaskan

bahwa praktik-praktik gaya hidup kontemporer cenderung terbagi-bagi menurut

12
tema-tema tertentu. Upaya untuk menghadirkan tipologi ini untuk menunjukkan

bahwa seakurat apapun tulisan mengenai tipologi gaya hidup saat ini, dengan

cepat ia akan menjadi usang. Kata situs “Site” bukan berarti suatu lingkungan

fisik tertentu, namun merupakan metamor fisik bagi ruang-ruang yang dapat

disediakan dan dikontrol oleh para aktor. Kedua, strategi “strategy” karena gaya

hidup sebaiknya dipahami sebagai cara-cara khas perjanjian sosial atau narasi-

narasi dari identitas (Chaney, 1996: 155-156).


Ciri-ciri dari bentuk baru entitas sosial ini menurut Chaney dapat dibedakan

menjadi 3 tahap. Pertama, disampaikan dengan menggunakan istilah pilihan-

pilihan (choices). Sikap, nilai, dan cita rasa yang merupakan karakteristik anggota

kelompok sosial modernitas baru ini, diidentifikasi dengan sendirinya sebagai hal

yang penting. Kedua, bahwa pilihan-pilihan tersebut terfokus pada wilayah-

wilayah kehidupan yang merupakan bagian dari aktivitas waktu luang (leisure)

atau konsumsi. Ketiga, betapapun personalnya nilai-nilai dan cita rasa yang

diekspresikan, mereka jatuh ke dalam pola-pola khusus yang akhirnya

menghubungkan mereka sendiri dengan karakteristik sosio-struktural lainnya

(David Chaney, 1996: 49).

Menurut David Chaney tema-tema yang khas dalam diskusi gaya hidup

meliputi: 1. Penampakan luar (surfaces); 2. Kedirian (selves); dan 3. Sensibilitas

(sensisbilities).

Tampakan luar (surfaces) menjadi penting karena selain merupakan sumber

makna, juga menyebabkan orang menilai diri sendiri dan orang lain berdasarkan

tampilan luarnya. Terdapat 4 tahap dalam proses promosi berbagai produk untuk

mendukung penampilan atau tampakan luar seperti yang dikatakan Leiss, antara

13
lain: 1. Idolatory, yakni produk-produk disajikan dalam nilai guna murni; 2.

Iconology, yakni produk-produk diberi atribut-atribut simbolis; 3. Narsisisme,

yaitu produk-produk dipersonalisasikan dan dinilai secara interpersonal; dan 4.

Totemisme yaitu produk-produk tampil sebagai suatu tanda atau indikator bagi

suatu kolektivitas yang didefinisikan lewat penampilan dan aktivitasnya (Chaney,

1996: 177)

Kedirian (selves) adalah ekspresi individu per individu untuk

memperlihatkan perbedaan perbedaan dan kekhasan mereka bila dibandingkan

dengan orang lain. Kedirian adalah bagian terpenting dari proses seseorang dalam

membangun dan mengembangkan identitas sosialnya. Dalam konteks

perkembangan gaya hidup, identitas sosial di era masyarakat postmodern

cenderung mengalami dua perubahan besar. Pertama, cara berpartisipasi

masyarakat cenderung berubah dari pola komunal ke pola yang lebih privat dan

personal. Kedua, fragmentasi pasar, dimana terjadinya pergeseran dalam

pemasaran yang terlepas dari kategori-kategori berbasis khalayak luar menjadi

ceruk-ceruk pasar yang semakin terspesialisasi ( Chaney, 1996: 187).

Sensibilitas (sencibility) berkaitan dengan cara seseorang atau konsumen

untuk menunjukkan afiliasi yang bisa diterima suatu kelompok, yang bisa dikenali

lewat ide, nilai-nilai tertentu, atau cita rasa musik, makanan dan pakaian atau yang

lain (Chaney, 1996: 205). Berbusana dengan cara tertentu, menikmati jenis

hiburan tertentu dan ingin mengunjungi tempat-tempat tertentu adalah seluruh

bagian pembentukan status ruang hidup. Kesemuanya adalah cara

14
menggambarkan sensibilitas dalam kerangka budaya material, melekati objek-

objek atau barang industri budaya dengan makna simbolis.

F. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang belum sempurna, sehingga perlu

disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian

(Bungin, 2005: 75). Dalam penelitian ini hipotesis yang dinyatakan yakni:
Ho: Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan gaya hidup

modern berbelanja di ritel modern.


Ha: Terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan gaya hidup

modern berbelanja di ritel modern.

G. Operasional Konsep
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang akan diteliti yaitu status sosial

ekonomi (variabel independen) dan gaya hidup berbelanja (variabel dependen).


Variabel status sosial ekonomi diukur dengan menggunakan beberapa

indikator yakni: pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, kepemilikan

kendaraan pribadi dan kepemilikan kartu kredit. Sedangkan variabel gaya hidup

berbelanja diukur dengan menggunakan indikator: tampakan luar, kedirian, dan

sensibilitas.
X = Status Sosial Ekonomi (Variabel Independent)
X1 = Pendidikan
X2 = Pekerjaan
X3 = Pendapatan
X4 = Pengeluaran
X5 = Kendaraan Pribadi
Y = Gaya Hidup Berbelanja (Variabel Dependent)
Y1 = Tampakan Luar
Y2 = Kedirian
Y3 = Sensibiltas
Tabel I.H.1. Operasionalisasi Konsep

Variabel Indikator Pertanyaan

15
Status Pendidikan Apa pendidikan lulus terakhir
Sosial anda?
Ekonomi Pekerjaan Apa jenis pekerjaan anda?
Pendapatan Berapa pendapatan keluarga anda
setiap bulan?
Pengeluara Berapa pengeluaran keluarga anda
n setiap bulan?
Kendaraan Kendaraan pribadi apa yang anda
pribadi miliki saat ini?
Gaya Tampakan Saya berbelanja untuk memenuhi
Hidup luar (surfaces) kebutuhan pokok
Berbelanja
Saya berbelanja berdasarkan merk
tertentu

Menurut saya berbelanja di Ritel


modern dapat menaikan status sosial
saya
Kedirian Saya mengenal dengan dekat
(selves) lingkungan sosial di sekitar saya

Menurut saya berbelanja di Ritel


modern hanya bisa dilakukan oleh orang
di kalangan saya saja

Sensibilitas Saya lebih menyukai musik luar


(sencibility) negeri dari pada musik lokal
Saya lebih menyukai pakaian
branded import dibandingkan pakaian
dalam negeri
Saya selalu menggunakan kartu
kredit setiap berbelanja di Ritel modern

H. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Masri

Mansoer (2009: 3) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang digunakan

untuk menemukan jawaban atas angka-angka.


2. Objek Penelitian

16
a. Populasi Konsumen
Populasi adalah keseluruhan (universum) dari objek penelitian

yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala,

nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya (Bungin, 2005:99).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen ritel

modern Carrefour ITC BSD


b. Sampel
Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi

sebagai contoh (master) yang diambil dengan menggunakan cara-cara

tertentu (Zuriah, 2006: 119).


Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Dalam teknik ini, sampel siapa saja yang akan

diambil sebagai anggota sampel didasarkan pada pertimbangan

peneliti yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Dalam

penelitian ini sampel haruslah memiliki kriteria tertentu yakni; 1).

Berumur lebih dari 18 tahun dengan asumsi bahwa sampel secara

logika telah bisa menentukan baik dan buruk, 2) Wanita yang sudah

berkeluarga dengan asumsi bahwa wanita/ibu rumah tangga lebih

sering berbelanja dan mengurusi urusan kebutuhan rumah tangga

dibandingkan pria.
Setelah ditentukan syarat sampel, selanjutnya ditentukan jumlah

sampel yang akan diambil. Jumlah konsumen ritel modern Carrefour

ITC BSD tidak diketahui dengan pasti sehingga untuk menghitung

jumlah sampel minimum yang dibutuhkan menggunakan formula

Lemeshow untuk populasi yang tidak diketahui.


Persamaan I.I.5. Rumus Jumlah Sampel Lemeshow

17
Z 2 x P (1−P )
n=
d2
Keterangan :
n= Jumlah sampel
Z= skor z pada tingkat kepercayaan 95 % = 1,96
P = maksimal estimasi = 0,5
d= alpha (0,05) atau sampling error = 5 %
Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang

didapatkan adalah 384,16 = 385 sehingga pada penelitian ini

setidaknya penulis harus mengambil data dari sampel sekurang-

kurangnya sejumlah 385 responden.


3. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan di Supermarket Carrefour cabang BSD

City Tangerang Selatan. Supermarket Carrefour dipilih dengan asumsi

karena toko ritel dengan brand ini sudah cukup dikenal oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia. Hal ini tidak lepas dari gencarnya iklan baik melalui

media cetak maupun elektronik yang menyajikan gambaran tentang

berbagai kelebihan tempat belanja tersebut mulai dari penyedia barang-

barang berkualitas terbaik dan premium yang menjadikannya sebagai

tempat belanja bagi kalangan menengah ke atas.


Kemudian Kawasan BSD dipilih karena kawasan ini merupakan

kawasan yang sedang berkembang dengan pesat dimana pemerintah

setempat dan kontraktor sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan

fasilitas-fasilitas pendukung untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan

elite. Maka tentunya penduduk di sekitar kawasan BSD ini adalah

masyarakat dengan strata ekonomi kelas menengah atas. Selain itu ritel

modern Carrefour ITC BSD juga berada di antara banyak perumahan-

18
perumahan elite sehingga jelas terlihat menyasar kebutuhan masyarakat

kelas menengah atas.


4. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber

dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian.

Dalam penelitian ini data primer dihasilkan dari angket yang telah

diisi oleh responden (Bungin, 2005: 122).


b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kuda atau

sumber sekunder dari data tang dibutuhkan (Bungin, 2005: 122).

Dalam penelitian ini, yang meliputi data sekunder meliputi

peninggalan tertulis seperti buku-buku, jurnal, laporan penelitian

sebelumnya dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian.


5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket

yang diberikan kepada responden dengan kriteria-kriteria tertentu yang

sudah ditentukan sebelumnya. Angket sendiri merupakan serangkaian atau

daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian di isi oleh

responden (Bungin, 2005: 122-123).


6. Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini, skala yang digunakan adalah skala ordinal untuk

mengukur variabel independen X (status sosial ekonomi) dengan indikator

X1 (pendidikan), X3 (pendapatan), X4 (pengeluaran), sedangkan variabel

X2 (pekerjaan) dan X5 (kendaraan kribadi) menggunakan skala nominal.

Untuk variabel dependen Y (gaya hidup) dengan indikator Y1 (tampakan

luar), Y2 (kedirian), Y3 (sensibilitas) menggunakan skala ordinal.

19
Skala nominal adalah skala data yang hanya dapat digolongkan secara

terpisah menurut kategori. Sedangkan skala data ordinal adalah skala data

yang menunjukan suatu urutan tertentu atau dalam satu seri (Bungin,

2005:120-121).
Sedangkan untuk teknik pengukurannya menggunakan skala Likert.

Skala ini disebut juga sebagai methode of summated ratings karena nilai

peringkat setiap jawaban atau tanggapan dijumlahkan sehingga mendapat

nilai total. Skala Likert terdiri dari sejumlah pernyataan yang semuanya

menunjukkan sikap terhadap suatu objek tertentu atau menunjukkan ciri

tertentu yang akan diukur. Setiap pernyataan disediakan sejumlah alternatif

tanggapan yang berjenjang atau bertingkat seperti tidak setuju, setuju,

sangat setuju (Soehartono, 2011: 77). Dalam penelitian ini setiap jawaban

dari pernyataan yang diajukan oleh responden nantinya akan diberikan skor

bertingkat mulai dari 1, 2, 3, 4, dan 5. Untuk pernyataan positif, jawaban

sangat setuju bernilai 5, setuju bernilai 4, kurang setuju bernilai 3, tidak

setuju bernilai 2, sangat tidak setuju bernilai 1. Sedangkan untuk pernyataan

negatif jawaban sangat setuju bernilai 1, setuju bernilai 2, kurang setuju

bernilai 3, tidak setuju bernilai 4, sangat tidak setuju bernilai 5.

7. Mengolah dan Memproses Data


Secara umum pengolahan data dalam penelitian kuantitatif

dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu memeriksa (editing), pemberian

identitas (koding), dan proses pembeberan (tabulating) (Bungin, 2013: 182-

184).
a. Editing adalah kegiatan setelah peneliti mendapatkan seluruh

data di lapangan.

20
b. Koding adalah pengklasifikasian data-data dengan cara

memberikan identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat

di analisis.
c. Tabulating adalah memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan

angka-angka serta menghitungnya.


Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Crosstabs.

Menurut Sugiyono [ CITATION Sug07 \l 1057 ] menguji hubungan asosiatif

berarti menguji hubungan antara dua variabel atau lebih yang ada pada

sampel untuk diberlakukan pada seluruh populasi dari sampel diambil.

Untuk melakukan pengolahan data, maka perlu digunakan software

SPSS 21 untuk mengolah data kuantitatif.

I. Sistematika Penulisan
Bab pertama adalah pendahuluan, membahas tentang pernyataan masalah,

pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teoritis, definisi dan operasionalisasi konsep, metode penelitian dan sistematika

penulisan.
Bab kedua adalah gambaran umum, membahas tentang sejarah berdirinya

Carrefour Internasional, sejarah Carrefour Indonesia, dan mengenai Carrefour

Cabang ITC BSD.


Bab ketiga adalah temuan dan analisis data, memaparkan tentang hasil

penelitian yaitu hasil uji validitas dan reabilitas, analisis deskriptif, kategorisasi

konsumen, dan analisis penelitian dengan menggunakan uji hubungan Spearman’s

Rho yang sebelumnya dilakukan uji normalitas terlebih dahulu mengenai status

sosial ekonomi dan gaya hidup modern berbelanja konsumen Carrefour ITC BSD.

21
Bab keempat adalah penutup, memaparkan tentang kesimpulan dan saran

dari penelitian.

22

You might also like