Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
3
2. A. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-
otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap
otot baik.
B. Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat
tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
A. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi
penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat
kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi,
insidens tinggi thymoma
B. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan :
- pekerjaan fisik yang berlebihan
- emosi
- infeksi
- melahirkan anak
- progresif dari penyakit
- obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya
streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan
muscle relaxan.
- Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
4
C.ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan
transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan
unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler
yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba
pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat
memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor
(AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga
dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
5
E. PATOFISIOLOGI
6
SKEMA PATOFISIOLOGI
Reaksi Antibody
Asetilkolin Asetilkolin
Kegagalan Impuls
Saraf
Kelemahan Otot
Gejala klinik
7
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ditegaskan secara klinis, dengan mengamati gejala yang timbul, adanya
keletihan yang terlalu cepat dapat di uji sebagai berikut :
1. Test Wertenberg : Pasien membuka mata,melihat ke atas, melihat jari
pemeriksa selama 30-60 detik tanpa berkedip. Perhatikan kelopak mata dan
kerdipan matanya.
2. Pasien diminta menghitung misalnya 1 – 50, perhatikan timbulnya disarti dan
kerasnya suara.
3. Tes edrofonium (edofronium klorida) 2 mg iv bila tidak ada efek, 60 detik
kemudian ditambah 8 mg.
Respon positif : perbaikan kekuatan, tanpa disertai terkulai lidah.
Dosis berlebihan anti kolenisterase dapat menimbulkan krisis kolinergik
menyebabkan terjadinya kelemahan oleh karena depolarisasi berlebihan dari
endplate motorik serta gejala overstimulasi reseptor muskarianik sehingga
terjadi krisis atau reaksi muskarinik berat, dapat diberi atropin sulfat 0,6 mg iv
atau lebih.
4. Rontgen dada dan CT scan dada : mengetahui kemungkinan adanya
thymoma serta dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap
menyebabkan respon autoimun.
5. Electromyogram (EMG) : mengetahui kontraksi otot.
G. PENATALAKSANAAN
8
neuromuskular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respons otot-otot
terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang
mereka diberikan hanya mengurangi simtomatik.
Obat-obatan dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromida
(Mestinon), ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin
bromida(Prostigmine).
Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini
menghasilkan efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsur-
angsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya
kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak
tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap
beberapa ketidakmampuan.
Obat-obat antikolinesterase diberikan dengan susu, crackers, atau
substansi penyangga makanan lainnya. Efek samping mencakup kram
abdominal, mual, muntah, dan diare. Dosis kecil atrofin, diberikan satu
atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping.
2. Terapi imunosupresif ditentukan dengan tujuan menurunkan produksi
antibodi antoreseptor atau mengeluarkan langsung melalui perubahan
plasma. Terapi imunosupresif mencakup kortikosteroid, plasmaferesis dan
timektomi. Terapi kortikosteroid dapat menguntungkan pasien dengan
miastenia yang pada umumnya berat. Kortikosteroid digunakan mereka
dengan efek terjadinya penekanan respons imun pasien, sehingga
menurunkan jumlah penghambatan antibodi. Dosis antikolinesterase
diturunkan sampai kemampuan pasien untuk mempertahankan respirasi
efektif dan kemampuan menelan dipantau. Dosis steroid berangsur-
angsur ditingkatkan dan obat antikolinesterase diturunkan dengan lambat.
Prednison digunakan dalam beberapa hari untuk menurunkan efek
samping, kadang-kadang pasien memperlihatkan adanya penurunan
kekuatan otot setelah terapi dimulai, tetapi ini biasanya hanya sementara.
Obat-obat sitotoksik juga diberikan. Walaupun mekanisme aksi yang
muncul tidak sepenuhnya dimengerti, namun obat-obat seperti azatioprin
(Imuran) dan siklofosfamid (Cytoxan) menurunkan titer sirkulasi
9
antisetilkolin pada reseptor antibodi. Efek samping yang muncul kadang-
kadang terjadi dan hanya pasien dengan penyakit berat saja yang diobati
dengan obat-obatan ini.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang kemungkinan muncul pada penderita miastenia gravis
(MG), yaitu:
1. Krisis miastenia
2. Krisis kolinergik
10