You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Berdasarkan WHO (World Health Organization) kelainan refraksi, katarak,


dan glukoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak di dunia. Miopi
menduduki peringkat pertama sebagai kelainan refraksi yang paling banyak diderita
oleh penduduk dunia. Penderita miopi paling banyak terdapat di negara berkembang
yakni hampir 90%.1 Seiring berjalannya waktu penderita miopi dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Pada tahun 1972 frekuensi miopi adalah 25%-26% dan
meningkat menjadi 41%-43% pada tahun 2004 yang di laporkan oleh Institut
Kesehatan Nasional Amerika.2 Usia penderita miopi juga semakin lama semakin
muda dari tahun ke tahun. Miopi berkembang secara progresif dan dapat
mengakibatkan ablasio retina, katarak, perdarahan vitreous, perdarahan koroid, dan
strabismus, serta dapat mengakibatkan kebutaan.3
Prevalensi miopia di Amerika Serikat dan Eropa adalah kira-kira 30-40% dari
pada jumlah penduduk dan penderita miopi di Asia mencapai kira-kira 70% dari pada
jumlah penduduk (Walling, 2002). Pada akhir abad ke-20 di daerah perkotaan di Asia
Tenggara, prevalensi miopia meningkat secara tajam dan pada populasi berpendidikan tinggi
peningkatannya mencapai 80%. 4
Prevalensi miopi di Asia Tenggara sebesar 20% pada anak-anak pendidikan dasar
dan 80% pada dewasa muda, dengan meningkatnya (kurang lebih 20%) pula proporsi dewasa
muda dengan miopi berat. Insiden miopi pada orang dewasa di Indonesia diperkirakan
mencapai 25% populasi orang dewasa dan pada anak sekitar 10-12%. Survei kesehatan
indera penglihatan yang dilakukan oleh Depkes di 8 provinsi (Sumatra Barat, Sumatra
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan NTB)
pada tahun 1993-1997 ditemukan kelainan refraksi pada golongan usia sekolah sebanyak
5%.5
Berdasarkan American Optometric Association (AOA) miopi atau rabun jauh
adalah keadaan di saat objek dekat terlihat jelas, tetapi objek jauh terlihat kabur.
Kornea yang terlalu panjang atau lengkung berakibat rabun jauh. Dengan kata lain,

1
2

bayangan dari suatu benda yang dilihat akan jatuh di depan retina sehingga
mengakibatkan ketidakjelasan objek ketika melihat jauh.2
Miopi dapat mengganggu aktifitas terutama bagi anak sekolah untuk melihat
objek yang jauh seperti papan tulis sehingga dapat mengganggu murid belajar dengan
optimal dan bagi orang yang sudah bekerja dapat mengganggu aktivitas bekerja.
Dengan demikian, miopi adalah kondisi dengan konsekuensi sosial, pendidikan, dan
ekonomi.6
Banyak faktor yang mempengaruhi miopi. Ada 2 garis besar faktor yang
mempengaruhi miopi yaitu, faktor internal dan external. Faktor internal diantaranya
usia, jenis kelamin, riwayat kelahiran, riwayat pencahayaan saat usia dibawah dua
tahun, riwayat mengkonsumsi air susu ibu (ASI), etnik, genetik, status gizi, merokok,
serta menderita penyakit tertentu seperti hipertensi dan diabetes melitus (DM).
Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kebiasaan mata beraktifitas dekat, lokasi
tempat tinggal, tingkat pendidikan dan IQ, sosial, ekonomi, dan penggunaan
sunglasses.2
Faktor genetik dan faktor lingkungan memegang peran penting pada
terjadinya kelainan refraksi. Faktor genetik dapat menurunkan sifat kelainan refraksi
baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Prevalensi miopi anak
dengan orang tua tanpa miopi kurang dari 8,3%, dengan salah satu orang tua
mengalami miopi 18,2% dan dengan kedua orang tua mengalami miopi 32,9%.7.9.
Faktor lingkungan lebih memiliki peran penting terhadap miopi dibandingkan
dengan hyperopi dan astigmatisma, faktor lingkungan seperti kebiasaan beraktivitas
dalam jarak dekat seperti membaca, screen-time yang berlebihan memiliki peranan
yang besar terhadap kelainan refraksi.8 Miopi yang terjadi setelah usia 20 tahun
biasanya disebabkan komplikasi dari penyakit seperti hipetensi dan DM, sementara
kejadian miopi yang terjadi sebelum usia 20 tahun biasanya akan menetap.2
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Komariah adalah aktivitas
membaca dalam waktu lama dan pada jarak dekat, kemudian aktivitas di depan
komputer banyak dilakukan pada siswa miopi dan sebagian besar siswa mempunyai
orang tua dengan status refraksi yang sama.8
3

Beberapa penelitian melaporkan tentang prevalensi lebih tinggi miopi pada


populasi perkotaan dari pada di pedesaan. Prevalensi kesalahan bias dikoreksi,
terutama miopi, secara signifikan lebih tinggi pada anak sekolah umur 6 sampai 15
tahun yang hidup perkotaan dibandingkan dengan anak-anak dari sekolah-sekolah
pedesaan. Studi menunjukkan bahwa prevalensi miopi adalah terendah di wilayah
luar pinggiran kota yaitu 6,9% dan tertinggi di wilayah dalam kota 17,8%. Studinya
menunjukkan bahwa prevalensi kesalahan bias secara signifikan lebih tinggi di antara
murid yang tinggal di daerah perumahan lalu lintas padat dibandingkan dengan
mereka yang berasal dari campuran, industri, dan rendah daerah lalu lintas. Untuk
saat ini deteksi dini dan publikasi mengenai prevalensi dan faktor yang berhubungan
dengan kelainan tajam penglihatan pada pelajar sekolah di Indonesia masih jarang
dilakukan (Fachrian dkk, 2009). Gangguan penglihatan mata khususnya pada anak
sekolah sangat kurang diperhatikan. Padahal penglihatan merupakan cara utama
manusia untuk mengintegrasikan dirinya dengan lingkungan eksternal.7

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Singapura menyatakan bahwa anak
yang menghabiskan waktunya dengan beraktifitas melihat dekat (membaca,
menonton TV, bermain video game dan menggunakan komputer) lebih banyak
mengalami miopi dengan prevalensi yang sebesar 64,8%.10 Dari survei yang
dilakukan terhadap 2.268 anak berusia 7 -13 tahun yang diperiksa dari 23 sekolah
dasar (SD) di Yogyakarta, kejadian miopi (rabun jauh) pada murid usia sekolah dasar
di Yogyakarta yaitu 8,29% dengan prevalensi di kota 9,49% dan di desa 6,87%.
Penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi miopi seiring
bertambahnya usia. Prevalensi miopi pada anak-anak berusia 7-8 tahun adalah
17,93%, sedangkan anak usia 14-15 tahun prevalensinya adalah 26,47%.7
Berdasarkan survei yang telah dilakukan diatas angka kejadian miopi pada
anak sekolah di Indonesia cukup tinggi. Permasalahan dalam penelitian ini apakah
faktor-faktor resiko terhadap kejadian miopi yang terjadi pada murid SMA Negeri 3
di Banda Aceh.
4

1.3 Pertanyaan Peneilitian


Berdasarkan rumusan permasalahan diatas berapa besar faktor genetik, durasi
membaca terlalu lama, dan kebiasaan membaca dekat dapat menyebabkan kejadian
miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan XI di Banda Aceh.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor resiko kejadian miopi pada murid SMA.
1.4.2. Tujuan khusus
a) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan orang tua mengalami miopi.
b) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan menonton TV dengan jarak yang dekat.
c) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan menonton TV dengan durasi yang lama.
d) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan membaca buku lama secara terus-menerus
tanpa beristirahat.
e) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan membaca buku dengan jarak yang dekat.
f) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan menggunakan komputer atau laptop yang
terlalu lama.
g) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan menggunakan computer atau laptop yang
secara terus menerus.
h) Mengetahui angka kejadian miopi terhadap murid SMA Negeri 3 kelas X dan
XI Banda Aceh dengan kebiasaan.
5

1.5 Ruang Lingkup


Fokus utama penelitian ini adalah murid SMA Negeri 3 kelas X dan XI di
Banda Aceh yang menderita miopi, disini peneliti menilai apakah faktor-faktor resiko
seperti genetik, durasi murid beraktifitas melihat dekat dapat mempengaruhi kejadian
miopi pada murid sekolah SMA Negeri 3 di Banda Aceh tahun 2017.
Sedangkan peneliti tidak mengambil sampel murid kelas XII yang menderita
miopi SMA di Banda Aceh dikarenakan kelas XII sudah melaksanakan UN dan
faktor resiko yang lain dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambahkan pengetahuan dan pengalaman peneliti untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor-faktor resiko miopi
khususnya pada murid SMA.
1.6.2. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi suatu acuan bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.6.3. Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat untuk dapat menjadi suatu informasi yang bisa
menambahkan wawasan orang tua akan faktor-faktor resiko miopi.
1.6.4. Bagi Ilmu Kedokteran
Sebagai masukan ilmu kedokteran mata tentang prevalensi faktor resiko miopi
pada salah satu SMA di Banda Aceh.

You might also like