You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kurang Gizi Pada Anak

2.1.1 Definisi Kurang Gizi

Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses

kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak

terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dalam jumlah yang besar dari pada

yang didapat. Jika di visualisasikan permasalahan tersebut dalam pengertian yang

dinamis, yaitu sebagai keadaan kekurangan yang terus bertumpuk, derajat

ketidakseimbangan yang absolut itu bersifat immaterial.10

Diseluruh dunia malnutrisi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas pada masa anak. Malnutrisi dapat akibat dari masukkan makanan yang

tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan maknanan yang

tidak cukup. Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet yang jelek,

mengikuti mode makanan, dan faktor-faktor emosi dapat membatasi masukan.

Kelainan metabolik tertentu dapat menyebabkan malnutrisi.11

Kurang gizi meliputi kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang

gizi makro dulu disebut kurang kalori protein (KKP) atau kurang energi protein

(KEP). Sekarang KKP atau KEP tidak dipakai lagi diganti dengan gizi kurang

(z-score BB/U < -2 SD) dan gizi buruk (z-score BB/U < -3 SD) jadi gizi kurang

pasangan dari gizi buruk, tidak lagi disebut KKP atau KEP karena tidak semata-

mata kurang kalori dan protein tetapi juga kekurangan zat gizi mikro.12

6
2.1.2 Penyebab Kurang Gizi Pada Anak

Suatu penyakit dapat timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor,

baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host) dan lingkungan (environment).

Hal itu disebut juga dengan penyebab majemuk (multiple causion of diseases).13

a. Sumber penyakit (Agens)

Faktor sumber penyakit dapat dibagi menjadi delapan unsur, yaitu unsur gizi,

kimia dari luar, kimia dari dalam, faktor fall, genetis, faktor psikis, faktor

biologis dan parasit

b. Pejamu (Host)

Faktor-faktor pejamu terdiri dari faktor genetis, umur, jenis kelamin,

kelompok etnik, kebiasaan (kebersihan, makanan, kontak perorangan,

pekerjaan, higine yang kurang)

c. Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi tiga unsur utama, yaitu : lingkungan

fisik (cuaca, iklim, tanah, dan air), lingkungan biologis (kepadatan penduduk,

sumber makanan baik hewani maupun nabati yang dapat mempengaruhi gizi),

lingkungan sosial ekonomi (pekerjaan, urbanisasi, perkembangan ekonomi,

dan bencana alam)

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit

infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas,

sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas

pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang baiknya

7
kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah

tangga. Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat.1

Gizi Kurang

Asupan Makanan Penyakit Infeksi Penyebab


langsung

Persediaan Perawatan Pelayanan Penyebab


anak dan ibu kesehatan tidak
makanan di
hamil langsung
rumah

Kemiskinan
Pokok
kurang Pendidikan
masalah
Kurang Keterampilan

Krisis Ekonomi Akar


masalah
Langsung

Gambar 2.1. Faktor Penyebab Gizi Kurang (sumber : Persagi, 1999. Visi

dan Misi dalam Mencapai Indonesia sehat tahun 2010,

Jakarta.)10

2.1.3 Faktor-Faktor Resiko Gizi Kurang Pada Anak

Unicef (1998), mengemukan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi

dapat di lihat dari penyebab langsung, tidak langsung, pokok permasalahan dan

akar masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu :14

8
A. Fak tor Langsung

1. Kurangnya asupan gizi dari makanan.

Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau

makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan

sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.

2. Penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ

tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

B. Faktor tidak Langsung

1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat

2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak

3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Faktor lain yang dikemukan oleh Adriani & Wirjatmadi ( 2012) dalam

buku mereka pengantar gizi masyarakat bahwa status gizi dipengaruhi oleh faktor-

faktor sebagai berikut :15

1. Faktor langsung dipengaruhi oleh :

a. Asupan berbagai makanan

b. Penyakit

2. Faktor tidak langsung

a. Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor yang

memengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap status gizi

b. Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena kemampuan

menghasilkan produk pangan

c. Pola Asuh, salah satu kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang

9
d. Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu yang

dipandang dari segi sebenarnya mengandung zat gizi yang baik.

e. Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan

memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi

saluran pencernaan.

f. Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan

gizi anak

2.1.3.1 Faktor Langsung

Faktor langsung penyebab gizi buruk adalah :

A. Asupan Makanan

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak

memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang

yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman, misalnya bayi tidak

memperoleh ASI Eksklusif.16

B. Penyakit Infeksi

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan

dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan

penyakit pernafasan akut (ISPA).

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan hubungan timbal

balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan

gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit

yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis,

campak dan batuk rejan.

10
Pudjiadi (2000) berpendapat interaksi antara malnutrisi dan penyakit

infeksi sudah lama diketahui. Infeksi dapat mempengaruhi asupan makanan

sehinggga akan kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaiknya malnutrisi

berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Interaksi sinergistik antara malnutrisi da penyakit infeksi antara lain :17

1. Dampak Penyakit Infeksi terhadap Status Gizi

Dampak penyakit infeksi terhadap pertumbuhan seperti menurunnya berat

badan telah lama diketahui. Keadaan demikian disebabkan karena hilangnya

nafsu makan penderita penyakit infeksi sehingga masukan zat gizi dan energi

kurang dari kebutuhannya. Pada penderita penyakit infeksi memerlukan

kebutuhan energi dan zat gizi yang meningkat karena katabolisme yang

berlebihan dan suhu badan yang tinggi.

2. Dampak Malnutri terhadap Penyakit Infeksi

Menurunnya status gizi berakibat menurunya imunitas penderita terhadap

berbagai infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan untuk menolak

infeksi, yaitu :

a. Melalui sel (imunitas seluler)

b. Melalui cairan (imunitas humoral)

c. Aktivitas leukosit polimorfonukleus

11
2.1.3.2 Faktor tidak Langsung

Faktor tidak langsung penyebab gizi buruk antara lain ialah :

A. Ketersedian Pangan

Pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan untuk

keperluan rumah tangga dan distribusi hasil tanaman perdagangan, ternak dan

jenis pangan lain yang dijual di pasar lokal atau tempat lain. Jika pangan

diproduksi dalam jumlah dan ragam yang cukup, kemudahan bahan tadi cukup

tersedia di tingkat desa atau masyarakat dan kalau keluarga memiliki uang yang

cukup untuk membeli keperluan pangan yang tidak ditanam di tempatnya, tidak

akan banyak terjadi kurang gizi dan kurangnya pangan.

B. Pola Asuh

Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator

kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Pola asuh dapat dipakai

sebagai peramal atau faktor risiko terjadinya kurang gizi atau gangguan

perkembangan pada anak. Peran ibu dalam keluarga sangat besar dalam

menanamkan kebiasaan makan pada anak dan proses tumbuh kembang yaitu

kebutuhan emosi atau kasih sayang diwujudkan dengan kontak fisik dan psikis,

misalnya dengan menyusui segera setelah lahir.15

C. Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan

Kutipan Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dalam Soekirman dkk (2010)

mengatakan masalah gizi selain disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi, juga

dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri. Sehingga

memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Sanitasi lingkungan sehat secara tidak

12
langsung mempengaruhi kesehatan anak balita yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi kondisi status gizi anak balita.18

Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan

gizi anak. Fasilitas kesehatan harus mampu menampung dan menjangkau

masyarakat di daerah-daerah tertinggal.15

Penelitian dengan metode kualitatif yang dilakukan oleh Sihotang (2012)

pada Keluarga Mandah Di Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi, dari

hasil wawancara yang semua balita jarang dibawa ke Posyandu ataupun ke

fasilitas kesehatan lainnya. Ada beberapa alasan yang membuat balita tersebut

jarang dibawa ke Posyandu yaitu sebagai berikut : pertama adalah akses ke sarana

pelayanan kesehatan. Keberadaan lokasi mandah membuat keluarga kesulitan

untuk sewaktu-waktu keluar untuk sekadar membawa balita mereka menimbang

ke Posyandu.

2.1.4 Masalah Utama Penyebab Gizi Kurang

A. Kemiskinan

Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa masalah kemiskinan adalah

akar dari masalah kekurangan gizi. Kemiskinan menyebabkan akses terhadap

pangan di rumah tangga sulit dicapai sehingga orang akan kekurangan berbagai

zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.16

Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi

rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi makanan

(energi dan protein) lebih rendah dibandingkan anak-anak dari keluarga berada.19

Hal ini terkait dengan kemampuan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang

13
ditentukan oleh faktor ekonomi.

Tingginya angka prevalensi underweight dan stunting akibat kekurangan

gizi erat kaitannya dengan masalah kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi

penyebab penting kekurangan gizi. Sebaliknya kekurang gizi dapat memiskinkan,

anak kurus dan pendek karena kurang gizi mudah sakit, kurang cerdas dan tidak

produktif. Keadaan ini berdampak rendahnya daya saing kerja, tingkat kerja

dengan pendapatan rendah yang dapat memiskinkan. Salah satu ciri kemiskinan

adalah ketidak mampuan untuk memperoleh makanan yang bergizi seimbang

sehingga rentan terhadap berbagai kekurangan gizi.16

B. Tingkat Pendapatan

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang

anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang

primer seperti makanan maupun yang sekunder.15

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan makan yang

selanjutnya berperan dalam penyediaan prioritas penyediaan pangan berdasarkan

nilai ekonomi dan nilai gizinya. Bagi mereka dengan pendapatan yang sangat

rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan berupa sumber karbohidrat yang

merupakan pangan prioritas utama. Jika tingkat pendapatan meningkat maka

pangan merupakan prioritas kedua. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan

yang menyebabkan seseorang tidak mampu membeli pangan (Suhardjo, 2003).

C. Tingkat Pendidikan

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam

tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat

14
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang

baik. Pendidikan formal dan informal diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan gizi ibu.

Pendidikan formal sangat diperlukan oleh ibu rumah tangga dalam

meningkatkan pengetahuan dalam upaya mengatur dan mengetahui hubungan

antara makanan dan kesehatan atau kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan zat gizi

bagi anggota keluarganya. Seorang ibu dengan pendidikan yang tinggi akan

mendapat akan dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi

dirinya dan keluarganya dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan.15

D. Pekerjaan Ibu

Menurut Hurlock (1999), pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan

ibu dan anak, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai

bekerja. Jika ia mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya dan

sebelum suatu hubungan terbentuk maka pengaruhnya akan minimal, tetapi bila

hubugan ibu dan anak telah terbentuk maka pengaruhnya akan mengakibatkan

anak merasa kehilangan dan kurang diperhatikan.

Menurut pudjiadi (2000), para ibu setelah melahirkan kemudian langsung

bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat

bayi tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan

tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

E. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam

pengolahan dengan tujuan membersihkan kotoran, tetapi sering kali dilakukan

15
berlebihan sehingga merusak dan mengurangi zat gizi yang dikandungnya.

Pengetahuan masyarakat tentang memanfaatkan potensi alam dan biologis untuk

meningkatkan mutu gizi menu makanan keluarga.

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat

diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman diri seseorang. Tata

cara pemeliharaan kesehatan dan pengetahuan tentang gizi meliputi: pemilihan

bahan-bahan makanan yang bergizi bagi kesehatan, manfaat makanan bergizi bagi

kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-

bahaya yang ditimbulkan dari kurangnya asupan zat gizi, pentingnya istirahat

yang cukup, rekreasi, relaksasi, dan sebagainya, bagi kesehatan20

Pengaruh Pengetahuan gizi dalam proses persepsi, sikap dan perilaku

orang atau masyarakat untuk mewujudkan kehidupan dengan status gizi yang

baik, sebagai bagian dalam kesehatan jasmani dan rohani. Pengetahuan gizi

memegang peranan penting dalam menggunakan pangan yang tepat. Pengetahuan

tentang gizi juga dapat diperoleh melalui media cetak, media elektronik, serta

ceramah-ceramah dikelompok sosial.

Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan berkurangnya kemampuan

dalam menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah

satu penyebab terjadinya gangguan gizi. Pengetahuan bahan makanan perlu

sebagai dasar untuk menyusun hidangan. Selain dipengaruhi besarnya pendapatan.

Pendapatan dan kebiasaan makan memegang peran penting dalam konsumsi

bahan makanan penduduk. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, pola

16
konsumsi terhadap bahan makanan bisa berubah.22

2.1.5 Patogenesis Penyakit Kurang Gizi

Jellffe dan Florentino Solon (1997) telah membuat bagan patogenesis

penyakit kurang gizi berdasarkan penelitian dan pengalaman di Negara

berkembang. Proses pada bagan terjadi akibat dari faktor lingkungan dan faktor

manusia yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi. Akibat kekurangan

asupan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi

kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsuang lama, maka simpanan zat gizi akan

habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah

dikatakan malnutrisi walaupun baru hanya ditandai dengan penurunan berat badan

dan pertumbuhan terhambat.13.

Faktor Persediaan / cadangan


lingkungan jaringan

Ketidak- Kemerosotan Perubahan Perubahan Perubahan


cukupan jaringan biokima fungsi anatomi

Faktor Malnutrisi Malnutrisi Tampak Munculnya


Manusia ditandai yang tanda – tanda -
dengan diperiksa tanda khas tanda yang
penurunan melalui klasik
berat badan laboratu-
dan rium
pertumbuhan
terhambat

Gambar 2.2. Patogenesis Penyakit Kurang Gizi ( Sumber : Solon F.S dan Rodolfo

1997, Physician’s Manual On Malnutrition Filipina.)1

17
2.1.6 Akibat Kekurangan Enegri Protein

Kekurangan protein terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi

rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor

pada anak-anak balita. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan

dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi malnutrisi yang dinamakan

marasmus.

1. Kwashiorkor

Istilah kwashiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr.Cecily Williams pada

tahun 1933 ketika dia menentukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Ditinjau dari

golongan umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Angka kejadian

tertinggi pada umur 1½ - 2 tahun, yaitu saat terjadinya penyapihan sedangkan

anak belum mengenal jenis makanan lainnya. Pada masa pertumbuhan balita

memerlukan protein lebih banyak dibanding orang dewasa, apabila keseimbangan

energi protein tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat anak akan menderita

malnutrisi protein.

A. Gejala kwashiorkor :

Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis.

b. Edema.

c. Otot menyusut (kurus).

d. Depigmentasi rambut dan kulit.

e. Karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint

dermatofitosis

18
f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversibel.

g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim

untuk merangsang aktivitas enzim atau mengeluarkan juice

duodenum terhambat.

h. Anemia.

i. Masalah diare dan infeksi.

j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis

plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan

yang tetap atau permanen.

2. Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kalori yang

kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badannya sangat rendah

(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

A. Gejala marasmus

Gejala umum maarasmus adalah:

a. Kurus kering.

b. Tampak hanya tulang dan kulit.

c. Otot dan bawah kulit atropi (mengecil).

d. Wajah seperti orang tua.

e. Keriput atau kulit wajah mengkerut.

f. Lemas, layu/kering.

g. Diare umum terjadi.

19
2.2 Penilaian Status Gizi Secara Fisik

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan

lebih.3 Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada

periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu lebih diperhatikan tentu saja

bergantung pada benyuk kelainan yang bertalian dengan kejadian penyakit ras

tertentu.21

Pengkajian status nutrisi merupakan suatu tindakan evaluasi secara

komprehensif dalam menilai status nutrisi, termasuk riwayat medis, riwayat

nutrisi/diet, pemeriksaan fisik, antropometri, dan penunjang laboratorium.5 Status

gizi dapat di nilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan

penilaian status gizi secara tidak langsung.13.

2.2.1 Antropometri

Antropometri gizi adalah hal-hal yang berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi. Penilaian status gizi dengan antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan antara energi dan protein.13 Indeks antropometri yang

umum digunakan untuk menilai status gizi adalah :

a. BB/U (Berat Badan menurut Umur)

Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan diantaranya lebih

mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, baik untuk mengukur status

gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap

20
perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan.13 (Supariasa, 2001).

Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak,

tulang dan otot (As’ad, 2002). Untuk pengkategorian status gizi berdasarkan

BB/U dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 2.1. Status Gizi dengan Indikator BB/U Menurut Baku WHO NCHS

Kategori Z- Score
Status gizi lebih > 2,0 SD
Status gizi baik - 2,0 sampai 2,0 SD
Status gizi kurang < - 2,0 SD
Status gizi buruk ≤ - 3,0 SD
Sumber : Persagi, 2003

b. TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)

Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal , tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Keuntungan indeks TB/U diantaranya adalah baik untuk

menilai status gizi masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat

sendiri, murah dan mudah dibawa.13

Tabel 2.2. Status Gizi dengan Indikator TB/U Menurut Baku WHO NCHS

Kategori Z- Score
Normal ≥ - 2,0 SD
Pendek < - 2,0 SD
Sumber : Persagi, 2003

c. BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)

Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu, keuntungan dari indeks BB/TB adalah

21
tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk,

normal dan kurus).13

Tabel 2.3. Status Gizi dengan Indikator BB/TB Menurut Baku WHO NCHS

Kategori Z- Score
Gemuk > 2,0 SD
Normal - 2,0 SD sampai +,0 2 SD
Kurus < - 2,0 SD
Sangat kurus < - 3,0 SD
Sumber : Persagi, 2003

c. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Untuk mengetahui kekurangan ataupun kelebihan gizi, dapat dilakukan

penilaian status gizi berupa pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) yang juga

merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan anak. Menurut Centers of Disease

Control (CDC), status gizi pada anak terbagi atas gizi baik, malnutrisi ringan,

malnutrisi sedang, malnutrisi berat, overweight, dan obesitas. Pengukuran IMT

merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk mengetahui komposisi

tubuh seseorang.23

The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National

Institute of Health pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical

Guideline for Overweight in Adolesent Preventive Servies telah

merekomendasikan IMT sebagai baku untuk memperkirakan pada anak dan

remaja diatas dua tahun.24

22
Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg)

dibagi dengan tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan (m2).10

Rumus Perhitungan Indeks Masa Tubuh


Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi badan (m2)

Tabel 2.4 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia10

Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal Normal > 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Tabel 2.5 Klasisfikasi Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Kategori Ambang Batas


Indeks
Status Gizi (Z-Score)
Berat badan menurut Umur Gizi Buruk < - 3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek < - 3 SD
(PB/U) atau Tinggi Badan Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
menurut Umur (TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Tinggi >2 SD
Berat Badan menurut Panjang Sangat Kurus < - 3 SD
Badan (PB/BB) atau Berat Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Badan menurut Tinggi Badan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/BB) Gemuk >2 SD

23
Anak Umur 0-60 bulan
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Umur (IMT/Umur) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 5- 18 Tahun Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.3 Penilaian Status Gizi Secara Biokimia

Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang

lebih cepat dan objektif dari pada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain.

Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran

kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin. Hasil

pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang ditetapkan.

Adanya parasit dapat diketahui melalui pemeriksaan feces, urine dan darah,

karena kurang gizi sering berkaitan dengan prevalensi penyakit karena parasit.10

Penilaian secara biokimiawi meliputi pemeriksaan laboratorium terhadap

protein serum, lipid serum, mikronutrien serum, dan pemeriksaan spesifik lain

untuk mengidentifikasi keadaan defisiensi zat nutrisi tertentu. Komponen yang

diperiksa antara lain prealbumin, hemoglobin, serum iron (SI), total iron binding

capacity (TIBC), magnesium, seng, trace elements lain, vitamin, kolesterol,

trigliserida, gula darah puasa, fungsi ginjal, dan enzim hati.5

24
Tabel 2.6 Pemeriksaan Laboratorium Pada Anak25

Monitor Penting Nilai – Nilai Normal Pengaruh Defisiensi


Protein  Total  6,2 – 8,0 g/dl  Kelemahan
(total)  Albumin  4,0 – 5,8 g/dl  Malnutrisi
 Transferin  200 – 430 mg/dl  Kwashiorkor
 Prealbumin  15 – 35 mg/dl (malnutrisi protein)
 Retinol-  15.7 – 29.6  Marasmus
binding (Malnutrisi protein
protein – kalori)

Lipid  Kolesterol  130 -170 mg/dl  Berat badan kurang


 Trigliserida  10 – 135 mg/dl  Malabsorpsi
 LDL  60 – 160 mg/dl  Malnutrisi
 HDL  29 – 77 mg /dl

Zat Besi  Hemoglobin  11 – 16 g/dl  Anemia


 Hematokrit  31 – 43 %  Malnutrisi protein
 Besi serum  40 – 100 µg/dl  Gagal
pertumbuhan
Vitamin  Vitamin A  26- 50 µg/dl  Buta senja,
 Vitamin D  20 – 76 pg/m/ malnutrisi
 Vitamin E  3 – 15 µg/ml  Malabsorpsi,
 Vitamin C  0,6 – 1,6 mg/dl rakhitis
 Vitamin B1  5,3 – 8,0 µg/dl  Malabsorpsi,
 Vitamin B6  5 – 30 ng/ml malnutrisi
 Vitamin B12  200 – 900 pg/ml  Infeksi,
malabsorpsi
 Beri – beri, diare
kronis
 Malnutrisi, anemia
 Anemia,
malabsorpsi

25
2.4 Kerangka Pikir Penelitian

Sosial Ekonomi

• Pendidikan ibu
• Pengetahuan ibu tentang gizi
• Pendapatan Keluarga
• Pekerjaan orang tua Status
Gizi
Anak
Keadaan kesehatan anak/riwayat
penyakit:
 Penyakit infeksi

26

You might also like