You are on page 1of 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit darah tinggi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka

pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka

panjang yang menyeluruh dan terpadu (Soeryoko, 2010). Selain itu, hipertensi

masih merupakan tantangan besar di Indonesia karena hipertensi merupakan

kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan seperti

puskesmas. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun

obat-obatan yang efektif banyak tersedia (Kemenkes RI, 2017).

Penyakit darah tinggi lebih dikenal sebagai hipertensi memang bukan

pembunuh sejati. Tetapi penyakit ini digolongkan sebagai the silent killer

(pembunuh diam–diam) dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing

individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu

adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-

debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan

(Kemenkes RI, 2017). Gejala ini biasanya tidak terjadi sampai tingkat tekanan

darah telah mencapai tahap yang berat atau mengancam jiwa. Satu-satunya cara

untuk mengetahui secara pasti jika seseorang memiliki Hipertensi adalah

memeriksakan tekanan darah ke dokter atau perawatan kesehatan profesional

lainnya (Muhadi, 2016).


2

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dari 25,8% orang yang mengalami

hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data

menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum

obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi

tidak menyadari menderita Hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan.

Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi

seperti Stroke, Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan.

Stroke (51%) dan Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab

kematian tertinggi (Depkes RI, 2017). Menurut data Sample Registration System

(SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan

penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan satu

milyar orang di dunia menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di negara

berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi Hipertensi

akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang

dewasa di seluruh dunia terkena Hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan

kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di

Asia Tenggara yang 1/3 populasinya menderita Hipertensi sehingga dapat

menyebabkan peningkatan beban biaya kesehatan.

Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang

berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5

juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya

(Kemenkes RI, 2017). Prevalensi Hipertensi secara nasional berdasarkan


3

Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%),

sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%). Selain itu Hipertensi banyak terjadi

pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%), dan umur 55-64 tahun

(17,2%). Sedangkan menurut status ekonominya, proporsi Hipertensi terbanyak

pada tingkat menengah bawah (27,2%) dan menengah (25,9%).

Dari berbagai penelitian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia

menunjukan 18-28,6% penduduk berusia di atas 20 tahun adalah penderita

hipertensi. Saat ini adanya terdapat kecendrungan bahwa masyarakat perkotaan

lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini

antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang

berhubungan dengan resiko penyakit hipertensi seperti stres akibat banyak pikiran

dan masalah, obesitas (kegemukan) karena kurangnya memperhatikan kandungan

makanan yang di konsumsi, kurangnya olah raga, merokok, dan makanan yang

tinggi kadar lemak. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata

wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan pria.

Dari laporan Sugeri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0%

untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prepalensi Sumatra Barat 18,6% pria dan

17,4% pada wanita sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14,6% pria

dab 13,7% wanita (Yundini, 2006). Di India jumlah penderita hipertensi mencapai

60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun

2025. Di Cina, 98,5 juta orang mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 juta orang

pada tahun 2025. Di Asia, tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000

dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025. Di Indonesia,
4

mencapai 17-21% dari populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi

(Muhammadun, 2010).

Pengendalian hipertensi bahkan di negara maju pun belum memuaskan.

Secara rata–rata, pengendalian hipertensi baru berhasil menurunkan prevalensi

hingga 8%. Akan lebih baik jika penanganan hipertensi diintegrasikan dengan

sistem kesehatan karena menyangkut aspek ketenangan, sarana dan obat–obatan.

Obat yang telah berhasil diproduksi teknologi kedokteran harganya masih relatif

mahal sehingga menjadi kendala penanganan hipertensi, terutama bagi yang

memerlukan pengobatan jangka panjang (Susilo, 2011).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zauhani Kusnul dkk, tahun 2011

dengan judul efek pemberian jus mentimun terhadap penuunan tekanan darah.

Hasil penelitian ini menunjukan ada pengaruh bermakna dari pemberian jus

mentimun terhadap penurunan tekanan darah, penurunan terbesar terjadi pada 2

jam dan setelah perlakuan hari ke 4 dan 5 setelah perlakuan pemberian jus

mentimun. yang di lakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang.

Diet rendah garam dan rendah lemak, kemudian berhenti merokok dan

minum alkohol, menghindari stres dan berolah raga sesuai kebutuhan menurunkan

berat badan bagi yang kegemukan, konsumsi makanan yang mengandung mineral,

kalium dan magnesium bagi yang bosan minum obat penurun tekanan darah

karena menimbulkan ketergantungan, apabila tidak minum obat tensinya tetap

tinggi. Selain itu faktor efek samping yang di timbulkan pada obat yang harganya

murah sedangkan obat yang harganya mahal banyak penderita yang tidak sanggup

lagi membelinya. Karena berbagai alasan tersebut penderita hipertensi mencari


5

cara pengobatan lain yang lebih ekonomis namun minim efek samping yaitu

melalui pengobatan alamiah. Dengan menggunakan bahan–bahan alami seperti

buah, sayuran dan herbal (Hembing, 2008).

Selain dengan mengkonsumsi obat–obatan yang harganya masih relatif

mahal dan merubah gaya hidup, hipertensi juga bisa ditanggulangi dengan

pengobatan tradisional yaitu dengan menggunakan mentimun (Cucumis Sativus)

yang diolah menjadi sebuah minuman. Mentimun sering digunakan sebagai

lalapan, makanan diet atau pun sebagai masker untuk kecantikan. Padahal banyak

khasiat yang dapat diperoleh dari mentimun (Cucumis Sativus).

Buah berbentuk lonjong dan berbiji ini sering dijadikan sebagai lalapan dan

acar. Beberapa orang juga menggunakan sebagai masker untuk merawat

kecantikan wajah. Sementara itu, manfaat yang tidak kalah penting dari

mentimun adalah kemampuan membantu menurunkan tekanan darah. Kandungan

kalium (potasium), magnesium, dan fosfor dalam mentimu nefektif mampu

mengobati hipertensi. Selain itu, mentimun juga bersifat diuretic karena

kandungan airnya yang tinggi sehingga membantu menurunkan tekanan darah

(Dewi.S &Familia.D, 2010).

Hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa

banyak dari masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Sukarame yang menderita

hipertensi. Dan kebanyakan dari masyarakat tersebut berusia 40 tahun ke atas

yang menderita hipertensi. Namun ada sebagaian masyarakat tersebut menerapkan

untuk mengkonsumsi jus mentimun ketika mengalami tekanan darah tinggi


6

dengan cara memarut atau memakan mentimun itu sebanyak dua kali sehari,

setiap pagi dan sore.

Mereka mempercayai setelah mengkonsumsi jus mentimun selama 3 hari

berturut–turun tekanan darah tinggi mereka akan turun. Gajala yang dirasakan dari

hipertensi tidak akan muncul lagi. Misalnya sakit kepala yang berlebihan, pening,

tengkuk terasa nyeri dan lain–lain. Oleh karena alasan itu peneliti tertarik untuk

lebih membuktikan apakan ada pengaruh jus mentimun terhadap penurunan

tekanan darah tinggi bagi penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Sukarame Labura.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan berdasarkan latar belakang diatas adalah seberapa

besarkah pengaruh mengkonsumsi jus mentimun terhadap penurunan tekanan

darah tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Labura.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui tekanan darah sebelum diberikan jus buah mentimun di

Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Labura.

1.3.2 Mengetahui tekanan darah sesudah di berikan jus mentimun di

Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Labura.

1.3.3 Mengidentifikasi Manfaat jus mentimun terhadap penurunan tekanan

darah (hipertensi).

1.3.4 Mengetahui pengaruh mengkonsumsi jus mentimun terhadap

penurunan tekanan darah tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas

Sukarame Labura.
7

1.4. Hipotesa Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah : ada pengaruh tekana darah sebelum

dan sesudah diberikan jus buah mentimun pada pasien hipertensi.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tentang pemanfaatan

mentimun (Cucumis Sativus) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita

hipertensi dan dapat menambah wawasan bagi semua kalangan masyarakat dalam

pemanfaatan mentimun sebagai obat alternatif herbal yang alami untuk penurunan

tekanan daran pada penderita hipertensi yang dengan mudah untuk

mendapatkannya.

Diharapkan dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan

mengenai pemanfaatan mentimun (Cucumis Sativus) terhadap penurunan tekanan

darah pada penderita hepertensi. Peneliti menghrapkan pada penelitian selanjutnya

dilakukan penelitian tentang perbandingan mentimun dengan tanaman yang lain

terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah

2.1.1 Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.

Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.

Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat.

Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap

tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai

140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer, Bare, Hinkle,

and Cheever, 2010).

Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam

pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam

proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk

menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan

ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer & William, (2007) menyatakan

bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

2.1.2 Pengukuran Tekanan Darah

Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan

darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung

atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam

arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
9

berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer, Bare,

Hinkle, and Cheever, 2010)..

Bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri

inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter,

perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan pengukuran

tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan

stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan

alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini

dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer

seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri

brakialis (Smeltzer, Bare, Hinkle, and Cheever, 2010).

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan

manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan

pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial

menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah

dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20

sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset

dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun

palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan

dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih

akurat (Smeltzer, Bare, Hinkle, and Cheever, 2010).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk

corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku
10

(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul

diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai

3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang

menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi

Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar

dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan

diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer, Bare, Hinkle,

and Cheever, 2010).

2.1.3 Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah

Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa

kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah

di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa

isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal

tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua

informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju

organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan

mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi

secara otomatis (Hayens, 2003).

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan

gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin

dari ginjal merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh

darah kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari

beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal
11

pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron

juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Kelenjar tiroid atau hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam

pengontrolan tekanan darah (Hayens, 2003).

Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses fisiologis yang

bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah yang memastikan darah

mengalir di sirkulasi dan memungkinkan jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat

berfungsi dengan baik. Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka

dapat terjadi tekanan darah tingggi.

2.2 Hipertensi

2.2 .1. Pengertian

Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi

(arteri). Ketika jantung kita berdetak, lazimya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit

pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring), dan dipompa menuju dan melalui

arteri. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa

darah yang disebut tekanan sistolik. Tekanan darah menurun saat jantung rileks di

antara dua denyut nadi yang disebut tekanan Diastolik. Tekanan darah ditulis

sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolik (sebagai contoh 120/80 mmHg).

Menurut Muhadi (2016) Hipertensi (HTN) dikenal sebagai tekanan darah

tinggi yang mempengaruhi jutaan orang. Tekanan darah tinggi didefinisikan

sebagai tekanan darah pada ambang ≥140 / 90 mmHg. Hipertensi juga dikenal

sebagai tekanan darah tinggi, yang didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan

darah arteri. Apabila tekanan darah sistolik pada atau di atas 140 mmHg atau
12

tekanan darah diastolik pada atau di atas 90 mmHg menunjukkan Hipertensi

(White, Duncan & Baumle, 2013). Menurut HSA (2005) dalam RNAO (2009)

Tekanan darah adalah pengukuran tekanan atau kekuatan darah terhadap dinding

pembuluh darah. Tekanan diukur dalam milimeter air raksa (mmHg). Sedangkan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi itu sendiri merupakan suatu kondisi medis di

mana tekanan darah secara konsisten di atas kisaran normal. Didefinisikan sebagai

Hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah

tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah

didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat

medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri) (Balitbang Kemenkes,

2013).

The Preventive Cardiovascular Nurses Association (PCNA) atau Asosiasi

Perawat Pencegahan bersama dengan American Heart Association, American

College of Cardiology, dan delapan organisasi lainnya, merilis panduan terbaru

untuk mendefinisikan kembali tekanan darah tinggi, atau hipertensi. Dokumen

tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai Pedoman untuk Pencegahan, Deteksi,

Evaluasi, dan Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Orang Dewasa, mengubah

definisi tekanan darah tinggi menjadi pembacaan tekanan darah sistolik 130

mmHg atau lebih tinggi atau pembacaan diastolik 80 mm Hg atau lebih tinggi. Ini

adalah pengurangan yang cukup besar dari definisi sebelumnya 140/90 mmHg

yang ditetapkan oleh Pedoman Hipertensi 2003 (Heart. Org, 2015).

Pedoman yang diperbarui menghilangkan istilah "pra-hipertensi dan

menguraikan empat kategori tekanan darah baru. Kategorinya adalah:


13

a. Normal - Kurang dari 120/80 mmHg

b. Tinggi/ elevated - 120 - 129 / <80 mmHg

c. Hipertensi Tahap 1 - 130 - 139 / 80-89 mmHg

d. Hipertensi Tahap 2 - Sedikitnya 140/90 mmHg

e. Hipertensi Krisis - Lebih dari 180/120 mmHg

Definisi hipertensi lebih rendah dan kategori baru dirancang untuk

membantu orang menjadi sadar akan risiko mereka lebih cepat. Intervensi dini

pada gilirannya akan mengurangi komplikasi yang terkait dengan meningkatnya

tekanan darah. Dengan penerapan kategori baru, diperkirakan persentase populasi

dengan hipertensi akan meningkat dari 32 menjadi 46%, namun hanya akan ada

sedikit peningkatan jumlah individu yang memerlukan pengobatan. Panduan

merekomendasikan bahwa individu dengan hipertensi Elevated atau Stage 1 yang

dinyatakan sehat membuat perubahan gaya hidup untuk mengurangi tekanan

darah mereka. Olahraga teratur, diet rendah sodium dan penurunan berat badan

dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tinggi yang signifikan.

2.2.2. Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan

besar yaitu :

a. Hipertensi Esensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita

hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi skunder.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data–


14

data penelitan telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan

memiliki kemungkinan besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi.

2) Ciri perseorangan. Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya

hipertensi adalah umur ( laki–laki lebih tinggi dari perempuan ). Dan ras

(ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).

3) Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya

hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr),

kegemukan atau makan berlebihan, stres dan pengaruh lain misalnya,

merkok, minum alkohol, minum obat–obatan (ephedrine, prednison,

epineprin).

b. Hipertensi Skunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain

beberapa penyebab terjadinya hipertensi skunder seperti penyakit ginjal,

kelainan hormonal dan Obat–obatan (pil KB, kokain, penyalahgunaan

alkohol).

2.2.3. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras syaraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korta spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di thoraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke


15

bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap noreepineprin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas (Muhammadun, 2010). Pada saat

bersamaan dimana saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ginjal, menyebabkan

pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiontensin I yang

kemudian di ubah menjadi angiontensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkanretesi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan

volume intra vaskuler (Muhammadun, 2010).

2.2.4. Tanda dan Gejala

Pada waktu tidur malam hari tekanan darah berada dalam kondisi rendah,

sebaliknya tekanan darah dipengaruhi oleh kegiatan harian sehingga bila semakin

aktif seseorang maka semakin naik tekanan darahnya. Dapat dibayangkan

semakin tinggi tekanan darah seseorang maka semakin tinggi kekuatan yang
16

mendorong darah dan dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan

perdarahan (haemmorrhage) yang dapat terjadi di otak dan jantung sehingga dapat

mengakibatkan, stroke, gagal jantung bahkan kematian (Hayens, 2003).

Hipertensi sering kali tidak dapat dilihat secara fisik. Satu–satunya cara

untuk mengetahui seseorang mengidap hipertensi adalah dengan melakukuan

pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut tidak hanya dilakukan hanya sekali, tetapi

beberapa kali dengan waktu yang berbeda. Penderita hipertensi biasanya baru

menyadari kondisinya ketika memeriksakan diri atau bahkan saat sudah terlanjur

karena komplikasi. Walaupun hipertensi sering kali tidak menampakan gejala-

gejala yang jelas, namun keadaan berikut ini patut dicurigai sebagai tanda adanya

hipertensi sepetri : sering sakit kepala, sering pegal-pegal, leher kaku, leleh,

gugup, mengantuk, napas terasa pendek, dll (Soeryoko,2010).

2.2.5. Penegakan Diagnosa Hipertensi

Menurut Ekawati (2010) tekanan darah di ukur setelah seseorang duduk

atau berbaring selama 5 menit. 140/90 mmhg atau lebih dapat diartikan sebagai

hipertensi, tetapi diagnosa tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali

pengukuran. Jika pada pengukuran pertama hasilnya tinggi, maka tekanan darah

diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada hari berikutnya untuk

menyakinkan adanya Hipertensi.

Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi,

tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah

diagnosis ditegakkan, yang dilakukan pada organ utama yaitu pembuluh darah,

jantung, otak, dan ginjal.


17

2.2.6. Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.

Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan

akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan

sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,

yaitu:

Tabel 2.1. Komplikasi Hipertensi

Sistem organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal jantung kongesif , Angina pectoris,

Sistem saraf pusat Enselopati hipertensif

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif

Pembuluh daran perifer Penyakit pembuluh darah perifer

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,

ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan

penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang

sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada

otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma

yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah

proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Susilo, 2011).


18

2.2.7. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis

atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat

dilakukan dengan terapi herbal.

a. Penatalaksanaan Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan

menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada

berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis,

yaitu:

1) Diuretik

Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang

sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut

Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi

jumlah air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah.

Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena

hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum

menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah

menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini

membantu tekanan darah menjadi normal kembali.


19

2) Penghambat adrenergik (β-bloker).

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya

pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah

diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial (Lenny, 2008).

Pemberian β-bloker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti

asma bronkial karena pada pemberian β-bloker dapat mengkambat reseptor beta 2

di jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain.

Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara

(bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi

pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk penderita asma (Hayens,

2003).

3) Vasodilator Agen

Vasodilator bekeja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi

otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator adalah

prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat

ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008).

4) Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)

Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem reninangiotensin.

Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin

(angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan

pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003).


20

5) Antagonis Kalsium

Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi

jalan masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding

pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan

tekanan darah. Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar

(Hayens, 2003). Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini

adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul

adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008).

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat

dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup

yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang

sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan

dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri (Palmer & William,

2007). Enam langkah dalam perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita

hipertensi yaitu:

1) Mengontrol Pola Makan.

Hayens (2003) menyarankan mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih

dari 2000 sampai 2500 miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila

asupan garam meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat

mempertinggi efek sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati tekanan

darah tinggi kecuali kalcium antagonis. Dalimartha, et al (2008) menyarankan


21

lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari. Mengonsumsi banyak

lemak akan berdampak pada kadar kolestereol yang tinggi. Kadar kolesterol yang

tinggi meningkatkan resiko terkena penyakit jantung (Sheps, 2005).

2) Tingkatkan Konsumsi Potasium dan Magnesium.

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu

faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan

sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah

(Dalimartha, et al, 2008).

3) Makan Makanan Jenis Padi-padian

Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition yang

ditulis dalam Dalimartha, et al (2008) ditemukan bahwa pria yang mengkonsumsi

sedikitnya satu porsi sereal dari jenis padi-padian per hari mempunyai

kemungkinan yang sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung.

Semakin banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah resiko penyakit jantung

koroner, termasuk terkena hipertensi (Dalimartha, et al, 2008).

4) Aktivitas (Olah Raga)

Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama

30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah (Yundini, 2006). Palmer & William (2007) mengatakan bahwa ada

delapan cara untuk meningkatkan aktivitas fisik yaitu: dengan menyempatkan

berjalan kaki misalnya mengantar anak kesekolah, sisihkan 30 menit sebelum

erangkat bekerja untuk berenang di kolam renang terdekat, gunakan sepeda untuk

pergi kerja selama 2 sampai 3 hari dalam satu minggu, mulailah berlari setiap
22

hari dimana melakukan latihan ringan pada awalnya dan tingkatkan secara

perlahan-lahan, pada sat istirahat makan siang tinggalkan meja kerja anda dan

mulailah berjalan, pergilah bermain ice-skating, roller-blade atau bersepeda

bersama keluarga atau teman, satu hari dalam satu minggu, lakukan aktivitas baru

misalnya bergabung dengan klub tenis atau bulu tangkis atau belajar dansa, yang

terakhir pilih tangga dibandingkan lift atau eskalator

5) Bantuan dari Kelompok Pendukung

Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup

sehat (Dalimartha, et al, 2008). Sehingga keluarga dan teman-teman mengerti

sepenuhnya tentang besarnya resiko jika tekanan darah kita tidak terkendali.

Dengan demikian keluarga dan teman akan membantu dengan memperhatikan

makanan kita atau mengingatkan saat tiba waktunya untuk minum obat atau

untuk melakukan aktivitas berjalan-jalan setiap hari dan mungkin saja mereka

bahkan akan menemani kita (Sheps, 2005). Penelitian yang ditulis dalam

Dalimartha, et al (2008) menunjukkan dukungan kelompok terbukti berhasil

dalam mengubah gaya hidup untuk mencegah hipertensi

6) Berhenti Merokok dan Hindari Konsumsi Alkohol berlebih

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan darah.

Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paruparu dan diedarkan

ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi

terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin (adrenalin), sehingga dengan pelepasan hormon ini akan menyempitkan


23

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

yang lebih tinggi (Sheps, 2005).

Demikian juga dengan alkohol, efek semakin banyak mengkonsumsi

alkohol maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi

semakin tinggi (Hayens, 2003). Menurut Sheps (2005) alkohol dalam darah

merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang

membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih

banyak natrium dan air. Selain itu minum-minuman alkohol yang berlebihan

dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan

magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan

peningkatan tekanan darah (Sheps, 2005). Beberapa laporan mnyimpulkan bahwa

efek alkohol dimulai dari asupan alkohol yang paling rendah. Jadi, seseorang

yang tidak mengkonsumsi alkohol maka cenderung memiliki tekanan darah yang

normal. Laporan lain menunjukkan ada batas atau ambang tertentu dari alkohol

yang dapat mempengaruhi tekanan darah (Hayens, 2003).

c. Terapi Herbal

Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam cita rasa dari

tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian jenis obat-

obatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan beberapa

cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk

diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap

menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008). Adapun tanaman obat tradisional yang

dapat di gunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: bawang putih (Allimun sativum
24

L), seledri (Apium graveolens L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L),

belimbing (Averrhoa carambola L), teh (Camellia sinensis L), wortel (Daucus

carota L), mengkudu (Morinda citrifolia L), mentimun (Cucumis sativus L) dan

lain-lain (Wiryowidagdo & Sitanggang, 2002)

2.3. Mentimun (Cucumis sativus L) sebagai Terapi Herbal/ Komplementer

2.3.1. Pengertian

Terapi komplementer atau pengobatan alternatif adalah setiap prektek

penyembuhan yang tidak termaksud dalam bidang konvensional kedokteran atau

yang belum terbukti secara konsisten dan efektif. Beberapa terapi komplementer

yang umum adalah terapi fisik (yoga, pijat, akupuntur) teknik relaksasi

(meditasi,visualisasi) obat herbal.

Kewajiban seorang perawat adalah memberikan keamanan perawatan pada

saat msyarakat menggunakan terapi komplementer. Terapi komplementer menjadi

populer disebabkan karena berbagai macam fenomena termaksud ekonomi

individu untuk memutuskan tindakan kesehatan, biaya yang tinggi dan persepsi

tentang keamanan daari obat tersebut.

Timun atau mentimun (Cucumis Sativus) adalah tanaman merambat,

batangnya menjulur, berbulu halus dan panjangnya sampai tiga meter. Bentuk

daunnya seperti bentuk tangan, besar dan berbulu kasar serta berkeping 3 sampai

7, berakar serabut dan bentuknya bulat panjang, berwarna hijau muda dan

mengandung banyak air. Isi buahnya lembut dan berbiji kecil-kecil berbentuk

pipih (Wiryowidagdo & Sitanggang, 2002).


25

Para ahli menamai mentimun Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk

keluarga besar suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Timun biasanya dipanen

sebelum matang benar. Timun berupa herbal menjalar atau setengah merambat. Ia

termasuk tanaman semusim. Artinya setelah berbunga dan berbuah ia akan mati.

Satu tumbuhan dapat menghasilkan 20 buah namun dalam budidaya biasanya

jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik (Fikri, 2008).

Mentimun (Cucumis Sativus) adalah sayuran dan tumbuhan yang biasa

digunakan sebagai obat atau lalapan untuk makan. Mentimun sudah

dibudidayakan di kawasan Asia Selatan sejak 3.000 tahun lalu. Dari Asia,

mentimun di perkenalkan ke Eropa oleh orang Yunani, Romawi, dan Mesir.

Penduduk Romawi kono menggunakan mentimun untuk mengobati gigitan

kalajengking dengan megkompres mata yang lelah. Penduduk Asia meminum jus

mentimun untuk menyejukan tubuh saat musim panas. Mentimun mempunyai

efek mendinginkan.

2.3.2 Sejarah

Menurut Fikri (2008) di dalam berbagai literatur tertulis, timun merupakan

tumbuhan asli India. Tumbuhan ini ditemukan pertama kali 10.000 tahun lalu.

Uniknya, dari India timun justru tidak menyebar ke negara Asia lainnya, tetapi

malah ditanam di Yunani dan Italia. Setelah itu barulah bibit timun di bawa ke

China. Pada abad ke-9 timun ditanam di Prancis. Kemudian abad ke-14 ditanam

di Inggris, dan dua abad kemudian barulah timun masuk ke Amerika Utara. Saat

itu, tahun 1494 timun sudah ditanam di Haiti. Tahun 1535 tumbuhan ini ditanam

petani di Montreal, kemudian tahun 1584 ditanam di Florida. Tidak jelas benar
26

kapan timun masuk ke Indonesia. Yang jelas kini timbuhan ini dapat ditemukan di

hampir seluruh dunia (Fikri, 2008).

2.3.3. Jenis Mentimun (Cucumis Sativus)

Ada banyak jenis mentimun yang bisa ditemukan di pasaran. Mentimun-

mentimun ini bervariasi dalam bentuk, ukuran, maupun warna kulitnya. Tetapi

efek sehat yang terkandung dalam masing-masing jenis ini sama ampuhnya untuk

menyembuhkan penyakit (Majalah Nirmala, 2008).

a. Mentimun Lokal. Sayuran berbentuk bulat panjang dengan kulit berwarna

hijau berlarik-larik putih kekuningan ini bisa dimakan mentah sebagai

lalapan, campuran keredok dan rujak, serta bisa diolah menjadi acar, dijus,

direbus, atau dikukus. Mentimun lebih disarankan untuk dimakan mentah,

karena proses pemasakan dan pengolahan menjadi acar akan mengurangi

kandungan vitamin dan mineralnya, terutama vitamin C (Majalah Nirmala,

2008).

b. Mentimun Jepang (Kyuri). Timun asal negeri sakura ini memiliki bentuk yang

lebih 'ramping' dan panjang dibanding mentimun lokal. Kulitnya berwarna

hijau gelap dengan bintik-bintik putih timbul yang membuat permukaannya

tidak rata. Rasa dan teksturnya lebih lembut daripada mentimun lokal.

Mentimun jenis kyuri sangat cocok diolah menjadi campuran salad dan acar

(Majalah Nirmala, 2008).

c. Mentimun Gherkin. Disebut juga mentimun acar atau baby kyuri. Sesuai

namanya mentimun ini lebih sering diolah menjadi acar. Ukurannya lebih

kecil dengan kulit berwarna hijau tua dan ada bintik-bintik yang timbul
27

seperti kyuri. Rasanya renyah, tidak terlalu berair dan tidak bergetah (Majalah

Nirmala, 2008).

d. Zucchini. Sayuran yang masih bersaudara dengan mentimun ini sering

disebut sukini atau timun Italia. Memiliki ukuran lebih besar den tidak terlalu

berair dibanding mentimun. Bentuknya tidak bulat sempurna, tapi

bersegisegi. Warna kulitnya hijau lumut tua dan mengkilap. Bagian dalamnya

berwarna putih menyerupai oyong. Majalah Nirmala (2008) mengatakan

berbeda dengan mentimun, sukini jarang dimakan mentah.

2.3.4 Habitat

Masyarakat pada umumnya menanam mentimun (Cucumis Sativus) di

sawah atau di ladang sebagai tanaman komersial. Mentimun tumbuh sepanjang

tahun dan tergolong tanaman merambat (Mangonting, et al, 2008).

2.3.5 Sifat dan Khasiat

Buah mentimun mengandung zat–zat saponin, yaitu zat yang

mengeluarkan lendir, serta protein, lemak, kalsium, kalium, fosfor, besi, belerang,

vitamin A, vitamin B1, dan Vitamin C. Biji buah mentimun mengandung banyak

vitamin E untuk menghambat penuaan dan menghilangkan keriput. Dibalik

kesegaran dagingnya yang banyak mengandung air, tersimpan vitamin C dan

asam kafeat untuk merendahkan iritasi kulit dan mengurangi penumpukan cairan

di bawah kulit. Mentimun sering digunakan untuk mempercantik kulit wajah.

Irisan. mentimun digunakan sebagai masker wajah untuk menyegarkan atau

menghaluskan kulit wajah serta mengurangi kelebihan minyak di wajah (Prahasta,

2009).
28

Mentimun (Cucumis Sativus) mempunyai banyak khasiat. Dalam berbagai

uji coba yang dilakukan, ekstrak mentimun berdampak positif jika digunakan

untuk mengobati penyakit seperti susah buang air besar, menurunkan kolesterol,

meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah hepatitis, sariawan, demam, darah

tinggi dan beberapa gangguan kesehatan lainnya (Mangonting, et al, 2008).

Kandungan serat dalam mentimun dapat menurunkan kadar lemak tubuh dan

kolesterol serta memberi efek mengenyangkan sehingga kita jadi tidak gampang

lapar. Selain itu, mentimun juga mengandung asam malonat yang dapat mencegah

gula darah berubah menjadi lemak, sehingga sangat membantu menurunkan berat

badan (Majalah Nirmala, 2008).

2.3.6. Kandungan Kimia

Kandungan zat gizi yang terdapat pada mentimun per 100 gram berat

badan adalah energi 12 kalori, protein 0,7 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 2,7

gram, kalsium 10 miligram, fosfor 21 miligram, besi 0,3 miligram, vitamin A 0,3

miligram, vitamin C 8,0 miligram, dan vitamin B1 0,3 miligram. Pasien yang

menderita hipertensi disarankan untuk mengkonsumsi mentimun. Mentimun

mengobati hipertensi karena kandungan mineralnya, yaitu potassium, magnesium,

dan fosfor. Selain itu, mentimun bersift diuretik karena kandungan airnya yang

tinggi, hingga membantu menurunkan tekanan darah. Akar dan bunga mentimun

mengandung alkaloida, polifenol, dan saponin (Prahasta, 2009).


29

Kandungan komponen gizi yang terdapat di dalam mentimun adalah

berikut.

Tabel 2.2. kandungan gizi untuk 100 gram mentimun

Energi 20 kal

Karbohidrat 3,6 gram

Protein 0,6 gram

Lemak 0,1 gram

Vitamin C 5,3 miligram

Kalium 147,2 miligram

Serat 0,8 gram

2.3.7. Mentimun Dalam Hubungannya Dengan Penurunan Tekanan Darah

Pemanfaatan mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni)

(Mangonting, et al, 2008). Dimana mentimun mengandung mineral yaitu

potassium, magnesium, dan pospor. Selain itu mentimun juga bersifat diuretic

karena mengandung banyak air sehingga menbantu menurunkan tekanan darah

(Myrank, 2009). Sementara di dalam Majalah Nirmala (2008) Penderita hipertensi

sangat disarankan untuk mengkonsumsi mentimun, karena kandungan mineral

kalium, magnesium, dan serat di dalam timun bermanfaat untuk menurunkan

tekanan darah. Serta mineral magnesium yang juga berperan melancarkan aliran

darah dan menenangkan saraf.


30

2.3.8. Cara Penyajian Mentimun Untuk Menurunkan Tekanan Darah

Cara meramu atau membuat jus mentimun untuk penyakit hipertensi yaitu:

buah mentimun segar sebanyak 300 gram dicuci dan diparut kemudian diperas

dan selanjutnya disaring. Pemarutan bisa dilakukan secara manual maupun non

manual. Pemakaian hasil saringan diminum sekaligus, sementara untuk

penggulangan harus dibuat ramuan baru (Wiryowidagdo & Sitanggang, 2002).

Sementara menurut Fikri (2008) cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk

menurunkan tekanan darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran

sedang. Cuci sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian rebus

dengan 3-4 gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, saring. Bagi ramuan

menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan pengobatan sampai sembuh.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih ramuan mentimun menurut

Wiryowidagdo & Sitanggang, (2002) dimana sebanyak 300 gram atau 2 buah

mentimun ukuran sedang segar dicuci dan diparut kemudian diperas dan

selanjutnya disaring dan diminum 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

2.3.9 Efek Samping dari Konsumsi Jus mentimun

Mengkonsumsi jus mentimun terus menerus tanpa dipantau akan

menimbulkan hipotensi (turunnya tekanan darah normal). Akan tetapi jika

mengkonsusmsi jus mentimun dalam pantauan dan tidak secara terus menerus

maka akan dapat menghasilkan tekanan darah sebatas normal. Peneliti menyadari

bahwa penelitian yang dilakukuan ini mempunyai resiko besar, akan tetapi

peneliti akan meminimalisir segala resiko yang akan diterima oleh responden

yaitu dengan memantau setiap hari tekanan darah responden baik sebelum
31

mengkonsumsi jus mentimun dan setelah mengkonsumsi jus mentimun. Apabila

dalam beberapa hari tekanan darah responden sudah dalam batas normal,

pemberian jus mentimun diberhentikan. Akan tetapi pemantauan tekanan darah

akan terus dilakukan sampai batas penelitian berakhir. Jika tekanan darah

responden tersebut naik turun selama masa penelitian berlangsung berarti bahwa

terdapat pengaruh konsumsi jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan landasan berfikir untuk melakukan penelitian

yang dikembangkan berdasarkan teori, dimana disusun berdasarkan variabel-

variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

Variabel terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah Tekanan Darah Sistolik

dan diastolik pada pasien hipertensi sebelum dan setelah mengkonsumsi jus buah

mentimun. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pemberian

jus buah mentimun pada pasien hipertensi yang dikelompokkan menjadi dua,

yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Variabel independen: Variabel dependen:

Tekanan Darah Yang di Periksa


Pemberian Jus Buah
Mentimun  Sistol
 Diastol

Skema 2.1 : Kerangka konsep penelitian Pada Pengaruh Konsumsi Jus Mentimun
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) di Puskesmas
Sukarame Labura
32

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif atau

quantitative design dengan pendekatan desain quasi eksperimen (Polit & Beck,

2012). Desain quasi eksperimen adalah penelitian yang mengujicoba suatu

intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa pembanding namun dalam

penelitian tersebut tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subjek ke

dalam kelompok perlakuan atau kontrol (Dharma, 2015). Penelitian ini

memberikan intervensi berupa pemberian jus buah mentimun. Desain penelitian

ini adaah dengan pretest-posttest control group design yaitu melakukan

perbandingan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan

sesudah diberikan intervensi (Polit & Beck, 2012).

Berdasarkan hipotesa penelitian untuk menjawab tujuan umum penelitian

maka bentuk skema penelitian akan tergambar dengan:

Pre Test Post Test


X Test
Kelompok Intervensi O1 O2

Kelompok Kontrol O1 O2

Skema 3.1. Skema Penelitian


33

Keterangan:

Kelompok intervensi : kelommpok pasien yang menerima jus buah mentimun

Kelompok kontrol : kelompok pasien yang tidak menerima jus buah mentimun

O1 : Tekanan Darah pasien sebelum intervensi

X : Intervensi berupa pemberian jus buah mentimun pagi dan sore hari selama 7

hari.

O2: Tekanan Darah pasien setelah intervensi

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa yang merupakan daerah wilayah kerja

Puskesmas Sukarame Labura. Peneliti memilih wilayah kerja Puskesmas

Sukarame Labura menjadi tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan,

antara lain yaitu masyarakat yang menderita penyakit Hipertensi cukup tinggi di

wilayah tersebut dan terus meningkat tiap tahunnya, partisipasi masyarakat cukup

baik dalam mengikuti kegiatan yang diadakan pihak Puskesmas Sukarame dan

peneliti adalah pegawai dari puskesmas tersebut, sehingga memberikan peluang

bagi peneliti untuk mengajak masyarakat penderita Hipertensi untuk

mengkonsumsi jus buah mentimun, lokasi penelitian memberikan kemudahan

bagi peneliti, dan juga di tempat tersebut belum ada riset keperawatan yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian akan dilakukan pada bulan

Januari 2018 selama 3 minggu dengan kegiatan intervensi penelitian selama 1

minggu.
34

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Target populasi pada penelitian ini adalah penderita Hipertensi yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sukarame Labura.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik non

probability sampling jenis consecutive sampling, yaitu rekrutmen semua orang

dari populasi yang ada yang memenuhi kriteria kelayakan selama interval waktu

tertentu atau sampai ukuran sampel ditetapkan (Polit & Beck, 2012). Consecutive

sampling adalah suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih

semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan (kriteria inklusi),

sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2015).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi,

kriteria ekslusi dan kriteria drop out yang dbuat oleh peneliti. Kriteria inklusi dari

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1). Usia penderita Hipertensi

≥ 36 tahun, 2). Penderita Hipertensi tanpa penyakit penyerta, 3). Bersedia menjadi

peserta dalam penelitian, 4). Tidak mengkonsumsi alkohol.

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu 1). Penderita hipertensi dengan

penyakit penyerta, 2). Penderita hipertensi yang seddang dalam pengobatan dan

kriteria drop out dalam penelitian ini yaitu 1). Menderita sakit lainnya dalam

waktu kegiatan penelitian, 2). Absen dari kegiatan penelitian.


35

3.3.3. Ukuran sampel

Sugiono (2010) mengemukakan beberapa pendapat ahli untuk jumlah

sampel penelitian eksperimental diantaranya: Gay dan Diehl (1992), Apabila

penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15 subjek per group. Tidak

jauh berbeda dari Gay & Diehl, Roscoe (1975) dalam Gay dan Diehl (1992)

mengatakan bahwa untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol

eskperimen, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil

antara 10 sampai dengan 20. Frankel dan Wallen (1993) mengatakan, Penelitian

eksperimental sebanyak 30/15 per group. Sehingga peneliti merencanakan sampel

dalam penelitian adalah 20 orang tiap groupnya dengan estimasi dropout 5 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Tahap persiapan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen yang digunakan untuk

pengumpulan data berupa kuesioner karakteristik responden, lembar Observasi

pemberian jus buah mentimun, panduan pembuatan jus buah mentimun, lembar

observasi hasil pemeriksaan tekanan darah pretest dan posttest, peralatan

spignomanometer air raksa dan stetoskop. Kemudian peneliti melakukan prosedur

administratif yaitu peneliti mengurus perizinan pelaksanaan penelitian dari

STIKes Flora Medan dan selanjutnya surat izin tersebut disampaikan ke

puskesmas yang menjadi tempat penelitian.

3.4.2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan penelitian akan dilakukan selama 3 minggu dengan

dimulai kegiatan identifikasi sampel, dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi


36

tujuan, prosedur pelaksanaan, waktu dan manfaat penelitian, kemudian dilakukan

kegiatan intervensi penelitian yang diawali dengan kegiatan pretest (pengukuran

tekanan darah sebelum intervensi penelitian) dan dilanjutkan dengan kegiatan

intervensi penelitian selama 1 minggu, untuk kegiatan postest dilakukan pada

akhir minggu setelah kegiatan intervensi penelitian.

Peneliti mensosialisasikan program penelitian dengan memberikan

informasi tentang tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan, waktu, dan manfaat

penelitian dengan jelas kepada responden. Selanjutnya setelah responden cukup

jelas dengan program penelitian yang akan dilakukan, tanpa unsur paksaan

peneliti meminta kesediaan penderita hipertensi secara sukarela untuk menjadi

responden penelitian dengan menandatangani lembar informed consent.

Bagi pasien yang sudah bersedia menjadi responden penelitian maka

dicatat dan diurutkan dengan nomor urut 1, 2, 3, dst. Pasien dengan nomor urut

ganjil menjadi kelompok kontrol dan dengan nomor urut genap menjadi kelompok

intervensi. Kemudian meminta responden mengisi kuesioner untuk mendapatkan

data karakteristik responden.

Kelompok intervensi dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Sebelum dimulai pemberian jus buah mentimun peneliti terlebih dahulu

melakukan pretest berupa pengukuran tekanan darah sistoli k dan diastolik

responden dengan menggunakan alat tensimeter. Hasil pemeriksaan tersebut

dicatat di lembar observasi.

b. Kemudian peneliti langsung memberikan jus buah mentimun sesuai dengan

panduan pembuatan ramuannya yang sudah disiapkan pada kelompok


37

intervensi. Dimana 300 gram buah mentimun segar dibagi 2 bagian 1 bagian

dibuat jus untuk pagi hari dan 1 bagian dibuat kembali menjadi jus untuk

diminum sore hari. Sehingga kondisi jus dalam keadaan segar. Untuk

pembuatannya mentimun dicuci bersih kemudian diparut manual dan diperas

airnya kemudian saring dan segera diminum.

c. Responden diberikan jus buah mentimun yaitu 2 kali dalam sehari pagi dan

sore hari. Selama 1 minggu ( 7 hari).

d. Kemudian peneliti memberikan reinforcement kepada responden terhadap

pencapaian target yang telah dilakukan oleh responden.

e. Posttest dilakukan peneliti pada akhir minggu setelah responden

mengkonsumsi jus mentimun selama 1 minggu intervensi dengan mengukur

kembali tekanan darah sistolik dan diastolik. Hasil pemeriksaan dicatat di

lembar observasi dan diamati terhadap adanya perubahan

f. Selama penelitian berlangsung kelompok kontrol tidak mengkonsumsi jus

buah mentimun

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 1). Variabel bebas (independent)

yaitu pemberian jus buah mentimun, 2). Variabel terikat (dependent) yaitu

tekanan darah sistolik dan diastolik.


38

3.5.2. Definisi operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur SkalaUkur


Dependen : Adalah hasil Pengukuran Nilai Numerik
tekanan pengukuran tekanan dengan tekanan
darah darah sistolik dan menggunakan darah
setelah diastolik yang spignomanometer sistolik dan
intervensi diukur setelah air raksa dan diastolik
intervensi penelitian stetoskop dangan dengan
(pemberian jus buah posisi berbaring dan satuan
mentimun) hasilnya mmHg.
diobservasi

Independen Pemberian jus buah Panduan pembuatan Dikelompok Nominal


Pemberian mentimun, dimana jus buah mentimun kan menjadi
jus buah 300 gram buah 2 bagian,
mentimun mentimun segar yaitu;
dibagi 2 bagian 1
bagian dibuat jus 1. Diberikan
untuk pagi hari dan 1 Jus buah
bagian dibuat mentimun
kembali menjadi jus 2. . Tidak
untuk diminum sore diberikan
hari sehingga kondisi jus buah
jus dalam keadaan mentimun
segar. Untuk
pembuatannya
mentimun dicuci
bersih kemudian
diparut manual dan
diperas airnya
kemudian saring dan
segera diminum. jus
buah mentimun
diberikan 2 kali
dalam sehari pagi
dan sore hari. Selama
1 minggu ( 7 hari).
39

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen antara lain : kuesioner

karakteristik/data demografi, lembar observasi pengukuran tekanan darah sistolik

dan diastolik, spignomanometer air raksa dan stetoskop. Penjelasan instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Kuesioner karakteristik responden. Kuesioner ini digunakan untuk mencatat

karakteristik responden yang meliputi; inisial, jenis kelamin, usia, riwayat

menderita hipertensi, pendidikan, dan pekerjaan responden,

b. Lembar Observasi pengukuran tekanan darah. Lembar observasi ini

digunakan untuk mencatat hasil pengukuran tekanan darah responden

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi yaitu pemberian jus buah

mentimun selama 7 hari.

c. Spigmomanometer air raksa dan stetoskop. Alat ini digunakan untuk

mengukur tekanan darah. Dengan alat ini peneliti dapat mengetahui dan

menilai tekanan darah sistolik dan diastolik responden setelah dilakukan

intervensi penelitian. Alat Spigmomanometer air raksa dan stetoskop yang

digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah merek One med.

3.7. Metode Analisa Data

Dalam melakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan pengolahan data

melalui beberapa tahap, yaitu :


40

3.7.1 Editing.

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan setelah data terkumpul.

Pada penelitian ini editing yang dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan isi

lembar kuesioner karakteristik responden, lembar panduan pemuatan jus buah

mentimun, dan lembar observasi hasil pemeriksaan tekanan darah sistolik dan

diastolik pretest dan posttest.

3.7.2 Coding.

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data. Data diberi koding sesuai dengan yang dijelaskan dalam definisi operasional

dan kebutuhan pengolahan data. Setiap data diberikan kode supaya memudahkan

pengolahan data.

3.7.3. Entri data.

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi

frekuensi atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. Data yang diolah

dalam penelitian ini adalah seluruh data primer yang diperoleh dari responden

penelitian.

3.7.5 Cleaning data.

Cleaning data merupakan proses koreksi atau pengecekan kembali pada

semua data yang telah dimasukkan untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan dalam pemberian kode, ketidaklengkapan, kemudian


41

dilakukan koreksi atau pembetulan dengan menggunakan program komputer

sehingga pengolahan dan analisa data dapat dilanjutkan.

3.7.6 Prosesing Data.

Prosesing data adalah proses pengolahan data dengan cara memindahkan

data dari kuesioner karakteristik dan lembar observasi ke paket program

komputer pengolahan data statistik. Data yang sudah dientri dilakukan uji

normalitas data dengan menggunakan uji Sapiro Wilk untuk mengetahui data

berdistribusi normal atau tidak, jika p value > 0.05 maka data berdistribusi

normal, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisa univariat

dan bivariat dengan uji t-dependent (paired t test)

3.7.7 Analisa data univariat

Data yang terkumpul dianalisa lebih lanjut dengan program komputer

secara univariat. Analisa univariat bertujuan untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel yang diteliti mengenai karakteristik responden, variabel bebas,

dan variabel terikat. Analisa statistik univariat menguji frekuensi atau rata-rata

nilai dari variabel-variabel (Polit & Beck, 2012). Hasil analisa data univariat

berupa distribusi frekuensi, persentase dari masing-masing variabel, nilai mean

(rata-rata) dan standar deviasi (SD) atau simpangan baku.

3.7.8 Uji normalitas

Sebelum dilakukan analisa bivariat dilakukan terlebih dahulu uji

normalitas data untuk menentukan data setiap variabel berdistribusi normal. Data

yang berdistribusi normal, peneliti dapat menggunakan teknik statistik parametrik,

tetapi bila distribusi data tidak normal maka teknik statistik parametrik tidak dapat
42

digunakan, untuk itu perlu digunakan statistik non parametrik. Pengujian

normalitas data dalam penelitian ini yaitu menggunakan program pengolahan data

komputer dengan uji normalitas Sapiro wilk, uji ini digunakan karena jumlah

sampel kurang dari 30. Kriteria hasil uji Sapiro Wilk adalah jika nilai sig

(signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05 maka distribusi data tidak normal,

sedangkan jika nilai sig (signifikansi) atau nilai probabilitas > 0.05 maka

distribusi data normal (Dahlan, 2009).

3.7.3 Analisa data bivariat

Analisa statistik bivariat digunakan untuk menggambarkan hubungan

diantara dua variabel (Polit & Beck, 2012). Analisa data bivariat dilakukan untuk

membuktikan hipotesa yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Uji hipotesis

ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik dependent t-test untuk menguji

pengaruh pemberian jus buah mentimun terhadap tekanan darah. Hasil analisa uji

dependent t-test diinterpretasikan dengan nilai signifikan (p), jika nilai p kurang

dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti terdapat pengaruh atau dapat

disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima atau dapat diinterpretasikan

bahwa ada pengaruh pemberian jus buah mentimun terhadap tekanan darah pada

kelompok intervensi dan jika nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti tidak terdapat

pengaruh yang signifikan atau dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha)

ditolak atau dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada pengaruh pemberian jus buah

mentimun terhadap tekanan darah pada kelompok intervensi.


43

3.8. Pertimbangan Etik

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan memperhatikan dan menjunjung

tinggi etika penelitian yang meliputi self determination, privacy, anonymity,

confidentially dan protection from discomfort.

3.8.1 Menghormati harkat dan martabat manusia

Pada prinsip ini dilakukan perkenalan dengan pasien, memberikan

informasi tentang judul penelitian, tujuan, bentuk intervensi yang diberikan serta

meminta kesediaan pasien untuk menjadi subjek penelitian. Dalam hal ini juga

disampaikan manfaat dari intervensi yang dilakukan. Pada pasien yang setuju

diberikan lembar pernyataan persetujuan menjadi pasien penelitian untuk ditanda

tangani. Dalam pelaksaanaannya respon pasien terus diperhatikan. Pasien juga

diberikan kebebasan untuk mengundurkan diri pada saat pelaksanaan penelitian.

Pasien yang mengundurkan diri tersebut akan dihargai haknya, tidak dipaksa

untuk melanjutkan penelitian serta tidak dikenakan sangsi dan dinyatakan drop

out. Menjelaskan kepada kelompok kontrol bahwa mereka akan mendapatkan

perlakukan seperti kelompok intervensi setelah penelitian ini berakhir.

3.8.2 Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)

Dalam penelitian ini dijaga privasi pasien terhadap informasi yang sudah

diberikan dengan memberikan kode pada identitas responden serta tidak

memberitahukan kepada orang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga

anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek.


44

3.8.3 Keadilan dan Inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Pada penelitian ini tidak dilakukan diskriminasi saat memilih pasien

penelitian. Semua pasien memiliki peluang yang sama masuk dalam kelompok

intervensi.

3.8.4 Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefit)

Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada agar

memberikan manfaat bagi responden. Keuntungan yang didapat oleh pasien dalam

penelitian ini adalah penurunan tekanan darah sebagai efek dari pemberian jus

buah mentimun sebagai salah satu bentuk terapi herbal/ komplementer.


45

DAFTAR PUSTAKA

American Hearth Association. (2010). Hearth disease and stroke statistic. Dallas
Texas: American Hearth Association.

Balitbang Kemenkes RI, (2013). Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Dalimartha, et all. (2008). Care Your Self Hipertensi. Penebar Plus : Jakarta

Dahlan, M. Sopiyudin. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel


dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Darma, (2015). Metodologi penelitian keperawatan. (pedoman melaksanakan dan


menerapkan hasil penelitan. Jakarta: CV Trans Info Media.

Depkes RI, (2017). Sebagian Penderita Hipertensi Tidak Menyadarinya.


DepkesRI.go.id diakses tanggal 2 Desember 2017

Dewi, S. dan Familia, D. (2010). Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus


Books. Jakarta

Ekawati, Rani, (2010). Terapi Hipertensi Menurunkan Tekanan Darah Tinggi dan
Mengurangi Resiko Serangan Jantung Dan Stroke, Qanita: Bandung.

Fikri. (2008). Mentimun, Murah menyegarkan. Diambil pada tanggal 18


Desember 2017 dari http://tabloidcempaka.com/2008/28/mentimun-
murahmenyegarkan/

Frankel, J. & Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate research in


Education,(second edition). New York : McGraw-Hill Inc

Gay, L. R. dan Diehl, P. L., (1992), Research Methods for Business and
Management, MacMillan Publishing Company, New York

Gunawan, Lany, (2001). Tekanan Darah Tinggi, Kanisius: Yogyakarta.

Hayens, B, dkk. (2003). Buku pintar menaklukkan Hipertensi. Jakarta : Ladang


Pustaka

Heart Org. (2015). 2015 New Hypertension Guidelines: PCNA Statement, Diakses
tanggal 12 Desember 2017 dari www.heart.org

Hembing, (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taaklukkan Penyakit, Niaga


Swadaya: Jakarta
46

Kemenkes RI, (2017). Mencegah dan Meng u76tg b vfes2werq`t 1qgontrol


Hipertensi Agar Terhindar dari Kerusakan Organ Jantung, Otak dan
Ginjal. Pusdatin Kemenkes: Jakarta

Kusnul, Z & Munir, Z. (2011). Efek Pemberian Jus Mentimun Terhadap


Penurunan Tekanan Darah. Di akses tanggal 16 Desember 2017

Lenny. (2008). Darah Tinggi/Hipertensi. Diambil pada tanggal 16 Desember


2017 dari http://infohidupsehat.com/?p=91

Machfoedz, Irham, (2009). Metodologi Penelitian, Fitramaya: Yogyakarta

Majalah Nirmala. (2008). Mentimun Si ’Dingin’ dengan 1001 Manfaat. Diambil


pada tanggal 16 Desember 2017 dari http://cybermed.cbn.net.id/
cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%
7C477

Mangoting, D. et al. (2008). Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar


Swadaya

Myrank. (2009). Awas, Bom Hipertensi. Diakses dari http://myrank.web.id


diunduh tanggal 16 Desember 2017.

Muhadi, (2016). JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

Muhammadun, A.S. (2010). Hidup Bersama Hipertensi, Yogyakarta: In-Books.

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Salemba Medika: Jakarta

Palmer, A. dan Williams, B. (2007). Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. EGC.
Jakarta

Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research: Generating and assessing
evidence for nursing practice. (9th ed). Philadelphia, PA : Lippincott
Williams & Wilkins.

Prahasta, Arief, (2009). Agrobisnis Mentimun, Pustaka Gravia: Bandung.

Sheps, S. G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi; Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.


Jakarta:Intisari Mediatama

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., and Cheever, K.H. (2010), Brunner &
Suddarth’s Textboox of Medical Surgical Nursing. 10th ed. Lippincott
Williams& Wilkins.
47

Soeryoko, Hery, (2010). Tanaman Obat Terpopuler Penurun Hipertensi,


Yogyakarta: Andi Offset.

Susilo dan Wulandari, (2011), Cara Jitu Mengatasi Hipertensi, Andi Offset:
Yogyakarta

White, L., Duncan, G. dan Baumle, W. (2013) Medical-Surgical Nursing: An


Integrated Approach, 3rd -ed. USA: Delmar, Cengage Learning.

Wiryowidagdo, S & Sitanggang, M. (2002). Tanaman Obat untuk Penyakit


Jantung, Darah Tinggi, dan Kolesterol. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Yundini. (2006). Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi. Diakses pada tanggal 17


Desember 2017 http://www.Mail-archive.comaboutHtm
48

LEMBARAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Nama saya Murni Simarmata, saya mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan


STIKes Flora Medan. Saya akan melakukan penelitian tentang pengaruh
konsumsi jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah tinggi (hipertensi) di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Labura. Tujuan penelitian ini merupakan
salah satu kegiatan untuk menyelesaikan tugas di Program Studi Keperawatan di
STIKes Flora Medan.

Bapak dan Ibu diharapkan dapat berpartisipasi dalam penelitian ini, jika Bapak
dan Ibu setuju maka diharapkan menandatangani lembaran persetujuan ini.
Partisipasi Bapak dan Ibu ini bersifat suka rela, sehingga setiap saat Bapak dan
Ibu bebas mengundurkan diri tanpa diberikan sanksi. Semua informasi yang
Bapak dan Ibu berikan tidak akan merugikan Bapak dan Ibu dan akan dijaga
kerahasiaannya dan hanya dipergunakan dalam penelitian ini

Demikian lembaran persetujuan ini saya buat. Atas bantuan dan partisipasi Bapak
dan Ibu dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Peneliti Labura, Januari 2018

(Murni Simarmata) ( )
49

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH KONSUMSI JUS MENTIMUN TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH TINGGI (HIPERTENSI) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUKARAME LABURA

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk pengisian isilah data dibawah ini dengan lengkap. Berilah tanda cek list
(√ ) pada tanda kurung yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat
ini.
Inisial Resonden : ...................... (diisi peneliti)
Umur :.................. Tahun
Suku :
□ Jawa □ Aceh
□ Batak □ Melayu
□ Padang □Lain-lain
Jenis Kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan
Agama :
□Islam □Hindu
□Kristen □Budha
□ Kepercayaan lain
Pendidikan terakhir :
□Tidak sekolah □SMU/ Sederajat

□SD/Sederajat □Diploma /Sarjana

□SMP/Sederajat □Magister
Pekerjaan :
□Pegawai swasta □Petani
□Wiraswasta □Ibu rumah tangga
□ Buruh/karyawan□ Pedagang
□ Pegawai negeri
50

INSTRUMEN PENELITIAN

SPO PEMBERIAN JUS BUAH MENTIMUN

Pengertian Pemberian jus buah mentimun, dimana 300 gram buah


mentimun segar dibagi 2 bagian 1 bagian dibuat jus untuk pagi
hari dan 1 bagian dibuat kembali menjadi jus untuk diminum
sore hari sehingga kondisi jus dalam keadaan segar. Untuk
pembuatannya mentimun dicuci bersih kemudian diparut
manual dan diperas airnya kemudian saring dan segera
diminum. jus buah mentimun diberikan 2 kali dalam sehari
pagi dan sore hari. Selama 1 minggu ( 7 hari).

Tujuan Menurunkan tekanan darah

Alat dan bahan 1. Buah mentimun segar


2. Parutan
3. Saringan
4. Gelas
5. Air Minum
6. Stetoskop
7. Tensimeter
8. Lembar observasi
Kebijakan Pemberian jus buah mentimun merupakan salah satu terapi
komplementer untuk menurunkan tekanan darah

Prosedur 1. Sebelum memulai tindakan


1) Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan
diberikan serta tujuan dan kegunaannya
2) Minta persetujuan pasien
3) Kaji data demografi pasien
2. Pelaksanaan
a. Sebelum dimulai pemberian jus buah mentimun peneliti
terlebih dahulu melakukan pretest berupa pengukuran
tekanan darah sistolik dan diastolik responden dengan
menggunakan alat tensimeter. Hasil pemeriksaan tersebut
dicatat di lembar observasi.
b. Kemudian peneliti langsung memberikan jus buah
mentimun sesuai dengan panduan pembuatan ramuannya
51

yang sudah disiapkan pada kelompok intervensi. Dimana


300 gram buah mentimun segar dibagi 2 bagian 1 bagian
dibuat jus untuk pagi hari dan 1 bagian dibuat kembali
menjadi jus untuk diminum sore hari. Sehingga kondisi jus
dalam keadaan segar. Untuk pembuatannya mentimun
dicuci bersih kemudian diparut manual dan diperas airnya
kemudian saring dan segera diminum.
c. Responden diberikan jus buah mentimun yaitu 2 kali dalam
sehari pagi dan sore hari. Selama 1 minggu ( 7 hari).
d. Kemudian peneliti memberikan reinforcement kepada
responden terhadap pencapaian target yang telah dilakukan
oleh responden.
e. Posttest dilakukan peneliti pada akhir minggu setelah
responden mengkonsumsi jus mentimun selama 1 minggu
intervensi dengan mengukur kembali tekanan darah sistolik
dan diastolik. Hasil pemeriksaan dicatat di lembar
observasi dan diamati terhadap adanya perubahan
f. Selama penelitian berlangsung kelompok kontrol tidak
mengkonsumsi jus buah mentimun

You might also like