You are on page 1of 23

A.

Definisi
Hipertensi menurut Caraspot merupakan peningkatan tekanan
sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan
diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan
darah diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara
95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105
dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg
atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).
Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama
dengan 95mmHg
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the
Detection and Treatment of Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan
darah yang mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120
mmHg), pada penderita hipertensi, yg membutuhkan
penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan
pembuluh darah).
B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac
output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi
atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan
tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan
mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga
terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan
darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).
Pathways
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing
Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas,
anemia.
Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi
tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji
aldosteronisme primer (penyebab)
Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi
Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal
tab, CAT scan.
e. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien

F. Komplikasi
Efek pada organ :
1. Otak
a. Pemekaran pembuluh darah
b. Perdarahan
c. Kematian sel otak : stroke
2. Ginjal
a. Malam banyak kencing
b. Kerusakan sel ginjal
c. Gagal ginjal
3. Jantung
a. Membesar
b. Sesak nafas (dyspnoe)
c. Cepat lelah
d. Gagal jantung
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat è Terapi tanpa obat digunakan sebagai
tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif
pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
b. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol
e. Menghentikan merokok
f. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis
dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-
lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
H. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
- Kelemahan
- Letih
- Napas pendek
- Gaya hidup monoton

Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan irama jantung
- Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner
/ katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
- Kenaikan TD
- Nadi : denyutan jelas
- Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
- Bunyi jantung : murmur
- Distensi vena jugularis
- Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
3. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
- Letupan suasana hati
- Gelisah
- Penyempitan kontinue perhatian
- Tangisan yang meledak
- otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
- Peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
5. Makanan / Cairan
Gejala :
- Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
- Mual
- Muntah
- Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
- BB normal atau obesitas
- Edema
- Kongesti vena
- Peningkatan JVP
- glikosuria
6. Neurosensori
Gejala :
- Keluhan pusing / pening, sakit kepala
- Episode kebas
- Kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
- Episode epistaksis
Tanda :
- Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )
- Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
- Perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
- nyeri hilang timbul pada tungkai
- sakit kepala oksipital berat
- nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala :
- Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
- Takipnea
- Ortopnea
- Dispnea nocturnal proksimal
- Batuk dengan atau tanpa sputum
- Riwayat merokok
Tanda :
- Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
- Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
- Sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
- Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
- Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
- Penggunaan obat / alkohol

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas
ventrikuler, iskemia miokard
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya
hipertensi yang diderita klien
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit
RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
penurunan curah
v Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
jantungberhubungan v Circulation Status § Evaluasi adanya nyeri dada (
denganpeningkatan v Vital Sign Status intensitas,lokasi, durasi)
afterload, vasokonstriksi, Kriteria Hasil: § Catat adanya disritmia
hipertrofi/rigiditas § Tanda Vital dalam rentang normal jantung
ventrikuler, iskemia (Tekanan darah, Nadi, respirasi) § Catat adanya tanda dan gejala
miokard § Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada penurunan cardiac putput
kelelahan § Monitor status
§ Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak kardiovaskuler
ada asites § Monitor status pernafasan
§ Tidak ada penurunan kesadaran yang menandakan gagal
jantung
§ Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi
§ Monitor balance cairan
§ Monitor adanya perubahan
tekanan darah
§ Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
§ Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
§ Monitor toleransi aktivitas
pasien
§ Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
§ Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital Sign Monitoring


§ Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
§ Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
§ Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
§ Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
§ Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
§ Monitor kualitas dari nadi
§ Monitor adanya pulsus
paradoksus
§ Monitor adanya pulsus
alterans
§ Monitor jumlah dan irama
jantung
§ Monitor bunyi jantung
§ Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
§ Monitor suara paru
§ Monitor pola pernapasan
abnormal
§ Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
§ Monitor sianosis perifer
§ Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
§ Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Intoleransi NOC : NIC :


aktivitasberhubungan v Energy conservation Energy Management
dengankelemahan, v Self Care : ADLs § Observasi adanya
ketidakseimbangan suplai Kriteria Hasil : pembatasan klien dalam
dan kebutuhan oksigen. § Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa melakukan aktivitas
disertai peningkatan tekanan darah, nadi
§ Dorong anal untuk
dan RR mengungkapkan perasaan
§ Mampu melakukan aktivitas sehari hari terhadap keterbatasan
(ADLs) secara mandiri § Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
§ Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
§ Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
§ Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
§ Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
Activity Therapy
§ Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
§ Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
§ Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social
§ Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
§ Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
§ Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
§ Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
§ Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
§ Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
§ Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
§ Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

3 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan peningkatan
v Pain Level, Pain Management
tekanan vaskuler serebral v Pain control, § Lakukan pengkajian nyeri
v Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
§ Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu menggunakan tehnik frekuensi, kualitas dan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, faktor presipitasi
mencari bantuan) § Observasi reaksi nonverbal
§ Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen nyeri § Gunakan teknik komunikasi
§ Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, terapeutik untuk mengetahui
frekuensi dan tanda nyeri) pengalaman nyeri pasien
§ Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
§ Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi respon nyeri
§ Tanda vital dalam rentang normal § Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
§ Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
§ Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi
nyeri
§ Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
§ Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
§ Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
§ Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
§ Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
§ Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
§ Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
§ Cek riwayat alergi
§ Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
§ Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
§ Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
§ Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
§ Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
§ Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
§ Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

4 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction


dengan krisis situasional selama 3 x 24 jam, cemas pasien§ Gunakan pendekatan yang
sekunder adanya hipertensi berkurang dengan kriteria hasil: menenangkan
yang diderita klien v Anxiety Control § Nyatakan dengan jelas
v Coping harapan terhadap pelaku
v Vital Sign Status pasien
§ Menunjukan teknik untuk mengontrol§ Jelaskan semua prosedur
cemas è teknik nafas dalam dan apa yang dirasakan
§ Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi selama prosedur
wajah tidak tegang § Temani pasien untuk
§ Mengungkapkan cemas berkurang memberikan keamanan dan
§ TTV dbn mengurangi takut
TD = 110-130/ 70-80 mmHg § Berikan informasi faktual
RR = 14 – 24 x/ menit mengenai diagnosis,
N = 60 -100 x/ menit tindakan prognosis
S = 365 – 375 0C § Dorong keluarga untuk
menemani anak
§ Lakukan back / neck rub
§ Dengarkan dengan penuh
perhatian
§ Identifikasi tingkat
kecemasan
§ Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
§ Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
§ Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
§ Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


berhubungan dengan
v Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
kurangnya informasi
v Kowledge : health Behavior § Berikan penilaian tentang
tentang proses penyakit Kriteria Hasil : tingkat pengetahuan pasien
§ Pasien dan keluarga menyatakan tentang proses penyakit
pemahaman tentang penyakit, kondisi, yang spesifik
prognosis dan program pengobatan § Jelaskan patofisiologi dari
§ Pasien dan keluarga mampu penyakit dan bagaimana hal
melaksanakan prosedur yang dijelaskan ini berhubungan dengan
secara benar anatomi dan fisiologi,
§ Pasien dan keluarga mampu menjelaskan dengan cara yang tepat.
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
§ Gambarkan tanda dan gejala
kesehatan lainnya. yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang
tepat
§ Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
§ Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
§ Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
§ Hindari harapan yang kosong
§ Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
§ Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
§ Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
§ Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
§ Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
§ Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
§ Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford:
Oxford University Press

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

You might also like