You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi Sistem Imun dan Hematologi

a. Timus

Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak bentuknya sangat
besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk aslinya pada masa puber.
Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. Pada orang dewasa sel T dibentuk
dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam kelenjar timus. 90-
95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan
timus masuk kedalam sirkulasi darah. Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran
darah dan dapt berperan terhadap diferensiasi sel T di perifer

b. Sumsum tulang

Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel induk.
Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah sel darah merah yang belun
matang dan sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit.. kemudian jika sel imatur
membelah akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darh merah, sel darah putih
atau trombosit.

c. Limpa

Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa terdiri dari dua
bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di pulp putih mula-mula
dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas
yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan
gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat
menakjubkan.

d. Nodus getah bening : limfa

Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi intel kepolisian yang
tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat juga kantor-kantor polisi dengan polisi
penjaga, yang juga dapat menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem
limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam sistem ini adalah limfosit.

e. Pembuluh limfe

Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena dan
sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe ke dalam ruang-ruang
jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan tengah karena merupakan saluran
antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-zat koloid.

Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :

1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra. Duktus torasikus ini merupakan
kumpulan pembuluh limfe yang berasal dari kepala kiri, leher kiri, dada sebelah kiri, bagian
perut anggota gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.

2. Duktus limfatikus dekstra, menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari kepala
kanan, leher kanan, dada kanan dan lengan sebelah kanan yang bermuara pada vena kava
subklavia dektra.

Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam
sirkulasi darah. Menyaring dan menghancurkan mikroorganismedan menghasilkan antibodi.

2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi

a. Gambaran Umum

Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah
semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan
sitokin/kemokin.Fungsi utama sistem imun adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba,
walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun
adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun
non spesifik dan spesifik.

b. Imunitas Non Spesifik

Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol
dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik
untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan
akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi
yang berulang.

B. DEFENISI

Filariasis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh cacing filaria. Filariasis disebut juga
Elephantiasis ( kaki gajah ).

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit
menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai
jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran
tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah
bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes
RI, 2005).

C. Epidemiologi Indonesia

Menurut Ditjen PP & PL Depkes RI ( 2009 ), Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus
bertambah. Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup tinggi.

Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis
adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan
Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku
Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang), dapat dilihat pada Gambar 2. Kejadian
filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan
provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian
untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya.

Menurut kabupaten, pada tahun 2009 tiga kabupaten dengan kasus terbanyak filariasis adalah
Aceh Utara (1.353 kasus), Manokwari (667 kasus) dan Mappi (652 kasus) yang dapat dilihat
pada Tabel 1. Tampak perbedaan jumlah kasus yang cukup besar di kabupaten Aceh Utara
dibandingkan dengan jumlah kasus pada kabupaten lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian
dan dicari kemungkinan penyebabnya. Diketahui 87% kabupaten/kota mempunyai kasus
klinis filariasis pada range 1-100 kasus, 5,9% kab/kota tidak memiliki kasus klinis filariasis,
5,2% pada range 101-200 kasus, 1,2% pada range 201-700 kasus dan 0,2% pada range >700
kasus.

D. Epidemiologi di Jambi

Penelitian mengenai epidemiologi filariasis telah dilakukan di lima Desa di Kecamatan


Pemayung Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi pada bulan April hingga Desember 2011.
Penelitian ini bersifat observasi, dengan disain potong lintang. Tujuan umum penelitian ini
untuk mengetahui epidemiologi penularan filariasis di Kecamatan Pemayung. Penelitian
dilakukan dalam bentuk tiga kegiatan yaitu pengamatan parasit, pengamatan nyamuk dan
kebiasaan masyarakat yang mendukung terjadinya penularan filariasis. Setelah dilakukan
pengambilan darah sebanyak 3 kali (untuk seluruh Desa) diperoleh jumlah penduduk yang
diperiksa sebanyak 538 orang. Jumlah yang positif mikrofilaria sebanyak 8 orang (Mf rate
1,5%) dengan kepadatan parasit antara 0,415-17,493 parasit darah dengan jenis Brugia
malayi. Hasil pemeriksaan darah pada 12 ekor kucing milik penduduk serta dua ekor kera,
ditemukan dua ekor kucing yang positif Brugia malayi di dalam darahnya.

Masih banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) yang kurang
baik dalam pencegahan penularan filariasis. Umumnya banyak masyarakat yang tidak
memproteksi diri saat keluar rumah pada malam hari dan tidak meminum obat filariasis yang
diberikan petugas sehingga berisiko tinggi untuk tertular filariasis

E. Etiologi

Menurut sudoyo ( 2006 ), Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di
saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah.
Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan
oleh tiga spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori

F. Patofisiologi

Menurut sudoyo ( 2006 ), perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh
getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria.
Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi
sel plasm, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang
mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang,
menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup
pembuluh getah bening.

Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh
limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi
parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan
dilatasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa
retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema.

Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit


mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α.
Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang
berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi
sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan
parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia
dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk
membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi
inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan
perjalanan yang kronis.

G. Klasifikasi

Menurut sudoyo ( 2006), Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh
tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:

1. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.

2. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel)
bila tungkai diangkat.
3. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.

4. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).

H. komplikasi

1. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena

2. Elephantiasis tungkai

3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina
dan payudara,

4. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:

pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di


antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan antara produksi
dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

5. Kiluria : kencing seperti susu

karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan
masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.

I. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala
lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandaidengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap
bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada
lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang
bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki
atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong
buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap
(Depkes RI, 2005).

Menurut simtomatologi filariasis terbagi menjadi 2 yaitu :


1. Stadium akut

Peradangan : limfangitis, funikulitis, epididimistis, setelah bekerja berat berlangsug 2 – 3


minggu disertai demam, sakit kepala, muntah, lesu, dan anoreksia

2. Stadium menahun

Terjadi hidrokel, limfaedema, dan elephanthiasis

J. Pemeriksaan diagnostik

Menurut sudoyo ( 2006 ), pemeriksaan diagnostik filariasis adalah

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita memperlihatkan
adanya cacing dewasa yang bergerak aktif di dalam pembuuh getah bening yang mengalami
dilatasi

3. Pemeriksaaan PCR untuk mendeteksi DNA W. Bancrofi sudah mulai dikembangkan.

4. Tes ELISA dan ICT untuk memeriksa antigen W. Bancrofit yang bersirkulasi.

5. Pemeriksaan serologi antibodi ( antibody subklas IgG4 ), digunakan untuk mendeteksi


W. Bancrofit.

K. Penatalaksanaan

Menurut sudoyo ( 2006 ), penatalaksanaan filariasis adalah

1. Perawatan umum

a. Istrahat ditempat tidur, pindah tempat kedaerah yang dingin akan megurangi derajat
serangan akut.

b. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi skunder dan abses

c. Pengikatan didaerah pembendungan akan mengurangi edema

2. Medis

Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis
bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman
dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal
yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit
pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien,
alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa
limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi
samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari
dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik.

Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan
untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu
atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan
pengobatan, maka diharapkan dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin)
yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.

DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral sesudah
makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan
diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diber

ikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat
atau dalam keadaan lemah.

Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari.
Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23 minggu.

Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut,
limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali
untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan
penanganan ahli bedah.

Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di daerah
pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian
dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran,
menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik
atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan
cairan tinggi
Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa cara
yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan
dosis rendah yang mampu menurunkan mf ratesampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta
masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil,
menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam
keadaan istirahat.

L Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis

Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang dapat
dilakukan adalah:

1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran


kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.

2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas
kesehatan.

3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.

4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.

5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat
tidur.

M. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis

Menyusul kesepakatan global pada tahun 1997, WHA yang menetapkan filariasis sebagai
masalah kesehatan masyarakat dan diperkuat dengan keputusan WHO pada tahun 2000 untuk
mengeliminasi fiariasis pada tahun 2020, Indonesia sepakat untuk melakukan program
eliminasi filariasis yang dimulai pada tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Menteri
Kesehatan nomor 612/MENKES/VI/2004 maka kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di
seluruh Indonesia melaksanakan pemetaan eliminasi filariasis gobal, pengobatan massal
daerah endemis filariasis, dan tata laksana penderita filariasis di semua daerah. Program
pelaksaan kasus filariasis ditetapkan sebagai salah satu wewenang wajib pemerintah daerah
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota. Kebijakan yang ditetapkan
dalam program pemberantasan filariasis adalah:

1. Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam


program pemberantasan penyakit menular.

2. Melaksanakan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan programeliminasi


filariasis limfatik global dari WHO yaitu memutuskan rantai penularan filariasis dan
mencegah serta membatasi kecacatan.

3. Satuan lokasi pelaksanaan (implementation unit) eliminasi filariasis


adalah Kabupaten/Kota.

4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan negara.

5. Strategi yang dilakukan dalam mendukung kebijakan dalam program

pemeberantasan filariasis adalah:

1. Memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal di daerah endemis


filariasis.

2. Mencegah dan membatasasi kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klinis filariasis.

3. Pengendalian vektor secara terpadu.

4. Memperkuat kerjasama lintas batas daerah dan negara.

5. Memperkuat survailans dan mengembangkan penelitian.

N. ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva
stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat
hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.

b. Aktifitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.


Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD,
frekuensi jantung)

c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler.

d. Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa,
dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.

e. Integumen

Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.

f. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan

Tanda : Turgor kulit buruk, edema.

g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan otot.

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.

i. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.

Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.

j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang,
berkeringat malam.

Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.


k. Seksualitas

Gejala : Menurunnya libido

Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis

l. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.

Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

m. Pemeriksaan diagnostik

Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan
rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah
mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi
pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

2. Diagnosa keperawatan

a) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening

b) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe

c) Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik

d) Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh

e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit

KASUS PEMICU FILARIASIS

Tn. M umur 45 thn, bekerja sebagai petani, tinggal dibatangahari, dirawat di RS D dengan
keluhan utama demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam
akan muncul lagi ketika bekerja berat. Klien mngatakan merasa nyeri, panas, sakit yang
menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki, dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang
lebih 5 menit, nyeri terasa terulang-ulang, klien mengatakan sulit untuk mengerakan kakinya
saat beraktivitas, dan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas sendiri.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N 110 x/mnt, RR 24x/mnt, S
38,50 C, akral teraba dingin, badan teraba hangat, klien tampak lemah, lemas, mukosa bibir
klien tampak kering, kekuatan otot 2, tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi, kaki klien
tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting edema (+), klien mengatakan panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak meringgis ketika berjalan,
nyeri bertambah saat kaki klien bergerak. Hasil laboratorium Hb 10,8 gr/dl, leukosit
12.000/mm3, Ht 36,80%, trombosit 423.000/mm3, eosinofil 20%, basofil 4 %, netrofil batang
40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1 %.

Dan hasil pemeriksaan darah jari ditemukan parasit M. Filaris yang inti tubuh berekor, ujung
ekor runcing dan berinti serta tubuh transfaran.

A. Pengkajian

Unit : RS. D Tanggal masuk : 19 / 11 / 13

Ruang /kamar : III/a Tanggal pengkajian : 20 / 11 / 13

1. Identitas klien

a. Nama : Tn. M
b. Umur : 45 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Agama : islam
e. Suku/bangsa : melayu
f. Alamat : batanghari

2. Data medik

Diagnosa medik

Saat masuk : Filariasis

Saat pengkajian : Filariasis

3. Alasan masuk rumah sakit

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam
hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
4. Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)

Klien mengatakan merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah
ujung kaki, Nyeri terasa berulang-ulang, dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang lebih 5
menit. demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan
muncul lagi ketika bekerja berat, akral teraba dingin, badan teraba hangat, mukosa bibir klien
tampak kering

5. Riwayat Kesehatan Klien

a. Riwayat kesehatan masa lalu : Klien belum pernah dirawat di Rumah sakit dengan
penyakit ini.
b. Riwayat kesehatan keluarga : Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan klien, hubungan klien dengan keluarga lain
baik, klien tinggal dengan suami dan anak.

6. Kebiasaan Sehari-Hari

a. Nutrisi - cairan

keadaan sebelum sakit : nafsu makan baik, frekuensi makan 3x/hari dan makanan selalu
dihabiskan, klien minum air putih 8 gelas/hari (1500 cc) atau lebih jika bekerja di ladang.

Keadaan sejak sakit : nafsu makan berkurang, frekuensi makan 3x/hari, jumlah makan yang
masuk kurang dari satu porsi, klien minum air putih 7-8 gelas/hari (1500 cc).

b. Eliminasi

Keadaaan sejak sakit : frekuensi BAB klien/24 jam 1 kali biasanya pada pagi hari, warna
feses kuning dengan konsitensi lunak. Sedangkan frekuensi BAK/24 jam 3-5 kali (1200 cc),
dengan warna urine kuning serta bau yang khas.

c. Aktivitas - latihan

Keadaan sejak sakit :aktivitas perawatan diri klien seperti makan, mandi, berpakaian,
kerapian, BAB, BAK klien lakukan secara mandiri serta mobilisasi ditempat tidur dan
ambulasi pun dilakukan sendiri, Namun demam akan muncul lagi ketika bekerja berat, nyeri
klien akan bertambah saat kaki klien bergerak.

d. Tidur dan istirahat


Keadaan sejak sakit : klien ada tidur siang kurang lebih sekitar 11/2 jam, tidur malam kurang
lebih sekitar 7 jam, sebelum tidur kebiasaan klien sering nonton TV, ekspresi wajah
mengantuk (-) , tampak menguap (-).

7. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : K/U klien tampak sakit sedang.

b. Tanda – tanda vital

Kesadaran klien : Composmentis GCS 15 (E3 M6 V5), dengan : TD : 130/90 mmHg, RR :


24x/menit, S: 38,5ºC, N: 110x/menit.

c. Antropometri

lingkaran tangan atas : 24 cm, lipat kulit triceps: 18,5cm, TB : 172 cm, BB : 61 kg, IMT :
20, 6 kg/m2

*ket : IMT : BB/ (TB)2

d. Kepala

Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, kulit kepala klien bersih, distribusi rambut tebal
,tidak ada lesi maupun benjolan, nyeri kepala (-).

e. Mata

Ketajaman penglihatan normal, alis mata simetris, bulu mata berwarna hitam, dan simetris,
kelopak mata klien normal, isokor, sclera jernih/putih, konjungtiva anemis, palpebra
berwarna normal, pandangan mata tampak jelas, mata klien tidak ada peradangan serta pasien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan.

f. Hidung

Bentuk hidung mancung, struktur dalam hidung klien merah muda, infeksi (-), perdarahan

(-), fungsi penciuman klien baik.

g. Mulut

Bentuk bibir simetris atas dan bawah, mukosa bibir klien tampak kering dan pucat, gigi klien
bersih, fungsi mengunyah dan bicara klien baik, bau mulut klien khas, klien tidak
menggunakan gigi palsu.
h. Telinga

Struktur luar telinga klien: warna sama dengan warna kulit sekitar, tidak ada pembengkakan
pada tulang mastoid. Struktur dalam: selumen ada, lesi tidak ada, fungsi pendengaran normal.

i. Leher

Tidak adanya pembengkakan kelenjar getah bening, kelenjar tiroid normal, pergerakan leher
normal, kaku kuduk (-), nyeri (-).

j. Dada

I : bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan.

P : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal

P : Disaat perkusi sonor

A : Suara nafas vesikuler

k. Kardiovaskuler

I : bentuk jantung simetris dan tidak ada lesi.

P : Denyut nadi perifer teraba melemah, ictus kordis teraba.

P : Perkusi terdapat bunyi pekak

A : Bunyi jantung normal Lub Dub (tidak ada bunyi tambahan), biasanya S1 terdengar
lebih keras dari pada S2, namun nada S1 lebih rendah sedangkan S2 tinggi. Jarak antara
bunyi lub dan dub sekitar 1 detik / kurang.

l. Abdomen

I : Tidak terdapat lesi, dan perut pasien tidak membuncit.

A : Bising usus normal ( 6 - 12 x /menit )

P : Tidak teraba masa.

P : Perkusi terdengar : Tympani

m. Muskuloskeletal
terdapat peradangan, Tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi dan kekuatan otot 2 yaitu
gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan pada kaki sebelah kanan

Ket :

0 : Paralisis sempurna.

1 : tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat.

2 : gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan.

3 : gerakan yang normal melawan gravitasi.

4 : gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan gravitasi dan menahan

tahanan minimal.

5 : kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan

penuh.

n. Keadaan neurologi

Kesadaran klien composmetis ( GCS 15 : E 4, V 5, M 6 ),

o. Sensasi Terhadap Rangsang

Sensasi klien terhadap suhu, raba dan nyeri normal.

p. Kulit

Warna kulit sawo matang, turgor jelek, kelembaban tidak lembab (kering), suhu kulit
38,50c, klien tampak pucat, keadaan kuku pendek, kebersihan kuku bersih.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 19 November 2013

Laboratorium Darah :

 White Blood Cell : 12.000mm³ ( 4000 – 11000 / 5000 – 10000 )


 Trombosit :432.000/ml³ (150.000–450.000/mm3 /150 – 300 103/mm3)
 Hemoglobin : 10,8 gr/% ( P : 14 - 18 gr dan W : 12 - 16 gr )
 Hematokrit : 36,80 % (37-47 % )
 eosinofil : 20% (1-3 )
 basofil : 4% (0-1 )
 netrofil batang : 40% (2-6 )
 netrofil segmen : 20% (50-70)
 limfosit :15% (20-40)
 monosit : 1% (2-8)
 Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit → Mikrofilaria : inti tubuh
teratur, ujung ekor uncinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh transparan à W.
bancrofti.

B. ANALISA DATA

Nama : Tn. M

Umur : 45 tahun

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Ds :

- Klien mengatakan terasa panas dan Adanya Nyeri


sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah Peradangan pada
ujung kaki sebelah kanan kelenjar limfe

- Klien mengatakan kaki sebelah


kanannya membesar

- Klien mengatakan nyeri bertambah jika


kaki yang membesar bergerak.

- Klien mengatakan nyeri terasa


berulang-ulang

Do :

- Klien tampak meringis ketika berjalan.

- Skala nyeri 7

- nyeri tekan (+)


- non pitting oedema (+)

- N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/90


mmHg

- Kaki klien tampak membesar sebelah


(kanan)

2 Ds:

- Klien mengatakan demam berulang Adanya Inflamasi Peningkatan


selama 4 hari pada kelenjar getah suhu tubuh
bening
- Demam hilang bila beristirahat dan
muncul ketika kembali bekerja berat.

- Klien mengatakan terasa panas dan


sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah
ujung kaki.

Do :

- Suhu 38,5°c

- TD 130/90 mmHg

- Leukosit 12.000 mm3

- Wajah klien tampak memerah

- badan klien teraba hangat

- akral teraba dingin

- klien tampak lemah, lemes

- mukosa bibir klien tampak kering

- konjugtiva anemis

3 Ds :

- Klien mengatakan terasa panas dan Adanya Gangguan


sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung pembengkakan pada mobilitas fisik
kaki kelenjar limfe di
daerah tungkai
- Klien mengatakan nyeri bertambah jika
(inguinal) kanan
kaki yang sakit dibawa bergerak.

- Klien mengeluh sulit mengerakan kaki


yang besar sebelah

Do :

- Kaki klien tampak besar sebelah


(kanan)

- Klien tampak susah berjalan.

- Klien tampak meringis saat berjalan.

- Kekuatan otot 2

- Tonus otot buruk

- Terdapat kekakuan sendi

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan Adanya Peradangan pada kelenjar limfe, yang ditandai
dengan Ds : Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke
arah ujung kaki, Klien mengatakan kaki nya besar sebelah (kanan), Klien
mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak, dan Klien
mengatakan nyeri terasa berulang-ulang. Sedangkan Do : Klien tampak meringis
ketika berjalan, Skala nyeri 7, nyeri tekan (+), non pitting oedema (+), N: 110
x/i, RR 24x/i, TD 130/90 mmHg, dan Kaki klien tampak membesar sebelah (kanan)
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah
bening, yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan demam berulang selama 4
hari, Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat, dan
Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung
kaki. Sedangkan Do : Suhu 38,5°c, TD 130/90 mmHg, Leukosit 12.000 mm3 ,
Wajah klien tampak memerah, badan klien teraba hangat, akral teraba dingin,klien
tampak lemah, lemes, dan mukosa bibir klien tampak kering.
3. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar
limfe di daerah tungkai (inguinal), yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan
terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki, Klien mengatakan
nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak., dan Klien mengeluh sulit
mengerakan kaki yang besar sebelah. Sedangkan Do : Kaki klien tampak besar
sebelah (kanan), Klien tampak susah berjalan, Klien tampak meringis saat
berjalan, Kekuatan otot 2, Tonus otot buruk, dan Terdapat kekakuan sendi.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Tn. M

Umur : 45 tahun

Perencanaan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan
Intervensi Rasional

1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan Mandiri :


denganadanya tindakan
1. Kaji keluhan nyeri, 1. Mengindikasikan
Peradangan pada keperawatan
perhatikan kebutuhan untuk
kelenjar limfe. diharapkan Nyeri
lokasi,intensitas,dan intervensi dan juga
berkurang /
frekuensi. tanda-tanda
menghilang
perkembangan.
KH: 2. Lakukan tindakan 2. Meningkat kan
faliatif misalnya relaksasi/menurun
-Tanda tanda vital
perubahan kan tegangan otot.
normal/stabil.
posisi,masase,
- Klien tampak rentang gerak pada
tenang sendi yang sakit.
3. Berikan kompres 3. Dapat
hangat atau lembab menghilangkan
pada daerah nyeri. nyeri dan
meningkatkan
relaksasi serta
menurun kan
tegangan otot.
4. Ajar kan klien untuk 4. Dapat mengurangi
memggunggkap kan ansietas dan rasa
perasaan /rasa sakit takut sehingga
yang di rasakan mengurangi
persepsi akan
intensitas rasa sakit
Kolaborasi :

1. Berikan analgesik 1. Dapat mengurangi


sesuai indikasi. rasa nyeri.

2 Peningkatan suhu tubuh Setelah dilakukan Mandiri :


berhubungan tindakan
1. Pantau suhu tubuh 1. Suhu 38 samapi
denganAdanya keperawatan
pasien perhatikan 41,1 menujukan
Inflamasi pada kelenjar diharapkan ada
adanya adanya infeksius
getah bening
Perubahan suhu mengiggil/diafores. akut.
dalam batas 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan
normal lingkungan, /jumlah selimut
batasi/tambahkan harus di ubah
KH:
linen tempat tidur untuk
·Tidak mengalami sesuai indikasi. mempertahankan
komplikasi suhu mendekati
yangberhubungan normal.
. 3. Berikan kompres 3. Dapat membantu
mandi hangat hindari mengurangi
· Tanda
penggunaan alkohol. demam,
tanda vital
Pada daerah frontalis penggunaan air es/
normal.
dan aksila. aklhokol mungkin
· Leukosit
menyebabkan
normal
kedinginan,
peningkatan suhu
secara actual.

4. Berikan selimut 4. Di gunakan untuk


pendingin. mengurangi
demam umumnya
lebih besar dari
39,5°csampai 40°c
pada waktu terjadi
kerusakan/
gannguan pada
otak.
5. Dengan pakaian
5. Anjurkan klien
tipis dan menyerap
memakai pakaian
keringat maka
tipis dan mudah
akan mengurangi
menyerap keringat.
penguapan

Kolaborasi:
1. Digunakn untuk
1. Berikan antipiretik,
mengurangi
Misal nya aspirin
demam dengan
asetaminofen
aksi sentral nya
kepada
hipotalamus.

3 gangguan mobilitas Setelah dilakukan Mandiri :


fisik berhubungan tindakan
1. Periksa kembali 1. Mengidentifikasi
dengan Adanya keperawatan
kemampuan dan kerusakan
pembengkakan pada diharapkan
keadaan secara kemungkinan
kelenjar limfe di daerah Mempertahankan
kondisional pada kerusakan secara
tungkai (inguinal). /meningkatkan
kerusakan yang ter fungsional dan
kekuatan dan
jadi. mempegaruhi
fungsi bagian
pilihan intervensi
tubuh yang sakit yang akan
dilakukan.
/ kompensasi.

2. Perubahan posisi

KH : 2. Atur posisi tertentu yang teratur

untuk menghindari menyebakan


· Kaki klien
kerusakan karna penyamaran
tidak lagi
tekanan,ubah posisi terhadap berat
mengalami
pasien secara teratur badan dan
pembesaran
dan buat sedikit meningkatakan
· Nadi normal perubahan posisi sirkulasi pada

antara waktu bagian tubuh.


· RR normal
perubahan posisi
tersebut.
3. Memperhatikanmo
3. Berikan atau bantu
bilisasi dan fungsi
klien untuk
sendi /posisi
melakukan latihan
normal ekstermitas
rentang gerak.
dan menurunkan
terjadinya vena
yang statis.
4. Keterlibatan pasien
4. Tingkat kan aktivitas
dalam perencanaan
dan partisipasi dalam
dalam kegiatan
merawat diri sendiri
adalah sangat
sesuai kemampuan
penting dalam
klien .
meningkatkan
kerjasama pasien
untukkeberhasilan
dari suatu program
tersebut.
Kolaborasi:
1. Dapat
1. Memberikan obat
sesuai dangan menghilangkan
indikasi misalnya rasa nyeri sehingga
aspirin. mempermudah
klien untuk
melakukan
aktivitas secara
mandiri
KESIMPULAN

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau
kronik

Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga
spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori

Diagnosa keperawatan pada klien Tn. M ( 45 thn ) yang dapat diangkat adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan Adanya Peradangan pada kelenjar limfe.


2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah
bening.
3. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar
limfe di daerah tungkai (inguinal).
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes C Marilym. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Price S.A Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarata: EGC

Smeltzer C Suzanne. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
FKUI

Syaifudin. (2006). Anatomi Fisioloi; untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC

You might also like