You are on page 1of 16

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG SISTEM

MUSKULOSKELETAL
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Sinar – X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X
multipel diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X
korteks tulang dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan dan tanda iregularitas.
Sinar – X sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan
struktur sendi
2. CT Scan (Computed Tomografi Scan)
Menunjukkan rincian bidang tertentu dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cedera ligamen atau tendon. CT Scan digunakan untuk mengindentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi, seperti asetabulum. Pemeriksaan
dilakukan bisa dengan atau tanpa kontras dan berlangsung sekitar satu jam.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas, misal tumor atau penyempitan jaringan
lunak. Klien yang mengenakan implant logam atau pacemaker tidak bisa menjalani
pemeriksaan ini. Perhiasaan harus dilepas, klien yang klaustrofobia biasanya tidak mampu
menghadapi ruangan tertutup tanpa penenang.
4. Angiografi
Pemeriksaan sisitem arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke dalam arteri
tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut.
Pemeriksaan ini sangat baik untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk indikasi
tindakan amputasi yang akan dilaksanakan. Perawatan setelah dilakukan prosedur yaitu klien
dibiarkan berbaring selama 12-24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan
untuk melihat adanya pembengkakan, perdarahan dan hematoma serta nya pantau ekstremitas
bagian distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
5. Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi komputer untuk menggambarkan sistem arteri melalui kateter vena.
Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk
mendeteksi adanya trombosis vena dalam
6. Mielografi
Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam rongga subarakhnoid
spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus, stenosis spinal
(penyempitan kanalis spinalis) atau adanya tumor. Sementara, diskografi adalah pemeriksaan
diskus vertebralis dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam diskus dan dilihat
distribusinya

7. Arthrografi
Penyuntikkan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat struktur
jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran pergerakannya sementara
diambil gambar sinar-X serial. Pemeriksaan ini sangat berguna untukmengidentifikasi adanya
robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul dan
pergelangan tangan. Bila terdapat robekan bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar
sendi dan akan terlihat dengan sinar-X. Perawatan setelah dilakukan artrogram, imobilisasi
sendi selama 12-24 jam dan diberi balut tekan elastis. Tingkatkan kenyamanan klien sesuai
kebutuhan
8. Arthrosentesis (aspirasi sendi)
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan atau untuk
meghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya, cairan sinovial adalah jernih dan volumenya
sedikit. Cairan sinovial lalu diperiksa secara makroskopis terkait dengan volume, warna,
kejernihan, dan adanya bekuan musin. Secara mikroskopis diperiksa jumlah sel, identifikasi
sel, pewarnaan Gram, dan elemen penyusunannya. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk
mendiagnosis reumatoid artritis dan atrofi inflamasi, serta hemartrosis (perdarahan di rongga
sendi) yang mengarah pada trauma atau kecenderungan perdarahan.

9. Arthroskopi
Merupakan prosedur endoskopi yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam sendi.
Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi dan memerlukan anestesi lokal atau umum
sebelumnya. Jarum bor besar dimasukkan dan sendi direnggangkan dengan salin. Artroskop
kemudian dimasukkan dan struktur sendi, sinovium dan permukaan sendi dapat dilihat.
Perawatan yang dilakukan setelah tindakan adalah dengan menutup luka dengan balutan
steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan untuk menghindari pembengkakan. Kompres es
diberikan untuk mengurangi edema dan rasa tidak nyaman.
10. Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang “mengambil” isotop radioaktif khusus
tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem tersebut. Pemindai dilakukan empat sampai enam
jam setelah isotop diinjeksikan. Derajat ambilan nuklida berhubungan langsung dengan
metabolisme tulang. Peningkatan ambilan tampak pada penyakit primer tulang
(osteomielitis) dan pada jenis patah tulang.
11. Termografi
Mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti artritis dan
infeksi, neoplasma harus dievakuasi. Pemeriksaan serial berguna untuk mendokumentasikan
episode inflamasi dan respons klien terhadap terapi pengobatan antiinflamasi.
12. Elektromiografi
Memberi infoemasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang menyarafi. Tujuannya
adalah menentukan abnormalitas fungsi unit motor end. Setelah tindakan berikan kompres
hangat untuk mengurangi ketidaknyamanan.
13. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda
Uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada pergelangan tangan atau
tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan menggunakan alat densitometri.
14. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium serta untuk
membantu menentukan penyakit tertentu. Tindakan yang dilakukan setelah pelaksanaan
prosedur adalah memantau adanya edema, perdarahan dan nyeri. Kompres es dapat diberikan
untuk mengurangi edema, bahkan pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah dan urine pasien dapat memberikan informasi mengenai masalah
musculoskeletal primer, atau komplikasi yang terjadi sebagai dasar acuan pemberi terapi.
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin (biasanya lebih rendah apabila terjadi
perdarahan karena trauma), dan hitung darah putih. Sebelum dilakukan pembedahan, periksa
bekuan darah untuk mendeteksi kecenderungan pendarahan. Karena tulang merupakan
jaringan yang sangat vaskuler.
Pemeriksaan kimia darah memberikan data mengenai berbagai macam kondisi
muskuloskeletal, kadar kalsium serum berubahpada osteomalasiya fungsi paratiroit, penyakit
paget, tumor tulang metastasis, dan pada imobilisasi lama. Kadar fosfor serum berbanding
terbalik dengan kadar kalsium dan menurun pada rikets yang berhubungan dengan sindrom
malapsorpsi. Fosfatase asam meningkat pada penyakit paget dan kangker metastasis.fosfatase
alkali meningkat selama penyembuhan patah tulang dan pada penyakit pada peningkatan
aktifitas osteoblas.
Metabolisme tulang dapat dievaluasi melalui pemeriksaan tiroid dan penentuan kadar
kalsitosin, gormon paratiroid, dan vitamin D. kadar enzim serum keratin kinase (CK) dan
serum glumatic-oxaloacetic transeminase (SGOT, aspartae aminotransferase) meningkat pada
kerusakan otot. Aldolase meningkat pada penyakit otot (mis. distrofi otot dan nekrosis oto
skelet). Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (disfungsi paratiroid, tumor
tulang metastasis, myeloma multiple).

Daftar Pustaka:
Lukman, Ningsih Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Patofisiologi gangguan sistem muskulo akibat infeksi,


degenaratif, trauma dan metabolik
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep gerak tidak hanya diartikan sebagai perpindahan tempat saja akan tetapi gerakan
dari bagian-bagian tubuh disebut juga sebagai suatu gerakan. Contohnya, pada saat kita menulis,
kita tidak berpindah tempat hanya tangan kita saja yang bergerak. Pada saat kita menulis, kita
dikatakan juga sedang bergerak.

Manusia bergerak berpindah tempat atau hanya menggerakkan bagian tubuhnya saja sesuai
dengan keinginananya. Gerakan tubuh manusia terjadi karena adanya kerjasama antar tulang dan
otot. Tulang tidak mempunyai kemampuan untuk menggerakkan dirinya, oleh karena itu tulang
disebut sebagai alat gerak pasif. Sedangkan otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan
berelaksasi sehingga dapat menggerakkan tulang, oleh karena itu otot disebut sebagai alat gerak
pasif.

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan
tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai
kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah
bagian tubuh yang terdiri dari tulang – tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan
bentuk, sikap dan posisi. Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh. Sistem
muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang
tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh
tulang-tulang kostae (iga).

Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas secara lebih rinci mengenai patofisiologi
gangguan sistem muskuloskeletal akibat infeksi, degeneratif, trauma dan gangguan metabolik.
A. Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi (Osteomielitis)

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi
jaringan jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling
jaringan tulang mati) (Kholid Rosyidi: 2013).

Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia
coli. Pada hakekatnya, osteomielitis dapat terjadi karena infeksi yaitu masuknya kuman patogen
kedalam tulang bisa juga masuk melalui penyebaran oleh darah. Infeksi pertama dimulai pada
methapisi ( bagian tulang di sebelah lempengan tulang rawan epifisis ). Penyebarannya dapat
disepanjang cavum medularis dan melalui korteks untuk menimbulkan suatu abses subperiosorum.
Akibatnya infeksi tersebut dapat menimbulkan inflamasi jaringan dan peningkatan vaskularisasi
sehingga terbentuk edema menyebabkan kematian jaringan tulang dan menimbulkan abses pada
tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih jarang harus
dilakukan insisi dan drainase oleh para ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk jaringan mati namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang hati (
sequestrum ), tidak mudah mencair dan mengalir keluar, yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi
pertumbuhan tulang baru. Patofisiologi meliputi sebagai berikut :

1. Osteomilitis hematogen akut.

 Kuman masuk ke dalam melium menyebar ke seluruh tulang.

 Kuman menuju korteks menembus lapisan korteks timbul abses supreteal keluar melalui ulkus menoris
lalu meluas keseluruh bagian dan bisa menjadi petrel permukaan kulit.

 Kuman masuk ke arah sendi sehingga terjadi arthtritis septik (Kholid Rosyidi: 2013).
2. Osteomilitis Kronik

Selanjutnya tergantung pada askemi yang terjadi pada masa akut, bila peredaran darah berkurang
masa osteobala akan meletakkan osteod sehingga peredaran darah tidak terjadi dan tulang mati
mengandung kuman sekuesterum yang akan dibungkus oleh involokrom yang ditembus oleh saluran
untuk keluarnya pus, daerah terselubung ini dapat menjadi tenang tetapi sewaktu dapat aktif lagi
(Kholid Rosyidi: 2013).

PATHWAY OSTEOMILITIS

B. Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degenaratif (Osteoarttritis)

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif
lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan
degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.

Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks
di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu


misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya
akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya
mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi
atau nodulus. (Soeparman ,1995)

PATHWAY OSTEOARTHRITIS
C. Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Metabolik (Osteomalasia)

Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya


mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada
orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah
dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap
(komplit).

Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral.
Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi,
gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan vitamin D.

Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan dengan kalsium yang jelek
terutama akibat kemiskinan, tetapi memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai
nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering terjadi dibagian dimana vitamin D tidak
ditambahkan dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar
matahari.

Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan
kalsium yang berlebihan dari tubuh. Kelainan GI dimana absorpsi lemak tidak memadai sering
menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui
feces dalam kombinasi dengan asam lemak.

PATHWAY OSTEOMALASIA
D. Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma ( Fraktur)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya
trauma. (Lukman, Nurma Ningsih. 2012).

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Proses penyembuhan tulang


Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh
untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung
patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang yaitu :

1. Stadium satu – pembentukan hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk
fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sma sekali.

2. Stadium dua – proliferasi seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum, endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadilah proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium tiga – pembentukan kalus

Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan
yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium empat – konsolidasi

Bila aktivitas osteoklas dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem
ini sekarang cukup kaku dan mungkin osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur,
dan tepat dibelakangnya osteoklas mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium lima – Remodelling

Fraktur telah di jembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun,
pengelasan kasar ini di bentuk tulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus
menerus. Lamellae yang lebih tebal di letakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding
yang tidak di kehendaki di buang, rongga sumsum di bentuk dan akhirnya di bentuk struktur yang
mirip dengan normalnya.
PATHWAY FRAKTUR

DAFTAR PUSTAKA

Rosyidi Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL. Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA


Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

Nasar Made, Himawan Sutisna. 2010. BUKU AJAR PATOLOGI II (KHUSUS) Edisi Ke-1. Jakarta : CV
Sagung Seto

Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

http://akper-alikhlas.com/wp-content/uploads/2016/02/ASUHAN-KEPERAWATAN-GANGGUAN-
SISTEM-MUSKULOSKELETAL.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-ranumhapsa-5402-2-babii.pdf

Sistem muskuloskeletal penting terkait fungsi lokomotorik atau


gerak anggota badan. Terdiri atas jaringan otot, tulang dan
persendian.

Kelompok obat (yang biasa digunakan) pada sistem


muskuloskeletal misalnya :

1. Vitamin
2. Mineral
3. Analgetik dan Antireumatik
4. Antiinflamasi steroid dan non steroid
5. Antibiotik
6. Antineoplastik (sitostatika)

1. Vitamin
Adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk
berbagai reaksi metabolisme dan mempertahankan kesehatan.
Sumber : bahan makanan dan obat
Vitamin A, D, E, K

 Diabsorpsi sejalan absorpsi lemak


 Defisiensi asam empedu, ikterus & enteritis mengakibatkan
defisiensi vitamin
 Berpengaruh pada permeabilitas membran sel, bekerja sebagai
oksidator atau reduktor, koenzim
 Disimpan di hati, ekskresi melalui feses

Vitamin D

 Sumber : minyak ikan, ragi, jamurdan provitamin D yang disintesa


kulit oleh sinar ultraviolet sinar matahari (terutama pagi hari )
diubah menjadi Vit D
 Fungsi : pengatur kalsium dan fosfat plasma serta
mempertahankan fungsi neuromuskular
 Jika defisiensi dapat terjadi gangguan pertumbuhan tulang :
penyakit Rakhitis ( pada anak / bayi ) dan osteomalasia ( pada
dewasa )

2. Mineral

 Tubuh membutuhkan 13 unsur penyusun dan pendukung


metabolisme berupa : 7 dalam jumlah banyak dan 6 “trace
elements” ( Fe, Cu, Mn, I, Co, Zn )
 Ca (kalsium) dan P (fosfor) merupakan mineral terbanyak pada
tulang , Sumber : susu, telur . Dipengaruhi : vit D. Penyimpanan :
tulang . Pengaturan metabolismenya oleh hormon paratiroid

3. Analgetik dan Antireumatik.

 Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang


mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa meghalangi
kesadaran.
 Antireumatik ditujukan untuk gangguan peradangan pada jaringan
lunak juga persendian.
 Antipiretik adalah zat-zat yg dapat mengurangi suhu tubuh.
 Obat analgetik antipiretik serta Obat Anti Inflamasi non Steroid
(OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimia.Obat-obat ini ternyata
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Kesamaan efek terapi dan efek samping berdasarkan atas
penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
 Prototipe obat golongan ini adalah aspirin. Karena itu, banyak
golongan dalam obat ini sering disebut obat mirip aspirin (Aspirin-
like drugs)
Atas kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu:

1. Analgetik Perifer (non narkotik). Terdiri dari obat-obat yang tidak


bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
2. Analgetik Narkotik. Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri
hebat, seperti fraktur dan kanker.

4. Antiinflamasi
Antiinflamasi adalah obat atau zat-zat yang dapat mengobati
peradangan atau pembengkakan.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

1. Turunan asam salisilat : Aspirin, salisilamid,diflunisal.


2. Turunan 5-pirazolidin : Fenilbutazon, Oksifenbutazon.
3. Turunan asam N-antranilat : Asam mefenamat, Asam flufenamat
4. Turunan asam arilasetat : Natrium diklofenak, Ibuprofen,
Ketoprofen.
5. Turunan heteroarilasetat : Indometasin.
6. Turunan oksikam : Peroksikam, Tenoksikam.

5. Antibiotika

 Adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang


mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh
bakteri

6. Antineoplastik (sitostatika /kemoterapi)


Kemoterapi (Eng: chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia
untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modern, istilah ini
hampir merujuk secara khusus kepada obat sitostatik yang
digunakan untuk melawan kanker (antineoplastik).
Kemoterapi untuk kanker

 Biasanya kemoterapi berupa kombinasi dari obat yang bekerja


bersama khususnya untuk membunuh sel kanker.
Mengkombinasikan obat yang memiliki mekanisme aksi yang
berbeda saat di dalam sel dapat meningkatkan pengrusakan dari sel
kanker & mungkin dapat menurunkan resiko perkembangan kanker
yang resisten terhadap salah satu jenis obat.
 Prinsip antikanker : Membunuh sel yang sedang dalam proses
membelah diri

Klasifikasi Obat Antikanker

1. Alkilasi polifungsional, contoh : busulfan, cyclophosphamide,


mecchlorethamine, melphalan, thiotepa
2. Antimetabolit, contoh : azazitidine, cytarabine, fluorouracil,
mercaptopurine, methotrexate, thioguanine
3. Alkaloid tanaman, contoh : vincristine, vinblastine, paclitaxel
4. Antibiotik, contoh : dactinomycin, daunorubicin, doxorubicin,
licamycin, mitomycin
5. Agen hormonal
6. Lain-lain: asparaginase, hydroxyurea, mitoxantrone

ESO anti kanker


Destruksi (kerusakan ) sel stem hematopoietik (sel pembentuk sel
darah ) pada sumsum tulang , rambut rontok, infeksi , perdarahan,
mual, muntah. ESO Umum lainnya : nekrosis jaringan lokal,
kerusakan tubulus ginjal , kardiotoksik , fibrosis paru, toksik pada
sistem saraf.

You might also like