You are on page 1of 3

LEARNING OUTCOME 4

Nama : Rabi’a Adhawiyah


NIM : 1513206015
Kelompok : II (dua)

Nomer skenario : IV
Judul skenario : Penyakitku rejekiku Part 2

Tujuan pembelajaran
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sediaan suspensi
2. Untuk mengetahui syarat sediaan suspensi kering
3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan suspensi kering
4. Untuk mengetahui pemanis buatan yang tepat untuk sediaan suspensi kering garut tanpa
memberikan efek samping
5. Untuk mengetahui uji dari sediaan suspensi kering
6. Untuk mengetahui contoh formulasi dan cara pembuatan suspensi kering garut.
Summary
1. Hal-hal yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitias sediaan suspensi : ukuran partikel,
kekentalan (viskositas suspensi), jumlah partikel (konsentrasi) dan sifat/muatan partikel
(Syamsuni, 2007). Selain itu juga dipengaruhi oleh kecepatan sedimentasi, tolak menolak antar
partikel karena adanya muatan listrik serta kadar partikel terdispersi (Lachman, 1994). Pengaruh
lainnya yaitu faktor kimia dan fisika. Secara kimia yaitu terjadinya hidrolisis dan fotolisis. Hidrolisis
merupakan suatu proses solvolisis, di mana molekul (obat) berinteraksi dengan molekul molekul
air menghasilkan produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda, hal ini dapat mengakibatkan
penurunan kadar obat. Fotolisis terjadi karena adanya proses absorbsi cahaya atau energi radiasi
oleh suatu molekul secara berurutan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas sediaan
suspensi (Hidayati, 2016)
2. Syarat sediaan suspensi menurut FI III (Ditjen, 1979)
- Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
- Jika dikocok, harus segera terdispersi kembalik
- Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
- Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang
- Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi tetap
agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
Persyaratan Sediaan Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2,
hal 318)
a. Campuran serbuk/granul haruslah merupakan campuran yang homogen, sehingga
konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
b. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna dalam
medium pembawa.
c. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah didispersikan kembali dan dituang
oleh pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan serba sama.
d. Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan, rasa, dan aroma yang menarik.
3. Kelebihan :
Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam pembawa air, kestabilan zat aktif dapat dipertahankan
karena kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mendispersikan
zat padat dalam medium pendispersi pada saat akan digunakan.
Kekurangan :
penambahan air murni dilakukan di akhir untuk menghindari kontaminasi yang dapat merusak dan
member efek keterbalikan dari efek stabilitas sediaan yang diinginkan, apabila penambahan air
diawal umumnya obat-obat antibiotika tidak stabil dalam air dalam jangka waktu yang lama.
(Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989 dalam Suriani, 2009)
4. Jenis pemanis yang digunakan pada sediaan suspensi yaitu: Asesulfam-K, aspartame, siklamat,
sakarin, sukralosa, neotam (BPOM, 2014). Pemanis buatan yang cocok untuk sediaan suspensi
kering garut adalah aspartam.aspartam memiliki sifat mudah larut dalam air, tingkat kemanisan
160-200 kali sukrosa. Kelebihan dari aspartam adalah tidak ada rasa pahit pada saat setelah
meminum sediaan yang sering terjadi pada pemanis buatan lainnya. 1 g aspartam setara dengan
200 g gula. Paling stabil pada suhu 250C WHO telah menetapkan ADI (Acceptable Daily Intake) untuk
aspartam adalah 40mg/kgBB (HPE, 1994 dalam Suriani, 2009).
5. Uji produk untuk sediaan suspensi kering menggunakan uji organoleptis, uji kadar air (untuk melihat
kandungan air yang terdapat dalam serbuk suspensi), uji sudut baring (untuk memberikan nilai
kualitatif dari gaya kohesi internal dan efek hambatan yang mungkin dipakai pada pencampuran
serbuk, pencetakan tablet atau pemasukan kedalam cangkang atau wadah) dan waktu alir (Secara
alternatif, ketahanan terhadap gerakan partikel dapat mempengaruhi waktu alir dari partikel
tersebut. Semakin kuat ketahanan partikel maka semakin lama waktu alirnya), uji bobot jenis dan
porositas (untuk memberikan informasi tentang jumlah udara yang masuk selama pembuatan
suatu sediaan. Selain itu juga membantu dalam menentukan jumlah pori-pori yang ada dalam
partikel suspensi), uji viskositas dan tipe aliran, uji partikel tersuspensi, uji penentuan PH, uji
penentuan volume sedimentasi (untuk sistem suspensi yang terbentuk. Volume sedimentasi adalah
perbandingan dari volume akhir endapan terhadap volume awal dari suspensi sebelum
mengendap) uji homogenitas (memberikan data tentang keseragaman distribusi partikel suspensi)
dan uji stabilitas (Nurlina, dkk. 2014).
6. Formulasi dan cara pembuatan suspensi kering Garut
a. Formulasi rancangan suspensi kering Garut
Bahan Konsentrasi (%) Fungsi
Ekstrak umbi garut 50 Bahan aktif
CMC Na 1,5 Suspending agent
Aspartam 0,2 Pemanis
PVP 1 Pengikat
Natrium Benzoat 0,1 Pengawet
Sunset yellow 0,025 Pewarna
Orange Essens 0,025 Pewangi
b. Cara pembuatan
Alat dan bahan disiapkan. Bahan-bahan obat yang diperlukan ditimbang, botol 60ml dikalibrasi.
Ekstrak umbi garut dimasukkan ke dalam mortir digerus ad halus.PVP dilarutkan terlebih dahulu.
Dibuat massa granul : ektrak umbi garut, aspartam, natrium benzoat, sunset yellow, orange
essens dan PVP yang sudah dilarutkan, diaduk ad membentuk massa yang dapat granulasi. Massa
granul diayak dengan ayakan no.12 lalu di keringkan dalam oven. Selanjutnya diayak kembali
dengan ayakan no.14. Ditambahkan zat pensuspensi yaitu CMC Na. Dimasukkan dalam botol.
Dilakukan uji evaluasi
(Suriani, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, 2014. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL. Jakarta: BPOM RI.
Ditjen, P., 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
HIDAYATI, N., 2016. PENGARUH KEMASAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIBAKTERI SUSPENSI ERITROMISIN
SETELAH PENYINARAN DENGAN SINAR MATAHARI LANGSUNG. JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 2
(1), pp.32-38.
Lachman. 1994. Teori dan praktek farmasi industri. Edisi III. UI Press. Jakarta
Nurlina, dkk. 2014. FORMULASI SUSPENSI KERING KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KUNYIT (Curcuma longa
L.) DAN SERBUK DAGING BUAH PISANG KEPOK (Musa balbisiana Colla.) DENGAN VARIASI BAHAN
PENSUSPENSI. As-Syifaa Vol 06 (02) : Hal. 166-177, Desember 2014 ISSN : 2085-4714
Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 317; Diktat Tek. Likuid & Semsol,
Goeswin 1993, hlm. 89.
Suriani, Nenny.2009.Formulasi Suspensi Kering Efervesen Ekstrak Akar Acalypha Indica Linne (Akar
Kucing) Menggunakan Amilum Ganyong Terpregelatinasi . FMIPA UI.Depok
Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.
Wade, A., & Weller, P.J. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipients, (2nd ed). The Pharmaceutical
Press. London:21-22.

SUSPENSI
KERING

KEKURANGAN KUALITAS &


SYARAT FORMULASI
& KELEBIHAN KUANTITAS

UJI

You might also like