You are on page 1of 29

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan
post operative phase.

A. Aktivitas keperawatan dalam peran perawat perioperatif pengkajian :


1. Rumah/Klinik:
- Melakukan pengkajian perioperatif awal
- Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
- Melibatkan keluarga dalam wawancara.
- Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
- Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
2. Unit Bedah :
- Melengkapi pengkajian praoperatif
- Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
- Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang
diperkirakan terjadi.
- Membuat rencana asuhan keperawatan
3. Ruang operasi :
- Mengkaji tingkat kesadaran klien.
- Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
- Mengidentifikasi pasien
- Memastikan daerah pembedahan
4. Perencanaan :
- Menentukan rencana asuhan
- Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim
Operasi).
5. Dukungan Psikologis :
- Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
- Menentukan status psikologis
- Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti :
nyeri.
- Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan
yang lain yang berkaitan.

B. Pembedahan : Indikasi Dan Klasifikasi


Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi

1
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap
ketidakmampuan menelan makanan.

C. Tindakan Pembedahan
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa.
Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,
obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau
tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-
30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi
kandung kemih,Gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan
Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan
estetika. Contoh : bedah kosmetik.

KEPERAWATAN PREOPERATIF
Preoperatif adalah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan yang dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir
sampai pasien berada di meja bedah.
PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN

2
A. Persiapan Fisik
1. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur
yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks
sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya
dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih
awal
2. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering
terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya
dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,

3
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung
dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke
paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien
yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan
lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).

5. Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi
dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut
dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi
pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.
6. Personal Hygine

4
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
7. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
8. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1) Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
2) Letakkan tangan diatas perut
3) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat
4) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
5) Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
6) Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif
b. Latihan Batuk Efektif

5
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif
dengan cara :
1) Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari
tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk
2) Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
3) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
4) Ulangi lagi sesuai kebutuha
5) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan
handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati
sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
c. Latihan Gerak Sendi
Keuntungan:
1) Lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan
lebih cepat kentut/flatus
2) Menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus
3) memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal.

B. Persiapan Penunjang
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan
pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP,

6
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun
tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa
infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan
juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).

C. Pemeriksaan Status Anastesi


Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan
metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut pemeriksaan ASA :
1. ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri.
Misal : penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua
sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05

2. ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah.
Misal : penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan
penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami
appendiktomi
Mortality (%) : 0,4

3. ASA grade III


Status fisik : Penyakit sistemik berat;

7
misal : penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah
dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.

4. ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa
yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25

5. ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa
yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan
misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.

D. Informed Consent
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek
etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien
wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya
apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan,
keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya

E. Persiapan Mental/Psikis
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara
lain :
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi
dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat
sehingga operasi bisa dibatalkan
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain :
1. Takut nyeri setelah pembedahan
2. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image)
3. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)

8
4. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama.
5. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
6. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
7. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti :
a) Meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan
b) Gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol
c) Telapak tangan yang lembab
d) Gelisah
e) Menayakan pertanyaan yang sama berulang kali
f) Sulit tidur
g) Sering berkemih
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan
hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
a) Pengalaman operasi sebelumnya
b) Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
c) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik
maupun penunjang
d) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi
dan petugas kamar operasi
e) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
f) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam,
batuk efektif, ROM, dll.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
a) Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu
operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi,
menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
b) Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan
pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada
keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal
yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien

9
c) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa
yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat
akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya
untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan
pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
d) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
e) Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan
pada pasien.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
f) Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang.
g) Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan
kamar operasi.
8. Obat-Obatan Pre Medikasi
a) Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan
obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup
b) Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam.
c) Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis

10
biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson
1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi:
1. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga
tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic
(efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah/reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran

11
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) meliputi :
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan
penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis
kanker.
4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

C. Intervensi dan Implementasi


Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) adalah :
1. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak
mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan
tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan
memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi
ancaman.

12
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang
membuat stress.
b. Klien mampu mempertahankan penampilan peran.
c. Klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
d. Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
e. Tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan
Intervensi dan implementasi
1) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas
di masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
2) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
3) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
4) Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
5) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
6) Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
7) Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik
seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan
fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

13
b. Memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami
gangguan.
c. Menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh
Intervensi dan Implementasi
1) Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
R : faktor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra
tubuh.
2) Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien
sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
3) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya
perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping,
mengurangi kecemasan.
4) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan
perasaan berarti dalam diri pasien.

3. Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat


penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara
tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang
tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu
luang.
b. Mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan
koping yang efektif.
c. Menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
d. Berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (aks).
Intervensi dan Implementasi :
1) Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan
pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.

14
2) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya,
memudahkan intervensi
3) Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang
ada saat ini.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
5) Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan
dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan
mengurangi kecemasan.

4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau


fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
Kriteria hasil :
a. Pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping
b. Paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi dam Implementasi:
1) Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin
menghambat pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
3) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan
koping yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang
tepat .
4) Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak
yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi
anggota keluarga.

15
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara
sadar dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
b. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
c. Mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi dam Implementasi :
1) Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang
dapat menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
3) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
untuk mengurangi kecemasan.
6. Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Penampilan yang seimbang
b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dam Implementasi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

16
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1. Ansietas berkurang/terkontrol.
2. Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3. Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4. Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5. Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

PERAWATAN INTRAOPERATIF
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan mencakup :
1. Pemasangan IV cath
2. Pemberian medikasi intaravena
3. Melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien
4. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di
atas meja operasi denganmenggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan
tubuh.
Perawat yang bekerja di kamar bedah harus telah mengambil program
proregristation education courses in anasthetic and operating theater nursing.
Dalam pembedahan perawat disebut scrubbed nurse yang bertindak sebagai asisten
ahli bedah. Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah
pembedahan dan instrument dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk
terlaksananya pembedahan yangdirencanakan. Circulating nurse bertanggung jawab
untuk menjamin terpenuhinya perlengkapanyang dibutuhkan oleh scrubbed nurse

17
dan bertanggung jawab terhadap observasi dan perawatan pasien tanpa menimbulkan
kontaminasi daerah steril.

TAHAP INTRAOPERATIF
1. Ruang Sementara (Holding area)
Perawat dapat menjelakan tahap-tahap yang akan dilaksanakan untuk
menyiapkan klien menjalani pembedahan. Perawat diruang tahanan sementara
biasanya adalah bagian dari petugas ruang oprasi dan menggunakan pakaian,
topi, dan alas kaki khusus ruang oprasi sesuai dengan kebijakan pengontrolan
infeksi rumah sakit. Pada beberapa tempat bedah sehari, perawat primer
perioperatif menerima kedatangan klien, menjadi perawat sirkulator selama
prosedur berlangsung, dan mengelola pemulihan serta kepulangan klien.
Di dalam ruangan tahanan sementara, perawat, anestesi, atau ahli
anestesi memasang kateter infus ke tangan klien untuk memberikan prosedur
rutin penggantian cairan dan obat-obatan melalui intravena. Biasanya
menggunakan kateter IV yang berukuran besar agar pemasukan cairan menjadi
lebih mudah. Perawat juga memasang manset tekanan darah. Manset juga
terpasang pada lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli
anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien.
2. Kedatangan ke Ruang Operasi
Perawat ruang opersi identifikasi dan kardeks klien, melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa alat prostese dan barang berharga
telah dilepas dan memeriksa kembali rencana perawatan preoperatif yang
berkaitan dengan intraoperatif.

3. Pemberian Anestesi
a. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluluh sensasi
dan kesadarannya. Relaksasi mempermudah manipulasi anggota tubuh. Klien
juga mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama
pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor,
yang membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.

18
Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur IV dan inhalasi
melalui empat tahap anestesi. Tahap 1 dimulai saat klien masih sadar. Klien
menjadi pusing dan kehilangan kesadaran secara bertahap, dan status
analgesic dimulai. Tahap 2 adalah eksitasi. Otot kilen kadang-kadang
menegang dan hampir kejang. Reflek menelan dan mudah tetap ada, dan
pola nafas klien mungkin menjadi tidak teratur. Tahap 3 dimulai pada saat
irama pernafasan mulai teratur. Fungsi vital terdepresi. Tahap 4 adalah tahap
depresi pernafasan lengkap.
b. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah
tubuh tertentu. Selama pembedaan berlangsung klien dengan anestesi
regional akan tetap sadar kecuali jika dokter memprogramkan pemberian
tranquilizer yang dapat menyebabkan klien tidur. Perawat harus ingat bahwa
luka bakar dan cidera lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh yang berada
dibawah pengaruh anestesi tanpa disadari oleh klien. Oleh karena itu posisi
ekstermitas dan kondisi kulit klien perlu sering observasi.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang
diinginkan (mis, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat
anestesi (mis, lidoka-in) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi
kedalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktifitas
motorik, dan otonom.

4. Pengaturan Posisi Klien Selama Pembedahan


Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan
posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman
pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Nyeri/Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien
meliputi :
a. Kesejajaran fungsional

19
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi
yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
1) Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi,
appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
2) Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
3) Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering
digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
4) Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan
rectal seperti : Hemmoiroidektomy
5) Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
b. Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat
dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses
pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan
memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
5. Peran Perawat Selama Pembedahan
a. Perawat instrumentator (scrub nurse)
Perawat instrumentator (scrub nurse) atau perawat sirkulator memberikan
intrumen dan bahan-bahan yang di butuhkan oleh dokter bedah selam
pembedahan berlangsung dengan menggunakn tehnik aspek pembedahan
yang ketat dan terbiasa dengan intrumen pembedahan.
b. Perawat Sirkulator
Perawat Sirkulator adalah asisten perawat intrumentator dan dokter bedah.
Perawat sirkulator membantu mengatur posisi klien dan menyediakan alat
dan duk bedah yang di butuhkan dalam pembedahan. Perawat sirkulator
menyediakan bahan-bahan yang di butuhkan perawat instrumentator,
membuang alat dan spon kasa yang telah kotor, serta tetap hitung instrument
jarum dan spon kasa yang telah di gunakan. Perawat sirkulator juga dpat
membantu mengubah posisi klien atau memindahkan posisi lampu opersi.
Perawat sirkulator juga menggunakan teknik aseptik bedah. Apabila teknik
aseptik telah hilang, Perawat sirkulator membantu anggota tim bedah dengan

20
mengganti dan memakai gaun dan sarung tangan steril. Prosedur ini
mencegah tertinggalnay bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah klien.

ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF


1. Pengkajian Keperawatan
Salah satu hal yang perlu di kaji dalam intra bedah adalah pengaturan posisi
pasien. Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek
pemantauan fisiologis, perubahan tanda vital, system, kardiovaskular
keseimbnagan cairan, dan pernafasan.
2. Diagnosis Keperawatan
Risiko terjadinya cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.

3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selam 1 x 24 jam, masalah resiko
terjadinya cidera pada pasien dapat tertasi.
Kriteria Hasil
a. Tidak terjadinya resiko cedera pada pasien
b. Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman
Rencana tindakan
1) Gunakan semua alat atau instrument untuk tindakan pembedahan seperti
pemakaian baju bedah, tutup kepala, masker, penutup sepatu, celemek,
dan sarung tangan, serta penyucian tangan.
2) Lakukan Persiapan pelaksanaan anestesi sebelum tindakan pembedahan
3) Lakukan pemantauan selama masa tindakan pembedahan
4. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan
a. Menggunakan baju seragam
Penggunaan baju seragam bedah didesain secara khusus dengan harapan
dapat mencegah kontaminasi dari luar, berprinsip bahwa semua baju dari luar
diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju harus dimasukan kedalam
celana, atau harus menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya
bakteri, dan gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, serta celemek
steril.
b. Mencuci Tangan Sebelum Pembedahan
1) Gunakan air mengalir dari kran
2) Sikat tangan secara sistemati, satu per satu jari dicuci
3) Sikat kuku dan lengan bahwa sampai siku
4) Ulangi lagi beberapa kali : dengan selam 10 menit ; dengan larutan
desinfektan standar selama 3-5 menit

21
5) Tutup kran dengan siku (buka seperti biasanya menutup kran)
6) Posisikan tangan selau lebih tinggi dari siku
7) Ambil handuk tangan steril, keringkan urut mulai tangan, pergelangan,
hingga siku, lalu jatuhkan handuk.

c. Menerima Pasien di Daerah Bedah


Sebelum memasuki wialyah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan
ulang di ruang penerimaan untuk megecek kembali nama, bedah yang akan
dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagi hasil laboratorium dan x-
ray, persiapan darah setelah dilakukan pemerikasaan silang dan golongan
darah, alat protesa, dan lain-lain.
d. Pengiriman dan Pengaturan Posisi ke Kamar Bedah
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup,
trendelenburg, lithotomi, lateral, dan lain-lain.
e. Pembersihan dan Persiapan Kulit
Pelaksanaan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas
dari kotoran dan lemak kulit serta mengurangi adanya mikroba. Bahan yang
digunakn dalam pembersihan kulit ini harus memiliki spectrum khasiat,
memiliki kecepatan khasiat, atau memiliki potensi yang baik serta tidak
menurun bila adanya kadar alcohol, sabun detergen, atau bahan organik
lainya.
f. Penutupan daerah Steril
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan doek steril agar
daerah seputar bedah tetap steril dan mencegah berpindahnya
mikroorganisme antara daerah yang steril dan tidak.
g. Pelaksanaan Anestesi
Terdiri dari anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi lokal.
h. Pelaksanaan Pembedahan
Setelah dilakukan anestesi, timbedah akan melaksanakan pembedahan sesuai
dengan ketentuan pembedahan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah intrabedah secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam mempertahankan status kesehatan, seperti normalnya tanda
vital, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, dan lain-lain.

PERAWATAN POST OPERATIF

22
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien
pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali
pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan Pasien Dari Kamar Operasi Ke Ruang Pemulihan
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-
pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan
setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan
yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura
lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi
yang menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi
lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke
brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien
harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke
barankard atau tempat tidur, gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan
lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi
resiko injury. Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan
kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat
agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini merupakan tanggung
jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi
yang bertanggung jawab.

2. Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)


Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami

23
komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan
(bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
a. Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
b. Ahli anastesi dan ahli bedah
c. Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat
bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial,
kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga
harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan
alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus
tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka
jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika
dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan
pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi
pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang
digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat
tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap
berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu
tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95%
dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk
menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
1) Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
2) Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
3) Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
4) Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
5) Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
6) Mual dan muntah dalam kontrol
7) Nyeri minimal
3. Transportasi Pasien Ke Ruang Rawat
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat
dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer
pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah

24
cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama
transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber
daya manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga
perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen,
sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan
lengkap dan dalam kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur
pemindahan pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi
keamanan dan kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra
waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

4. Perawatan Di Ruang Rawat


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya.
Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal
setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan
jahitan.
c. Mobilisasi dini

25
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan
dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
1) Untuk perawat
Berisi poin-poin discharge planning yang di berikan kepada klien (sebagai
dokumentasi).
2) Untuk pasien
Dengan bahasa yang bias dimengerti pasien dan lebih detail
Merencanakan kepulangan pasien mempertimbngkan beberapa hal:
1. Home Care Preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien
2. Client/Family Education
Beri edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus
dilakukan atau dihindari
3. Psychososial Preparation
Memastikan hubungan interpersonal social dan aspek psikososial klien tetp
terjaga.
4. Health Care Resources
Pastikan bahwa klien dn keluarga mengetahui adanya pusat pelayanan
kesehatan yang terdekat dari ruma klien, jadi jika dalam keadaan darurat bias
segera ada pertolongan.

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERATIF


A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan diantaranya
adalah kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi, dan perubahan tanda vital yang
lain, keseimbangan elektrolit , kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan
sekitarnya, serta alat yang digunkan dalm pembedahan.

26
B. Diagnosa Keperawatan Post Operatif
1. Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
3. Nyeri akut b.d proses pembedahan

C. Tujuan , Kriteria Hasil Dan Intervensi


1. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari
anaesthesi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Status neurologis DBN
b. Dispnea tidak ada
c. PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
d. Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas.
2) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi
dan adanya bunyi tambahan
3) Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
4) Pantau status mental
5) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
6) Pantau status pernapasan dan oksigenasi
7) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
8) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi
napas, pola napas, sputum,efek dari pengobatan)
9) Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan keperluan
2. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Kerusakan kulit tidak adaEritema kulit tidak ada
b. Luka tidak ada pus
c. Suhu kulit DBN
Intervensi :
1) Ganti balutan plester dan debris
2) Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
3) Catat karakteristik luka bekas operasi
4) Catat katakteristik dari beberapa drainase
5) Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun antibakteri yang cocok
6) Rendam dalam larutan saline yang sesuai
7) Berikan pemeliharaan lokasi IV
8) Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai kebutuhan
9) Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
10) Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation)
untuk peningkatan penyembuhan luka bekas operasi yang sesuai
11) Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai

27
12) Balut dengan perban yang cocok
13) Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka bekas
operasi
14) Periksa luka setiap mengganti perban
15) Bandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan pada
luka
16) Jauhkan tekanan pada luka
17) Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
3. Diagnosa : Nyeri akut b.d proses pembedahan
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
b. Ekspresi wajah tenang
c. Klien dapat istirahat dan tidur
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi ).
2) Observasi reaksi NV dr ketidak nyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri klien
4) Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
6) Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
7) Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
8) Evaluasi tindakan pengurang nyeri
9) Monitor TTV
D. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah pascabedah secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam mempertahnkan status kesehatan , seperti adanya
peningkatan proses penyembuhan luka, system sirkulasi, keseimbangan cairan
dan elektrolit, system eliminasi, serta tidak ditemukn tanda kecemasan lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses, dan Aplikasi. Salemba Medika: Jakarta

28
Zulfikar. 2013. Laporan Pendahuluan Perioperatif.
https://id.scribd.com/doc/129530604/ LAPORAN-PENDAHULUAN-
PERIOPERATIF. Diakses pada tanggal 18 Aprilpukul 17:30 WIB

29

You might also like