You are on page 1of 23

ATRESIA BILLIER

Disusun Oleh:
Uria Ricko Tanguhno Handen
112016066

Pembimbing:
Dr. Melani R. Mantu, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 22 MEI -29 JULI 2017
RSUD TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA

1
BAB I

Pendahuluan

Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia
bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan
aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan
garam empedu dan peningkatan bilirubin direk.1
Penyebab atresia bilier belum dapat dipastikan. Atresia bilier akan
mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia yang sangat dini, bila tidak
ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup
selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata meninggal pada usia 12
bulan.(1,4) Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier
berkisar 1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-
laki.
Rasio atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka
kejadian lebih sering pada bangsa Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30%
disebabkan oleh atresia billier.(4-7) Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (>90%)
adalah atresia bilier.(3) Deteksi dini kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting, sebab keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat
ditentukan terutama oleh usia saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia
dua bulan, keberhasilan mengalirkan empedu lebih 80% sementara bila sesudah
usia tersebut hasilnya kurang dari 20%.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definsi

Ikterus ( jaundice) adalah keadaan dimana terjadinya perubahan warna kulit,


membran mukosa, dan sklera menjadi kuning akibat peningkatan kada bilirubin
dalam darah. Pada neonatus terjadi ikterus apa bila kadar bilirubin serum leboh
dari 5mg/dl. Semua anak dengan ikterus akibat peningkatan kadar biliubin direk
harus dicurigai penyebabnya atresia billier, karena atresia bilier keadaan dimana
harus dilakuka teknik operasi segera. Pada keadaan akut dapat terjadi peningkatan
kadar Gamma Globulin Transferase (GGT). berikut gambar dimana penjelasan
perbedaannya hiperbilirubin antara bilirubin konjugasi dan tidak terkonjugasi :2

Ikterus lebih dari 2 minggu

Hiperbilirubin tidak terkonjugasi Hiperbilirubin terkonjugasi

Bilirubin tidak terkonjugasi < 250 Bilirubin tidak terkonjugasi >250- Indikasi pemeriksaan fungsi hati
µmol 850 µmol

Ikterus fisiologis atau Gilbert Crigler-Najjar


Syndrome. Termasuk sepsis,
hemolisis, dan hipotiriodism

Fototherapy disertai
Terapi adalah dengan terapi pemberian fenobarbital
sinar atau fototherapy dan untuk maintanance kadar
edukasi keluarga blirubin < 300 µmol, dan
indikasi transplantasi hati

Gambar 1. Alur Diagnostik Ikterik pada Neonatus.2

3
Hiperbilirubin terkonjugasi

Tinja dempul Tinja normal

Jika dibutuhkan, dapat dilakukan


Tidak ada pemebesaran lien Splenomegali
pemeriksaan radionuklotida ekresi untuk
konfirmasi

USG Kista Kolodokeal GGT

Kolangiogram operative Tinggi Rendah

Atresia billier

Portoenterstomi kasai Portoenterstomi

Gambar 2. Alur Penentuan diagnostik pada atresia bilier.2

Anatomi dan fisiologi sistem bilier


Sebelum membahas tentang atresia billier, terlebih dahulu akan di jelaskan
siste, anatomi dari pada sistem bilier ekstrahepatik. Dimana sistem billier
ekstrahepatik dibentuk oleh:

1. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Panjang kandung
empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap yang disebabkan
warna cairan empedu yang dikandungnya. Terdiri atas fundus, corpus dan
collum.
- Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen terdapat pada
perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke-9) dilateralnya ada m.
rectus abdominisdextra atau linea mediana dextra.

4
- Corpus-nya berhubungan dengan facies visceralis hepar.
- Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga memiliki tonjolan
seperti kantung yang disebut Hartmann’s pouch. Ductus cysticus kemudian
akan bertemu dengan ductus hepaticus communis.3
2. Ductus Cysticus
Ductus Cysticus merupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak
pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 – 4 cm. Pada porta hepatis ductus
cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke postero-
caudal di sebelah kiri collum vesicae fellea. Lalu bersatu dengan ductus
hepaticus communis membentuk ductus choledochus.
Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 – 12 lipatan,
berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai valvula,
disebut valvula spiralis.4
3. Ductus Hepaticus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister
bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat pada
processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis
kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica propria dexter dan
ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi ductus
choledochus. 4
4. Ductus Choledochus
Ductus Choledocus mempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk
oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis pada porta
hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian, sebagai
berikut :
1. Bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale,
sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena portae;
2. Bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di
luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan tetap di
sebelah dexter vena portae ;

5
3. Bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatik, di sebelah
ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior. Pada caput pancreatik
ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus Wirsungi membentuk
ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars descendens duodeni
membentuk suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.4

Gambar 3. Anatomi Vesica biliaris4

6
Fungsi Vesica Fellea
1. Menyimpan empedu.
Dalam keadaan normal, musculus sphincter ductus choleidochi dan
muskulus sphincter ampula berkontraksi sehingga empedu yang disekresi
dari hepar secara terus-menerus akan mengalami refluks atau masuk ke
dalam kandung empedu melalui ductus cysticus.
2. Konsentrasi empedu.
Kandung empedu melakukan konsentrasi cairan empedu dengan cara
menyerap cairan dan elektrolit melalui mukosanya.
3. Mekanisme kontrol.
Pengeluaran cairan empedu dikontrol oleh cholecystokinin. Masuknya
lemak ke dalam mucosa duodenum. Hormon ini akan merangsang kontraksi
otot dari dinding kantung empedu. Peningkatan tekanan ini akan
menyebabkan terbukanya sphincter ductus choledochus disamping juga
karena adanya penurunan tonus otot sphincter karena aktivitas nervus vagus,
sehingga cairan empedu akan masuk ke duodenum.5

Epidemiologi
Angka kejadian dari Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran,
dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita.7 Dan didunia angka kejadian
Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina
lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.2Dari segi gender, Atresia
Bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari segi usia, lebih
sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8
minggu.2Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang
dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih.3 Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak
dilaporkan (>90%) adalah atresia bilier.5

7
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

Gambar 4. Tipe atresia bilier. Tipe I obliterasi segmental duktus biliaris komunis; tipe II obliterasi
segmental duktus hepatikus; tipe III obliterasi seluruh duktus biliaris sampai ke tingkat porta
hepatis.2

Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap


pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan:(1)
- Tipe 1 : terjadi atresia pada ductus choledocus
- Tipe II : terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan
stuktur kistik ditemukan pada porta hepatis
- Type III : (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus
hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.
Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier intrahepatis
yang.6

Etiologi
Secara embriologik sistem bilier terbentuk dari divertikulum hepatik pada
mingg ke empat pada mas kehamilan yang muncul dari foregut dan
berdeferensiasi ke arah caudal dan cranial. Komponen cranial akan berubah
menjadi duktus ekstrahepatik proksimal dan hampir semua sistem bilier

8
intrahepatik, sedangkan komponen caudal akan berubah menjadi gallbladder,
cystic dust, dan common bile duct.
Walau pun atresia billier merupakan penyebab terbanyak transplantasi hati
pada anak, tetapi penyebabnya sendiri tidak terlalu jelas. Faktor seperti merokok,
usia maternal, pendidikan, konsusmsi alkohol atau folic acid tidak mempunyai
hubungan denga penyebab atresia billier.
Genetik, mediasi imunitas, dan infeksi merupakan penyebab dari atresia
bilier, tetapi hal ini masih belum dapat dibuktikan. Penyebab infeksi yang dari
pada penelitian adalah rotavirus starin RRV dan SA11-FM, dimana ditemukan
adaa hisologinya pada tikus percobaan. Cytomegalovirus (CMV) dapat
menyebabkan atresia bilier dan mengurai pembersihan dari ikterus dan dapat
meningkatkan mortalitas.
Teori lain adalah adanya kegagalan rekanalisasi dari sistem bilier
ekstrahepatik saat proses embriogenesis. Tetapi oklusi dari duktus embrionik dan
vakuolisasi dari subsequensi masih belum bisa mendukung teori ini. Ada teori
lain kalau terjadinya penyakit ini adalah kegagalan pertemuan ekstrahepatik dan
intrahepatik duktus bilier.
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah
lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya seperti pada
hati, limpa, dan usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu
setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas terlihat pada minggu kedua
sampai keempat pasca kelahiran.

Skrining pada Atresia Billier


Dilakukan diagnosa awal pada pasien atresia billier tujuannya adalah
untuk meningkatkan kesuksesan operasi dan peningkatan survival rate dari pada
pasien dengan atresia billier. Di Jepang, Kanada, dan Taiwan penggunan karts
warna tinja dalam 5 tahun terakhir lebih efektif, meningkatkan tingkat kesuksesan
operasi dari 35% menjadi 64% dan angka harapan hidup lebih dari 5 tahun dari
27% menjadi 64%.

9
Di Inggris dilakukan penghitungan infant blood spot screening card (
Guthrie card) mampu mengindentifikasi 75% kasus atresia billier, tetapi
penggunaan ini tidak spesific. Pemeriksaan skrening lain adalah dengan serum
Apo C dan III protein, urinary sulfate bile acids dan feca biirubin conjugated,
tetapi pemeriksaan ini sangat mahal dibanding kartu pemeriksaan warna tinja.

Gambar 5. Stool Colour Chart5

Patofisiologi
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik
mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi
menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang
progresif pula.Meskipun gambaran histopatologik atresia bilier sudah dipelajari
secara ekstensif dalam specimen bedah yang telah dieksisi dari system bilier

10
ekstrahepatik bayi yang telah mengalami portoenterostomy, namun pathogenesis
kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami.
Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada
sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan
bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi progresif yang
menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang
mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan
fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian
sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta
hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi
dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang
merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan
lama dalam ductus ekstrahepatik.
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier
dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan
satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan
menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi.
Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi
terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia.
Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.1,7

Diagnosis
Gambaran Klinis
- Anamnesis
Gambaran klinis bayi yang mengalami Atresia Bilier sangat mirip dengan
kolestasis, tanpa dilihat dari etiologinya . Gejala utamanya antara lain ikterus
yang bisa muncul segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang
menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus,
Atresia Bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang

11
lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). Pada
kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama
kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan,pertumbuhan dan
pertambahan berat badan biasanya normal.8
- Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus Atresia Bilier.
Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk
mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik Atresia Bilier, antara lain:
- Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen.
Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada splenomegali,
maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal.
- Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
- Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar
pada palpasi di area epigastrium.
- Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung
bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada pemeriksaan
auskultasi. Berikut adalah gambar tinja berwarna dempul.

Gambar 6. Tinja Berwarna Dempul5

12
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Serum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi,
didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL atau
lebih dari 20% total bilirubin.
Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin
total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi mencapai 50-
60% dari total bilirubin serum.8 Pada pemeriksaan lain yang dapat menegakn
diagnostik kasus atresia billier dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 1 Kadar laboratorium pada atresia billier.5
Kadar saat pada kasus Kadar normal
Bilirubin terkonjugasi (µmol/L) >100 <20
Alkali fosfatase (IU/L) >600 <500
Gamma Glutamil transferase (IU/L) >100 20-40
Aspartat aminotransferase (IU/L) 80-200 15-40
Alanin aminotrasnferase (U/L) 80-200 10-55
Albumin (g/L) Normal 37-56
Protrombin time (detik) Normal 9-13

Khusus untuk pemeriksaan tinja biasa disebut dengan pemeriksaan tinja 3 porsi
(dilihat tinja akholik pada tiga periode dalam sehari). Kolestasis ekstrahepatik
hampir selalu menyebabkan manifestasi berupa tinja akholik

Cara pemeriksaan tinja tiga porsi ini adalah :


 Porsi I diambil pada pukul 06.00 – 14.00
 Porsi II diambil pada pukul 14.00 – 22.00
 Porsi III diambil pada pukul 22.00 – 06.00

Ketiga sampel tinja tersebut dimasukan ke dalam wadah yang berwarna gelap
kemudian setiap harinya dievaluasi apabila sudah terkumpul tiga sampel. Apabila

13
dalam beberapa hari pemeriksaan didapatkan hasil tinja yang berwarna dempul,
maka kemungkinan besar pasien tersebut mengalami kolestasis ekstrahepatik dan
penyebab paling sering di kolestasis ektrahepatik adalah atresia bilier.

Pemeriksaan Radiologis
 Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG adalah proses non infasive dan terkadang berguna untuk
mengevaluasi kolestatik jaundice pada infant dan dicurigai menderita atresia
bilier. Untuk menilai kantong empedu normal, pemeriksaan harus dipuasakan
selama 4 jam, dimana kantung empedu normal akan terlihat dengan ukuran >
1,5 cm panjangnya. Jika kantong empedu tidak terlihat atau tampak mengecil,
kemungkinan terjadi atresia bilier.3Berikut adalah gambaran USG kandung
empedu nornal.

Gambar 6. Gambaran USG pada Atresia Bilier.7

14
Dari gambaran di atas terlihat kalau bentuk dari kandung empedu masih
tampak jelas. Biasanya sebelum di lakukan pemeriksaan USG, pasien terlebih
dahulu di puasakan seperti yang sudah di jelaskan di atas dan di lakukan
pemeriksan lagi setelah 60-90 menit setelah bayi di berikan makan untuk menilai
perbedaan setelah dipuasakan dan tidak di puasakan,

Gambar 7. Gambaran USG Setelah Pemberian Makanan7

15
Pada gamabaran USG di atas terlhat kandung empedu tampak berkontraksi
sehingga terlihat mengecil. Pada pasien atresia billier, gambaran USG akan
tampak sangat khas yaitu disebu Triangular Cord, gambaran USG akan tampak
seperti gambaran tubularekogenik atau tampak seperti seperti keputiha dan
membentuk segitiga, berikut gambaran dari USG atresia billier.7

Gambar 8. USG Atresia Billier7

Penatalaksaaan
Tidak ada terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan atresia
billier. Pasien dengan kecurigaan dengan atresia billier, satu-satunya cara adalah
dengan operasi. Ada 2 fase yang di perlukan pada atresia billier :
 Fase 1 adalah mempertahankan fungsi hati dengan melakukan kasai
prosedur-portoenterostomi.

16
 Fase 2 adalah jika aliran empedu tidak adekuat, maka dipertimbangkan
untuk transpalntasi hepar. Ini ditentuka dengan sistem skoring.

Tabel 2. Skor Prognostik Transplanatsi Hepar .7


Faktor 01 1 2
Kadar Bilirubin Pasca operasi <2 2-4 >4
Kadar ALT pascaoperasi <40 40-80 >80
Prothombin time <4 4-6 >6
F Sirosis - Ada
Asites - - Ada
Varises Esofagus - Ada
Hipertensi Portal - Ada
Kolangitis - Sekali Rekuren
Sepsis se - sekali Rekuren

Terapi Nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan


berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (
MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.

Konsultasi
Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan
primer dengan bergantung pada rehabilitasi temuan laboratorium. Tes non-
bedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat
pelayanan kesehatan yang berpengalaman menangani kelainan seperti ini.
Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia bilier. Bila
ditemukan bayi yang dicurigai menderita ikterus obstruktif, maka haus
segera di rujuk ke dokter subspesialis.1,

17
Terapi Bedah
Sebelum dilakukan operasi, terlebih dahulu dilakuakan pemberian Vitamin
K beberapa hari sebelum operasi dengan dosis 1-2 mg intramuskular dan
pemberian antibiotik spektrum luas sebelum operasi..

Teknik Pembedahan
Tindakan operasi yang dilakukan adalah kasai prosedur atau bisa disebut juga
portoentorostomi hepatik. Teknik pembedahan ini adalah dengan melakukan
reseksi yeyenum kurang lebih 10-15 cm. Tujuan operasi ini adalah membuang
cabang duktus bilier.10

Gambar 8.Gambaran intra operatof atresi bilier.

Penanganann pasca operasi


Pemasangan Nasogastrictube (NGT) adalah menilai cairan yang keluar dari
lambung pasca operasi, biasanya dalam waktu 48 jam fungsi instestinal akan
kembali normal. Pemberian antibiotik intravena diberikan sampai pemberian diet
sudah dimulai. Pemberian antibiotik berguna untuk terapi profilaksis untuk
mengurangi insidensi kolangitis. Pemberian ursodiol adalah untuk memperbaiki
outcome dan meminimalisir toksisitas.

18
Pemberian ursodiol juga berguna untuk meningkatkan drainase empedu pasca
operasi portoenterosotmiPemberian kortikosteroid adalah untuk proses
antiinflamasi dan penekanan sistem imun, sehingga pada pasien-pasien pasca
portoenterostomi, tetapi banyak perdebatan karena efek dari kortikosteroid sendiri
tidak memiliki efek untuk perbaikan hati.

Tabel 3. Regimen pengobatan pasca operasi.8


Regimen pengobatan pasca operasi
Ursodiol 10-15 mg/kgbb/dosis BID
Triemetropin sulfametoksazol 2.5 mg/kgbb/hari
Drops vitamin ADEK 1 ml/hari
Prednison 2 mmg/kgbb/hari dan dosis diturunkan perlahan selama 6 minggu

Komplikasi
Komplikasi dari pasien yang sudah mengalami operaso pasca Kasai
portoenterosotimi dibagi menjadi komplikasi cepat dan komlikasi lambat.
Komplikasi cepat pasca operasi yang paling sering adalah kolangitis, komplikasi
lainnya seperti pendarahan, jaundice yang memanjang bisa saja terjadi. Kompliasi
lambat biasanya paling serimg adalah hipertensi porta.
Kolangitis terjadi sekitar 30-50% kasus dalam 2 tahun pertama. Secara
klinis pasien dengan kolangitis adalag demam atau hipotermia, muntah-muntah,
ikterik, hepatosplenomegali, nyeri perut/distensi abdomen, dan feses pucat.
Diagnostik dapat ditegakan dengan kultur darah atau biopsi hati. Pengobatan
adalah dengan dilakuan resusitasi cairan dan pemberian antibiotik spektrum luas
secara intarvena selama 7-10 hari pasca operasi.

19
Hipertensi portal terjadi berkisar 75% setelah prosedur kasai dilakukan,
walau pun aliran empedu sudah baik. Hal ini terjadi akibat kondisi intrahepatik
sudah terjadi fibrotik sebelum operasi. Manifestasi adalah pendarahan varises
esofagus (20-60%), hipersplensme (16-35%), dan asites. Penanganan kasus ini
adalah bersifat simptomatik dan penanganan lebih lanjut berupa transplantasi
hepar.3

Prognosis
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak
dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang
pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy
adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Beberapa faktor
juga turut menyumbang hasil bagi prosedur Kasai :
1. Pengalaman operator dan infrasturtur.
2. Luasnya kerusakan hepar sebelum operasi
3. Frekuensi terjadinya kolangitis
4. Pasien dengan sindrom atresia bilier (BASM = Billiary Atresia
Sphlenic Malformation).
5. Usia saat dilakukan operasi.

Persiapan operasi yang matang turut mendukung prognostik pasien pasca


prosedur Kasai. Seperti pemberia Vit K sebelum operasi, pemberian antibiotik
spektrum luas, dan diet meegunakan susus MCT ( Medium Chain
Trygliceride).3

20
BAB III

Kesimpulan

Atresia bilier merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi


saluran bilier yang jarang ditemukan , dan menimbulkan gejala kuning (
jaundice) pada neonatus. Pada kasus ini biasanya keluhan pertama adalah anak
menguning dan itu bisa terlihat dari pemeriksaan fisik. Penyebab menguning
adalah peningkatan produksi bilirubin dan peningkatan kadar bilirubin selain
atresia bilier adalah bisa terjadi secara hemolisis maupun non hemolisis. Untuk
membedakan atresia bilier dengan penyebab lain bisa di lakukan pemeriksaan
lebih lanjut seperti USG untuk membedakannya.

Terapi dari atresia bilier adalah dengan teknik pembedahan, tetapi sebelum
dilakuka pembedahan terlebih dahulu untuk menjaga fungsi dari hati den. Pada
atresia bilier operasi lebih baik dilakukan pada usia < 8 minggu karena tingkat
keberhasilanya lebih baik daripada operasi dilakukan pada usia > 8 minggu, tetapi
apabila dengan operasi kasai tidak berhasil atau tidak membaik, maka harus
dilakukan transplantasi hati

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Spitz Lewis, Coran Arnold G. Operative Pediatric Surgery Seventh Edition.


CRC Press. 2013. Hal :655-665
2. Grosfeld Jay L, O’neill James A Jr, Fonkalsrud Erie W, Coran Arnold G.
Pediatric Surgery Sixth Edition. Mosby Elsevier. 2013. Hal : 1603-1615.
3. Schreiber Richard A, Kleinmman Ronald E. Billiary Atresia. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. American Liver Foundation.
2003.
4. Mader Sylvia S. Understanding Human Anatomy & Physiology Fifth
Edition. The McGarw-Hilll Companies. 2004.
5. Guyton C Arthur, MD, Hall John E, Ph.D. Textbook of Medical Physiolgy
Eleventh Edition. Elsevier Saunders. 2006
6. Chardot C. Billiary Atresia. Orphanet Journal of Rare Disease.
2006;1(28):1-9
7. KanegawaK, Akasaka Y, Kitamura E, Nishiyama S, Muraji T, Nishijima E,
et all. Sonographic Diagnostic of Biliary Atresia in Pediatric Patients Using
the “Triangular Cord” Sign Versus Gallblader Length and Contraction.
2003;1(28):1387-1390
8. Gaol Leecarlo M. L., Marpaung Willy H. Sitorus P. Ilmu Bedah Anak
Kasus Harian UGD, Bangsal & Kamar Operasi. EGC. 2014. Hal :193-203
9. Scharwz Steven M. Pediatric Biliary Atresia. Di unduh dari
emedicine.medscape.com/article/927029-overview pada tanggal 27 juli
2017
10. Marcandante Karen J, Kliegman Robert M,. Nelson Essentials of Pediatrics
Seventh Edition. Elseiver Saunders. 2015. Hal : 274-277
11. Sjamsul, A. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu
kesehatan anak FK UNAIR. Surabaya. 2006. Available from;//
wwwPediatrik.com/pkb/20060220ena504.pkb. pdf

22
23

You might also like