Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Uria Ricko Tanguhno Handen
112016066
Pembimbing:
Dr. Melani R. Mantu, Sp.A
1
BAB I
Pendahuluan
Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia
bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan
aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan
garam empedu dan peningkatan bilirubin direk.1
Penyebab atresia bilier belum dapat dipastikan. Atresia bilier akan
mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia yang sangat dini, bila tidak
ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup
selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata meninggal pada usia 12
bulan.(1,4) Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier
berkisar 1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-
laki.
Rasio atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka
kejadian lebih sering pada bangsa Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30%
disebabkan oleh atresia billier.(4-7) Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (>90%)
adalah atresia bilier.(3) Deteksi dini kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting, sebab keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat
ditentukan terutama oleh usia saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia
dua bulan, keberhasilan mengalirkan empedu lebih 80% sementara bila sesudah
usia tersebut hasilnya kurang dari 20%.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definsi
Bilirubin tidak terkonjugasi < 250 Bilirubin tidak terkonjugasi >250- Indikasi pemeriksaan fungsi hati
µmol 850 µmol
Fototherapy disertai
Terapi adalah dengan terapi pemberian fenobarbital
sinar atau fototherapy dan untuk maintanance kadar
edukasi keluarga blirubin < 300 µmol, dan
indikasi transplantasi hati
3
Hiperbilirubin terkonjugasi
Atresia billier
1. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Panjang kandung
empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap yang disebabkan
warna cairan empedu yang dikandungnya. Terdiri atas fundus, corpus dan
collum.
- Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen terdapat pada
perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke-9) dilateralnya ada m.
rectus abdominisdextra atau linea mediana dextra.
4
- Corpus-nya berhubungan dengan facies visceralis hepar.
- Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga memiliki tonjolan
seperti kantung yang disebut Hartmann’s pouch. Ductus cysticus kemudian
akan bertemu dengan ductus hepaticus communis.3
2. Ductus Cysticus
Ductus Cysticus merupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak
pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 – 4 cm. Pada porta hepatis ductus
cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke postero-
caudal di sebelah kiri collum vesicae fellea. Lalu bersatu dengan ductus
hepaticus communis membentuk ductus choledochus.
Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 – 12 lipatan,
berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai valvula,
disebut valvula spiralis.4
3. Ductus Hepaticus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister
bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat pada
processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis
kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica propria dexter dan
ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi ductus
choledochus. 4
4. Ductus Choledochus
Ductus Choledocus mempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk
oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis pada porta
hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian, sebagai
berikut :
1. Bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale,
sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena portae;
2. Bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di
luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan tetap di
sebelah dexter vena portae ;
5
3. Bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatik, di sebelah
ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior. Pada caput pancreatik
ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus Wirsungi membentuk
ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars descendens duodeni
membentuk suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.4
6
Fungsi Vesica Fellea
1. Menyimpan empedu.
Dalam keadaan normal, musculus sphincter ductus choleidochi dan
muskulus sphincter ampula berkontraksi sehingga empedu yang disekresi
dari hepar secara terus-menerus akan mengalami refluks atau masuk ke
dalam kandung empedu melalui ductus cysticus.
2. Konsentrasi empedu.
Kandung empedu melakukan konsentrasi cairan empedu dengan cara
menyerap cairan dan elektrolit melalui mukosanya.
3. Mekanisme kontrol.
Pengeluaran cairan empedu dikontrol oleh cholecystokinin. Masuknya
lemak ke dalam mucosa duodenum. Hormon ini akan merangsang kontraksi
otot dari dinding kantung empedu. Peningkatan tekanan ini akan
menyebabkan terbukanya sphincter ductus choledochus disamping juga
karena adanya penurunan tonus otot sphincter karena aktivitas nervus vagus,
sehingga cairan empedu akan masuk ke duodenum.5
Epidemiologi
Angka kejadian dari Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran,
dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita.7 Dan didunia angka kejadian
Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina
lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.2Dari segi gender, Atresia
Bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari segi usia, lebih
sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8
minggu.2Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang
dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih.3 Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak
dilaporkan (>90%) adalah atresia bilier.5
7
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Gambar 4. Tipe atresia bilier. Tipe I obliterasi segmental duktus biliaris komunis; tipe II obliterasi
segmental duktus hepatikus; tipe III obliterasi seluruh duktus biliaris sampai ke tingkat porta
hepatis.2
Etiologi
Secara embriologik sistem bilier terbentuk dari divertikulum hepatik pada
mingg ke empat pada mas kehamilan yang muncul dari foregut dan
berdeferensiasi ke arah caudal dan cranial. Komponen cranial akan berubah
menjadi duktus ekstrahepatik proksimal dan hampir semua sistem bilier
8
intrahepatik, sedangkan komponen caudal akan berubah menjadi gallbladder,
cystic dust, dan common bile duct.
Walau pun atresia billier merupakan penyebab terbanyak transplantasi hati
pada anak, tetapi penyebabnya sendiri tidak terlalu jelas. Faktor seperti merokok,
usia maternal, pendidikan, konsusmsi alkohol atau folic acid tidak mempunyai
hubungan denga penyebab atresia billier.
Genetik, mediasi imunitas, dan infeksi merupakan penyebab dari atresia
bilier, tetapi hal ini masih belum dapat dibuktikan. Penyebab infeksi yang dari
pada penelitian adalah rotavirus starin RRV dan SA11-FM, dimana ditemukan
adaa hisologinya pada tikus percobaan. Cytomegalovirus (CMV) dapat
menyebabkan atresia bilier dan mengurai pembersihan dari ikterus dan dapat
meningkatkan mortalitas.
Teori lain adalah adanya kegagalan rekanalisasi dari sistem bilier
ekstrahepatik saat proses embriogenesis. Tetapi oklusi dari duktus embrionik dan
vakuolisasi dari subsequensi masih belum bisa mendukung teori ini. Ada teori
lain kalau terjadinya penyakit ini adalah kegagalan pertemuan ekstrahepatik dan
intrahepatik duktus bilier.
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah
lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya seperti pada
hati, limpa, dan usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu
setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas terlihat pada minggu kedua
sampai keempat pasca kelahiran.
9
Di Inggris dilakukan penghitungan infant blood spot screening card (
Guthrie card) mampu mengindentifikasi 75% kasus atresia billier, tetapi
penggunaan ini tidak spesific. Pemeriksaan skrening lain adalah dengan serum
Apo C dan III protein, urinary sulfate bile acids dan feca biirubin conjugated,
tetapi pemeriksaan ini sangat mahal dibanding kartu pemeriksaan warna tinja.
Patofisiologi
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik
mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi
menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang
progresif pula.Meskipun gambaran histopatologik atresia bilier sudah dipelajari
secara ekstensif dalam specimen bedah yang telah dieksisi dari system bilier
10
ekstrahepatik bayi yang telah mengalami portoenterostomy, namun pathogenesis
kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami.
Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada
sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan
bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi progresif yang
menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang
mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan
fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian
sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta
hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi
dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang
merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan
lama dalam ductus ekstrahepatik.
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier
dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan
satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan
menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi.
Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi
terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia.
Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.1,7
Diagnosis
Gambaran Klinis
- Anamnesis
Gambaran klinis bayi yang mengalami Atresia Bilier sangat mirip dengan
kolestasis, tanpa dilihat dari etiologinya . Gejala utamanya antara lain ikterus
yang bisa muncul segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang
menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus,
Atresia Bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang
11
lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). Pada
kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama
kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan,pertumbuhan dan
pertambahan berat badan biasanya normal.8
- Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus Atresia Bilier.
Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk
mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik Atresia Bilier, antara lain:
- Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen.
Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada splenomegali,
maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal.
- Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
- Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar
pada palpasi di area epigastrium.
- Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung
bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada pemeriksaan
auskultasi. Berikut adalah gambar tinja berwarna dempul.
12
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Serum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi,
didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL atau
lebih dari 20% total bilirubin.
Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin
total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi mencapai 50-
60% dari total bilirubin serum.8 Pada pemeriksaan lain yang dapat menegakn
diagnostik kasus atresia billier dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 1 Kadar laboratorium pada atresia billier.5
Kadar saat pada kasus Kadar normal
Bilirubin terkonjugasi (µmol/L) >100 <20
Alkali fosfatase (IU/L) >600 <500
Gamma Glutamil transferase (IU/L) >100 20-40
Aspartat aminotransferase (IU/L) 80-200 15-40
Alanin aminotrasnferase (U/L) 80-200 10-55
Albumin (g/L) Normal 37-56
Protrombin time (detik) Normal 9-13
Khusus untuk pemeriksaan tinja biasa disebut dengan pemeriksaan tinja 3 porsi
(dilihat tinja akholik pada tiga periode dalam sehari). Kolestasis ekstrahepatik
hampir selalu menyebabkan manifestasi berupa tinja akholik
Ketiga sampel tinja tersebut dimasukan ke dalam wadah yang berwarna gelap
kemudian setiap harinya dievaluasi apabila sudah terkumpul tiga sampel. Apabila
13
dalam beberapa hari pemeriksaan didapatkan hasil tinja yang berwarna dempul,
maka kemungkinan besar pasien tersebut mengalami kolestasis ekstrahepatik dan
penyebab paling sering di kolestasis ektrahepatik adalah atresia bilier.
Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG adalah proses non infasive dan terkadang berguna untuk
mengevaluasi kolestatik jaundice pada infant dan dicurigai menderita atresia
bilier. Untuk menilai kantong empedu normal, pemeriksaan harus dipuasakan
selama 4 jam, dimana kantung empedu normal akan terlihat dengan ukuran >
1,5 cm panjangnya. Jika kantong empedu tidak terlihat atau tampak mengecil,
kemungkinan terjadi atresia bilier.3Berikut adalah gambaran USG kandung
empedu nornal.
14
Dari gambaran di atas terlihat kalau bentuk dari kandung empedu masih
tampak jelas. Biasanya sebelum di lakukan pemeriksaan USG, pasien terlebih
dahulu di puasakan seperti yang sudah di jelaskan di atas dan di lakukan
pemeriksan lagi setelah 60-90 menit setelah bayi di berikan makan untuk menilai
perbedaan setelah dipuasakan dan tidak di puasakan,
15
Pada gamabaran USG di atas terlhat kandung empedu tampak berkontraksi
sehingga terlihat mengecil. Pada pasien atresia billier, gambaran USG akan
tampak sangat khas yaitu disebu Triangular Cord, gambaran USG akan tampak
seperti gambaran tubularekogenik atau tampak seperti seperti keputiha dan
membentuk segitiga, berikut gambaran dari USG atresia billier.7
Penatalaksaaan
Tidak ada terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan atresia
billier. Pasien dengan kecurigaan dengan atresia billier, satu-satunya cara adalah
dengan operasi. Ada 2 fase yang di perlukan pada atresia billier :
Fase 1 adalah mempertahankan fungsi hati dengan melakukan kasai
prosedur-portoenterostomi.
16
Fase 2 adalah jika aliran empedu tidak adekuat, maka dipertimbangkan
untuk transpalntasi hepar. Ini ditentuka dengan sistem skoring.
Konsultasi
Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan
primer dengan bergantung pada rehabilitasi temuan laboratorium. Tes non-
bedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat
pelayanan kesehatan yang berpengalaman menangani kelainan seperti ini.
Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia bilier. Bila
ditemukan bayi yang dicurigai menderita ikterus obstruktif, maka haus
segera di rujuk ke dokter subspesialis.1,
17
Terapi Bedah
Sebelum dilakukan operasi, terlebih dahulu dilakuakan pemberian Vitamin
K beberapa hari sebelum operasi dengan dosis 1-2 mg intramuskular dan
pemberian antibiotik spektrum luas sebelum operasi..
Teknik Pembedahan
Tindakan operasi yang dilakukan adalah kasai prosedur atau bisa disebut juga
portoentorostomi hepatik. Teknik pembedahan ini adalah dengan melakukan
reseksi yeyenum kurang lebih 10-15 cm. Tujuan operasi ini adalah membuang
cabang duktus bilier.10
18
Pemberian ursodiol juga berguna untuk meningkatkan drainase empedu pasca
operasi portoenterosotmiPemberian kortikosteroid adalah untuk proses
antiinflamasi dan penekanan sistem imun, sehingga pada pasien-pasien pasca
portoenterostomi, tetapi banyak perdebatan karena efek dari kortikosteroid sendiri
tidak memiliki efek untuk perbaikan hati.
Komplikasi
Komplikasi dari pasien yang sudah mengalami operaso pasca Kasai
portoenterosotimi dibagi menjadi komplikasi cepat dan komlikasi lambat.
Komplikasi cepat pasca operasi yang paling sering adalah kolangitis, komplikasi
lainnya seperti pendarahan, jaundice yang memanjang bisa saja terjadi. Kompliasi
lambat biasanya paling serimg adalah hipertensi porta.
Kolangitis terjadi sekitar 30-50% kasus dalam 2 tahun pertama. Secara
klinis pasien dengan kolangitis adalag demam atau hipotermia, muntah-muntah,
ikterik, hepatosplenomegali, nyeri perut/distensi abdomen, dan feses pucat.
Diagnostik dapat ditegakan dengan kultur darah atau biopsi hati. Pengobatan
adalah dengan dilakuan resusitasi cairan dan pemberian antibiotik spektrum luas
secara intarvena selama 7-10 hari pasca operasi.
19
Hipertensi portal terjadi berkisar 75% setelah prosedur kasai dilakukan,
walau pun aliran empedu sudah baik. Hal ini terjadi akibat kondisi intrahepatik
sudah terjadi fibrotik sebelum operasi. Manifestasi adalah pendarahan varises
esofagus (20-60%), hipersplensme (16-35%), dan asites. Penanganan kasus ini
adalah bersifat simptomatik dan penanganan lebih lanjut berupa transplantasi
hepar.3
Prognosis
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak
dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang
pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy
adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Beberapa faktor
juga turut menyumbang hasil bagi prosedur Kasai :
1. Pengalaman operator dan infrasturtur.
2. Luasnya kerusakan hepar sebelum operasi
3. Frekuensi terjadinya kolangitis
4. Pasien dengan sindrom atresia bilier (BASM = Billiary Atresia
Sphlenic Malformation).
5. Usia saat dilakukan operasi.
20
BAB III
Kesimpulan
Terapi dari atresia bilier adalah dengan teknik pembedahan, tetapi sebelum
dilakuka pembedahan terlebih dahulu untuk menjaga fungsi dari hati den. Pada
atresia bilier operasi lebih baik dilakukan pada usia < 8 minggu karena tingkat
keberhasilanya lebih baik daripada operasi dilakukan pada usia > 8 minggu, tetapi
apabila dengan operasi kasai tidak berhasil atau tidak membaik, maka harus
dilakukan transplantasi hati
21
DAFTAR PUSTAKA
22
23