You are on page 1of 19

Mata Kuliah : Farmakologi

Topik : Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi khasiat obat


dan memahami tentang pengelolaan obat.

Sub Topik : 1. faktor-faktor yang mempengaruhi khasiat obat

2. pengelolaan obat.

Waktu : 50 x 2 menit

Dosen : Siti Maryam S.Apt

OBJEKTIF PERILAKU MAHASISWA

Setelah perkuliahan ini mahasiswa dapat menjelaskan tenteng:

1. faktor-faktor yang mempengaruhi khasiat obat

2. pengelolaan obat.

REFERENSI

Potter & perry,1999, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC


L, Kee Joyce & R, Hayes evelyn ; farmakologi Pendekatan proses Keperawatan,
1996 ; EGC; Jakarta.
Priharjo, Robert; Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, 1995; EGC; Jakarta.
Aziz, Azimul; Kebutuhan dasar manusia II.
Bouwhuizen, M; Ilmu Keperawatan Bagian 1; 1986; EGC; Jakarta.
PENDAHULUAN

Prinsip dasar pengobatan adalah menghilangkan gejala dan juga

menyembuhkan penyakit serta jika mungkin mencegah timbulnya

penyakit. Dalam prinsip dasar ini tercakup pula ketentuan bahwa

manfaat klinik obat yang diberikan harus melebihi risiko yang mungkin

terjadi sehubungan dengan pemakaiannya. Untuk dapat menilai

secara objektif kemanfaatan dan keamanan suatu obat diperlukan

pengetahuan mengenai metodologi uji klinik, yaitu suatu perangkat

metodologi ilmiah untuk menilai kemanfaatan klinik suatu obat atau

perlakuan (intervensi) terapetik tertentu dengan memperhatikan

faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh yang tidak

dikehendaki (adverse effect) baik individual maupun populasi.

Dalam topik ini akan dibahas latar belakang, tujuan, tahap-tahap uji

klinik dan komponen-komponen yang tercakup dalam penelitian/uji

klinik. Dengan menguasai materi topik ini, mahasiswa akan memperoleh

informasi yang bermanfaat untuk menilai secara kritis kemanfaatan

dan keamanan suatu obat baru. Pengelolaan merupakan suatu proses

yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan

secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi dengan

baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan

sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem.


URAIAN

Penilaian manfaat klinik (clinical efficacy) suatu obat tidak dapat

didasarkan hanya pada pengalaman secara individual, baik oleh pemakai

obat (prescriber) atau pasien saja. Hal ini oleh karena dalam

menginterpretasi pengalaman-pengalaman tersebut, masing-masing akan

dipengaruhi oleh pra-condong (bias) akan kemanfaatan obat yang

dimaksud. Dalam praktek kedokteran modern, manfaat klinik suatu obat

atau pengobatan harus dapat dibuktikan secara ilmiah dengan metodologi

yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam ilmu klinik, metodologi ilmiah

untuk membuktikan atau menilai manfaat klinik suatu obat, pengobatan,

atau suatu intervensi, dikenal sebagai "uji klinik acak terkendali"

(randomized controlled clinical trial), atau secara ringkas sering disebut

sebagai uji klinik. Hingga saat ini uji klinik telah diterima secara luas

sebagai satu-satunya metode yang efektif untuk menilai dayaguna,

hasilguna, dan keamanan suatu obat, tindakan pengobatan, atau

strategi terapetik tertentu dalam klinik.

Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu

yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan

pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan.

Secara khusus pengelolaan obat harus dapat menjamin :

a. Tersedianya rencana kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah

yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian di Apotek

b. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

c. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik


d. Terjaminnya pendistribusian / pelayanan obat yang efektif

e. Terpenuhinya kebutuhan obat untuk mendukung pelayanan

kefarmasian sesuai jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

f. Tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kualifikasi

yang tepat

g. Digunakannya obat secara rasional

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Pengelolaan Obat mempunyai

empat kegiatan yaitu :

a. Perumusan kebutuhan (selection)

b. Pengadaan (procurement)

c. Distribusi (distribution)

d. Penggunaan / Pelayanan Obat (Use)

PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Khasiat Obat

Faktor-faktor yang menentukan cara transport obat lintas membran

yaitu :

Sifat fisiko-kimia obat : bentuk dan ukuran molekul, kelarutan dalam

air, kelarutan dalam lemak, derajat ionisasi

Bioavailabilitas : adalah ( ketersediaan hayati )

Jumlah obat ( dalam persen terhadap dosis ) yang mencapai sirkulasi

sistemik dalam bentuk utuh / aktif. Ketersediaan hayati digunakan

untuk memberi gambaran mengenai keadaan dan kecepatan obat


diabsorpsi dari bentuk sediaan. Ketersediaan hayati suatu obat dapat

diukur pada pasien ( secara in vivo ) dengan menentukan kadar obat

dalam plasma darah dengan interval setiap jam sampai diperoleh kadar

puncak dan kadar obat minimum yang masih berefek

Obat yang menghasilkan kadar obat sama antara kadar dalam darah

dan dalam jaringan, disebut mempunyai bioekivalensi . Bila tidak sama,

disebut mempunyai bioinekivalensi. Bila bioinekivalensinya lebih dari 10

% menimbulkan inekivalensi terapi, terutama obat-obat yang indeks

terapinya sempit ( dosis terapi hampir sama dengan dosis toksik )

Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan

mencapai sirkulasi sistemik. Banyak faktor yang mempengaruhi

bioavailabilitas obat, terutama bila diberikan per oral, kemungkinan

obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau oleh enzim-enzim dari

saluran gastrointestinal

CARA PEMBERIAN OBAT

a. Cara pemberian obat per oral :

Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah.

Namun untuk obat yang diberikan melalui oral, ada tiga faktor yang

mempengaruhi bioavailabilitas :

1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya)

2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan

metabolisme )

3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. ( interksi dengan

makanan )
( dapat dilihat dalam Tabel 1-1 halaman 4 , Ganiswara S.G .

Farmakologi dan Terapi`)- sebagai tugas mandiri.

b. Cara pemberian obat melalui suntikan :

Keuntungan pemberian obat secara parenteral dibandingkan per

oral, yaitu :

1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur

2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak

sadar atau muntah-muntah

3. Sangat berguna dalam keadaan darurat

Kelemahan cara pemberian obat melalui suntikan :

1. Dibutuhkan cara aseptis

2. Menyebabkan rasa nyeri

3. Kemungkinan terjadi penularan penyakit lewat suntikan

4. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh penderita

5. Tidak ekonomis

c. Pemberian Obat Melalui Paru-paru :

Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk obat yang

berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap, misalnya anestetik

umum dan obat dalam bentuk aerosol. Absorpsi melalui epitel paru

dan mukosa saluran napas

Keuntungan :
1. Absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas

2. Terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati

3. Obat dapat diberikan langsung pada bronchus ( untuk asma

bronchial )

Kelemahan :

1. Diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit ( obat semprot

untuk asma)

2. Sukar mengukur dosis (karena ukurannya: berapa kali semprotan

sekali pakai)

3. Obatnya sering mengiritasi epitel paru

d. Pemberian Topikal

Pada kulit : Jumlah obat yang diserap tergantung : - (1) pada luas

permukaan kulit yang terpejan; - (2) kelarutan obat dalam lemak; -(

3 ) dapat ditingkatkan absorpsinya dengan membuat suspensi obat

dalam lemak.

DISTRIBUSI

Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan

penyebarannya. Yaitu :

1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang perfusinya

sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan otak ), terjadi segera setelah

penyerapan, selanjutnya

2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang perfusinya

tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan jaringan lemak ).

Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel
dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak

sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas

terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat

pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi

kedalam sel dan mencapai keseimbangan;

Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport

secara aktif atau lebih sering karena berikatan dengan konponen

intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )

Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus

sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel kapiler otak tidak

mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu

kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak hanya

ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion

dalam lemak.

Obat yang seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentuk ion,

misalnya ammonium kuaterner atau penisilin, dalam keadaan normal

tidak dapat masuk ke otak dari darah.

Semua obat yang diterima oleh ibu hamil akan masuk ke sirkulasi

janin melalui sawar uri yang memisahkan darah ibu dan darah janin,

yang tidak berbeda dengan sawar saluran cerna

BIOTRANSFORMASI

Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses perubahan

struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh
enzim.

Pada proses biotransformasi :

(1) molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga mudah

diekskresi melalui ginjal

(2) pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga proses

biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat

(3) ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau lebih

toksik

(4) ada obat yang merupakan calon obat ( pro drug ) yang baru aktif

setelah mengalami biotransformasi oleh enzim tertentu menjadi

metabolt aktif yang selanjutnya akan mengalami biotransformasi

lebih lanjut atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir

Reaksi-reaksi biotransformasi yang terjadi dapat dibedakan atas :

(1) reaksi fase I dan ; (2) reaksi fase II

Reaksi fase I ialah : oksidasi, reduksi dan hidrolisis, yang mengubah

obat menjadi metabolit lebih polar yang bersifat inaktif, kurang

atau lebih aktif dari bentuk aslinya.

Reaksi fase II ( disebut reaksi sintetik ) : merupakan konjugasi

obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen

misalnya asam glukuronat, sulfat asetat atau asam amino. Hasil

konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi

sehingga lebih mudah diekskresi.

Kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa macam reaksi


sekaligus atau secara berurutaan menjadi beberapa macam

metabolit, tetapi ada obat yang hanya mengalami reaksi fase I atau

Fase II saja.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan

berdasarkan letaknya didalam sel, yaitu : (1) enzim mikrosom (

dalam reticulum endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi konjugasi

glukuronat, sebagian besar reaksi oksidasi obat, reaksi reduksi dan

hidrolisis; (2) enzim nonmikrosom , yang mengkatalisis reaksi

konjugasi lainnya ( dengan asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal,

glutation atau asam amino ), dan beberapa reaksi oksidasi, reduksi

dan hidrolisis.

Sebagian besar biotransformasi obat, asam-asam lemak, hormon-

hormon steroid dikatalisis oleh enzim mikrosom hati. Untuk itu obat

harus larut dalam lemak agar dapat melintasi membrane sel masuk

kedalam reticulum endoplasma dan berikatan dengan enzim

mikrosom hati.

Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikroson ditentukan oleh

faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu

bervariasi.

Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakaan

parenkhim hati misalnya oleh adanya zat hepatotoksik atau sirosis

hepatis. Dalam hal ini, dosis obat yang eliminasinya terutama melalui

metabolisme di hati harus disesuaikan atau dosisnya dikurangi.


Misalnya :Gangguan kardiovaskuler dan latihan fisik berat akan

mengurangi metabolisme obat tertentu di hati.

Pada bayi, terutama bayi prematur, aktivitas enzim metabolismenya

( mikrosom maupun nonmikrosom ) masih rendah, fungsi ekskresi

dan sawar darah-otak masih belum sempurna, maka sangat peka

terhadap efek toksik obat.

EKSKRESI

Obat dkeluarkan dari tubuh melalui barbagai organ ekskresi dalam

bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya.

Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari pada obat

larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat paru ( tergantung koefisien

partisi darah / udara , bila koefisien partisinya kecil, lebih cepat

diekskresi)

Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting , ekskresi di ginjal

merupakan proses filtrasi glomerulus. Glomerulus merupakan

jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil

dari albumin melalui celah antarsel endotelnya. Semua obat yang

tidak terikat oleh protein plasma mengalami fitrasi di glomerulus.

. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal,

sehingga dosis perlu diturunkan atau interval pemberian

diperpanjang

Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih kecil dari 150 dan
obat yang telah dimetabolisme menjadi obat yang lebih polar, dapat

diekskresikan dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan

mekanisme transport aktif ( dalam bentuk terkonjugasi dengan

asam glukuronat, asam sufat atau glisin ). Di usus, obat bentuk

konjugat dapat langsung diekskresi atau mengalami hidrolisis oleh

enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar

sehingga dapat diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati

, dimetabolisisr, dikeluarkan kembali melalui empedu menuju ke

usus, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus yang disebut

siklus enterohepatik. Siklus enterohepatik menyebabkan kerja obat

menjadi lebih panjang.

Ekskresi obat juga bisa melalui keringat, air liur, air mata, air susu,

dan rambut tetapi dalam jumlah relatif kecil sekali sehingga tidak

berarti dalam pengakhiran efek obat. Maka dari itu, air liur

digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat

tertentu; rambut juga dapat digunakan untuk menentukan logam

toksik, atau arsen

FARMAKODINAMIK

Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta

mekanisme kerjanya disebut farmakodinamik. ( pengaruh

obatterhadap organ-organ tubuh )

Mekanisme kerja obat yaitu :


(1) Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal ( fisiologi ) tubuh

(2) Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya

memodulasi fungsi yang sudah ada ( ini tidak berlaku bagi terapi gen )

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :

1. meneliti efek utama obat

2. mengetahui interaksi obat dengan sel

3. mengetahui respon khas yang terjadi

Interaksi Obat Dengan Biopolimer

Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar

berikatan dengan konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein,

lemak, asan nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi dan

reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk

konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus

fungsional senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:(1) Interaksi

tidak khas dan ;(2) Interaksi khas.

1. Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya tidak

menghasilkan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan

perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer. Interaksi ini

bersifat reversibel ( terpulihkan ) dan tidak menghasilkan respons

biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan

fisika-kimia dari struktur badan ( protein jaringan, asam nukleat,

mukopolisakarida, air dan lemak ), misalnya : anestetik umum merubah

struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik

dalam ginjal.
2. Interaksi khas :adalah interaksi yang menyebabkan perubahan

struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan

fungsi fisiologis normal yang dapat diamati sebagai respons biologis.

Interaksi dengan reseptor dan interaksi dengan enzim

biotransformasi, merupakan interaksi khas.

KERJA OBAT

Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (A) Kerja obat yang

diperantarai reseptor dan : (B) Kerja obat yang tidak diperantarai

reseptor.

A. KERJA OBAT YANG DIPERANTARAI OLEH RESEPTOR

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada

sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan

perubahan biokimia dan fisiologi yang merupakan respons biologis yang

khas untuk obat tersebut. Interaksi antara obat dengan enzim

biotransformasi juga merupakan interaksi yang khas karena

mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga

timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati

sebagai respons biologis

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu

tempat terikatnya obat untuk menimbulkan respons. Sekelompok

reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor untuk ligand

endogen ( hormon dan neurotransmitor. Komponen yang paling penting


dalam reseptor obat adalah protein ( misalnya : asetilkolinesterase,

Na+ -, K+ -ATP ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor

obat , contohnya untuk obat sitostatika ( pembunuh sel kanker ).

Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan

hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls atau ikatan kovalen (

jarang ). Umumnya merupakan campuran berbagai ikatan tersebut

diatas. Ikatan antara obat daengan reseptor, misalnya ikatan antara

substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah ( ikatan ion,

ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang

berupa ikatan kovalen. Hubungannya dengan efek obat dapat

digambarkan sebagai berikut :

Hubungan Struktur dan Aktifitas Biologik :

Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan aktifitasnya

terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil

dalam molekul obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat

menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan

mengenai hubungan struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi

pengembangan obat baru.

B. KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERANTARAI RESEPTOR

Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan

dengan reseptor. Mekanismenya ada berbagai cara yaitu :


1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh

2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil

3. Masuk kedalam komponen sel

1. Mekanisme Kerja Obat : Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan

tubuh :

a. Pengubahan sifat osmotik, contoh : (1) obat-obat diuretik osmotik (

manitol ) yang meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga

terjadi efek diuretk; (2) obat-obat katartik osmotik atau pencahar (

Mg SO4 ); (3) gliserol untuk mengurangi udema serebral

b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh (1) obat-obat antasida untuk

menetralkan asam lambung; (2) NH4CL untuk mengasamkan urin; (3)

Natrium bikarbonat untuk membasakan urin; Asam-asam organik

sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisida topical dalam

saluran vagina.

c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan

desinfektan ), contoh : (1) detergen, merusak integritas membran

lipoprotein; (2) halogen, peroksida dan oksidator lain ( merusak zat

organik ); (3) denaturan, merusak integritas dan kapasitas fungsional

membran sel, partikel subseluler dan protein.

d. Gangguan fungsi membran, contoh : anestesi umum dengan eter,

halotan atau metoksifluran, bekerja dengan melarut dalam lemak

membran sel di SSP sehingga eksitabilitas menurun


2. Mekanisme Kerja : Interaksi dengan molekul kecil atau ion

Dengan Molekul pengkhelat ( chelating agent ), contoh : (1) CaNa2

EDTA. yang mengikat logam Pb menjadi khelat yang inaktif, misal

pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada keracunan Pb; (2) Penisilamin,

mengikat Cu 2+ bebas ; (3) Dimerkasol untuk keracunan logam-logam

berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah

dikeluarkan lewat ginjal .

3. Mekanisme Kerja : Masuk ke dalam komponen sel

Obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam

nukleat, sehingga mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ),

cotohnya : 6-merkaptopurin, 5-fluorourasil, flusitosin yang merupakan

obat-obat anti kanker.

TERMINOLOGI MENGENAI EFEK OBAT

* Spesifisitas dan Selektifitas :

Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.

Obat yang spesifik . bila bekerjanya hanya pada satu jenis reseptor

Obat yang selektif , bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan

pada dosis lebih tinggi baru timbul efek yang lain.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSI OBAT : yaitu

1. Berat badan

2. Umur

3. Jenis kelamin

4. Kondisi patologik pasien

5. Genetik ( Idiosinkrasi )

6. Cara pemberian obat :


(a) yang memberikan efek sistemik : - oral; sublingual; bukal;-

parenteral;- implantasi subkutan; rektal;

(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal ( pada kulit ) : salep,

krim , lotion ; - obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga,

Pengelolaan Obat

Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut

aspek perencanaan/ seleksi, pengadaan, pendistribusian dan

penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia

seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan

tatalaksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Seleksi : meliputi kegiatan penetapan masalah

kesehatan, keadaan sosial ekonimi masyarakat, pemilihan jenis obat,

serta penetapan jenis obat apa yang harus tersedia.

Pengadaan : meliputi perhitungan kebutuhan dan

perencanaan pengadaan, pemilihan cara pengadaan, pelaksanaan

pembelian, penerimaan dan pemeriksaan serta melakukan jaminan mutu

Distribusi : meliputi kegiatan pengendalian persediaan

obat, dan penyimpanan

Penggunaan : pelayanan farmasi.

Untuk terlaksananya pengelolaan obat dengan efektif dan efisien perlu

ditunjang dengan sistem informasi manajemen obat untuk menggalang

keterpaduan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan obat. Dengan

adanya sistem ini pelaksanaan salah satu kegiatan pengelolaan obat


dapat dengan mudah diselaraskan dengan yang lain. Selain itu, berbagai

kendala yang menimbulkan kegagalan atau keterlambatan salah satu

kegiatan dengan cepat dapat diketahui, sehingga segera dapat

ditempuh berbagai tindakan operasional yang diperlukan untuk

mengatasinya.

KESIMPULAN

Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas

terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan

dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah ksehatan.

Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat

dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi

menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat

bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang

ditimbulkkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien,

dan membantu klien menggunakannnya dengan benar serta berdasarkan

pengetahuan.

EVALUASI

1. Sebutkan dan Jelaskan apa yang anda ketahui faktor yang

mempengaruhi khasiat obat !

2. Bagaimana kerja obat dalam tubuh !

3. Bagaimana cara yang benar dalam pengelolaan obat !

You might also like