You are on page 1of 45

APLIKASI KONSUMSI TELUR TERHADAP PENINGKATAN

KADAR HEMOGLOBIN (HB) PADA REMAJA PUTRI


YANG MENGALAMI ANEMIA DI SMK GRAFIKA
RADEN UMAR SAID KUDUS

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan (S1)

Disusun Oleh :
Aini Zahroh
NIM : IV.12.3008

Pembimbing :
1. Sri Karyati, M.Kep., Sp.Kep.Mat
2. Nor Cholifah, S.SiT., M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A........................................................................Latar Belakang

B..................................................................Rumusan Penelitian

C.............................................................Pertanyaan Penelitian

D....................................................................Tujuan Penelitian

E....................................................................Manfaat Penelitian

F....................................................................Keaslian Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9

A...................................................................................Remaja

B..................................................................................Anemia

14

C.....................................................................................Kader

19
D.......................................................................Kerangka Teori

25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 26

A..................................................................Variabel Penelitian

26

B.................................................................Hipotesa Penelitian

26

C...................................................................Kerangka Konsep

27

D.............................................................Rancangan Penelitian

27

1...................................................................Jenis Penelitian

27
2..............................Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

28
3................................................Metode Pengumpulan Data

29
4..............................................................................Populasi

30
5............................Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian

30
6............................................................Definisi Operasional

31
7...........................Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian

32
8..................................Teknik Pengolahan dan Analisa Data

33
9....................................................................Etika Penelitian

35
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat

dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial. Pada masa ini

terjadi kematangan seksual dan tercapainya bentuk dewasa karena

pematangan fungsi endokrin. Pada saat proses pematangan fisik, juga

terjadi perubahan komposisi tubuh. Periode Adolesensia ditandai dengan

pertumbuhan yang cepat (Growth Spurt) baik tinggi badannnya maupun

berat badannya. Pada periode growth spurt, kebutuhan zat gizi tinggi karena

berhubungan dengan besarnya tubuh (Sarlito, 2010).

Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu

menjadi topik pembicaraan yang tak henti-henti. Kesehatan menjadi hal yang

paling penting dalam mendukung kehidupan manusia (Grafindo, 2007).

Masalah kesehatan sering diremehkan orang demi kesenangan sementara,

apalagi pada remaja. Perubahan yang berjalan sangat cepat pada bentuk

tubuh menyebabkan remaja pada kondisi emosional yang kurang stabil,

sehingga remaja cenderung melakukan perbuatan tanpa perhitungan,

termasuk perilaku yang tidak sehat karena keinginan individu agar diterima

oleh teman-temannya (Sarwono, 2009).

Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat

kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko

melahirkan bayi dengan BBLR, penurunan kesegaran jasmani. Banyak

penelitian telah dilakukan menunjukkan kelompok remaja


menderita/mengalami banyak masalah gizi. Masalah gizi tersebut salah

satunya adalah anemia (Arisman, 2010). Anemia masih dianggap

masalah kesehatan sampai saat ini. Menurut Badan Kesehatan Dunia

(WHO) anemia muncul karena kekurangan zat besi. Penyakit ini menempati

urutan teratas penyebab kematian. Diperkirakan 4-5 milyar penduduk dunia

(sekitar 66%-80% penduduk dunia) menderita anemia karena kekurangan

zat besi (Yatim, 2013).

Anemia pada remaja putri dapat menurunkan daya tahan tubuh

sehingga rentan terhadap penyakit, aktifitas fisik dan prestasi belajar

menurun (Arisman, 2010; Supariasa, dkk, 2012). Anemia rentan terjadi pada

remaja putri karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa

pertumbuhan dan karena terjadi kehilangan darah pada masa menstruasi

(Arisman, 2010). Remaja putri yang berangkat dewasa dan sebagai calon

ibu yang mengalami anemia, keadaan ini membawa efek keseluruhan

terbesar dalam hal gangguan kesehatan saat kehamilan dan persalinan.

Pada perempuan usia subur, anemia gizi berkaitan dengan fungsi reproduktif

yang buruk, proporsi kematian maternal yang tinggi (10 -20% dari total

kematian), meningkatnya insiden BBLR (berat bayi kurang dari 2,5 kg pada

saat lahir), dan malnutrisi intrauterine (Prawirohardjo, 2009).

Anemia merupakan suatu gejala kekurangan kadar hemoglobin (Hb)

darah pada seseorang biasanya ditandai dengan kadar hemoglobin dalam

darah rendah, kadar Hb darah untuk wanita dewasa normal 12,00 gr%-14,00

gr% (Arisman, 2010). Penanganan yang biasa dilakukan pada orang dewasa

yang mengalami anemia adalah dengan pemberian tablet zat besi (Fe),

mulanya program pemberian suplementasi besi direkomendasikan oleh


World Health Organization (WHO) kepada ibu hamil, namun seiring

berjalannya waktu sasaran program ditambah menjadi balita, anak usia

sekolah dan wanita usia subur (Depkes RI, 2009).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

anemia di Indonesia 21,7% penduduk Indonesia. Berdasarkan kelompok

umur, prevalensi balita sebesar 28,1%, anak 5-12 tahun 29%, ibu hamil

37,1%, remaja putri 13-18 tahun dan wanita usia subur 15-49 tahun masing-

masing sebesar 22,7% (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian tahun 1990, Kabupaten Kudus

merupakan Kabupaten dengan prevalensi anemia pada ibu hamil

yang cukup tinggi yaitu sebesar 62,9%. Hampir sama dengan

rata-rata propinsi (63,5%). Hasil survei yang dilakukan Dinas Kesehatan

Kabupaten Kudus pada bulan September 2006 prevalensi anemia

yang terjadi pada ibu hamil sebesar 60,4%. Diantara Kecamatan lain

di Kabupaten Kudus, Kecamatan Gebog mempunyai prevalensi paling

tinggi sebesar 88,0%. Namun saat ini belum ada data prevalensi anemia

pada remaja di Kabupaten Kudus.

Terapi zat besi ini dapat dikombinasikan dengan terapi komplementer

yang berasal dari herbal. Terapi komplementer merupakan terapi alternatif

yang digunakan bersama atau sebagai tambahan terhadap pengobatan

konvensional (Vitahealth, 2009). Terapi herbal biasanya sangat diminati oleh

masyarakat selain merasa aman karena terbuat dari bahan yang berasal dari

alam, pembuatan dan bahannya juga mudah didapat untuk dikonsumsi

sehari-hari.
Semakin berkembangan ilmu pengetahuan, dengan berbagai hasil

penemuannya seperti buah-buahan yang mengandung berbagai macam zat

nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Hasil penemuan yang telah

dipublikasikan membuat banyak orang tahu mengenai manfaat dari bahan-

bahan makanan yang dihasilkan oleh alam salah satu yaitu telur. Telur yang

telah lama dikenal oleh masyarakat dan dikonsumsi ternyata memiliki

kandungan zat gizi yang baik untuk kesehatan. Terapi diet yang diberikan

kepada para pendonor darah setelah darahnya diambil biasanya diberikan

susu dan sebutir telur guna memulihkan stamina dan mencegah terjadinya

anemia (Ikatan Dokter Indonesia, 2009).

Telur merupakan sumber protein yang murah dan mudah diperoleh

demikian pula kandungan asam amino esensialnya, hampir setara dengan

yang berasal dari air susu ibu. Beragam vitamin juga terdapat dalam telur,:

vitamin A, D, serta vitamin B kompleks termasuk B 12. Telur juga menyimpan

zat-zat mineral lainnya seperti zat besi, kalsium, fosfor, sodium dan

magnesium. Telur sama sekali tidak mengandung karbohidrat meskipun

memiliki kalori 59 kalori (248 kj) (Yasa Boga, 2010).

Dari pengamatan peneliti di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus,

didapatkan banyaknya remaja yang mengalami anemia dan banyak remaja

yang jarang mengkonsumsi telur, dikarenakan kondisi SMA yang jauh pusat

perkotaan dan perbelanjaan serta kegiatan ekstrakurikuler yang banyak.

Dari hal itu penulis merasa tertarik mengambil tempat penelitian di SMA

Grafika Raden Umar Said Kudus.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

bulan Desember 2016 pada 10 remaja putri yang mengalami anemia

didapatkan 4 remaja putri yang mengkonsumsi makanan yang baik yang


memenuhi kriteria gizi remaja yang terdiri dari kalori, protein, zat besi dan

kandungan vitamin sehingga kadar haemoglobin normal sedangkan 6

remaja putri yang mengalami anemia tidak mengkonsumsi makanan yang

baik sehingga asupan nutrisi terutama zat besi dan asam folat berkurang

yang mempengaruhi komponen bahan dasar pembentukan pembentukan sel

darah merah didalam tubuh. Dengan demikian berkurangnya sel darah

merah akan mempengaruhi kadar haemoglobin yang rendah dalam tubuh.

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Aplikasi konsumsi telur terhadap peningkatan kadar

hemoglobin (Hb) pada remaja putri yang mengalami anemia di SMA Grafika

Raden Umar Said Kudus.

B. Rumusan Masalah

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

anemia di Indonesia 21,7% penduduk Indonesia. Berdasarkan kelompok

umur, remaja putri 13-18 tahun dan wanita usia subur 15-49 tahun

masing-masing sebesar 22,7% (Kemenkes RI, 2013). Anemia rentan terjadi

pada remaja putri karena meningkatnya kebutuhan zat besi selama masa

pertumbuhan dan karena terjadi kehilangan darah pada masa menstruasi

(Arisman, 2010).

Terapi pemberian zat besi atau tablet Fe dapat diberikan sebagai

bagian dari terapi medis, namun perlu diketahui pula sebagaimana

berkembangan ilmu pengetahuan dengan hasil penemuannya yang telah

menjelaskan bahwa telur yang telah dikenal dan dikonsumsi oleh

masyarakat memiliki manfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan

vitamin A, D, seluruh vitamin B termasuk vitamin B 12 dengan menyimpan

kandungan mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium, sodium, magnesium


yang diperlukan oleh tubuh dan menjadikan telur sebagai salah satu terapi

untuk mengatasi anemia.

Survey pendahuluan yang diketahui adanya remaja putri yang

mengalami anemia ringan dan sedang dengan berbagai macam

penyebabnya membuat peneliti tertarik untuk membuktikan apakah

konsumsi telur dapat meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja

putri yang mengalami anemia di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus ?.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kadar Hb remaja putri sebelum aplikasi konsumsi telur

di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus ?

2. Bagaimana kadar Hb remaja putri sesudah aplikasi konsumsi telur

di SAMA Grafika Raden Umar Said Kudus ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui ”Aplikasi konsumsi telur terhadap peningkatan

kadar hemoglobin (Hb) pada remaja putri yang mengalami anemia

di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus “.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Aplikasi konsumsi telur terhadap pada

remaja putri yang mengalami anemia di SMA Grafika Raden Umar

Said Kudus.
b. Untuk Mengetahui peningkatan kadar hemoglobin (Hb)

pada remaja putri yang mengalami anemia di SMA Grafika Raden

Umar Said Kudus.


c. Untuk mengetahui remaja putri yang mengalami anemia

di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus.


E. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Menambah bukti referensi mengenai manfaat telur bagi

kesehatan terutama meningkatkan kadar hemoglobin penderita

anemia.

2. Praktik

a. Mahasiswa

Dapat memberikan asuhan keperawatan terapi komplementer

pada klien dengan kasus anemia melalui pemberian telur untuk

dikonsumsi sesuai anjuran.

b. Remaja putri

Secara rutin mengkonsumsi telur sebagai upaya mencegah

anemia.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Aplikasi Konsumsi Telur terhadap

Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) pada Remaja Putri yang Mengalami

Anemia di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus, belum pernah diteliti

sebelumnya baik diinstansi pendidikan STIKES Muhammadiyah Kudus

maupun instansi pendidikan lainnya, namun ada penelitian lain yang dapat

dijadikan bahan kajian seperti berikut :

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti/Tahun Judul Metode Hasil Perbedaan


Penelitian
Nuraysih Efektivitas Penelitian ini Karakteristik Jumlah
terapi menggunakan Responden responden,
Program Studi kombinasi desain Berdasarkan Jenis
keperawatan jus bayam- penelitian hasil penelitian responden
Fakultas jeruk Quasy yang dilakukan dan tempat
Kedokteran sunkis- experimental terhadap 12 penelitian
Universitas madu dengan orang responden
Tanjungpura terhadap rancangan 6 orang
Pontianak kadar nonequivalent responden
2015 hemoglobin control-group sebagai
Pada ibu kelompok
hamil eksperimen
dengan dan 6 orang
anemia di responden
Wilayah sebagai
kerja uptd kelompok kontrol,
puskesmas diperoleh usia
Kecamatan responden
pontianak terbanyak adalah
Selatan rentang usia 20-
35 tahun pada
kelompok
eksperimen dan
kelompok kontrol
yaitu masing-
masing kelompok
sebanyak 5
responden
(83.3 %). “

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja

1. Pengertian

Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescentia yang berarti

remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial.

Menurut World Health Organitation (WHO) batasan remaja adalah

usia 10-19 tahun, sementara United Nations (UN) menyebutnya sebagai

anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan

dalam batasan kaum muda (young people) yang mencakup usia

10-24 tahun (Proverawati & Kusuma, 2011).

Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun. Menurut

BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun. Remaja putri adalah individu

dengan jenis kelmain perempuan berusia 11-15 tahun yang sudah

mengalami menarche (Widyastuti, dkk, 2010).

2. Perkembangan remaja putri

a. Perkembangan fisik

Beberapa dimensi perkembangan fisik pada masa remaja

akan diuraikan dalam ulasan berikut.

1) Perubahan tinggi dan berat badan

Tinggi rata-rata anak perempuan pada usia 12 tahun

adalah sekitar 59 atau 60 inci (± 150 cm). Pada usia 18 tahun,

remaja perempuan 64 inci. Untuk anak perempuan tingkat

pertumbuhan tertinggi terjadi pada usia sekitar 11 atau 12

tahun. Dalam tahun itu tinggi kebanyakan anak perempuan

bertambah sekitar 3 inci (Desmita, 2010).

Pada masa remaja, selain terjadi pertumbuhan terjadi

juga pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan ini

sekitar 10 kg bagi anak perempuan. Meskipun berat badan ikut


bertambah seiring proses pertumbuhan namun ia dapat lebih

mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pola hidup,

asupan nutrisi, diet dan latihan (Cahyaningsih, 2011).

2) Perubahan Proporsi Tubuh

Pertambahan tinggi dan berat badan berhubungan juga

dengan proporsi tubuh. Misalnya bagian-bagian tubuh tertentu

yang dulunya kecil saat masa anak-anak, pada masa remaja

berubah menjadi besar. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada

pertumbuhan tangan dan kaki, yang kadang tidak proporsional.

Perubahan lain dalam proporsi tubuh juga terlihat pada

perubahan ciri-ciri wajah, di mana wajah anak-anak mulai

menghilang. Terjadi perubahan struktur kerangka, pertumbuhan

otot. Pertumbuhan otot ini perkembang seiring dengan

bertambahnya tinggi badan (Cahyaningsih, 2011).

3) Kematangan Seksual

Kematangan seksual terjadi dengan pesat pada awal

masa remaja. Periode ini disebut masa pubertas. Kematangan

seksual sebagai suatu rangkaian perubahan fisik pada masa

remaja ditandai dengan perubahan ciri-ciri seks primer (primary

sex characteristics) dan ciri-ciri seks sekunder (secondary sex

characteristics). Tanda-tanda kematangan seksual remaja

dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Perubahan ciri-ciri seks primer

Yang dimaksud dengan ciri-ciri seks primer adalah

ciri-ciri fisik yang secara langsung menunjuk pada proses

reproduksi yang khas membedakan laki-laki dan


perempuan. Dengan demikian antara laki-laki dan

perempuan terdapat perbedaan ciri-ciri seks primer.

Pada remaja wanita, perubahan ciri-ciri seks primer

ditandai dengan menarche atau munculnya periode

menstruasi untuk pertama kalinya. Munculnya peristiwa

menstruasi sangat dipengaruhi oleh perkembangan indung

telur (ovarium), yang berfungsi memproduksi sel-sel telur

(ovum) serta hormon estrogen dan progesteron. Hormon

progesteron bertugas mematangkan sel telur sehingga siap

untuk dibuahi. Sementara hormon estrogen berfungsi

membantu pertumbuhan ciri kewanitaan pada tubuh

seseorang seperti pembesaran payudara dan pinggul serta

mengatur siklus haid. Ketika percepatan pertumbuhan

mencapai puncaknya ciri-ciri seks primer pada wanita

meliputi ovarium, uterus, vagina, labia dan klitoris

mengalami perkembangan pesat (Desmita, 2010).

b) Perubahan ciri-ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder merupakan tanda-tanda fisik

yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses

reproduksi namun manjadi penanda khas yang

membedakan seorang laki-laki dan perempuan; merupakan

konsekuensi dari bekerjanya hormon-hormon pria dan

wanita. Pada anak perempuan tanda-tanda fisik ini berupa

payudara dan pinggul membesar, suara menjadi halus,

tumbuh bulu di ketiak dan sekitar kemaluan (Cahyaningsih,

2011).

b. Perubahan Psikis Remaja


Ada beberapa perkembangan psikis yang penting pada masa

remaja yaitu:

1) Perkembangan Intelegensia

Pertumbuhan otak remaja mencapai kesempurnaan

pada usia 12 sampai 20 tahun. Secara fungsional

perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja menurut

Kusmiran (2011) dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan

abstrak.

b. Remaja mulai dapat membuat rencana dan

membuat keputusan-keputusan serta memecahkan

masalah.

c. Remaja sudah mampu membedakan yang konkrit

dengan yang abstrak.

d. Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah.

e. Mulai memikirkan masa depan.

f. Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar

berintropeksi.

g. Cara berfikirnya semakin luas yang dapat meliputi

agama, keadilan, moralitas, dan jati diri.

2) Perkembangan Emosi (Emosionalitas)

Secara psikis remaja umumnya mengalami puncak

emosional. Perkembangan emosi remaja awal (usia ± 12-18

tahun) menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosional

bersifat negative dan temperamental (mudah tersinggung,


marah, sedih, murung). Sedangkan remaja akhir (usia ± 18-22

tahun) sudah mampu mengendalikan sifat-sifat psikis yang

terjadi pada remaja awal tersebut (Sarlito, 2011).

3) Perkembangan moral

Remaja sudah dapat berperilaku tidak hanya mengejar

kepuasan fisik saja. Tetapi meningkat pada kepuasan psikologis

seperti rasa diterima, dihargai dan penilaian positif dari orang

lain. Namun perkembangan moral remaja baru berkisar pada

perilaku yang sesuai dengan tuntutan dan harapan

kelompoknya saja.

4) Perkembangan sosial

Remaja telah mengalami perkembangan sosial dalam

menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang

mempunyai sifat dan kualitas psikologis yang relative sama

dengan dirinya. Misalnya minat, sikap, hobi, nilai-nilai dan

kepribadiannya.

5) Perkembangan kepribadian

Isi sentral pada masa remaja adalah masa

berkembangnya identitas diri (jati diri) yang akan menjadi bekal

di masa dewasa. Remaja mulai sibuk dengan problema

pencarian jati dirinya “siapa saya?”. Terkait dengan pencarian

jati diri itu remaja mulai risau mencari tokoh idola yang menjadi

panutan dan kebanggaan misalnya artis, tokoh politik,

pemimpin dan lain-lain. (Cahyaningsih, 2011)


B. Anemia

1. Pengertian

Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah

merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal

umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia

biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5

gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari

12 gram/100 ml (Proverawati, 2011).

Anemia adalah suatu keadaaan di mana kadar hemoglobin dan

eritrosit lebih rendah dari normal. Pada pria, hemoglobin normal adalah

14-18 gr% dan eritrosit 4,5-5,5 jt/mm 3. Sedangkan pada wanita,

hemoglobin normal adalah 12-16 gr% dengan eritrosit 3,5 jt/mm 3. Fungsi

hemoglobin dalam darah adalah mengikat oksigen di paru-paru dan

melepaskannya di seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan, kemudian

mengikat CO2 dari jaringan tubuh dan melepaskannya di paru-paru.

Disamping kekurangan zat besi, nilai hemoglobin yang rendah dapat

disebabkan oleh kekurangan protein atau vitamin B6 (Aryani, 2010).

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis

kelamin, dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO tahun 1968

yang dikutip Tarwoto (2010) adalah :

a. Laki-laki dewasa dengan jumlah hemoglobin < 13 g/dl,

b. Wanita dewasa tidak hamil hemoglobin < 12 g/dl,

c. Wanita hamil hemoglobin < 11 g/dl,

d. Anak umur 6-14 tahun hemoglobin < 12 g/dl,

e. Anak umur 6 bulan-6 tahun hemoglobin < 11 g/dl.


2. Tanda-tanda anemia

Menurut Proverawati & Asfuah (2011), tanda-tanda anemia pada

remaja putri adalah :

a. Lesu, lemah, letih, lelah dan lunglai (5L)

b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.

c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit

dan telapak tangan menjadi pucat.

Anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi dapat

menyebabkan resiko pendarahan pada waktu melahirkan. Umumnya

remaja putri dan wanita lebih mudah menderita anemia dibanding pria

dan remaja putra. Wanita dan remaja putri membutuhkan zat besi 2 x

lebih banyak daripada pria atau remaja putra karena mengalami haid

dan banyak mengeluarkan darah waktu melahirkan dan zat besi

diperlukan untuk memproduksi darah (Hb) (Proverawati & Asufah, 2011).

3. Penyebab anemia pada remaja putri

Menurut Proverawati (2012), penyebab anemia adalah :

a. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan sel-sel

darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar

melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang

belum matur (muda) dapat juga disekresi ke dalam darah. Sel darah

yang usianya muda biasanya gampang pecah sehingga terjadi

anemia. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan dapat

disebabkan oleh :

1) Masalah dengan sumsum tulang seperti limfoma,

leukemia, atau multiple myeloma

2) Masalah dengan sistem kekebalan tubuh.

3) Kemoterapi
4) Penyakit kronis seperti AIDS

b. Kehilangan darah

Kehilangan darah dapat disebabkan oleh :

1) Perdarahan : menstruasi, persalinan

2) Penyakit : malaria, cacingan, kanker, dan lain-lain

3) Penurunan produksi sel darah merah

Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika

terjadi kerusakan pada daerah sumsum tulang, atau bahan

dasar produksi tidak tersedia. Penurunan produksi sel darah

dapat terjadi akibat :

a) Obat-obatan/ racun

b) Diet yang rendah, vegetarian ketat

c) Gagal ginjal

d) Genetik, seperti talasemia

e) Kehamilan

Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut

memperburuk kondisi anemia di kalangan perempuan yaitu :

a. Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani

b. Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan

c. Budaya atau kebiasaan di keluarga sering

menomorduakan perempuan dalam hal makanan

d. Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti

perempuan hamil jangan makan ikan karena bayinya akan bau amis

e. Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu

mengkonsumsi makanan yang bergizi

(Hasmi, dkk, 2010).


Menurut Merryana, dkk (2012) mengatakan faktor-faktor

pendorong anemia pada remaja putri adalah :

a. Adanya penyakit infeksi yang kronis

b. Menstruasi yang berlebihan pada remaja putri

c. Perdarahan yang mendadak seperti kecelakaan

d. Jumlah makanan atau penyerapan diet yang buruk

4. Dampak anemia

Anemia gizi besi menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau

produktivitas kerja, penurunan kemampuan berfikir dan penurunan

antibodi sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya

dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi kepada kelompok

sasaran (Almatsier, 2011).

Dampak jangka panjang kedepannya akibat kekurangan zat besi

ketika remaja putri sudah menikah dan hamil maka ia tak mampu

memenuhi kebutuhan dirinya dan janin dalam kandungannya sehingga

akan terjadi perdarahan saat melahirkan dan setelah melahirkan, pada

bayi yaitu berat bayi lahir rendah (BBLR), bahkan premature (Arisman,

2011).

Anemia yang berlanjut semakin parah akan mempengaruhi

struktur dan fungsi jaringan epitel, terutama lidah, kuku, dan mulut. Kuku

menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung mirip sendok

(spoon nail) kuku sendok. Atropi papil lidah, permukaan lidah menjadi

licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Stomatitis angular,

peradangan pada sudut mulut sehingga nampak seperti bercak

berwarna pucat keputihan. Disfagia yaitu nyeri saat menelan karena

kerusakan epitel hipofaring. Adanya peradangan pada mukosa mulut


(stomatitis), peradangan pada lidah (glostitis), dan (chelitis) peradangan

pada bibir). Pada remaja yang menderita anemia dapat mengalami

gangguan pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas.

Remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan

pertumbuhan, penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat

dalam beraktivitas karena cepat merasa lelah. Defisiensi besi dapat

mempengaruhi pemusatan perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di

sekolah (Almatsier, 2011).

5. Pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri

a. Pencegahan

Menurut Almatzier (2011), cara mencegah dan mengobati anemia

adalah :

1) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

a) Makan makanan yang banyak mengandung zat

besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati,

telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau

tua, kacang-kacangan, tempe).

b) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang

banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun

singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat

bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi

dalam usus.

2) Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan

minum Tablet Tambah Darah (TTD). Tablet tambah darah adalah

tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat

atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Wanita dan


remaja putri perlu minum tablet tambah darah karena wanita

mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti

darah yang hilang. Wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga

zat besinya sangat tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin

semenjak remaja. Tablet tambah darah mampu mengobati wanita

dan remaja putri yang menderita anemia, meningkatkan

kemampuan belajar, kemampuan kerja dan kualitas sumber daya

manusia serta generasi penerus. Anjuran minum yaitu minumlah 1

(satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1

tablet setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah

dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi karena

dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga

manfaatnya menjadi berkurang.

3) Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat

anemia seperti: kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

C. Telur

1. Pengertian

Telur merupakan salah satu bentuk reproduksi makhluk hidup,

khususnya hewan yang tidak memiliki telinga, seperti ikan, reptile dan

unggas. Telur yang dikenal dan banyak dikonsumsi masyarakat saat ini

berasal dari produk peternakan unggas, yang memiliki kandungan gizi

lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein

hewani di samping daging, ikan, dan susu. Telur sangat baik dikonsumsi

oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, ibu hamil maupun menyusui,

serta mereka yang sedang dalam masa penyembuhan dari suatu


penyakit. Sehingga dengan demikian, telur sangat bermanfaat dalam

kehidupan manusia (Suprapti, 2010).

2. Struktur dan komponen telur

Secara umum, telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu : kulit

telur atau cangkang (+ 11% dari berat total telur), putih telur (+ 57% dari

berat total telur), dan kuning telur (+ 32% dari berat total telur).

Gambar 2.1
Struktur dan Komponen Telur
(sumber : Suprapti, 2010)

Keterangan gambar :

1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar

(mucus).

2. Selaput tipis yang menempel pada shell dan selaput tipis

lain yang melekat pada putih telur (membrane)

3. Lapiran putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat

dengan kulit (3a) dan yang dekat dengan kuning telur (3b)

kondisinya lebih encer.

4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapiran putih telur

encer).

5. Kuning telur (yolk).


6. Titik benih (lembaga) atau germ spot.

7. Tali pengikat kuning telur (chalazeae).

8. Rongga udara (air space).

9. Lapisan luar kuning telur (vitellin)

3. Jenis-jenis telur

Menurut (Yasa Boga, 2012), adapun jenis telur yang dikonsumsi

manusia adalah telur yang berasal dari hewan unggas diantaranya

adalah sebagai berikut :

a. Telur ayam negeri

Suplai jenis telur ini hampir tidak pernah jeda. Dengan berat

+ 50 gram/butir, telur ayam negeri dimanfaatkan oleh industry kue

maupun rumah tangga. Kulit cangkang telur ada yang berwarna

lebih gelap, ada pula yang terang. Namun perbedaan warna

cangkang ini tidak mempengaruhi kualitas isi telur. Yang beda

adalah jenis ayam petelurnya.

b. Telur ayam kampung

Bentuknya lebih kecil, warna cangkangnya pun lebih putih

dan relatih lebih mahal daripada telur ayam negeri. Walaupun

demikian telur ayam kampung tetapi diminati. Sebagian besar

menganggap rasa telur ayam kampung lebih enak dan sehat. Tentu

saja lebih enak karena aroma amisnya tidak menonjol dan lebih

sehat karena ayam kampung banyak memperoleh pangan alami.

c. Telur itik/bebek

Lebih besar daripada telur ayam, warna kulit cangkangnya

biru kehijauan, mengandung minyak, dan aromanya cukup tajam.

Telur itik kurang enak bila hanya direbus, tapi boleh didadar

(omelette) atau paling tepat diawetkan menjadi telur asin. Jika


proses pengawetannya tepat dan cukup waktu, biasanya kuning

telur terasa masir di lidah (gurih dan berpasir) dan berminyak. Oleh

karena putih telurnya sangat kental, banyak digunakan dalam kue-

kue tradisional.

d. Telur puyuh

Jenis telur yang imut-imut ini sangat disukai anak-anak,

dimanfaatkan sebagai hiasan atau bisa juga direkayasa bersama

bahan lain sehingga menjadi hidangan. Cangkang kulitnya putih

bercak-bercak cokelat. Yang masih segar berusia kurang dari 1

minggu dapat direbus tanpa cangkang (poaching). Tapi lewat dari

usia 1 minggu telur puyuh lebih baik direbus.

e. Telur organik

Istilah ini khususnya mengacu pada produk telur ayam

kampung. Selain diberi pakan alami (jagung, bekatul, berat dan lain-

lain), ayam-ayam petelur ini sengaja dibiarkan berkeliaran di area

terbuka yang bebas pupuk kimia dan pestisida. Tentu saja harganya

cukup mahal, namun cukup diminati.

4. Kadar gizi telur

Kandungan unsur gizi dan kalori dalam telur ayam dan itik, dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.1
Kadar Gizi Telur

No Unsur Gizi Kadar per 100 gr Bahan


Putih Telur Kuning Telur Putih Kuning
Ayam Ayam Telur Itik Telur Itik
1 Energi (kal) 46,00 355,00 47,00 377,00
2 Air (g) 87,80 48,40 87,80 47,00
3 Protein (g) 10,80 16,30 11,00 17,00
4 Lemak (g) 0 31,90 0 34,00
5 Karbohidrat (g) 0,80 0,70 0,80 0,80
6 Mineral (g) 0,60 1,70 0,40 1,20
7 Kalsium (mg) 6,00 1470 21,00 150,00
8 Fosfor (mg) 17,00 566,00 20,00 400,00
9 Besi (mg) 0,20 7,20 0,10 1,00
10 Vitamin A (mcg) 0 600,00 0, 861,00
11 Vitamin B (mg) 0,01 0,27 0,01 0,60
12 Vitamin C (mg) 0 0 0 0
Sumber : Suprapti, 2010

Berdasarkan komposisi unsur-unsur gizi yang terkandung

dalam telur sebagaimana tersebut di atas, maka telur dapat

dikategorikan sebagai bahan makanan bernilai gizi tinggi.

5. Kualitas telur

Menurut Suprapti (2010) kualitas telur ditentukan oleh beberapa

hal, antara lain sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Unggas yang dihasilkan dari keturunan yang baik, umumnya

akan mampu menghasilkan telur yang berkualitas baik juga.

b. Kualitas makanan

Makanan yang berkualitas (komposisi bahan tepat, baik dari

jumlah maupun kandungan nutrisinya) akan mempengaruhi laju

pertumbuhan dan kesehatan unggas. Sehingga dengan demikian,

unggas tersebut akan mampu memberikan atau menghasilkan telur

yang berkualitas pula.

c. Sistem pemeliharaan

Sistem pemeliharaan berkaitan dengan kebersihan atau

sanitasi kandang dan lingkungan di sekitar kandang serta kualitas

makanan yang diberikan. Sanitasi kandang yang baik, didukung

dengan kualitas makanan yang baik, akan meningkatkan kualitas

telur yang dihasilkan oleh unggas yang bersangkutan.

d. Iklim
Iklim di sekitar lokasi kandang akan sangat mempengaruhi

kehidupan unggas yang dipelihara. Iklim yang cocok dengan

persyaratan hidup unggas yang dipelihara, akan sangat mendukung

kesehatan dan laju pertumbuhan unggas. Unggas yang sehat, akan

menghasilkan telur yang berkualitas baik.

e. Umur telur

Umur telur yang dimaksud di sini adalah umur telur yang

dikeluarkan oleh unggas. Secara umum, telur memiliki masa simpan

segar 2-3 minggu. Telur yang disimpan melebihi jangka waktu

penyimpanan segar tersebut tanpa mendapatkan penanganan

pengawetan, akan mengalami penurunan kualitas yang menuju

ke arah pembusukan.
D. Kerangka Teori

REMAJA PUTRI

Faktor Hb pada anemia remaja putri :


1. Adanya penyakit infeksi
yang kronis
2. Menstruasi yang berlebihan
3. Perdarahan yang mendadak
seperti kecelakaan
4. Jumlah makanan atau
penyerapan diet
a. Meningkatkan
konsumsi makanan bergizi
b. Mengobati penyakit

c. anemia
Menambah makanan yang Peningkatkan Kadar
a. Menambah pemasukan
mengandung zat besi kezat Hemoglobin (Hb)
besidalam
ke dalam tubuh
tubuh (telur)
(telur) Pada penderita anemia

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Sumber :

Almatzier (2011), Proverawati (2011), Suprapti (2010).


Keterangan :

Diteliti :

Tidak diteliti :
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

(Saryono, 2010). Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah Aplikasi konsumsi telur.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh

variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja putri yang

mengalami anemia.

B. Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang

telah dirumuskan (Hidayat, 2007). Hipotesa dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada perbedaan Aplikasi konsumsi telur terhadap peningkatan kadar

hemoglobin (Hb) pada remaja putri yang mengalami anemia

Ho : Tidak ada perbedaan Aplikasi konsumsi telur terhadap peningkatan

kadar hemoglobin (Hb) pada remaja putri yang mengalami anemia


C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang

akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2010)

Variabel Independent Variabel Dependent

Peningkatan kadar
Konsumsi telur
hemoglobin (Hb)

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian Quesy eksperimen dengan menggunakan

bentuk rancangan control group pre test-post test digunakan dalam

penelitian ini. Desain ini bertujuan mengidentifikasi hubungan sebab

akibat dengan cara melibatkan dua kelompok subyek. Kelompok

subyek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian

diobservasi lagi setelah intervensi. Dalam rancangan ini, kelompok

eksperimental diberi perlakuan berupa aplikasi konsumsi telur,

sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pada kedua

kelompok diawali dengan pre test dan setelah pemberian perlakuan

diadakan pengukuran kembali (post test). Rancangan penelitian

sebagaimana pada gambar 3.2.


Subjek Pra Perlakuan Post Test

K1 O I OI

K2 O2 Io O3

Skema 3.1 Rancangan Penelitian Pre Test – Post Test With Control
Group

Sumber : Nursalam 2015


Keterangan :

K1 : Subjek (remaja dengan konsumsi telur)

K2 : Subjek (remaja tanpa konsumsi telur)

I : Perlakuan.

Io : Perlakuan selain telur.

O : Observasi pertama (pre test) pada kelompok konsumsi

telur

O1 : Observasi kedua (post test) pada kelompok konsumsi

telur

O2 : Observasi pertama (pretest) pada kelompok kontrol

O3 : Observasi kedua (post test) pada kelompok kontrol

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Metode pendekatan yang dipakai adalah case control study

yang membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok

kontrol (Hidayat, 2011). Pada penelitian akan dilakukan pengumpulan

data konsumsi telur pada remaja putri yang mengalami anemia.

3. Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data primer

dan data sekunder.

a. Data primer adalah diperoleh secara langsung dari

responden (Riwidikdo, 2012). Dalam penelitian ini untuk

mendapatkan sumber langsung mengenai variabel dengan

menggunakan kuesioner.

Cara Pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :

1) Peneliti menyampaikan surat ijin penelitian dari pihak STIKES

Muhammadiyah Kudus kepada Kepala SMA Grafika Raden

Umar Said Kudus.

2) Peneliti mendatangi langsung siswa yang bersekolah

di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus untuk menyampaikan

maksud dan tujuan, meminta kesediaan siswa untuk berkenan

menjadi responden penelitian.

3) Peneliti menyampaikan kuesioner kepada para siswi yang

bersedia menjadi responden.

4) Data yang diperoleh dikumpulkan pada penelitian untuk

kemudian dilakukan olah data dan analisa data.

b. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung

dari responden namun dari pihak lain yang telah memiliki data yang

diperolehkan untuk penelitian (Riwidikdo, 2012). Dalam penelitian

ini data sekundernya adalah data profil SMA Grafika Raden Umar

Said Kudus.

Langkah-langkah pengumpulan data sekunder adalah

sebagai berikut :

1) Menyampaikan surat permohonan ijin Kepala SMA Grafika

Raden Umar Said Kudus.


2) Peneliti menerima ijin dari Kepala SMA Grafika Raden

Umar Said Kudus untuk melakukan penelitian.

4. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

subyek/obyek yang mempunyai kualitas dana karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya

[ CITATION Sug10 \t \l 1033 ]. Populasi dapat dibedakan menjadi dua

kategori, yaitu populasi terget dan populasi terjangkau (accessible

population). Populasi terget adalah populasi yang memenuhi sampling

kriteria dan menjadi sasaran akhir penelitian, sedangkan populasi

terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian dan

biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya [ CITATION

Nur11 \t \l 1033 ].
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas XI SMK

Raden Umar Said Gebog Kudus, sebanyak 71 orang diambil pada tahun

2016.

5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian

a. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut [ CITATION Sug10 \t \l 1033 ]. Sampel

penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi [ CITATION

SNo05 \t \l 1033 ]. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah

remaja yang terkena anemia pada satu kelas pada SMA.

Rumus untuk menentukan sampel adalah :


N
n =
1+ N ( d)²
keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = taraf kesalahan
25
¿
1+25 ( 0,1 ) ²

25
¿
1+25 (0,01)

25
=
1+0,25

25
=
1,25

= 20

Jadi, sampel yang diperlukan sebanyak 20 responden. Terdiri dari

10 orang kelompok intervensi dan 10 orang kelompok control.

b. Teknik sampling

Peneliti menentukan sampel yang terdapat dalam populasi yaitu

secara non probability sampling berupa purposive sampling yaitu

suatu tehnik penetapan sampel dengan cra memilih sampel

diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti,

sehingga samperl tersebut dapat mewakili karakteristik populasi

yang lebih dikenal sebelumnya [ CITATION Sug10 \t \l 1033 ].

Dalam rancangan ini kelompok eksperimental diberi perlakuan

berupa pemberian kurma sedangkan kelompok control tidak

diberikan perlakuan apapun. Pada kelompok eksperimental dan

control diawali dengan pre-test (pengukuran awal) pengecekan

kadar Hb pada remaja putri dan setelah pemberian perlakuan di

adakan pengecekan kembali (post-test).


Dengan menggunakan kriteria sampel yang dibagi menjadi

dua yaitu :

1) Kriteria inklusi / siswa yang boleh masuk adalah kriteria

atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi

yang diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria

inklusi yang ditentukan peneliti adalah :

a) Siswi kelas XI SMA Grafika Raden Umar Said

Kudus.

2) Kriteria eksklusi / setelah masuk yang harus dikeluarkan

jadi bukan kebalikan adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria

eksklusi yang ditentukan penelitian adalah

a) Tidak bersedia menjadi responden

b) Tidak berada di lokasi penelitian ketika proses

pengumpulan data.

c) Bersedia menjadi responden tetapi mengundurkan

diri.

6. Definisi Operasional Variabel penelitian dan skala

pengukuran

Definisi operasional adalah definisi yang berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang

dapat diamati (diukur) itulah merupakan kunci definisi operasional

(Nursalam, 2013).
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi
No Alat ukur Kategori Skala
Penelitian Operasional
1. Peningkata Kadar hemoglobin Stik HB Ordinal
n Kadar Hb sesudah diberi dan Easy
perlakuan - Touch HB
sebelum diberi
perlakuan
2. Aplikasi Mengkonsumsi telur Checklist 1. Diberikan Nominal
Konsumsi untuk meningkatan 2. Tidak
Telur kadar Hb diberikan
Diberikan 2x sehari
pada bulan februari
selama seminggu

7. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian

Instrumen penelitian yaitu suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (variabel

penelitian) (Sulistyaningsih, 2011). Instrumen penelitian yang digunakan

adalah lembar checklist dan kuesioner. Untuk kuesioner nantinya tidak

akan diuji validitas dan uji reliabelitas karena pertanyaan bersifat terbuka

(responden diberi kesempatan untuk menjawab seluas-luasnya). Untuk

pertanyaan positif jika menjawab Ya diberikan nilai 1 dan jika menjawab

tidak 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif jika menjawab Ya diberikan

nilai 0 dan jika menjawab tidak diberikan nilai 1.

8. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan data

Langkah pengolahan data yang akan dilakukan sebagai

berikut :

1) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Pada penelitian ini

melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan,


kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban dan

pertanyaan (Hidayat, 2010).

2) Scoring

Scoring adalah kegiatan memberikan nilai atas jawaban

pertanyaan responden dalam lembar kuesioner dan lembar

observasi.

3) Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik pada

data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2007).

4) Tabulating

Tabulating yaitu memasukkan data mentah ke dalam

format tabel-tabel misalnya ke dalam tabel distribusi frekuensi.

Tabulating akan dilakukan setelah seluruh data yang terkumpul

diolah dalam program komputerisasi.

b. Analisa data

1) Analisa Univariat

Analisa univariat yang dilakukan terhadap variable dari

hasil penelitian. Pada umum nya analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variable

[ CITATION Not10 \l 1057 ].

2) Analisa Bivariat

Analisa bivariat yaitu analisa data yang dilakukan pada dua

variable untuk menguji adanya hubungan atau perbedaan antar

variabel (Notoatmojo, 2010). Analisa bivariat yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aplikasi konsumsi

telur terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja

putri dengan menggunakan uji statistik samples t-Test jika data

berjenis data numerik dan berdistribusi normal dengan derajat


kemaknaan sebesar 5% ( = 0,05). Rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut :

d
t:
SD / √ n

Keterangan :

t : Nilai beda

d : Perbedaan rata-rata selisih pengamatan 1 dan

pengamatan 2 dibagi jumlah sampel

SD : Standar deviasi/simpang baku

n : Banyaknya pasangan sampel

Interpretasi hasil uji yaitu jika p value < 0,05 maka

dinyatakan Ha diterima dan Ho ditolak artinya ada perbedaan

konsumsi telur terhadap peningkatan kadar Hb pada remaja

yang mengalami anemia antara yang mendapatkan konsumsi

telur dan tidak mendapatkan konsumsi telur dan jika p value >

0,05 maka dinyatakan Ha ditolak dan Ho gagal ditolak artinya

tidak ada perbedaan peningkatan kadar Hb pada remaja yang

mengalami anemia di SMA Grafika Raden Umar Said Kudus.

9. Etika Penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat (2010), adalah sebagai berikut :

a. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed

consent)

Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta

izin kepada responden secara lisan atas kesediaannya menjadi

responden.
b. Anonymity (tanpa nama)

Pada lembar persetujuan maupun lembar pertanyaan

wawancara tidak akan menuliskan nama responden tetapi hanya

dengan memberi simbol saja.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Pembenaran informasi oleh responden dan semua data yang

terkumpul akan menjadi koleksi pribadi tidak akan disebarluaskan

kepada orang lain tanpa seizin responden.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : pt. Pustaka Gramedia Utama.

Arisman, 2010. Daur Dalam Kehidupan. Jakarta : EGC.

Dharma, 2011. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media.

Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Hapzah, Y. R. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Status Gizi Terhadap


Kejadian Anemia Remaja Putri pada Siswi SMAN 1 Tinambung
Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan.

Hidayat, 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.


Jakarta : Salemba Medika.

Kusmiran, 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba


Medika.

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Keperawatan, Pendekatan Praktis.


Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prawirohardjo, 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBP-SP.

Proverawati & Kusuma, 2011. Remaja dan Perkembangannya. Yogyakarta :


Nuha Medika.

Proverawati & Asufah, 2011. Penyakit dan Penyebab Anemia. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Riwidikdo, 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sarlito, 2010. Psikologi Remaja. Jakarta : Pustaka Grafindo.

Saryono, 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sarwono, 2009. Psikologi Perkembangan Remaja. Yogyakarta : Rajawali Press.

Sulistyaningsih, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif – Kualitatif. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Suprapti. Ilmu Bahan Makanan Dasar. Yogyakarta : Nuha Medika.

Widyastuti, dkk, 2010. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.


LEMBAR KONSUL BIMBINGAN SKRIPSI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

Nama : Aini Zahroh Prodi : S1 Keperawatan


NIM : IV.12.3008 Dosen : Sri Karyati, M.Kep., Sp. Kep.Mat
Judul : Aplikasi Konsumsi Telur Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin
(Hb) Pada Remaja Putri Yang Mengalami Anemia di SMA Grafika
Raden Umar Said Kudus
No Hari / Topik Saran Tanda Tangan
Tanggal Mahasiswa Dosen
Pembimbing
LEMBAR KONSUL BIMBINGAN SKRIPSI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

Nama : Aini Zahroh Prodi : S1 Keperawatan


NIM : IV.12.3008 Dosen : Nor Cholifah, S.SiT., M.Kes
Judul : Aplikasi Konsumsi Telur Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin
(Hb) Pada Remaja Putri Yang Mengalami Anemia di SMA Grafika
Raden Umar Said Kudus
No Hari / Topik Saran Tanda Tangan
Tanggal Mahasiswa Dosen
Pembimbing

You might also like